×
Sang Pionir Kesyirikan: Kita mengenal para tokoh yang dicatat sejarah sebagai penyumbang peradaban umat manusia, tapi, tahukah kita sang pionir kesyirikan pada zaman Jahiliah yang tindakannya sekarang banyak diadopsi oleh banyak kaum muslimin? untuk lebih mengenal sosoknya silahkan membaca risalah ini ….

 Sang Pionir Kesyirikan

Segala puji hanya untuk Allah Ta'ala, shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi wa sallam beserta keluarga dan seluruh sahabatnya. Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah Shubhanahu wa ta’alla, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam teruntuk Rasulullah –Shallallahu 'alaihi wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.

Aku bersaksi bahwasanya tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allah Shubhanahu wa ta’alla semata, yang tidak ada sekutu bagi -Nya. Dan aku juga bersaksi bahwasannya Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam adalah hamba dan Rasul -Nya. Amma Ba'du:

 Penjelasan Mengenai Kesyirikan yang Terjadi Pada Masyarakat Arab Dalam Kurun Jahiliyah

Di bawahnya ada beberapa pembahasan:

Pertama: Orang yang pertama kali mempromosikan kesyirikan di kalangan arab, dan gambaran mengenai keadaan merek.

Ada beberapa pendapat dikalangan para ulama mengenai proses terjadinya kesyirikan pada masyarakat Arab. Dan penjelasan mengenai orang yang pertama kali mempromosikan kesyirikan pada masyarakat Arab. Berikut akan saya jelaskan seluruh pendapat tersebut pada pembahasan di bawah ini disertai dengan dalil-dalilnya serta memilih mana pendapat yang kuat.

Pendapat pertama : Terjadinya kesyirikan merupakan hasil dari pengagungan batu-batu dari tanah haram dan pemuliaan terhadapnya. Hal itu terjadi ketika keluarga Isma’il pergi meninggalkan Mekah setelah masyarakat banyak menetap disana. Bukan rahasia bahwa saat itu Makah berada dalam pemerintahan Jurhum atau pada akhir pemerintahan ‘Amaliq, sebagaimana sudah jelas bagi seorang yang mendalami sejarah.

Pendapat di atas ditunjukkan oleh beberapa dalil berikut :

1.         Ibnu al-Kalbi mengatakan dalam kitabnya al-Ashnam, "Sesungguhnya Isma’il bin Ibrahim ‘alaihis salam ketika menempati tanah Mekah, melahirkan keturunan yang banyak sampai memenuhi Mekah dan mengikis orang ‘Amaliq yang tinggal disana. Mekah menjadi sempit bagi mereka. Terjadilah peperangan dan permusuhan di antara mereka. Sebagian saling mengeluarkan yang lain dari mekah. Maka mereka berpencar di beberapa negeri untuk mencari penghidupan. Kemudian yang membuat mereka menyembah patung dan batu adalah ketika mereka meninggalkan Mekah, masing-masing membawa batu dari batu-batu yang ada di tanah haram, dikarenakan rasa pengagungan terhadap tanah haram dan untuk meluapkan kerinduan terhadap Mekah. Dimanapun mereka singgah, maka mereka meletakkan batu tersebut lalu bertawaf di sekitarnya sebagaimana dahulu mereka tawaf di sekitar Ka’bah. Mereka memandang hal itu sebagai suatu kebaikan dan untuk meluapkan kerinduan terhadap tanah haram serta bentuk kecintaannya. Dimana dahulu mereka mengagungkan Ka’bah dan Mekah, berhaji dan umrah di atas peninggalan Ibrahim dan Isma’il ‘alaihimus salam. Lantas lambat laun hal itu membuat mereka menyembah sesuatu yang mereka senangi, dan lupa terhadap ajaran yang orang tuanya. Mereka mengubah agama Ibrahim dan Isma’il dan menjadi menyembah berhala. Jadilah mereka seperti umat-umat yang telah lalu".[1]

               Riwayat ini memberikan faidah bahwa sebab peribadahan yang dilakukan oleh masyarakat Arab terhadap berhala, adalah pengagungan mereka terhadap tanah haram, dan baitul haram (ka’bah, pent.). ketika mereka merasakan susahnya mencari penghidupan dan jauh dari tanah air, mereka menjadikan batu sebagai pengingat terhadap negerinya. Dan tawaf di sekitar batu tersebut, sebagaimana dahulu mereka tawaf di sekitar Ka’bah. Kemudian mereka melupakan ajaran agama orang tuanya setelah berlalunya waktu, dan menjadikan batu-batu tersebut sesembahan yang disembah selain Allah.

2.         Ibnu Ishaq juga telah meriwayatkan riwayat yang serupa. Di dalamnya ada penjelasan tentang awal mula peribadahan kepada batu-batu yang dilakukan oleh anak cucu Isma’il. Ketika mereka merasakan kesempitan untuk mencari penghidupan di Mekah, selanjutnya mereka mencari tempat lain, maka tak lupa mereka membawa batu-batu yang berasal dari tanah haram, sebagai pengagungan terhadap tanah haram. Dimanapun mereka singgah, batu tersebut mereka letakkan, lantas mereka tawaf di sekelilingnya sebagaimana mereka tawaf mengelilingi Ka’bah. Sampai hal tersebut membuat mereka menyembah apa yang mereka kira baik dan membuat takjub, yaitu menyembah batu-batu yang dibawa dari tanah haram. Hingga ketika lewat beberapa generasi akhirnya mereka lupa ajaran yang mereka anut dahulunya[2].

Pendapat kedua: Ada seorang lelaki dari kalangan Arab yang bernama ‘Amr bin Luhai. Ia adalah seorang dukun. Ia menguasai Mekah dan mengusir Jurhum dari Mekah , lantas ia menjadi pelayan Ka’bah. Ia lah orang yang pertama kali menyeru masyarakat Arab untuk menyembah berhala.

Pendapat ini disebutkkan oleh hampir seluruh kitab-kitab tarikh, riwayat, dan siroh[3]. Pendapat ini memiliki dalil yang banyak, di antaranya : Disebutkan dalam hadits nabi secara jelas dan shahih tentang penisbatan terjadinya kesyirikan kepada orang ini (‘Amr bin Luhai, pent.), di antara hadits-hadits yang begitu jelas adalah :

1.         Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud radiyallahu ‘anhu, dari Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « إِنَّ أَوَّلَ مَنْ سَيَّبَ السَّوَائِبَ وَعَبَدَ الْأَصْنَامَ أَبُو خُزَاعَةَ عَمْرُو بْنُ عَامِرٍ وَإِنِّي رَأَيْتُهُ يَجُرُّ أَمْعَاءَهُ فِي النَّارِ » [أخرجه أحمد]

"Sesungguhnya yang pertama kali membuat aturan tentang Saaibah dan menyembah berhala adalah Abu Khuza’ah ‘Amr bin ‘Amir, dan sungguh aku melihatnya di neraka sedang menyeret ususnya". [4]

Hadits ini shahih lighoirihi, walaupun sanad hadits ini lemah karena lemahnya ‘Amr bin Majma’ as-Sukuni, dan karena kurang kuatnya Ibrahim al-Hijri.

Dan al-Haitsami[5] mengeluarkannya dalam kitabnya Majma’ az-Zawaid[6]. Beliau mengatakan, "Diriwayatkan oleh Ahmad dan dalam sanadnya ada Ibrahim al-Hijri, ia seorang yang lemah". Tidak disebutkan lemahnya ‘Amr bin Majma’ as-Sukuni. Hadits di atas tanpa ada tambahan (dan menyembah berhala) memiliki penguat dari hadits Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu di sisi Ahmad[7], al-Bukhari[8], dan Muslim[9] dengan lafal, Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « رَأَيْتُ عَمْرَو بْنَ عَامِرِ بْنِ لُحَيٍّ الْخُزَاعِيَّ يَجُرُّ قُصْبَهُ فِي النَّارِ وَكَانَ أَوَّلَ مَنْ سَيَّبَ السَّوَائِبَ » [أخرجه مسلم]

"Aku melihat ‘Amr bin ‘Amir al-Khuza’i menyeret ususnya di neraka. Ia adalah orang yang pertama kali membuat aturan tentang Saaibah".

 Masih ada penguat lain di sisi al-Bukhari[10] yang berasal dari hadits ‘Aisyah radiyallahu ‘anha. Adapun sabda beliau, "Menyembah berhala", memiliki penguat-penguat lain yang akan diterangkan kemudian.

2.         Diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq dalam as-Siroh al-Kubro senada yang disebutkan oleh al-Hafidz dalam Fathul Bari.

