×
Bagi kita ramadhan adalah bulan yang dikhususkan bagi kita untuk beribadah puasa. Sehingga ada sebagian orang yang keliru kalau melakukan ibadah puasa hanya di ramadhan saja, karena ternyata disana ada banyak sekali kesempatan untuk bisa meraih pahala ibadah puasa yang dianjurkan oleh Nabi shalallahu ’alaihi wa sallam, salah satunya ialah puasa pada hari Asyura yang bertepatan dengan tanggal sepuluhnya, lantas bagiamana caranya serta apa saja keutamaan yang akan diperoleh, didalam risalah ini dijelaskan secara ringkas, dan juga bantahan bagi orang-orang yang memiliki keyakinan yang keliru akan bulan ini…

    Puasa Hari Asyura

    ] Indonesia – Indonesian – [ إندونيسي

    Syaikh Amin bin Abdullah asy-Syaqawi

    Terjemah : Abu Umamah Arif Hidayatullah

    Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad

    2013 - 1434

    صيام يوم عاشوراء

    « باللغة الإندونيسية »

    الشيخ أمين بن عبد الله الشقاوي

    ترجمة: عارف شريف الدين

    مراجعة: أبو زياد إيكو هاريانتو

    2013 - 1434

    Puasa Hari Asyura

    Segala puji hanya untuk Allah Ta'ala, shalawat serta salam semoga tercurah kepada Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam. Aku bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak disembah dengan benar melainkan Allah Ta’ala semata yang tidak ada sekutu bagi -Nya, dan aku juga bersaksai bahwa Muhammad Shalallahu’alaihi wa sallam adalah seorang hamba dan utusan -Nya. Amma ba'du:

    Sesungguhnya diantara karunia dan rahmat Allah Shubhanahu wa ta’alla kepada para hamba -Nya ialah diberinya mereka kemudahan dengan adanya musim-musim kebaikan yang dengannya mereka bisa memperbanyak amal kebajikan, dan memberi kekhususan pada musim-musim tersebut dengan karunia yang ditambah berlipat-lipat.

    Anjuran Untuk Puasa Hari Asyura:

    Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma:

    قَدِمَ الْمَدِينَةَ فَوَجَدَ الْيَهُودَ صِيَامًا يَوْمَ عَاشُورَاءَ فَقَالَ لَهُمْ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَا هَذَا الْيَوْمُ الَّذِى تَصُومُونَهُ ». فَقَالُوا هَذَا يَوْمٌ عَظِيمٌ أَنْجَى اللَّهُ فِيهِ مُوسَى وَقَوْمَهُ وَغَرَّقَ فِرْعَوْنَ وَقَوْمَهُ فَصَامَهُ مُوسَى شُكْرًا فَنَحْنُ نَصُومُهُ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « فَنَحْنُ أَحَقُّ وَأَوْلَى بِمُوسَى مِنْكُمْ ». فَصَامَهُ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ. [ أخرجه البخاري ومسلم ]

    "Bahwasannya ketika Rasulallah shalallahu 'alaihi wa sallam datang ke kota Madinah, beliau mendapati orang-orang Yahudi, mereka berpuasa pada hari Asyura. Sehingga beliau bertanya kepada mereka: 'Apa yang menyebabkan kalian berpuasa pada hari ini? Maka mereka menjawab: 'Ini adalah hari yang agung, dimana Allah (pada hari ini) telah menyelamatkan Musa dan kaumnya, dan menenggelamkan Fir'aun beserta bala tentaranya. Sehingga Musa berpuasa pada hari ini sebagai wujud syukurnya, oleh karenanya kami pun berpuasa'. Maka Rasulallah shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Dan kami lebih berhak dengan Musa dari pada kalian". Lalu beliau berpuasa pada hari itu serta menyuruh para sahabatnya untuk berpuasa pula". HR Bukhari no: 2004. Muslim no: 1130 .

    Masih dalam shahih Bukhari dan Muslim diriwayatkan sebuah hadits dari Rabi'i binti Mu'awadz bin 'Afraa radhiyallahu 'anha, dia menceritakan: 'Pada pagi hari Asyura Rasulallah Shalallahu 'alaihi wa sallam mengutus untuk mendatangi perkampungan Anshar dan memberi pesan, bagi siapa saja yang pagi tersebut tidak berpuasa hendaknya menahan untuk tidak makan sampai sore, dan bagi siapa yang paginya telah berpuasa maka hendaknya menyempurna puasanya'.

    Beliau melanjutkan: 'Maka kami berpuasa pada hari tersebut, demikian pula anak-anak juga berpuasa, dan kami bikinkan mereka permainan, yang jika salah seorang diantara mereka ada yang menangis karena lapar maka kami berikan mainan tersebut sampai menjelang berbuka". HR Bukhari no: 1960, Muslim no: 1136.

