×
Pertanyaan yang dijawab oleh para ulama Lajnah Daimah yang berbunyi :” Kepada siapakah wanita harus menutup wajahnya?

    Kepada Siapa Wanita Harus Menutup Wajahnya ?

    Lajnah Daimah Untuk Riset Ilmiah dan Fatwa

    Dinukil dari Buku Kumpulan Fatwa Untuk Wanita Muslimah

    (hal. 791-793)

    Disusun oleh : Amin bin Yahya al-Wazzan

    Terjemah : Muhammad Iqbal A. Gazali

    Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad

    2012 - 1433

    ﴿ من تجب تغطية الوجه عنه؟ ﴾

    « باللغة الإندونيسية »

    اللجنة الدائمة للبحوث العلمية والإفتاء

    مقتبسة من كتاب فتاوى الجامعة للمرأة المسلمة : (ص:791-793)

    جمع وترتيب : أمين بن يحيى الوزان

    ترجمة: محمد إقبال أحمد غزالي

    مراجعة: أبو زياد إيكو هاريانتو

    2012 - 1433

    Kepada Siapa Wanita Harus Menutup Wajahnya?

    Pertanyaan: Kepada siapakah wanita harus menutup wajahnya?

    Jawaban: Wanita harus menutup wajahnya dari lelaki bukan mahram (ajnabi), yaitu yang bukan mahram baginya, menurut pendapat paling benar dari dua pendapat para ulama. Sama saja ajnabi tersebut adalah anak paman (saudara bapak), atau anak paman (saudara ibu), atau dari tetangga, atau selain mereka, berdasarkan firman Allah subhanahu wa ta'ala ditujukan kepada kaum muslimin di masa Nabi shalallahu 'alaihi wasalam dan yang sesudah mereka:

    قال الله تعالي: ﴿ وَإِذَا سَأَلۡتُمُوهُنَّ مَتَٰعٗا فَسۡ‍َٔلُوهُنَّ مِن وَرَآءِ حِجَابٖۚ ذَٰلِكُمۡ أَطۡهَرُ لِقُلُوبِكُمۡ وَقُلُوبِهِنَّۚ ﴾ [الأحزاب: 53]

    Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri-isteri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka. (QS. al-Ahzab:53)

    Ini meliputi istri-istri nabi dan wanita-wanita beriman lainnya, sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta'ala:

    قال الله تعالي: ﴿ يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّبِيُّ قُل لِّأَزۡوَٰجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَآءِ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ يُدۡنِينَ عَلَيۡهِنَّ مِن جَلَٰبِيبِهِنَّۚ ذَٰلِكَ أَدۡنَىٰٓ أَن يُعۡرَفۡنَ فَلَا يُؤۡذَيۡنَۗ وَكَانَ ٱللَّهُ غَفُورٗا رَّحِيمٗا ٥٩ ﴾ [الأحزاب: 59]

    Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu'min:"Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. al-Ahzab:59)

    Jilbab adalah sesuatu yang diletakkan di atas kepala dan badan di atas pakaian, yaitu yang digunakan wanita untuk menutup kepala, wajah dan semua badan, dan yang diletakan di kepala dinamakan khimar, maka dengan jilbab wanita menutup kepala, wajah dan semua badannya, seperti yang telah dijelaskan. Dan firman Allah subhanahu wa ta'ala:

    قال الله تعالي: ﴿ وَقُل لِّلۡمُؤۡمِنَٰتِ يَغۡضُضۡنَ مِنۡ أَبۡصَٰرِهِنَّ وَيَحۡفَظۡنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبۡدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنۡهَاۖ وَلۡيَضۡرِبۡنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَىٰ جُيُوبِهِنَّۖ وَلَا يُبۡدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوۡ ءَابَآئِهِنَّ أَوۡ ءَابَآءِ بُعُولَتِهِنَّ ﴾ [النور: 31]

    Katakanlah kepada wanita yang beriman:"Hendaklah mereka menahan pandangan mereka, dan memelihara kemaluan mereka, dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali yang (biasa) nampak dari mereka.Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedada mereka, dan janganlah menampakkan perhiasan mereka, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, (QS. An-Nuur:31)