Al-Hafidz  Ibnu Hajar mengatakan, "Diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq dari jalan Muhammad bin Ibrahim at-Taimi dari Abu Sholeh (yaitu dari Abu Hurairah) lebih sempurna dari yang ini. Lafalnya, "Saya mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan kepada Aktsam bin al-Jun;

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « رَأَيْتُ عَمْرَو بْنَ عَامِرٍ الْخُزَاعِيَّ يَجُرُّ قُصْبَهُ فِي النَّارِ, لأَنه أولُ مَن غير دِين إسماعيل , فَنَصبَ الأوثَان وسَيب السَوائب وبَحر البَحيرة, ووَصلة الوَصِيلة , وحَمى الحَامي » [أخرجه البخاري]

"Saya melihat ‘Amr bin Luhai menyeret ususnya di neraka. Karena ia merupakan orang yang pertama kali mengubah agama Isma’il. Kemudian membawa berhala (untuk disembah), dan menetapkan aturan onta saaibah, bahiirah, wasiilah, dan ham".[11]

Seperti inilah yang diriwayatkan oleh Ibnu Hajar dari as-Siroh al-Kubro milik Ibnu Ishaq. Namun berbeda sedikit dengan yang ada dalam as-Siroh milik Ibnu Hisyam, dan Ibnu Katsir. Perbedaan lafalnya sebagai berikut :

Muhammad bin Ishaq mengatakan, "Telah mengabarkan kepadaku Muhammad bin Ibrahim bin al-Harits at-Taimi, bahwa Abu Sholeh as-Saman mengabarkan kepadanya bahwa ia mendengar  Abu Hurairah mengatakan, "Saya mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam berkata kepada Aktsam bin al-Jun al-Khuza’i;

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « يا أكثم ! رأيت عمرو بن لحي بن قمعة بن خندق يجر قصبه في النار, فما رأيت رجلا أشبه برجل منك به ولا بك منه. فقال أكثم: عسى ألا يضرني شبهه يا رسول الله. قال: لا, أنك مؤمن وهو كافر, إنه كان أول من غير دين إسماعيل, فنصب الأوثان وبحر البحيرة وسيب السائبة, ووصلة الوصيلة وحمى الحامي » [أخرجه إبن هشام في السيرة]

"Wahai Aktsam ! Aku melihat ‘Amr bin Luhai bin Qam’ah bin Khondaf menyeret ususnya di neraka. Tidaklah aku melihat seorang lelaki yang lebih mirip dengannya daripadamu dan lelaki yang mirip denganmu kecuali dia". Kemudian Aktsam mengatakan, "Akankah kemiripan itu memudharatkanku wahai Rasulullah? Rasul menjawab, "Tidak, karena engkau mukmin dan ia kafir. Sesungguhnya ia orang yang pertama kali merubah agama Isma’il. Kemudian membawa berhala (untuk disembah), dan menetapkan aturan onta saaibah, bahiirah, wasiilah, dan ham"[12].

Abu Ishaq as-Sabi’i mengikuti Ibnu Ishaq pada Ibnu Jarir ath-Thabari dalam riwayat ini[13]. Kemudian al-Hafidz mengatakan, "Terjadi pada kami ‘uluw (tinggi) dalam pengetahuan". Dan di sisi Ibnu Mardawaih dari jalan Suhail bin Abu Sholeh diriwayatkan senada dengan riwayat tadi.[14]

3.         Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dengan sanadnya dari Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda;

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « عُرِضت عليَّ النار, فرأيت فيها عمرو بن فلان بن فلان بن خندف يجرّ قصْبه في النار, وهو أوّل من غيَّر دين إبراهيم, وسيب السائبة, وأشبه من رأيت به أكثم بن الجون! » [أخرجه الطبري في تفسيره ]

"Ditampakkan neraka kepadaku, kemudian di sana aku melihat ‘Amr bin fulan bin fulan bin fulan bin Khondaf menyeret ususnya di neraka. Ia adalah orang yang pertama kali mengubah agama Ibrahim, dan membuat aturan tentang onta saaibah. Orang yang kulihat paling mirip dengannya adalah Aktsam bin al-Jun". al-hadits[15].

Diriwayatkan juga oleh al-Hakim dalam al-Mustadrak  dengan sanad ini (saya maksudkan dari jalan Muhammad bin ‘Amr, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu) dan di dalam riwayat tersebut Nabi mengatakan;

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « وهو أوّل من سيب السائبة وغيَّر دين إبراهيم  وأشبه من رأيت به أكثم بن أبي الجون» [أخرجه الحاكم ]

"Ia adalah orang yang pertama kali menetapkan aturan tentang onta saaibah, dan mengubah perjanjian Ibrahim ‘alaihis salam. Orang yang kulihat paling mirip dengannya adalah Aktsam bin al-Jun". al-hadits[16].

Kemudian Beliau mengatakan, "Ini adalah hadits shahih di atas syarat Muslim dan tidak diriwayatkan olehnya". Imam adz-Dzahabi menuturkan, "Shahih di atas syarat Muslim, dan hadis tersebut hasan dengan sanad yang ini".

4.         Al-Hakim mengeluarkan dari hadits Abdullah bin Muhammad bin ‘Uqail dari ath-Thufail bin Ubai bin Ka’ab dari bapaknya (Ubai bin Ka’ab, pent) secara marfu’ darinya, dalam hadits terdapat redaksi Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda;

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « رأيت فيها عمرو بن لحي يجر قصبه في النار، وأشبه من رأيت به معبد بن أكثم بن الخزاعي. فقال معبد: يا رسول الله، أتخشى علي من شبهه، فإنه والدي . فقال: لا، أنت مؤمن وهو كافر وهو أول من حمل العرب على عبادة الأصنام » [أخرجه الحاكم ]

"Dan aku melihat ‘Amr bin Luhai di neraka sedang menyeret ususnya. Orang yang kulihat paling mirip dengannya adalah Ma’bad bin Aktsam al-Khuza’i. Ma’bad mengatakan, "Wahai Rasulullah apakah engkau mengkhawatirkan kemiripanku dengannya, sesungguhnya ia adalah nenek moyangku?. Rasulullah menjawab, "Tidak, engkau mukmin sedangkan ia kafir. Ia adalah orang yang pertama kali membawa masyarakat Arab untuk menyembah berhala".

Al-Hakim mengomentari, "Hadits ini isnadnya shahih dan tidak dikeluarkan oleh Bukhari dan Muslim". Ucapan beliau disetujui oleh Imam adz-Dzahabi[17]. Akan tetapi yang tepat derajat hadits ini adalah hasan. Karena Abdullah bin Muhammad bin ‘Uqail diperselisihkan. Ia seorang yang hasan haditsnya insya Allah.

5.         Ath-Thabarani meriwayatkan dalam al-Kabir dan al-Ausath dari Ibnu Abi Dzi’b dari Sholeh maula at-Tauamah dari Ibnu Ibnu Abbas ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda;

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « أوّل من غيَّر دين إبراهيم ، عمرو بن لحي بن قمعة بن خندق أبو خزاعة » [أخرجه الطبراني ]

"Orang yang pertama kali mengubah agama Ibrahim adalah ‘Amr bin Luhaiy bin Qam’ah bin Khondaf Abu Khuza’ah".[18]

 Al-Haitsamiy mengomentari dalam Majma’ az-Zawaid[19];  "Diriwayatkan oleh ath-Thabarani dalam al-Kabir dan al-Ausath, dalam sanadnya ada Sholeh Maula at-Tauamah, ia dinilai lemah karena bercampur hafalannya, dan Ibnu Abi Dzi’b mendengar darinya sebelum tercampur hafalannya. Hadits ini termasuk riwayah Ibnu Abi Dzi’b darinya. Sanad hadits ini minimalnya hasan sebagaimana dhahirnya[20].

6.         Al-Hafidz Ibnu Jarir ath-Thabari meriwayatkan dalam tafsirnya dari Zaid bin Aslam, ia berkata, Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wasallam bersabda;

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « إني لأعرف أوّل من سيب السوائب، وأوّل من غيَّر عهد إبراهيم! قالوا: من هو، يا رسول الله. قال: عمرو بن لُحَيّ أخو بني كعب، لقد رأيته يجرّ قُصْبه في النار ، يؤذي ريحه أهل النار » [أخرجه الطبري]

"Sesungguhnya aku mengetahui orang yang pertama kali membuat aturan tentang onta saaibah, dan orang yang pertama kali mengubah perjanjian (agama, pent.) Ibrahim". Para sahabat bertanya, "Siapakah ia wahai Rasulullah?. Rasulullah menjawab, "Amr bin Luhaiy, saudara Bani Ka’ab. Sungguh aku melihatnya sedang menyeret ususnya di neraka, baunya mengganggu penduduk neraka". Al-Hadits[21].

Hadits ini berasal dari jalan ‘Abdurrazak dari Ma’mar dari Zaid bin Aslam, dan ia mursal.

7.         Al-Fakihi meriwayatkan dari jalan ‘Ikrimah secara mursal. Semisal dengan hadits Ibnu Abbas yang telah lewat. Dalam redaksinya, "Miqdad bertanya, "Wahai Rasulullah! siapakah Amr bin Luhaiy? Rasulullah menjawab, "Bapak mereka orang-orang dari perkampungan Khuza’ah".[22]

8.         Ibnul Mundzir mengeluarkan hadits dari Abu Sa’id al-Khudriy, ia berkata; "Rasulullah shalat mengimami kami sampai beliau mengatakan,

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « ورَأَيْتُ عَمْرَو بْنَ عَامِرٍ بن لحي يَجُرُّ قُصْبَهُ فِي النَّارِ ، وهو الذي سَيب السَوائب وبَحر البَحيرة ونصب الأوثان و غير دِين إسماعيل » [أخرجه ابن منذر]

"Aku melihat Amr bin Luhai sedang menyeret ususnya di neraka. Ia adalah orang yang membuat aturan tentang onta saaibah, bahiirah, dan membawa berhala, serta mengubah agama Isma’il".[23] Al-Hadits.

