×
Pertanyaan yang dijawab oleh para ulama Lajnah Daimah dan Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin –rahimahullah: “1. Apabila saya shalat tahiyatul masjid atau shalat sunnah, datang seseorang yang mengira saya sedang shalat fardhu dan masuk bersama saya dalam shalat, apakah hukumnya dan apa yang harus saya lakukan? 2. Apakah yang harus dilakukan seseorang yang sedang shalat di masjid, apakah ia memberi isyarat kepadanya untuk ikut shalat bersamanya di dalam shalat apabila ia shalat fardhu atau mengusirnya bila ia sedang shalat sunnah?”.

    Hukum Shalat Wajib Di Belakang Imam Yang Shalat Sunnah

    ]Indonesia – Indonesian – [ إندونيسي

    Penyusun:

    Lajnah Daimah Untuk Riset Ilmu Dan Fatwa

    Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin

    Terjemah : Muhammad Iqbal A. Gazali

    Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad

    2011 - 1432

    ﴿ حكم اقتداء المفترض خلف المتنفل ﴾

    « باللغة الإندونيسية »

    إفتاء:

    اللجنة الدائمة للبحوث العلمية والإفتاء

    والشيخ محمد بن صالح العثيمين

    ترجمة: محمد إقبال أحمد غزالي

    مراجعة: أبو زياد إيكو هاريانتو

    2011 - 1432

    Hukum Shalat Wajib Di Belakang Imam Yang Shalat Sunnah

    Pertanyaan 1: Apabila saya shalat tahiyatul masjid atau shalat sunnah, datang seseorang yang mengira saya sedang shalat fardhu dan masuk bersama saya dalam shalat, apakah hukumnya dan apa yang harus saya lakukan?

    Jawaban 1: Menurut pendapat para ulama yang paling kuat, makmum yang shalat fardhu boleh mengikuti imam yang shalat sunnah dan boleh menjadi makmum dengan seseorang yang takbiratul ihram sendirian. Diriwayatkan bahwa Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu. datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang sedang shalat sendirian di malam hari, lalu ia berdiri di sebelah kiri maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memindahnya ke sebelah kanan dan shalat dengannya.[1]

    Dan diriwayatkan pula bahwa Mu’adz radhiyallahu ‘anhu shalat Isya bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (di masjid Nabawi), kemudian ia pergi lalu melaksanakan shalat tersebut (sebagai imam) dengan kaumnya, dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengingkari hal itu.[2]

    Dan karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah shalat khauf bersama segolongan sahabatnya dua rekaat, kemudian salam bersama mereka. Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat bersama golongan yang lain dua rekaat lalu shalat bersama mereka.[3] Diriwayatkan oleh Abu Daud, dan shalat beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam yang kedua adalah shalat sunnah.

    Wabillahit taufiq, semoga shalawat dan salam selalu tercurah kepada nabi kita Muhammad, keluarga dan para sahabatnya.

    Lajnah Daimah Untuk Riset Ilmu Dan Fatwa 7/401.

    Pertanyaan 2: Apa yang harus dilakukan seseorang yang masuk masjid melihat seseorang yang shalat secara pelan. Dia tidak tahu, apakah orang tersebut shalat sunnah atau fardhu? Dan apakah yang harus dilakukan seseorang yang sedang shalat di masjid, apakah ia memberi isyarat kepadanya untuk ikut shalat bersamanya di dalam shalat apabila ia shalat fardhu atau mengusirnya bila ia sedang shalat sunnah?

    Jawaban 2: Menurut pendapat yang shahih bahwa tidak mengapa berbeda niat imam dan makmum, dan sesungguhnya boleh bagi seseorang yang shalat fardhu menjadi makmum di belakang imam yang shalat sunnah, sebagaimana Mu’adz radhiyallahu ‘anhu melakukan hal itu di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sesungguhnya ia shalat Isya bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian ia pulang kepada kaumnya lalu melaksanakan shalat tersebut bersama mereka (sebagai imam). Ia adalah shalat sunnah baginya dan shalat wajib bagi mereka.

    Apabila seseorang masuk masjid dan engkau sedang shalat fardhu atau sunnah, lalu ia berdiri bersamamu agar kamu berdua shalat berjamaah maka tidak mengapa. Engkau tidak perlu memberi isyarat kepadanya agar tidak masuk. Maka ia ikut shalat bersamamu dan shalat apa yang ia dapatkan bersamamu. Setelah selesai shalatmu, ia berdiri lalu menyelesaikan yang tertinggal, sama saja engkau shalat sunnah atau fardhu.[4]

    Syaikh Muhammad al-Utsaimin – Mukhtaar min Fatawa Shalat hal 66-67.

    [1] HR. al-Bukhari 699 dan Muslim 763.

    [2] HR. al-Bukhari 700 dan Muslim 465.

    [3] HR. Ahmad 5/49, Abu Daud 1248, an-Nasa`i 1551, 1552, Ibnu Khuzaimah 1353 dan yang lainnya. Dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahih Abu Daud 1112.

    [4] Syaikh Abdul Aziz bin Baz juga berfatwa yang serupa pada edisi 1033 dari majalah Dakdah, demikian pula syaikh Abdullah bin Jibrin dalam al-Lu’luul Makin’ hal. 113.