Membaca dari Mushaf dalam Shalat Malam
Klasifikasi
- Shalat Malam << Shalat Sunah << Shalat << Ibadah << Fikih
Full Description
Membaca Dari Mushaf Ketika Shalat Malam
[ Indonesia - Indonesian - إندونيسي ]
DR. Muhammad bin Fahd al-Furaih
Dinukil dari Buku Masalah-Masalah Shalat Malam
(hal. 54-55)
Terjemah : Muhammad Iqbal A. Gazali
Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad
2012 - 1434
القراءة من المصحف فى صلاة الليل
« باللغة الإندونيسية »
د.محمد بن فهد بن عبدالعزيز الفريح
مقتبسة من كتاب مسائل قيام الليل : (ص: 54-55)
ترجمة: محمد إقبال أحمد غزالي
مراجعة: أبو زياد إيكو هاريانتو
2012 - 1434
Membaca Dari Mushhaf Ketika Shalat Malam
Al-Bukhari rahimahullah berkata dalam Shahih-nya, Aisyah radhiyallahu ‘anhu ketika shalat diimami oleh budaknya yang bernama Dzakwan rahimahullah yang membaca dari Mushhaf.[1]
Ibnu Nashr rahimahullah meriwayatkan dalam ‘Qiyamul Lail’ dan Ibnu Abi Daud rahimahullah dalam ‘Kitab al-Mashahif’, dari az-Zuhri rahimahullah bahwa ia berkata tatkala ditanya tentang membaca dari mushhaf dalam shalat: ‘Kaum muslimin senantiasa melakukan hal itu sejak permulaan Islam.’ Dan dalam satu lafazh: ‘Orang-orang terbaik dari kami membaca (al-Qur`an dalam shalat) dari Mushhaf.’
Imam Ahmad rahimahullah berkata: ‘Tidak mengapa ia (imam) shalat qiyamullail dengan manusia dan ia memandang mushhaf.’ Ditanya kepadanya: ‘Shalat wajib?’ Ia menjawab: ‘Saya tidak pernah mendengar sedikitpun padanya.’[2]
Pendapat yang shahih dalam masalah ini adalah boleh membaca (al-Qur`an) dari mushhaf pada shalat malam, ia adalah pendapat para ulama mazhab Syafii, Hanbali dan yang lainnya.[3]
Faidah: Membatalkan shalat karena membaca al-Qur`an dari mushhaf adalah pendapat yang lemah. Muhammad bin Nashr rahimahullah berkata: ‘Kami tidak mengetahui seseorang sebelum Abu Hanifah rahimahullah yang membatalkan shalatnya. Sesungguhnya satu kaum tidak menyukai hal itu karena ia termasuk perbuatan ahli kitab, maka mereka tidak menyukai kaum muslimin menyerupai mereka. Adapun membatalkan shalatnya maka tidak ada satu pendapat pun yang kami ketahui...’[4]
[1] Riwayat yang di’gantungkan’ (mu’allaq) oleh al-Bukhari ini diriwayatkan secara maushul (bersambung sanadnya) oleh Ibnu Abi Syaibah dan Mushannaf-nya dan Ibnu Abi Daud dalam Kitab al-Mashahif. Ibnu Hajar rahimahullah berkata dalam Taghliq at-Ta’liq (2/291): Ia adalah atsar yang shahih.
[2] Al-Mughni 2/280.
[3] Mushtashar Qiyamul lail hal. 233.
[4] Mushtashar Qiyamul Lail hal 234.