Maksudnya adalah seluruh riwayat-riwayat ini  menunjukkan bahwa Amr bin Luhai -semoga Allah Shubhanahu wa ta’alla melaknatnya- telah memprakarsai bid’ah bagi mereka dalam perkara ibadah yang berakibat berubahnya agama al-Kholil (Ibrahim, pent.), kemudian diikuti oleh masyarakat Arab kala itu. Maka mereka telah sesat dengan kesesatan yang jauh, nyata, buruk serta mengerikan. Ini dari sisi riwayat-riwayat hadits.

Kemudian pendapat ini ditopang oleh hadits shahih adalah pendapat yang disebutkan oleh kebanyakan ahli tafsir, ahli hadits dan pakar sejarah. Ini merupakan pendapat Ibnu Ishaq[24], Ibnu al-Kalbi[25], Ibnu Hisyam[26], Imam ath-Thabari[27], al-Mas’udi[28], as-Suhaili[29], al-‘Askari[30], asy-Syihristani[31],  Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah[32], Ibnul Qoyyim[33], al-Hafidz Ibnu Katsir[34], as-Suyuthi[35], ash-Shalihi[36], Syaikh Imam Muhammad bin Abdulwahhab[37], al-Alusi[38], dan selain mereka.

Sebagaimana ditunjukkan oleh beberapa syair-syair Arab. Di antaranya :

Syair yang didendangkan oleh anggota suku Jurhum (Jurhumi) yang dahulu berpegang teguh pada agama hanifiyah (Ibrahim, pent.);

Wahai Amr janganlah kau buat kedzaliman di Mekah negeri yang suci

Tanyakan kepada kaum ‘Ad dimanakah mereka, dan kepada makhluk-makhluk yang telah binasa[39].

Syair yang didendangkan oleh sebagian suku Jurhum ketika Amr bin Luhai melampaui batas dengan meletakkan berhala di sekitar Ka’bah, dan memaksa masyarakat Arab untuk menyembahnya, yang mengancam agama hanifiyah;

Wahai Amr telah engkau buat tuhan yang berbilang dengan menghadirkan berhala di Mekah sekitar Ka’bah.

Dahulu Ka’bah hanya memiliki satu tuhan yang abadi, akan tetapi engkau menjadikannya berbilang di kalangan manusia.

Sungguh engkau tahu bahwa Allah dalam waktu yang tepat, akan memilih orang yang menjaga Ka’bah setelah engkau.[40]

Begitu juga didukung dengan adanya atsar yang menguatkan riwayat ini, bahwa masyarakat Arab mencatat sejarah pembangunan Ka’bah oleh Ibrahim, senantiasa seperti itu hingga mereka berpencar-pencar dan keluar dari Tihamah. Sampai berlalunya waktu mereka mencatat kepemimpinan ‘Amr bin Rabi’ah yang tersohor dengan Amr bin Luhai (Ialah yang dikatakan telah mengubah agama Ibrahim, dan membawa berhala Hubal dari kota Balqa’, dan perbuatan Isaf dan Nailah zaman Sabur Dzil Aktaf[41]

Berdasarkan hal ini maka tetap bagi kita bahwa orang yang pertama kali mengubah agama Isma’il dan Ibrahim adalah Amr bin Luhai bin Rabi’ah. Abu Khuza’ah. Dan memungkinkan menggabungkan antara pendapat ini dengan pendapat yang lain sebagai berikut :

1.         Sesungguhnya keluarnya anak cucu Isma’il dari tanah haram pada saat pemerintahan Jurhum[42], dan pemerintahan Khuza’ah setelahnya langsung. Maka keluarnya anak cucu Isma’il sebelum pemerintahan Khuza’ah. Sedangkan membawa batu dari tanah haram sebagai bentuk mencari berkah, bertawaf di sekitarnya, menyembelih dan bernadzar untuknya, dan menyembahnya, maka mungkin saja tidak terjadi kecuali pada zaman terakhir sekali[43], setelah kepemimpinan Amr bin Luhaiy al-Khuza’i. Wallahu a’lam.

2.         Atau peribadahan terhadap batu saat itu belum meluas dikalangan anak cucu Isma’il, sebelum penyembahan berhala di Mekah, akan tetapi baru bersifat individual. Sedangkan peribadahan terhadap berhala yang dimulai pada saat kepemimpinan Amr bin Luhai bersifat umum. Maka dinisbatkan permulaan peribadahan terhadap berhala kepadanya.

3.         Ketika Amr memegang kekuasaan untuk melaksanakan segala sesuatu karena ia adalah penguasa Mekah pada waktu itu, kerusakan yang ditimbulkannya dan perubahan yang diakibatkannya terhadap agama Allah Shubhanahu wa ta’alla lebih banyak daripada kerusakan yang ditimbulkan para pembawa batu tanah haram. Karena kerinduan yang teramat sangat dan keterikatan dengan tanah haram. Wallahu a’lam.

Adapaun mengenai riwayat yang mengatakan bahwa Adnan adalah nenek moyang masyarakat Arab, ia orang yang pertama kali menyeru masyarakat Arab untuk menyembah berhala[44], maka aku merasa itu tidak shahih.

 Perkataan-perkataan para ahli sejarah mengenai Amr bin Luhai al-Khuza’i

As-Suhaili mengatakan, "Ketika suku Khuza’ah memengangi peperangan terhadap Ka’bah, dan mengusir Jurhum dari Mekah, masyarakat Arab menjadikan Amr bin Luhai penguasa. Tidaklah ia membuat suatu kebid’ahan kecuali oleh masyarakat Arab dijadikan sebagai syariat". [45] Kami melihat dalam Tarikh Makah juga, kebanyakan berita-berita mengenai orang ini hampir-hampir mirip seperti cerita dongeng, yang bisa merubah pemahaman-pemahaman dan keyakinan-keyakinan suatu kaum. Maka pada akhirnya ia bisa merubah pemahaman-pemahaman tersebut secara sempurna. Menjadikan masyarakat Arab sebagai penyembah berhala padahal dahulunya mereka adalah orang-orang yang bertauhid di atas agama Ibrahim ‘alaihissalam. Mereka menyebutkan bahwa ia (Amr bin Luhai) adalah lelaki yang paling cemerlang dari kalangan lelaki Arab pada masa Jahiliyah, dan termasuk orang yang paling terkenal. Kebanyakan masyarakat menyanjungnya dengan ketinggian, kedudukan dan kebanggaan. Termasuk orang-orang yang menyebutkan perihal dirinya adalah sebagai berikut;

1.         Ia dahulu adalah seorang memiliki kekayaan berlimpah. Ia mencukil mata ontanya sebanya 20 buah. Hal itu merupakan gambaran bahwa ia memiliki 20.000 onta. Karena dalam adat masyarakat Arab, bahwa orang yang memiliki 1000 onta harus mencukil 1 mata ontanya. Hal itu sebagai tolak bala dari penyakit ‘ain -menurut persangkaannya yang dusta- yang menyerang onta-onta tersebut [46].

2.         Ia membagikan kepada masyarakat Arab 10.000 onta[47].

3.         Sebagaimana diriwayatkan darinya, ialah orang yang pertama kali memberi makan jama’ah haji di Mekah yang berupa lemak punuk onta dan dagingnya yang dicampur dengan kuah remukan roti [48].

4.         As-Suhaili mengatakan, "Seringkali ia menyembelih 10.000 onta yang gemuk pada saat haji, dan memberikan 10.000 pakaian sampai-sampai ia dijuluki sebagai Latta yang mencampur tepung dengan air bagi jama’ah haji, di atas batu yang sudah dikenal sebagai batunya Latta" [49].

5.         Kemudian masyarakat berlebih-lebihan dan mengatakan, "Sesungguhnya ia pada suatu tahun memberikan pakaian bagi seluruh jama’ah haji. Setiap orang mendapatkan 3 buah pakaian Yaman"[50].

6.         Ia memberi makan masyarakat Arab setiap tahunnya dan membuatkan makanan untuk mereka dari mentega dan madu, serta menumbuk gandum[51].

7.         Ialah orang yang menetapkan aturan tentang onta Bahirah[52], Washilah[53], Ham[54], dan Saaibah[55].

8.         Talbiyah Ibrahim dalam haji diganti olehnya. As-Suhaili mengatakan, "Ketika Amr bin Luhaiy bertalbiyah ada orang tua yang merupakan penampakkan dari setan bertalbiyah bersamanya. Amr mengucapkan, "Labbaika Laa Syarika Laka". Orang tua itu menyeru, "illa Syarikan Huwa Laka". Amr mengingkari ucapan orang tua itu dan berkata, "Apa-apaan ini?. Orang tua itu berkata, katakanlah!, "Tamlikuhu Wa Maa Malak". Tidak mengapa dengan ucapan ini. Maka Amr menirukannya dan akhirnya diikuti oleh masyarakat Arab[56].

