Hukum Melontar Jumrah Dengan Batu Kerikil Yang Sudah Dipakai (Musta’mal)
Klasifikasi
- Tata Cara Haji << Haji Dan Umrah << Ibadah << Fikih
- Fatwa << Fikih
Full Description
Hukum Melontar Jumrah Dengan Batu Kerikil yang Sudah Dipakai (Musta’mal)
] Indonesia – Indonesian – [ إندونيسي
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin
Terjemah: Muhammad Iqbal A. Gazali
Editor: Eko Haryanto Abu Ziyad
2011 - 1432
﴿ حكم الرمي بالحصى المستعمل ﴾
« باللغة الإندونيسية »
الشيخ محمد بن صالح العثيمين
ترجمة: محمد إقبال أحمد غزالي
مراجعة: أبو زياد إيكو هاريانتو
2011 - 1432
Hukum Melontar Jumrah Dengan Batu Yang Sudah Dipakai (Musta’mal)
Pertanyaan : Ada yang berpendapat: sesungguhnya tidak boleh melontar jumrah dengan batu kerikil yang sudah dipakai. Apakah pendapat ini benar? Apakah dalilnya?
Jawaban : Pendapat ini tidak benar karena orang-orang yang berpendapat seperti itu menyebutkan tiga alasan : mereka berkata : sesungguhnya batu kerikil yang sudah dilempar sama seperti air musta’mal dalam bersuci yang wajib, dan air musta’mal dalam bersuci yang wajib adalah suci namun tidak mensucikan. Dan sesungguhnya ia sama seperti hamba, apabila ia sudah dimerdekakan maka ia tidak bisa dimerdekakan setelah itu dalam membayar kafarat dan yang lainnya. Dan sesungguhnya pendapat yang mengatakan boleh harus mengatakan : bahwa semua jemaah haji melontar dengan satu batu. Maka engkau melempar batu ini, kemudian engkau mengambilnya dan melontarnya, kemudian engkau mengambilnya dan melontarnya sehingga engkau menyempurnakan tujuh kali. Kemudian datang orang yang kedua, lalu mengambilnya dan melontarnya sehingga sempurna tujuh kali. Inilah tiga alasan dan semuanya sangat lemah setelah direnungkan :
Adapun alasan pertama : sesungguhnya kami mengatakan tidak sepakat pada hukum asalnya, yaitu air musta’mal pada bersuci yang wajib adalah suci tidak mensucikan. Karena sesungguhnya tidak ada dalil atas hal itu dan tidak mungkin memindah air dari sifatnya yang asli –yaitu suci mensucikan- kecuali dengan dalil. Dan atas dasar ini, air musta’mal pada bersuci yang wajib adalah suci lagi mensucikan. Apabila tertolak hukum asal yang diqiyaskan atasnya niscaya tertolaklah hukum cabangnya.
Adapun alasan kedua : yaitu qiyas (analogi) batu yang dilontar atas hamba yang dimerdekakan maka ia adalah qiyas dalam hal yang berbeda. Sesungguhnya bila hamba sudah merdeka berarti ia adalah merdeka, bukan lagi seorang hamba maka ia bukan tempat untuk dimerdekakan. Berbeda batu yang dilontar dengannya, maka ia tetap sebagai batu setelah dilempar dengannya. Maka tidak hilang makna yang karenanyalah ia boleh dilontar dengannya. Karena inilah jikalau hamba yang dimerdekakan ini menjadi budak lagi karena sebab yang syar’i, niscaya ia boleh dimerdekakan yang kedua kali.
Adapun alasan ketiga : bahwa hal itu mengharuskan bahwa jemaah haji cukup atas satu batu saja, maka kami katakan : jika hal itu bisa terjadi maka terjadilah akan tetapi hal ini tidak mungkin dan tidak ada yang mau melakukan hal itu selama masih banyak batu.
Atas dasar itu, sesungguhnya bila satu batu kerikil jatuh dari tanganmu atau lebih dari satu di sekitar Jumrah maka ambillah sebagai gantinya kerikil yang ada di sekitarmu dan lontarlah dengannya. Sama saja dalam persangkaanmu bahwa sudah dilontar dengannya atau belum.
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin – Fatawa Islamiyah 2/278.