Cara Menyampaikan Kritik Di Antara Para Da`i
Artikel ini diterjemahkan ke dalam
Klasifikasi
Full Description
Cara Menyampaikan Kritik Diantara Para Da`i
] Indonesia – Indonesian – [ إندونيسي
Syaikh Abdul Aziz bin Baz
Terjemah:Muhammad Iqbal A. Gazali
Editor :Eko Haryanto Abu Ziyad
2011 - 1432
﴿ أسلوب النقد بين الدعاة والتعقيب عليه ﴾
« باللغة الإندونيسية »
الشيخ عبد العزيز بن عبد الله بن باز
ترجمة: محمد إقبال أحمد غزالي
مراجعة: إيكو أبو زياد
2011 - 1432
Cara Menyampaikan Kritik Di Antara Para Da`i
Segala puji hanya bagi Allah subhanahu wa ta’ala Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada nabi kita Muhammad nabi yang amin, dan kepada keluarga, para sahabat serta para pengikutnya hingga hari pembalasan.
Wa ba’du: sesungguhnya Allah subhanahu wa ta’ala menyuruh berlaku adil dan ihsan, dan melarang dari perbuatan zalim, aniaya dan permusuhan. Allah subhanahu wa ta’ala telah mengutus nabi-Nya Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana mengutus semua rasul untuk berdakwah kepada tauhid dan ikhlas beribadah hanya kepada Allah subhanahu wa ta’ala saja. Menyuruhnya menegakkan keadilan dan melarangnya dari kebalikannya berupa beribadah kepada selain Allah subhanahu wa ta’ala, berpecah belah dan bertindak zalim terhadap hak-hak hamba.
Di masa sekarang, sudah sangat santer berita bahwa sebagian orang yang dikatakan memiliki ilmu agama dan aktif berdakwah kepada kebaikan, terjerumus dalam mencela kebanyakan saudara-saudara mereka para da’i yang terkenal, menyebutkan kejelekan para penuntut ilmu, da’i dan penceramah.Mereka melakukan hal itu secara rahasia di majelis mereka dan terkadang merekamnya di kaset-kaset yang disebarkan di tengah masyarakat.Terkadang mereka melakukan hal itu secara terbuka dalam ceramah umum di masjid-masjid. Tindakan ini menyalahi perintah Allah subhanahu wa ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam dari berbagai sisi, di antaranya:
Pertama, sesungguhnya perbuatan itu merupakan tindakan zalim terhadap hak-hak manusia dari kaum muslimin, bahkan manusia tertentu dari kalangan penuntut ilmu dan para dai yang telah berusaha dalam memberikan penyuluhan, bimbingan, meluruskan aqidah dan manhaj kepada manusia, dan mereka telah bersusah payah mengatur pengajian, ceramah dan mengarang kitab-kitab yang bermanfaat.
Kedua: sesungguhnya hal itu memisahkan persatuan kaum muslimin dan merobek-robek barisan mereka. Sedangkan mereka adalah kelompok yang paling membutuhkan persatuan dan jauh dari perselisihan, perpecahan, banyak omongan dan kabar angin di antara mereka. Terlebih lagi, para dai yang dicela tersebut dari kalangan Ahlus Sunnah wal Jamaah yang terkenal memerangi bid’ah dan khurafat, berdiri tegak di hadapan para penyerunya, mengungkap rencara dan permainan mereka. Kami tidak melihat adanya kebaikan dalam tindakan seperti ini kecuali berguna untuk para musuh yang menanti-nanti hal itu dari golongan orang kafir dan munafik, atau dari kalangan ahli bid’ah dan sesat.
Ketiga, sesungguhnya tindakan ini merupakan demontrasi dan membantu orang-orang yang berniat jahat dari golongan sekuler, para pengagum Barat dan selain mereka dari kalangan pengingkar agama yang terkenal suka mencela para dai, berdusta atas mereka, dan mendorong menentang para ulama terhadap tulisan dan rekaman ceramah mereka. Bukan termasuk hak persaudaraan Islam bahwa mereka (orang-orang yang mencela) membantu para musuh menghadapi para penuntut ilmu, da’i dan selain mereka.
Keempat, sesungguhnya dalam hal itu merusak hati masyarakat umum dan khusus, menebarkan dan mempublikasikan kebohongan dan isu-isu murahan, menjadi penyebab kebanyakan ghibah (mengupat) dan namimah (mengadu domba), membuka pintu keburukan secara lebar untuk jiwa-jiwa lemah yang selalu menyebarkan syubhat dan fitnah, dan berusaha menyakiti orang-orang beriman dengan selain yang mereka lakukan.
Kelima, sesungguhnya kebanyakan ucapan yang dikatakan tidak ada dasarnya. Sesungguhnya ia hanyalah dugaan-dugaan yang dihiasi syetan untuk para pelakunya. Dan Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
قال الله تعالى: {يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱجۡتَنِبُواْ كَثِيرٗا مِّنَ ٱلظَّنِّ إِنَّ بَعۡضَ ٱلظَّنِّ إِثۡمٞۖ وَلَا تَجَسَّسُواْ وَلَا يَغۡتَب بَّعۡضُكُم بَعۡضًاۚ} [الحجرات: 12]
Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yaang lain. (QS. Al-Hujurat:12)
Seorang mukmin harus membawa ucapan saudaranya sesama muslim kepada makna yang terbaik. Dan sebagian salaf berkata[1]: ‘Janganlah engkau berperasangka buruk terhadap ucapan yang keluar dari saudaramu, sedangkan engkau menemukan makna yang baik baginya.’