9.         Ialah orang yang pertama kali mengubah agama Isma’il ‘alaihissalam yang lurus, dengan peribadahan kepada berhala. Ia yang memasukkan berhala ke tanah haram, dan itu sebagaimana diriwayatkan; Bahwasanya ketika Amr bin Luhai merasa bahwa dirinya mampu mengalahkan Jurhum, dan selanjutnya adalah Mekah. Kemudian kaum-kaum disekitarnya ingin mengokohkan kekuasaannya dan merealisasikannya dengan membuat aqidah yang baru, menggantikan agama yang lurus. Ia melihat kaumnya bermudah-mudahan dalam hal itu. Setelah berlalunya zaman dan berjalan beberapa tahun. Amr sering bepergian ke negeri tetangga seperti Syam dan Irak. Ia meneliti keadaan penduduknya, dan ia melihat akidah penduduknya sebagai penyembah berhala.

Ia melihat bahwa pada hal itu ada sarana untuk mengadakan suatu sandaran yang berupa materi keduniaan, sebagai cara untuk mengokohkan tujuan politiknya[57]. Sebabnya sebagaimana dikatakan oleh al-‘Askari[58]; "Sesungguhnya seorang raja membutuhkan agama seperti butuhnya kepada harta dan pengawal. Karena raja tidaklah terwujud dengan bai’at, dan bai’at tidak ada tanya adanya sumpah, sedangkan sumpah tidaklah ada kecuali bagi para pemeluk agama. Dimana seorang tidak sah sumpahnya kecuali dengan agamanya dan sesembahannya. Orang yang tidak beragama tidak dipercaya sumpahnya".[59].

Oleh karena itu ia meninggalkan agama hanifiyah, agama Isma’il dan Ibrahim. Karena ia melihat bahwa dirinya tidak mampu menguasai mereka secara sempurna. Akan tetapi kekuasaan dalam agama hanifiyah adalah milik Allah ta’ala saja. Maka ia meletakkan berhala-berhala di sekeliling Ka’bah. Jumlah berhala yang ia letakkan di sekitar Ka’bah sebagai berikut :

 Berhala yang pertama kali diletakkan adalah Hubal.

Ibnu Hisyam mengatakan, "Telah mengabarkan kepadaku sebagian ulama, bahwa Amr bin Luhai keluar dari Mekah menuju ke Syam untuk menyelesaikan sebagian urusannya. Ketika ia sampai di daerah Maab bagian dari Balqa’[60]. Daerah tersebut dikuasai oleh kaum ‘Amaliq. Ia melihat mereka menyembah berhala. Maka ia berkata kepada mereka, "Benda apakah yang aku lihat sedang kalian sembah ini?, mereka menjawab, "Ini adalah berhala-berhala yang kami sembah. Kami memohon hujan kepadanya kemudian ia menurunkan hujan kepada kami. Kami meminta pertolongan padanya kemudian ia menolong kami". Amr berkata, "Mengapa tidak kalian memberikan satu kepadaku, akan aku bawa ke tanah Arab, nantinya mereka akan menyembahnya?. Maka mereka memberikan sebuah berhala kepada Amr yang disebut sebagai Hubal. Lantas Amr membawanya ke Mekah, meletakkannya di sana dan menyuruh manusia untuk beribadah kepada berhala itu dan mengagungkannya[61].

As-Suhaili mengatakan, "Adapun Hubal, dibawa oleh Amr bin Luhai dari daerah Hayyit[62]. Sebuah daerah di Jazirah kemudiana meletakkannya dalam Ka’bah"[63]. Terlepas rujukan manakah yang benar, yang jelas bahwa yang membawa berhala ke tanah Arab adalah Amr bin Luhai.

Pada saat Amr bin Luhai membawa berhala, ia kemudian meletakkannya di tengah Ka’bah. Lantas orang-orang Quraisy menganggapnya sebagai sesembahan yang mereka ibadahi. Ibnu al-Kalbi dan al-Alusi menuturkan, "Orang-orang Quraisy memiliki berhala-berhala di sekitar Ka’bah dan yang paling agung bagi mereka adalah Hubal. Yang sampai kepadaku bahwa berhala itu terbuat dari batu akik merah dalam rupa manusia, dengan tangan kanannya yang patah. Orang-orang Quraisy menemukannya seperti itu lalu mereka membuatkan tangan dari emas. Orang yang pertama kali meletakkannya adalah Khuzaimah bin mudrikah. Maka disebutlah Hubal Khuzaimah[64]. Orang-orang Quraisy bersumpah disisinya dalam urusan-urusan mereka sebagaimana disebutkan oleh pakar sejarah"[65].

 Amr bin Luhai adalah orang yang mempelopori peribadahan kepada berhala Isaf dan Nailah.

Ibnu Ishaq menuturkan, "Orang-orang musyrik menjadikan Isaf dan Nailah sebagai sesembahan di dekat sumur Zam-zam. Mereka menyembelih qurban di sisi keduanya. Dahulunya Isaf dan Nailah adalah seorang lelaki dan perempuan dari suku Jurhum. Kemudian Isaf menzinahi Nailah di dalam Ka’bah. Lantas Allah Shubhanahu wa ta’alla mengubah mereka berdua menjadi batu"[66].

Kemudian Ibnu Ishaq meriwayatkan dengan sanad yang shahih secara bersambung dari ‘Aisyah radiyallahu ‘anha. Bahwasanya ia mengatakan, "Kami dahulu mendengar bahwa Isaf dan Nailah adalah lelaki dan perempuan dari suku Jurhum. Mereka berzina di dalam Ka’bah. Maka Allah Shubhanahu wa ta’alla mengutuk mereka menjadi 2 buah batu".  Wallahu a’lam[67], As-Suhaili mengatakan, "Dari sebagian salaf,…..".[68]

Adapun saat menghancurkannya, as-Suhaili mengatakan, "al-Waqidi menyebutkan bahwa Nailah di hancurkan oleh Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi wa sallam pada tahun pembukaan (Fathu Makkah, pent). Keluar dari berhala itu seorang wanita hitam berambut putih[69] mencakar-cakar wajahnya. Ia menyeru-nyeru dengan umpatan kecelakaan dan kebinasaan". [70]

 Dialah (Amr bin Luhai) orang yang mengajari mereka untuk menyembah Latta.

Sungguh ada banyak riwayat mengenai hal tersebut, salah satunya seperti yang diriwayatkan dari as-Suhaili mengatakan, "Amr bin Luhai adalah Latta yang membuat adonan roti untuk jama’ah haji, di atas sebuah batu yang dikenal dengan batu Latta". [71]

Dikatakan juga dalam riwayat lain, "Orang yang membuat adonan roti dahulu berasal dari Tsaqif. Ketika orang itu meninggal, Amr mengatakan kepada orang-orang Quraisy, "Sesungguhnya orang tersebut belum mati, akan tetapi ia masuk ke dalam batu. Kemudian ia memerintahkan mereka untuk menyembahnya, dan membangun rumah di atas batu itu. Dinamakan Laatta…Ketika orang itu mati dinamakan batu tersebut dengan Laat dengan ta’ yang ringan. Dan dijadikan sebagai berhala yang disembah".[72]

Ibnu al-Kalbi mengatakan dan dinukil oleh Imam Ibnul Qoyyim, "Kemudian orang-orang musyrik meletakkan Laata di Thaif. Dan ia lebih baru dibandingkan Manat. Bentuknya adalah batu persegi. Juru kuncinya berasal dari Tsaqif. Orang-orang musyrik membangun rumah di atasnya. Orang-orang Quraisy dan seluruh masyarakat Arab mengagungkan berhala tersebut. Dengannya orang-orang Arab menamakan Zaid al-Laata, dan Taim al-Laata. Berada di menara Masjid Thaif sebelah kiri pada saat sekarang. Senantiasa seperti itu sampai suku Tsaqif memeluk Islam. Maka Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa salllam mengutus al-Mughirah bin Syu’bah[73], kemudian di hancurkan lalu di bakar". [74]

Maksudnya menjelaskan bahwa Amr bin Luhai adalah orang yang menyuruh masyarakat Arab untuk menyembah Laata, sebagaimana sudah dijelaskan. Dan sudah dihilangkan –segala puji bagi Allah- dengan tangan seorang sahabat yang mulia yaitu al-Mughiroh bin Syu’bah radiyallahu ‘anhu.

 Bahwa Amr bin Luhai adalah orang yang meletakkan berhala Manat pertama kali.

Ada sebuah riwayat yang disebutkan dalam kitab Akhbaru Makkah karangan Abul Walid al-Azraqi[75] dengan sanad yang hasan sampai kepada Ibnu Ishaq, beliau mengatakan, "Manat berada di tepi pantai sebelah Qudaid[76]. Berhala itulah yang dipergunakan untuk berhaji dan diagungkan oleh suku Azd dan Ghassan. Apabila mereka thawaf di Ka’bah, meninggalkan Arafah dan selesai dari Mina, mereka tidak mencukur rambut kecuali di sisi Manat. Mereka mempersembahkan baginya, dan barangsiapa yang memberi persembahan kepadanya maka tidak thawaf di antara Shafa dan Marwah karena kedudukan dua berhala yang berada di sana, Nahika Mujawidur Riih, dan Muth’imuth Thoir. Dahulu daerah ini menyembah Manat. Manat diperuntukan untuk suku Aus dan Khazraj dan Ghassan dari al-Azd dan orang-orang yang beragama dengan agama mereka dari kalangan orang-orang Yatsrib dan Syam. Manat menghadap kearah tepi pantai dari sisi al-Musyallal[77] di daerah Qudaid". [78]

Lalu Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam mengutus Sa’id bin ‘Ubaid al-Asyhali[79] untuk menghancurkan berhala Manat yang ada di al-Musyallal. [80]

 Sesungguhnya Amr bin Luhai adalah orang yang pertama kali menyeru peribadahan kepada Uzza.