    Dalam haditsnya Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma yang dikeluarkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, diriwayatkan: 'Bahwasannya orang-orang Jahiliyah, mereka sudah terbiasa melakukan puasa pada hari Asyura, dan Rasulallah Shalallahu 'alaihi wa sallam juga ikut berpuasa serta menyuruh kaum muslimin agar berpuasa pada hari itu, dan hal tersebut terjadi sebelum diwajibkannya puasa Ramadhan. Maka tatkala kewajiban puasa Ramadhan turun, Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi wa sallam bersabda:

    قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « إِنَّ عَاشُورَاءَ يَوْمٌ مِنْ أَيَّامِ اللَّهِ فَمَنْ شَاءَ صَامَهُ وَمَنْ شَاءَ تَرَكَهُ » [ أخرجه البخاري ومسلم ]

    "Sesungguhnya hari Asyura adalah merupakan salah satu dari hari-harinya Allah, maka barangsiapa yang ingin berpuasa, berpuasalah dan bagi siapa yang tidak suka maka tidak mengapa untuk tidak berpuasa". HR Bukhari no: 1893, Muslim no: 1126.

    Hadits-hadits mulia diatas tadi, menunjukan pada kita bahwa hari Asyura adalah hari yang diagungkan oleh orang-orang pada zaman Jahiliyah, demikian pula tidak ketinggalan, di agungkan juga oleh orang-orang Yahudi dan Nashrani, sebagaimana dijelaskan dalam hadits-hadits yang lain.

    Dan didalam haditsnya Ibnu Umar terdahulu menjelaskan kepada kita bahwa pada awalnya puasa Aysura adalah wajib bagi kaum muslimin. Namun, tatkala diturunkan kewajiban puasa Ramadhan maka puasa hari Asyura berubah hukumnya menjadi dianjurkan (sunah).

    Sedangkan para sahabat radhiyallahu 'anhum, mereka adalah orang-orang yang sangat bersemangat untuk menjalankan puasa pada hari itu, sebagai wujud ketundukan dan dalam rangka menunaikan perintah Nabi Muhammad Shalallahu ‘alihi wa sallam, sampai-sampai mereka juga mengajari anak-anaknya yang masih kecil agar berpuasa, untuk membiasakan mereka agar bisa melaksanakan ibadah semenjak usia dini. Sebagaimana yang dikatakan oleh seorang penyair:

    Seorang anak akan tumbuh besar dilingkungan

    Sesuai dengan kebiasaan yang dilakukan orang tuanya

    Dan sabda Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi wa sallam kepada orang-orang Yahudi: "Kami lebih berhak dengan Musa dari pada kalian". Dikarenakan Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi wa sallam dan orang-orang yang bersama beliau adalah orang yang lebih berhak dengan para nabi-nabi sebelumnya. Hal itu sebagaimana yang dijelaskan oleh Allah ta'ala di dalam firman -Nya:

    ﴿ مَا كَانَ إِبۡرَٰهِيمُ يَهُودِيّٗا وَلَا نَصۡرَانِيّٗا وَلَٰكِن كَانَ حَنِيفٗا مُّسۡلِمٗا وَمَا كَانَ مِنَ ٱلۡمُشۡرِكِينَ ٦٧ ﴾ [ال عمران: 68]

    "Sesungguhnya orang yang paling dekat kepada Ibrahim ialah orang-orang yang mengikutinya dan Nabi ini (Muhammad), beserta orang-orang yang beriman (kepada Muhammad), dan Allah adalah pelindung semua orang-orang yang beriman". (QS al-Imraan: 68).

    Maka Rasulallah Shalallahu 'alaihi wa sallam lebih berhak untuk membela Musa dari pada orang-orang Yahudi, karena mereka telah kufur terhadap Musa, juga Nabi Isa serta Nabi kita Muhammad. [1]

    Dalam shahih Muslim disebutkan sebuah hadits dari sahabat Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma, beliau menceritakan: "Rasulallah Shalallahu 'alaihi wa sallam (biasa) mengerjakan puasa hari Asyura, demikian pula beliau menyuruh para sahabatnya untuk berpuasa. (sampai) pada suatu ketika para sahabat mengatakan pada beliau: 'Ya Rasulallah, sesungguhnya hari tersebut adalah hari yang sangat diagungkan oleh orang-orang Yahudi dan Nashrani'. Maka Rasulallah Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

    قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ - إِنْ شَاءَ اللَّهُ - صُمْنَا الْيَوْمَ التَّاسِعَ ». قَالَ فَلَمْ يَأْتِ الْعَامُ الْمُقْبِلُ حَتَّى تُوُفِّىَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم » [ أخرجه مسلم ]

    "Kalau demikian, tahun depan insya Allah kita puasa pada hari kesembilan (dan kesepuluhnya)".

    Namun kiranya, tidak sampai tahun berikutnya Rasulallah Shalallahu 'alaihi wa sallam keburu wafat'. HR Muslim no: 1134.

    Kapan Waktunya:

    Ada sebagian ulama yang berpendapat dengan hadits ini, bahwasannya Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi wa sallam memindah puasa hari Asyura dari hari kesepuluhnya dipindah pada hari kesembilannya. Sehingga keutamaan yang ada pada puasa hari Asyura berubah menjadi berada pada hari kesembilannya.