    Dalam firman-Nya (kecuali yang (biasa) nampak dari mereka) Ibnu Mas’ud radhiallahu'anhu dan jama’ah menafsirkannya dengan pakaian yang nampak, dan satu kaum menafsirkannya dengan wajah dan kedua telapak tangan. Pendapat pertama lebih shahih karena sesuai dengan dalil-dalil syara’ dan kedua ayat sebelumnya. Sebagian mereka membawakan pendapat yang menafsirkannya dengan wajah dan dua telapak tangan bahwa ini sebelum kewajiban hijab, karena wanita di awal Islam menampakkan wajahnya dan kedua telapak tangannya di hadapan laki-laki. Kemudian turun ayat hijab, maka mereka dilarang dari hal itu dan mereka wajib menutup wajah dan kedua telapak tangan dalam semua kondisi, kemudian firman Allah subhanahu wa ta'ala (Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedada mereka,) khumur adalah bentuk jamak dari khimar, yaitu yang menutup kepala dan sekitarnya. Dinamakan khimar karena ia menutup yang di bawahnya, sebagaimana khamar (arak, minuman keras) dinamakan khamar karena ia menutup akal dan merubahnya. Dan jib/juyub, yaitu belahan pakaian yang keluar kepala darinya. Apabila khimar diletakkan di atas muka dan kepala berarti ia telah menutup jib, dan bila ada sesuatu di sana berupa dada ia pun menutupinya pula. Kemudian firman Allah subhanahu wa ta'ala (dan janganlah menampakkan perhiasan mereka, kecuali kepada suami mereka,) hingga akhir ayat, dan perhiasan meliputi wajah dan semua tubuh. Maka wanita harus menutup perhiasan ini sehingga tidak menggoda dan tidak digoda. Hal itu ditunjukkan oleh hadits yang diriwayatkan Shahihain dari Aisyah radhiallahu'anha, ia berkata: ‘Tatkala aku mendengar suara Shafwan, aku langsung menutup wajahku dan ia sungguh pernah melihatku sebelum diwajibkan hijab.’

    Dengan hal itu kita ketahui bahwa setelah turun ayat hijab wanita disuruh menutup wajah dan sesungguhnya itulah yang dimaksudkan dalam ayat yang mulia, yaitu firman Allah subhanahu wa ta'ala:

    قال الله تعالي: ﴿ وَإِذَا سَأَلۡتُمُوهُنَّ مَتَٰعٗا فَسۡ‍َٔلُوهُنَّ مِن وَرَآءِ حِجَابٖۚ ذَٰلِكُمۡ أَطۡهَرُ لِقُلُوبِكُمۡ وَقُلُوبِهِنَّۚ ﴾ [الأحزاب: 53]

    Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri-isteri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka. (QS. al-Ahzab:53)

    Adapun hadits yang diriwayatkan Abu Daud, dari Aisyah radhiallahu'anha bahwa Nabi shalallahu 'alaihi wasalam bersabda dalam perkara Asma` bahwa bila wanita sudah haid tidak pantas dilihat darinya kecuali ini dan ini, dan beliau mengisyaratkan kepada wajah dan dua telapak tangannya, maka ia adalah hadits dha’if (lemah), tidak boleh dijadikan dalil dengannya karena beberapa ‘illat (cacat) yang sangat banyak, di antaranya terputusnya di antara Aisyah radhiallahu'anha dan yang meriwayatkan darinya. Di antaranya, lemahnya sebagian perawinya, yaitu Sa’id bin Basyir. Di antaranya, tadlis Qatadah dan ia meriwayatkan dari ‘an’anah (lafazh ‘an). Di antaranya, menyalahinya terhadap dalil-dalil syar’i dari ayat-ayat dan hadits-hadits yang menunjukkan wajibnya wanita berhijab pada wajah dan kedua telapak tangannya serta semua badanya. Dan di antaranya, jika shahih bahwa harus dibawakan bahwa hal itu sebelum turun ayat hijab karena menggabungkan di antara semua dalil. Hanya Allah subhanahu wa ta'ala yang memberi taufik dan menunjukkan jalan yang lurus.[1]

    [1] Majalah Buhuts Islamiyah 33/114.