Al-Azraqi mengatakan, "Uzza adalah tiga buah pohon kurma yang berwarna coklat tua[81]. Orang yang pertama kali menyeru untuk menyembahnya adalah Amr bin Rabi’ah dan al-Harits bin Ka’ab. Kemudian Amr mengatakan kepada orang-orang Quraisy, "Sesungguhnya Rabb kalian menjelma menjadi Latta pada musim panas karena dinginnya Thaif, dan menjelma menjadi Uzza di musim dingin karena panasnya Tihamah".

 Masing-masing ada syaithan yang disembah. Ketika Allah Shubhanahu wa ta’alla mengutus Muhammad, beliau mengutus Khalid bin Walid[82] untuk memotong Uzza, maka ia memotongnya[83]. Disebutkan dalam sebuah kisah yang panjang mengenai hal ini, dan riwayat ini diriwayatkan oleh al-Azraqi dari jalan al-Kalbi dari Abu Shaleh dari Ibnu Abbas. Sudah diketahui bahwa al-Azraqi merupakan orang yang paling lemah bila meriwayatkan dari Ibnu Abbas. Akan tetapi al-Azraqi sendiri meriwayatkan riwayat lain dari Ibnu Ishaq dengan riwayat yang hasan yang isinya, "Bahwa Amr bin Luhai menjadikan Uzza dari pohon kurma.

Orang-orang arab ketika sudah selesai haji dan thawaf mereka tidak langsung bertahalul, sampai mendatangi Uzza. Mereka berthawaf mengelilinginya dan bertahalul di sisinya, serta berdiam diri selama sehari di sampingnya. Orang-orang Khuza’ah, Quraisy dan Bani Kinanah seluruhnya mengagungkan Uzza bersama Khuza’ah dan seluruh Mudhor".[84]

 Amr bin Luhai adalah orang yang meletakkan berhala di Shafa dan Marwah

Abul Walid al-Azraqi dan Muhammad bin Ishaq al-Fakihi[85] menerangkan, dan lafadznya milik Muhammad bin Ishaq, "Dari Ibnu Ishaq dengan sanad yang hasan, bahwasanya ia berkata, "Sesungguhnya Amr bin Luhai meletakkan sebuah berhala di Shafa yang disebut Nahikun Mujawidur Riih, dan meletakkan di Marwah sebuah berhala yang bernama Muth’imuth Thair".[86]

 Bahwa Amr bin Luhai adalah orang yang meletakkan berhala al-Khalashah di bawah Mekah.

Mereka memakaikan kalung kepadanya, menghadiahkan syair, gandum, dan menyiramkan susu kepadanya, menyembelih di sisinya, dan mengalungkan telur burung unta[87]. Ibnul Kalbi, al-Alusi, dan Yaqut al-Hamawi menyebutkan tempat berhala ini yaitu di Tabalah[88], -ditambahkan oleh as-Suhaili- dan Yaqut, "Bahwa berhala tersebut di daerah al-‘Abalat atau al-‘Abala". [89]

 Termasuk hal yang diada-adakan oleh Amr bin Luhaiy tentang berhala di Mekah dan Mina.

Seperti apa yang diriwayatkan oleh al-Fakihi dan al-Azraqi dalam Akhbaru Makkah, lafadz milik kedua, dengan sanad hasan dari Ibnu Ishaq, ia berkata, "Sesungguhnya Amr bin Luhai meletakkan tujuh berhala di Mina, dan sebuah berhala di Qarin yang berada antara masjid Mina dan Jumrah Ula pada sebagian jalan. Ia meletakkan sebuah berhala di Jumrotul Ula, di al-Mada’iy sebuah berhala, di Jumrotul Wustho sebuah berhala, di Jumrotul ‘Udzma sebuah berhala. Pada berhala-berhala tersebut dibagi kerikil jumroh yang berjumlah 21 kerikil, setiap berhala dilempari 3 kerikil. Setiap melempar kerikil dikatakan kepada berhala itu, "Engkau lebih besar daripada fulan, yaitu berhala yang dilempari sebelumnya". [90]

 Bahwa Amr bin Luhai adalah orang yang membagikan berhala kaum Nabi Nuh kepada kabilah-kabilah Arab.

Dalil akan hal tersebut disebutkan oleh para ahli sejarah. Di antaranya :

1.     Amr bin Luhai mendatangi tepi Jedah. Dari sana ia membawa berhala-berhala sampai Tihamah, dan ia menghadiri haji. Kemudian ia menyeru masyarakat Arab untuk menyembah berhala-berhala seketika itu[91].

Ibnu al-Kalbi mengatakan -setelah menyebutkan kisah membawa berhala-berhala dari tepi Jedah- beliau menuturkan, "Disambutlah seruan itu oleh ‘Auf bin ‘Udrah bin Zaid al-Laat bin Rafidah bin Tsaur…..Ibnu Qudha’ah. Diberikan kepadanya Wadd dan dibawa ke Wadil Qura lantas ditetapkan di Daumatul Jandal[92]. Kemudian ia menamakan anaknya ‘Abdu Wadd. Ia adalah orang yang pertama kali diberi nama itu".

Auf menjadikan anaknya sebagai seorang pemimpin yang dijuluki ‘Amirul Ajdar dan juru kunci bagi berhala itu. Senantiasa keturunannya sebagai juru kunci sampai Allah Shubhanahu wa ta’alla mendatangkan agama Islam. Lantas berhala itu dihancurkan oleh Khalid bin Walid dan dipotong-potong. Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam mengutus Khalid selepas perang Tabuk untuk menghancurkannya.

Khalid dihalang-halangi oleh Bani ‘Abdu Wadd, dan Bani Amir al-Ajdar. Maka Khalid memeranginya sampai membunuh mereka. Setelah itu Khalid menghancurkanya berkeping-keping. Adalah berhala laki-laki seperti seorang lelaki yang paling mulia. Terkadang mereka memakaikan[93] dua perhiasan bagi berhala itu,  bersarung dengan perhiasan itu dan dijadikan selendang yang lain. Didapati ada pedang yang dikalungkan di lehernya, menyandang busur panah, tombak yang ada benderanya, dan wadah yang berisi anak panah[94].

Kemudian beliau menlanjutkan, "Amr bin Luhai menyetujui Mudhar bin Nizar. Ia menyerahkan berhala Suwa’ kepada seorang lelaki dari Hudzail yang bernama al-Harits bin Tamim Sa’ad bin Hudzail bin Mudrikah, bin Ilyas, bin Mudhar. Berhala itu berada di Ruhath[95] dari bumi Kurma.  Disembah oleh penduduk Mudhar. Maka Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam mengutus Amr bin al-Ash[96] untuk menghancurkannya. Dan dihancurkanlah berhala itu". [97]

Madzhaj menerima seruan itu, diberikanlah Yaghuts kepada An’am bin Amr al-Muradiy. Berada di sebuah bukit di Yaman yang disebut sebagai Madzhij[98], disembah oleh kabilah Madzhaj. Mereka adalah Thai dan Bani Malik serta orang-orang lain yang menyembahnya.

Seruan itu diterima oleh Hamdan, diberikan Ya’uq kepada Malik bin Mirtsad bin Jasym. Berada di sebuah desa bernama Khoiwan[99]. Disembah oleh Hamdan dan penduduk di sekitar Yaman. Hamir menjawab seruan tersebut, diberikanlah berhala Nasr kepada seorang lelaki dari Dzi Ru’ain yang bernama Ma’dikariba. Berada di sebuah tempat di Saba’ yang disebut Balkha’[100]. Disembah oleh Hamir dan orang-orang disekitarnya, dan senantiasa diibadahi sampai dihancurkan oleh Dzu Nawas. Berhala-berhala tersebut masih saja disembah sampai Allah Shubhanahu wa ta’alla mengutus nabi -Nya dan memerintahkan untuk menghancurkannya[101].

2.         Ibnul Qoyyim menuturkan setelah menceritakan pembagian berhala-berhala oleh Amr bin Luhai kepada kabilah-kabilah Arab, "Aku mengatakan, ini adalah penjelasan yang disebutkan oleh al-Bukhari dalam shahihnya dari Ibnu Abbas, ia berkata, "Berhala-berhala milik Kaum Nuh yang berada di tanah Arab menjadi disembah. Wadd disembah oleh Kalbu Badumatil Jandal, Suwa’ oleh Hudzail, Yaghuts oleh Murad, Bani ‘Uthaif dari Jurf di negeri Saba’[102], Ya’uq oleh Hamdan, dan Nasr oleh Hamir Ali Dzi Kala’[103].

3.         Al-Hafidz Ibnu Hajar menuturkan dalam penjelasan atsar ini, "Sesungguhnya nama-nama itu diperuntukkan untuk Hindi dan mereka menamakannya untuk berhala-berhala mereka. Kemudian dimasukkan ke tanah Arab oleh Amr bin Luhai". [104]

Telah tetap dengan seluruh riwayat-riwayat ini bahwa Amr bin Luhai -laknat Allah Shubhanahu wa ta’alla atasnya- adalah orang yang membawa berhala ke tanah Arab dan membagi-bagikannya di antara kabilah-kabilah. Maka ia adalah pembawa bendera orang-orang kafir dan musyrik ke neraka Jahannam. Karena ia orang yang pertama kali memprakarsai penyembahan terhadap berhala ke tanah Arab. Sebagaimana disebutkan dalam hadits-hadits dan sudah lewat penyebutannya.