    Beda lagi, dengan pendapat kebanyakan para ulama yang menjadikan hadits ini sebagai dalil akan dianjurkannya untuk menyertakan hari kesembilan dan kesepuluh di dalam berpuasa, supaya dengan sebab itu bisa memperoleh sikap menyelisihi orang-orang kafir Yahudi dan Nashrani.

    Fadhilah Puasa Hari Asyura:

    Dan diantara hadits yang menjelaskan tentang keutamaan puasa hari Asyura, adalah sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Qatadah radhiyallahu 'anhu, bahwasannya Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi wa sallam pernah ditanya tentang puasa pada hari Asyura? Maka beliau menjawab:

    قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ» [ أخرجه مسلم ]

    "(Keutamaannya) sebagai penghapus dosa tahun yang telah lewat". HR Muslim no: 1162.

    Disebutkan dalam sebuah hadits, dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu, sebagaimana yang ada dalam shahih Muslim. Bahwasannya Ibnu Abbas pernah ditanya tentang keutamaan puasa pada hari Asyura? Beliau menjawab: "Aku tidak pernah mengetahui Rasulallah Shalallahu 'alaihi wa sallam mengerjakan puasa pada suatu hari yang beliau sangat mengharap keutamaannya dibanding dengan hari-hari yang lain melainkan hari ini (yaitu hari Asyura), dan tidak ada bulan yang beliau sangat mengharap keutamaanya melainkan bulan ini yaitu bulan ramadhan". HR Muslim no: 1132.

    Dua catatan penting yang harus diperhatikan:

    Pertama: Bahwa pada asalnya, sunah yang ada untuk memperbanyak mengerjakan puasa sunah ada pada bulan Allah Muharam, karena Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi wa sallam pernah bersabda:

    قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ » [ أخرجه مسلم]

    "Sebaik-baik puasa yang dilakukan setelah puasa ramadhan ialah yang dikerjakan pada bulan Allah Muharam". HR Muslim no: 1163.

    Kedua: Bahwa keutamaan hari Asyura hanya berkaitan dengan ibadah puasa saja berdasarkan nash-nash yang ada dalam masalah ini. Adapun sebagian orang yang mengatakan bahwasannya keutamaan tersebut mencakup memberi kelapangan pada keluarga, berdalil dengan sebuah hadits dhoif:

    « من وسع على أهله يوم عاشوراء وسع الله عليه سائر سنته » [ أخرجه البيهقي في شعب الإيمان]

    "Barangsiapa yang memberi kelapangan terhadap keluarganya pada hari Asyura maka Allah akan melapangkan baginya pada tahun-tahun berikutnya". Dikeluarkan oleh al-Baihaqi dalam Syu'abul Iman.

    Maka hadits ini adalah lemah yang tidak boleh disandarkan kepada Nabi Muhammad Shalallahu ‘alihi wa sallam.

    Imam Ahmad pernah ditanya tentang hadits ini maka beliau mengatakan belum pernah melihat hadits ini. Sedangkan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, dan mereka (orang-orang yang menganjurkan amalan tersebut) membawakan sebuah hadits palsu yang didustakan atas Nabi Muhammad Shalallahu ‘alihi wa sallam, yang bunyi hadits tersebut:

    « من وسع على أهله يوم عاشوراء وسع الله عليه سائر سنته » [ أخرجه البيهقي في شعب الإيمان]

    "Barangsiapa yang memberi kelapangan terhadap keluarganya pada hari Asyura maka Allah akan melapangkan baginya pada tahun-tahun berikutnya". Maka riwayat seperti ini dari Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi wa sallam seluruhnya adalah dusta.

    Dan tidak pernah sama sekali Rasulallah Shalallahu 'alaihi wa sallam, tidak pula para Khulafaur rasyidin yang menganjurkan pada hari Asyura untuk mengerjakan suatu amalan tertentu sedikitpun selain puasa, seperti amalan agar merasa senang dan bahagia atau merasa sedih dan berduka cita.

    Ini kita sebutkan, karena ahli bid'ah mereka biasa melapangkan dan memberi kelonggaran uang belanja kepada keluarga dan tanggungannya, dengan memasak makanan sebagaimana tidak biasanya dan menjadikannya sebagai hari perayaan.

    Adapun orang-orang Syiah Rafidah maka kebalikannya mereka menjadikan hari tersebut sebagai hari untuk bersedih dan berduka cita. Maka kedua kelompok ini, yang saling bertolak belakang, sama-sama diluar rel kebenaran. Demikian pula tidak dianjurkan mengkhususkan bentuk ibadah yang lain selain ibadah puasa. [2]

    Akhirnya kita ucapkan segala puji hanya milik Allah Shubhanahu wa ta’alla, Rabb semesta alam. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi kita Nabi Muhammad Shalallahu ‘alihi wa sallam, keluarga beliau serta para sahabatnya.

    [1] . Syarh Riyadhus Shalihin oleh Ibnu Utsaimin 5/305.

    [2] . al-Fatawa 25/300-301. dengan sedikit perubahan.