Keenam, dan sesuatuyang ditemukan dari ijtihad sebagian ulama dan penuntut ilmu –dalam perkara yang boleh berijtihad- sesungguhnya pelakunya tidak dicela atasnya apabila ia sudah punya kemampuan untuk ijtihad. Apabila yang lain berbeda pendapat dalam hal itu maka seharusnya ia melakukan dialog dengan cara yang lebih baik, karena ingin sampai kepada kebenaran dari jalan yang terdekat, dan karena menghindari waswas syetan dan cengkramannya di antara kaum mukminin. Jika hal itu tidak bisa dan seseorang melihat bahwa ia harus menjelaskan perbedaan maka hendaklah hal itu dilakukan dengan ungkapan terbaik dan isyarat yang santun, tanpa menyerang atau tajrih (menjelekkan) atau menzalimi dalam ucapan yang terkadang bisa membawa kepada menolak kebenaran atau berpaling darinya.Dan tanpa menyebutkan secara khusus, atau menuduh terhadap niat (tujuan), atau tambahan dalam ucapan yang tidak ada gunanya. Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda dalam kasus seperti ini:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: «مَا بَالُ أَقْوَامٍ قَالُوْا كَذَا وَكَذَا»؛ رواه مسلم.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : ‘Kenapa suatu kaum mengatakan seperti dan seperti ini.’[2]
Maka nasihat saya kepada para saudara yang terjerumus dalam kehormatan para dai dan mencela mereka : hendaklah mereka bertaubat kepada Allah subhanahu wa ta’ala dari apa yang ditulis oleh tangan mereka, atau diucapakan oleh lisan mereka yang menjadi penyebab dalam merusak hati sebagian pemuda dan mendokrin mereka dengan rasa benci dan permusuhan, serta menyibukkan mereka dari menuntut ilmu yang bermanfaat dan berdakwah kepada Allah subhanahu wa ta’ala, sibuk dengan qila wa qala (kata si anu dan kata orang) dari fulan dan fulan, dan mencari sesuatu yang mereka anggap salah bagi orang lain dan memburunya. Sebagaimana saya memberi nasihat kepada mereka agar menebus kesalahan mereka secara tertulis atau lainnya yang membebaskan mereka dari perbuatan seperti ini, menghilang sesuatu yang bergantung di hati orang yang mendengarkan ucapan mereka. Dan hendaklah mereka melakukan amal ibadah yang berguna untuk mendekatkan diri kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan bermanfaat bagi hamba. Hendaklah mereka berhati-hati dalam memfonis kafir, atau fasik, atau bid’ah kepada selain mereka tanpa berdasarkan saksi dan bukti. Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: «مَنْ قَالَ لِأَخِيْهِ: يَا كَافِرُ فَقَدْ بَاءَ بِهَا أَحَدُهُمَا»؛ متفق عليه.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : ‘Barangsiapa yang berkata kepada saudaranya : Ya kafir, maka sungguh kembali dengannya salah seorang dari keduanya.’[3]
Dan yang disyari’atkan bagi para penyeru kebenaran dan penuntut ilmu – apabila ada perkara rumit atas mereka dari ucapan ulama dan selain mereka- hendaklah mereka kembali padanya kepada para ulama yang mu’tabar, bertanya kepada mereka tentang hal itu, agar mereka menjelaskan perkara secara rinci dan menghilangkan dari jiwa mereka perasaan syubhat dan ragu, karena mengamalkan firman Allah subhanahu wa ta’ala dalam surah an-Nisa` :
قال الله تعالى: ﴿وَإِذَا جَآءَهُمۡ أَمۡرٞ مِّنَ ٱلۡأَمۡنِ أوِٱلۡخَوۡفِ أَذَاعُواْبِهِۦۖ وَلَوۡ رَدُّوهُ إِلَى ٱلرَّسُولِ وَإِلَىٰٓ أُوْلِي ٱلۡأَمۡرِ مِنۡهُمۡ لَعَلِمَهُ ٱلَّذِينَ يَسۡتَنۢبِطُونَهُۥ مِنۡهُمۡۗ وَلَوۡلَا فَضۡلُ ٱللَّهِ عَلَيۡكُمۡ وَ رَحۡمَتُهُۥ لَٱتَّبَعۡتُمُ ٱلشَّيۡطَٰنَ إِلَّا قَلِيلٗا٨٣﴾ [النساء: 83]
Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri). Kalau tidaklah karena karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikut syaitan, kecuali sebagian kecil saja (di antaramu). (QS. An-Nisaa`:83)
Hanya kepada Allah subhanahu wa ta’ala tempat memohon agar memperbaiki kondisi semua kaum muslimin, menyatukan hati dan perbuatan mereka di atas taqwa, memberi taufik kepada semua ulama Islam, semua du’at kebaikan untuk setiap yang diridhai-Nya dan bermanfaat untuk hamba-hamba-Nya, menyatukan kalimah mereka di atas petunjuk, melindungi mereka dari sebab-sebab perpecahan dan perbedaan, menolong yang hak dengan mereka dan menghinakan yang batil dengan mereka. Sesungguhnya Dia Yang Maha Menguasai atas hal itu dan Maka Kuasa atasnya. Semoga shalawat dan salam Allah subhanahu wa ta’ala selalu tercurah kepada nabi kita Muhammad, keluarga dan para sahabatnya, serta yang mengikuti petunjuk mereka hingga hari pembalasan.
Syaikh Abdul Aziz bin Baz – Fatawa ulama sekitar dakwah dan jama’ah islam hal 60-63. Dikumpulkan dan disusun oleh Abu Anas Shalahuddin as-Sa’id.