Adapun yang mendasari orang yang terlaknat itu jatuh ke dalam kesyirikan, sebagaimana disebutkan para pakar ahli sejarah, memiliki dua sebab :

1.         Bahwasanya Amr bin Luhai menderita sakit yang sangat parah. Ada orang yang berkata kepadanya, "Sesungguhnya di Balqa’ daerah Syam ada sebuah Hamah[105], apabila engkau mendatanginya niscaya penyakitmu akan sembuh". Maka iapun mendatanginya dan mandi di tempat itu. lantas ia sembuh dan mendapati penduduknya menyembah berhala. Lalu ia bertanya, "Apakah ini? Mereka menjawab, "Ini berhala tempat kami meminta hujan dan meminta tolong dari musuh". Amr meminta agar mereka memberikan salah satu berhala tersebut. Akhirnya diberikan dan dibawa ke Mekah untuk diletakkan di sekitar Ka’bah[106].

2.         Riwayat lain mengatakan bahwa Amr mendapatkan mimpi dari jin bahwa Ia berjumpa Abu Tsamamah. Maka ia mendatanginya dan berkata, "Jawablah wahai Abu Tsamamah, masuklah tanpa celaan, datanglah ke kota Jedah, engkau akan dapatkan berhala-berhala, kemudian bawalah ke Tihamah, dan janganlah engkau berikan, kemudian serulah Arab untuk menyembahnya".

Lantas Amr datang ke tepi Jedah dan mendapati berhala Wadd, Suwa’, Yaghuts, Ya’uq, dan Nasr. Ia menggalinya dari dasar tanah dan membawanya menuju Tihamah. Ia menghadiri musim haji dan menyerukan peribadahan kepada berhala, dan dijawablah seruan tersebut[107].

 Dari dua riwayat ini, manapun yang benar yang pasti sebagai dasar bahwa orang yang terkutuk inilah (Amr bin Luhai) yang melegalkan dalam mensosialisasikan kesyirikan di masyarakat Arab, sehingga telah tersebar peribadahan kepada berhala di sana. Sampai-sampai tidak ada sebuah daerah atau kabilah di Arabpun, kecuali mereka memiliki berhala yang disembah.

Kemudain datanglah agama Islam dan berhala-berhala sudah memenuhi Ka’bah dan sekitarnya. Setiap tahun kabilah arab berhaji kepada berhalanya masing-masing, menyembelih untuknya, berthawaf dengannya, dan meminta pendapat mengenai permasalahan kabilah.[108]



[1] . Ibnu al-Kalbi, al-Ashnam : 7.

[2] . Lihat yang dinukilkan oleh Ibnu Katsir dari Ibnu Ishaq dalam al-Bidayah wan Nihayah : 2/188.

[3] . Cermati –sebagai contoh- yang disebutkan oleh semua dari Ibnu Hisyam dalam : as-Siroh an-Nabawiyah : 77-78. Ibnu Katsir dalam al-Bidayah wan Nihayah : 2/189.

[4].  HR Ahmad dalam al-Musnad : 1/446 dengan nomor 4258.

[5] . Beliau adalah al-Hafidz Nuruddin Abul Hasan Ali bin Abu Bakar bin Sulaiman bin Umar bin Sholeh. Kawan Abul Fadhl al-‘Iraqi. Lahir pada tahun 735 H, dan wafat tahun 807 H. lihat yang disebutkan oleh as-Suyuthi dalam Thabaqatul Hufadz : 545.

[6] . Al-Haitsamiy dalam Majma’ az-Zawaid : 1/121.

[7] . Lihat dalam al-Musnad miliknya : 2/275, dengan nomor : 7710, dan 2/366, dengan nomor : 8787.

[8].  Lihat Shahih al-Bukhariy : 6/547 bersama dengan al-Fath dengan nomor : 3521. Lihat juga : 8/283 dengan nomor : 4623.  Telah tercampur pada Al-Hafidz Ibnu Katsir dalam al-Bidayah wan Nihayah : 2/188, karena meletakkan dalam sanadnya al-Bukhari dan salah pada sanad tersebut. Beliau menambah pada matannya (Dan menyembah berhala) dan tidak redaksi ini dalam al-Bukhari.

[9].  Lihat Shahih Muslim, dengan nomor : 2856. Bab al-Jannah.

[10] . Cermati dalam Shahih al-Bukhariy nomor 4624, 8/283 bersama Fathul Bari.

[11] . Ibnu Hajar dalam al-Fath : 6/549,

[12] . Ibnu Hisyam dalam as-Siroh : 78, 79. Ibnu Katsir dalam al-Bidayah wan Nihayah : 2/189. Dan dalam tafsir : 2/107. Abu ‘Ashim dalam al-Awail : 192. Diriwayatkan juga oleh Ibnu Jarir dari jalan Ibnu Ishaq : 5/7/56. Lihat Ighatsatul Lahafan karangan Ibnul Qoyyim : 2/623. Ibnu Hajar telah salah dalam Fathul Bariy : 8/285 ketika menisbahkan riwayat ini kepada Muslim dalam shahihnya dari Abu Hurairah dengan riwayat Ibnu Sholeh darinya. Dan tidak ada dalam Shahih Muslim.

[13] . Lihat Tafsir ath-Thabari : 5/7/57.

[14] . Ibnu Hajar dalam al-Fath : 6/549.

[15]. Ath-Thabariy : 5/7/56. Lihat tafsir Ibnu Katsir : 2/107.

[16] . Al-Hakim, al-Mustadrak : 4/605 nomor 8789. Ada juga dalam al-Awail milik Ibnu Abi ‘Ashim nomor 192.

[17] . Al-Hakim, Abu Abdullah : al-Mustadrak : 4/604, 605. Nomor 8788.

[18] . Ath-Thabaraniy dalam al-Mu’jam al-Kabir nomor 10808. Dalam al-Mu’jam al-Ausath nor 202.

[19] Al-Haitsamiy :  Majma’uz Zawaid : 1/121.

[20] . Cermati yang disebutkan oleh Syaikh al-Albani dalam Silsilatul Ahadits ash-Shahihah : 244 nomor 1677.

[21]. Ath-Thabari dalam tafsirnya : 5/7/56. Ibnu Katsir dalam tafsirnya : 2/107.

[22].  Lihat yang disebutkan oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Bariy : 6/549. Dimana beliau menisbatkan kepada al-Fakihiy. Akan tetapi aku tidak menemukan dalam bagian yang tercetak dalam kitab Akhbaru Makkah karangan al-Fakihiy. Mungkin saja disebutkan dalam bagian yang sudah hilang.

[23].  Cermati yang disebutkan oleh as-Suyuthi dalam ad-Durrul Mantsur : 2/338. Ketika menisbatkan kepadanya.

[24].  Ibnu Hisyam dalam as-Siroh an-Nabawiyah : 1/102 bersama dengan ar-Raudhul Unuf. Dan as-Suyuthi dalam al-Hawi : 2/376.

[25] . Ibnul Kalbi dalam al-Ashnam hal. 8.

[26] . Ibnu Hisyam dalam as-Siroh an-Nabawiyah, hal. 77-78.

[27]. Ath-Thabari dalam tafsirnya : 5/7/60.

[28] . Al-Mas’udi dalam Marujidz Dzahab : 2/56.

[29] . As-Suhaili dalam ar-Raudhul Unuf : 1/102.

[30] .Al-‘Askari dalam al-Awa’il : 1/98

[31]. Asy-Syihrisytani dalam al-Milal wan Nihal : 3/648

[32]. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ al-Fatawa : 17/461, 28/90-91.

[33] .Ibnul Qayyim dalam Ighatsatul Lahafan : 2/625.

[34] . Ibnu Katsir dalam tafsirnya : 2/107, 2/183, dan al-Bidayah wan Nihayah : 2/187.

[35] . As-Suyuthi dalam al-Hawi : 2/375.

[36] . Lihat yang disebutkan oleh ash-Shalihi dalam Subulul Huda war Rasyad : 2/177.

[37] . Cermati Mukhtasar Siroh, hal. 50.

[38]. Bulughul Arab fi Ma’rifatil ‘Arab ; 2/200.

[39] . Al-Mas’udi : Marujidz Dzahab 2/56.

[40] . Ibid 2/56.

[41] . Al-Biruniy : al-Atsar al-Baqiyah ‘anil Qurunil Kholiyah, hal. 34

[42] . Lihat yang disebutkan oleh Ibnu Hisyam dalam as-Siroh an-Nabawiyah : 1/135 bersama ar-Raudhul Unuf.

[43] . Ibnu Katsir dalam al-Bidayah wan Nihayah 2/188.

[44] .Al-Ya’qubi dalam tarikhnya : 1/223.

[45] .As-Suhaili dalam ar-Raudhul Unuf : 1/102.

[46] . Ibnu Katsir dalam al-Bidayah wan Nihayah : 2/187.

[47] . Al-Azraqi dalam Akhbaru Makkah : 1/100.

[48] . Ibid 1/100.

[49] . As-Suhaili : ar-Raudhul Unuf, 1/102.

[50]  . Al-Azraqi : Akhbaru Makkah, 1/100.

[51] . Ibnu Katsir : al-Bidayah wan Nihayah : 2/187.

[52]. Sa’id bin al-Musayyib mengatakan : Baahirah adalah onta yang dipersembahkan air susunya untuk berhala, tidak boleh seorangpun untuk memerah susunya. Sebagaimana disebutkan oleh al-Bukhari dalam shahihnya : 8/283. Dari Qatadah : Bahwa Baahirah dari unta. Unta apabila telah lima kali melahirkan, apabila kelahiran kelima adalah jantan maka untuk laki-laki tanpa perempuan, apabila melahirkan betina, dibelah telinganya dan dilepaskan begitu saja. Tidak boleh dipotong bulunya, tidak boleh diminum susunya, tidak boleh ditungganggi, apabila mati maka menjadi bagian untuk laki-laki dan perempuan. Lihat yang disebutkan oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Bariy : 8/283

[53] . Sa’id bin al-Musayyib menyatakan, "al-Washilah : Unta yang melahirkan anak pertama kali unta betina, kemudian melahirkan lagi unta betina. Mereka mempersembahkan kepada berhala apabila tidak diselingi di antara keduanya kelahiran unta jantan". Lihat yang disebutkan oleh al-Bukhari dalam shahihnya : 8/283

[54]. Sa’id bin al-Musayyib menyatakan; "al-Haam adalah unta jantan, yang diperintah untuk membenihi onta betina beberapa kali, maka jika sudah tuntas menunaikan hajatnya maka mereka biarkan untuk para thagut, dan mereka membiarkan ketika sedang mengandung untuk dipakai untuk membawa barang dan mereka menamakan dengan al-Haam".

[55] . Sa’id bin al-Musayyib menyatakan, "as-Saaibah, adalah unta yang dipersembahkan kepada tuhan-tuhannya. Tidak boleh dihamili". Lihat yang disebutkan oleh al-Bukhari dalam shahihnya : 8/283

[56] . As-Suhailiy : ar-Raudhul Unuf : 1/102

[57]. Lihat yang disebutkan oleh al-Kharbuthuli dalam al-Hanafiyah wal Hunafa’ : 12

[58]. Beliau adalah al-Hasan bin Abdullah bin Sahl bin Sa’id al-Askariy (Abu Hilal), Ahli bahasa, Sastrawan, Penyair, Ahli tafsir. Di antara karya tulisnya adalah al-Katsiratul awaa’il, Tashifatul Muhaditsin, dan Jamharatul Amtsal, dan lain-lain.

[59]. Al-Askariy, Abu Hilal : al-Awaa’il : 1/99

[60] . Sebuah daerah di Syam. Di Kerajaan Yordania al-Hasyimiyah, Itu adalah daerah Aman, ibukota Yordania. Perhatikan yang disebutkan oleh al-Biladi, ‘Atiq Ghaits dalam Mu’jam Ma’alim al-Jhughrafiyah dalam as-Siroh an-Nabawiyah, hal. 49.

[61]. Ibnu Hisyam : as-Siroh an-Nabawiyah : 1/101, bersama ar-Raudhul Unuf.

[62]. Sekarang berada di Irak. Lihat yang disebutkan oleh Jawwad ‘Ali dalam Tarikhul ‘Arab Qoblal Islam : 4/206.

[63]. As-Suhaili, ar-Raudhul Unuf : 1/105.

[64]. Ibnu al-Kalbi dalam al-Ashnam, 27,28. Al-Alusi dalam Bulughul Arab, 2/205. Begitulah disebutkan. Perlu diperhatikan bahwa pendapat ini secara nyata menyelisihi bahwa Amr bin Luhai adalah orang yang meletakkannya. Dimungkinkan bahwa Amr bin Luhai adalah orang yang membawa dan meletakkannya di sekitar Ka’bah, sedangkan Khuzaimah yang meletakkan di dalam Ka’bah. Wallahu a’lam.

[65]. Ibid.

[66]. Dinukil oleh Ibnu Hisyam dalam as-Siroh an-Nabawiyah : 1/105 bersama ar-Raudhul Unuf.

[67]. Lihat yang dinukil oleh asy-Syihristani dalam al-Milal wan Nihal : 3/82.

[68] . As-Suhail dalam ar-Raudhul Unuf : 1/105.

[69] . (شمطاء) yang putih rambutnya. Cermati yang disebutkan oleh Ibnu Mandhur dalam Lisanul Arab ; 7/197. شمط.

[70] . As-Suhaili dalam ar-Raudhul Unuf : 1/105.

[71]. Ibid 1/102.

[72] . Ibid, Dan oleh al-Azraqi dalam Akhbaru Makkah : 1/125-126.

[73] . Beliau adalah Mughirah bin Syu’bah bin Abu ‘Amir ats-Tsaqafi. Kunyahnya Abu Muhammad. Mengikuti perang Hudaibiyah dan masuk Islam saat perang Khandaq. Ia seorang yang berakal, ahli sastra, cerdas, pandai. Disebutkan bahwa ia menikahi seribu wanita. Al-Haitsam mengatakan bahwa ia wafat pada tahun 50 H. Perhatikan yang disebutkan oleh al-Khazraji dalam al-Khulashah hal. 385.

[74]. Ibnu al-Kalbi : al-Ashnam : 16,17. Ibnul Qayyim : Ighatsatul Lahafan : 2/626-627.

[75]. Beliau adalah Muhammad bin Abdullah bin Ahmad bin Muhammad bin al-Walid bin Uqbah bin al-Azraq al-Makki al-Azraqi. Kunyahnya Abul Walid. Seorang pakar sejarah, ahli geografi. Ia merupakan penduduk Mekah. Di antara karya tulisnya berjudul Akhbaru Makkah. Wafat padah tahun 244 H dalam pendapat yang kuat. Lihat yang disebutkan oleh az-Zirakliy dalam al-A’lam:7/93.

[76]. Berhala itu terletak di sebuah lembah tepi laut Merah antara Yanbu’ dan Rabigh. Lembah itu merupakan salah satu pemberhentian jama’ah haji dari Mesir pada zaman dahulu. Lihat catatan kaki Akhbaru Makkah milik al-Azraqi yang ditulis oleh Ustadz Rusydi  Shalih Malhas. Al-Biladi mengatakan, "Qudaid dengan tanda dhammah di atas huruf Qaf dan fathah di atas huruf Dal. Lembah Fuhl termasuk lembah Hijaz at-Tihamiyah. Berada di tempat tak berpasir dan dinamakan bagian atasnya Sitaroh dan bawahnya Qudaid. Dipisahkan oleh jalan dari Mekah ke Madinah sepanjang 120km". perhatikan yang disebutkan oleh al-Biladi dalam Mu’jam Ma’alim al-Jughrafiyah dalam as-Siroh an-Nabawiyah hal. 249.

[77]المشلل .  dengan tanda dhammah di atas huruf Mim, fathah di atas Syin dan tasydid pada huruf Lam yang pertama. Al-Biladi menuturkan, "al-Musyallal adalah bukit yang berada di bawah Qudaid bagian selatan. Jika anda berada di daerah Sha’bar antara Rabigh dan al-Qadhimah. Al-Musyallal adalah tempat terbitnya matahari agak condong ke utara. Di sanalah terdapat berhala Manat". Lihat yang disebutkan oleh al-Biladiy dalam Mu’jam Ma’alim al-Jughrafiyah dalam as-Siroh an-Nabawiyah hal. 298

[78]. Al-Azraqi, Akhbaru Makkah: 1/124,125. Cermati yang dikatakan oleh Ibnu Hisyam dalam as-Siroh an-Nabawiyah:1/107 bersama ar-Raudh.

[79]. Begitulah yang disebutkan oleh al-Azraqi, dan saya tidak mengambil pendapat tentang yang siapa yang menghancurkannya dari kalangan sahabat. Rujuk kepada asy-Syirku al-Jahili hal. 178, di sana disebutkan bahwa yang menghancurkan Manat adalah Sa’ad bin Zaid al-Asyhali dan dinukil dari ath-Thabari. Disebutkan oleh ath-Thabariy dalam tarikhnya:3/123. Disebutkan juga bahwa yang menghancurkan adalah Ali bin Abi Thalib sebagaimana ada pada ath-Thabari dalam tarikhnya : 3/148.

[80]. Lihat yang disebutkan oleh al-Azraqi dalam Akhbaru Makkah : 1/131.

[81]. Al-Uzza dahulu berada di Lembah daerah Syam. Disebut Kharaash. Di Iza’ul Ghamir dari kanan al-Mash’ad sampai Irak dari Mekah. Dan itu di atas Dzatu ‘Irq sampai al-Bustan (Bustan Ibnu Ma’mar). sejauh 9 mil. Cermati catatan kaki Akhbaru Makkah karya al-Azraqi : 1/126. Dan yang disebutkan oleh ‘Atiq Ghaits al-Biladiy dalam Mu’jam Ma’alim al-Jughrafiyah dalam as-Siroh an-Nabawiyah : 318.

[82]. Beliau adalah Khalid bin al-Walid bin al-Mughirah bin Abdullah bin Amr bin Makhzum Abu Sulaiman. Masuk Islam pada bulan Shafar tahun 8 H. Mengikuti perang Mu’tah, ditangan beliaulah Fathu Makkah dilaksanakan, memimpin peperangan terhadap orang-orang yang murtad, dan menaklukan kelompok dari Irak. Wafat di Madinah tahun 21H. Lihat yang disebutkan al-Khazraji dalam al-Khulashah hal. 103.

[83]. Al-Azraqi : Akhbaru Makkah : 1/126.

[84]. Ibid : 1/126-127.

[85] . Beliau adalah Muhammad bin Ishaq bin al-Abbas al-Fakihi al-Makki. Kunyahnya Abu Abdillah. Seorang pakar sejarah. Wafat pada akhir tahun 272 H. Di antara karya tulisnya : Tarikh makkah. Lihat yang disebutkan oleh Ibnu an-Nadim dalam al-Fahrisat : 1/109, dan Umar Ridha Kahalah dalam Mu’jamul Mu’aliffin : 9/40.

[86]. Al-Fakihi : Akhbaru Makkah fi Qadimid Dahr wa Haditsihi : 2/241. Cermati yang disebutkan oleh al-Azraqi dalam Akhbaru Makkah : 1/124, dan at-Tuqa al-Fasi dalam al-‘Aqdu ats-Tsamin : 1/212.

[87]. Al-Azraqi, Akhbaru Makkah wa ma Ja’a fiha minal Aatsaar : 1/124.

[88]تبالة . Di fathah pada huruf Ta’, Alif, Lam, kemudian Ha’. Yaitu lembah Fuhl yang terdapat desa-desa, air, dan pohon-pohon kurma. Terletak di timur laut Thaif, kurang lebih 200km. Mengalir dari puncak Ghamid dan Balqarni, dari sisi al-Bahah dan Baljarsyi, dan membatasi keduanya dari arah utara. Sekarang berada di Bisyah. Lihat yang disebutkan oleh al-Biladiy dalam Mu’jam Ma’alim al-Jughrafiyah dalam as-Siroh an-Nabawiyah hal. 59. Cermati yang disebutkan oleh al-Hazimi dalam al-Amakin : 1/153, yang dita’liq oleh Ustadz Hamd al-Jasir.

[89]. Adalah sebuah desa dari Thaif yang dikenal pada hari ini dengan nama tersebut, yang berhadapan dengan lembah Rukbah. Lihat Hasyiah Akhbaru Makkah karya al-Azraqi : 1/124.

[90]. Al-Azraqi dalam Akhbaru Makkah : 2/176. Al-Fakihiy dalam Akhbaru Makkah : 4/306.

[91]. Lihat yang disebutkan oleh Ibnul Qayyim dalam Ighatsatul Lahafan : 2/623.

[92]دومة.  Al-Biladi mengatakan,”Orang-orang terdahulu memberi tanda dhammah di atas Mim. Mereka beralasan, "Hal itu dinisbatkan kepada Daum bin Isma’il bin Ibrahim. Yang saya pilih menggunakan fathah di atas huruf Mim karena berasal dari sebuah pohon yang dikenal. Itu adalah sebuah desa di Jauf. Terkenal dengan Benteng Marid, Benteng Akidar al-Kindi. Jauf merupakan lahan pertanian sebelah selatan Tima dengan jarak 450 km. Dicapai oleh jalan Ma’badah dari Tima kemudian Madinah, dan jalan Fa’aman. Kota terdekat bagi penduduk Jauf, Sakakah, dan hari ini Jauf dan Sakakah telah diikuti oleh pemerintahan Hail. Lihat yang disebutkan oleh al-Biladi dalam Mu’jam Ma’alim al-Jughrafiyah dalam as-Siroh an-Nabawiyah : 127,128.

[93]. Saya belum menemukan artinya dalam kamus, yang bersesuaian. Mungkin yang dimaksudkan adalah memakaikan.

[94]. Ibnu al-Kalbi, al-Ashnam : 54-56 dengan perubadahan sedikit. Lihat yang disebutkan oleh Ibnul Qayyim dalam Ighatsatul Lahafan : 2/623.

[95].Ruhath sama dengan wafan Fu’al. Berasal dari kata ar-Rahth. ialah pertengahan lembah Ghuran. Lembah Ghuran melewati selatan ‘Asafan dengan jarak 75 km dari Mekah ke selatan. Termasuk dari rumah-rumah Hudzail. Adapun hari ini masuk antara ar-Ruqah dari ‘Utaibah, dan Ma’bad dari Harb. Para peneliti berselisih paham sampai hari ini dalam nash. Salah seorang berkata Ruhath termasuk daerah Yanbu’. Akan tetapi yang benar bahwa Ruhath jauh dari Mekah dengan jarak 150km. Dan tidak ada yang mengetahui Suwa’ pada hari ini. Al-Biladi ragu bahwa Suwa’ berada di tempat ini. Wallahu a’lam. Lihat yang disebutkan oleh ‘Atik Ghaits al-Biladi dalam Mu’jam Ma’alim al-Jughrafiyah dalam as-Siroh an-Nabawiyah : 143,144.

[96]. Beliau adalah Amr bin al-Ash bin Wail bin Hasyim bin Sa’id bin Sahm as-Sahmiy. Abu Muhammad al-Amir. Masuk Islam di sisi Najasyi dan berangkat hijrah tahun 8 H. Sekumpulan ahli sejarah mengatakan ia wafat tahun 43 H. Lihat yang disebutkan oleh al-Khazraji dalam al-Khulashah, hal. 280

[97]. Abul Walid al-Azraqi mengisahkan penghancuran dari sisi Amir bin al-Ash secara terpisah. Lihat Akhbaru Makkah : 1/131 miliknya. Cermati juga :Tarikh ath-Thabari : 3/66 dalam kejadian tahun ke delapan. Dan yang disebutkan oleh al-Maqrizi dalam Imta’ul Asmaa’ : 1/398.

[98]. Difathah awalnya dan disukun huruf kedua, dikasrah huruf Ha’nya, dan Jim. Terletak di Yaman. Perhatikan yang disebutkan oleh Yaqut al-Hamawi dalam Mu’jamul Buldan : 5/89.

[99]. Khaiwan, dengan fathah huruf Kha’ dan sukun pada huruf Ya’. Setelah Wawu adalah Alif dan Nun. Nama Qabilah yang dimutlakkan kepada nama negeri yang senantiasa ada di selatan Shan’a dan Sha’dah. Sedangkan Ya’uq tidak diketahui pada saat ini. Hamdan adalah qabilah yang rumah-rumahnya memanjang antara Shan’a dan Tenggara, mencakup puncak yang luas dan lembah Najran dan Hubunah dan pinggiran Rub’ al-Khali, sebelah barat sampai pada Yabrin. Dan ke tenggara Riyadh dimana rumah-rumah ‘Ajman sampai dari Yam dari Hamdan. Lihat yang disebutkan oleh ‘Atiq Ghaits al-Biladi dalam Mu’jam Ma’alim al-Jughrafiyah dalam as-Siroh an-Nabawiyah : 120-121.

[100]. Yaqut tidak dibatasi dengan sesuatupun akan tetapi menyebutkan perkataan Ibnu al-Kalbiy yang telah lalu dan cukup.

[101]. Ibnu al-Kalbi dalam al-Ashnam : 57-58, dan lihat yang dinukil dari Ibnul Qayyim :  Ighatsatul Lahafan : 2/623-624. Cermati yang disebutkan oleh Ibnu Hisyam dalam as-Siroh :102-105

[102]. Jurf, dengan dhammah dan sukun. Adalah apa yang dihanyutkan oleh aliran dan membuat erosi tanah. Jarf banyak di Saudi, akan tetapi yang dimaksud di sini yang berada di Yaman. Lihat yang disebutkan oleh Yaqut al-Hamawi dalam Mu’jamul Buldan : 2/128.

[103]. Ibnul Qayyim : Ighatsatul Lahafan : 2/624.

[104]. Ibnu Hajar dalam Fathul Bari : 8/668.

[105]. Al-Hammah dengan di fathah, mata air yang airnya panas. Akan sembuh dengan mandi di sana dengan izin Allah. Perhatikan yang disebutkan oleh Ibnu Mandhur dalam Lisanul Arab : 3/341 حمم.

[106]. Cermati yang disebutkan oleh Ibnu Hisyam dalam as-Siroh an-Nabawiyah : 1/101 bersama dengan ar-Raudhul Unuf, dan Ibnu al-Kalbi dalam al-Ashnam hal. 8, dan Ibnul Qayyim dalam al-Ighatsah : 2/625. Ibnu Katsir dalam al-Bidayah wan Nihayah : 2/187-188.

[107]. Lihat rujukan yang disebutkan.

[108]. Jika anda ingin mengetahui permasalahan ini secara mendetail. Hendaklah anda merujuk kepada kitab al-Ashnam karya Ibnu al-Kalbi, dan Ighatsatul Lahafan karya Ibnul Qayyim : 2/621-635. As-Siroh An-Nabawiyah karya Ibnu Hisyam : 1/101-111 bersama ar-Raudhul Unuf, dan kitab-kitab lainnya.