Di Antara Kerusakan Ikhtilat
Klasifikasi
Full Description
Di Antara Kerusakan Ikhtilat
﴿ من مفاسد الاختلاط ﴾
] Indonesia – Indonesian – [ إندونيسي
Syaikh Muhammad bin al-Utsamin rahimahullah
Terjemah : Muhammad Iqbal A. Gazali
Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad
2011 - 1432
﴿ من مفاسد الاختلاط﴾
« باللغة الإندونيسية »
الشيخ محمد بن صالح العثيمين رحمه الله
ترجمة: محمد إقبال أحمد غزالي
مراجعة: أبو زياد إيكو هاريانتو
2011 - 1432
بسم الله الرحمن الرحيم
Di Antara Kerusakan Ikhtilath
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah
Pertanyaan: Bolehkah bagi wanita bekerja di satu tempat yang ikhtilat (bercampur, bergabung) bersama laki-laki. Perlu diketahui bahwa di tempat yang sama juga ada wanita yang lain.
Jawaban: Menurut pendapat saya, tidak boleh ikhtilat di antara laki-laki dan wanita yang bekerja di kantor pemerintah atau non pemerintah, atau sekolah-sekolah pemerintah atau swasta. Sesungguhnya ikhtilat mengakibatkan banyak kerusakan, sekalipun tidak ada padanya selain hilangnya sifat haya bagi wanita dan sirnanya kewibawaan pada laki-laki, karena ikhtilat laki-laki dan wanita menjadikan sirnanya wibawa laki-laki dan hilangnya sifat haya (malu) dari wanita terhadap laki-laki.
Ini (maksud saya ikhtilat laki-laki dan wanita) bertentangan dengan tujuan syari'at Islam dan menyalahi tuntunan salafus shalih. Bukanlah engkau mengetahui bahwa Nabi Muhammad Salallahu’alaihi wassalam menjadikan tempat khusus untuk wanita apabila pergi ke Mushalla atau masjid, agar tidak ikhtilat dengan laki-laki? Sebagaimana disebutkan dalam hadits: Sesungguhnya ketika selesai khutbah kepada laki-laki, beliau turun dan pergi ke tempat wanita, lalu memberi nasehat dan memperingatkan mereka.[1] Ini menunjukkan bahwa mereka tidak bisa mendengar khutbah Nabi Muhammad Salallahu’alaihi wassalam dan jika mendengar mereka tidak bisa memahami semua yang disampaikan oleh Rasulullah. Kemudian, apakah engkau tidak mengetahui bahwa:
قال رسول الله e : ((خَيْرُ صُفُوْفِ النِّسَاءِ آخِرُهَا وَشَرُّهَا أَوَّلُهَا, وَخَيْرُ صُفُوْفِ الرِّجَالِ أَوَّلُهَا وَشَرُّهَا آخِرُهَا ))
Rasulullah bersabda: "Sebaik-baik shaf wanita adalah yang terakhir dan seburuk-buruknya adalah yang pertama, dan sebaik-baik shaf laki-laki adalah yang pertama dan seburuk-buruknya adalah shaf terakhir."[2]
Hal itu tiada lain kecuali dekatnya shaf wanita yang paling depan dengan laki-laki maka ia adalah shaf paling buruk dan jauhnya shaf wanita yang belakang dari laki-laki maka ia adalah sebaik-baik shaf. Apabila hal ini di dalam ibadah yang dilakukan bersama-sama maka bagaimana kalau bukan ibadah? Padahal sudah diketahui bahwa di saat beribadah, manusia sangat jauh dari hal-hal yang terkait dengan urusan sex, bagaimana bila ikhtilat itu bukan dalam ibadah? Syetan mengalir di tubuh manusia seperti aliran darah, maka sangat mungkin akan terjadi fitnah dan keburukan besar dalam ikhtilath ini.
Ajakan saya kepada saudara-saudara saya agar menjauhi ikhtilat dan agar mereka mengetahui bahwa hal itu adalah bahaya yang paling dikhawatirkan terhadap laki-laki:
قال رسول الله e : (مَا تَرَكْتُ بَعْدِي فِتْنَةً أَضَرَّ عَلَى الرِّجَالِ مِنَ النِّسَاءِ)
Rasulullah bersabda: "Aku tidak meninggalkan fitnah yang lebih berbahaya terhadap laki-laki dari pada wanita."[3]
Al-Hamdulillah, kita kaum muslimin mempunyai keistimewaan yang membedakan kita dengan yang lain. Kita harus memuji Allah Subhanahuwata’alla karena telah memberi karunia kepada kita. Kita wajib mengetahui bahwa kita mengikuti syari'at -Nya Yang Maha Bijaksana, Yang Mengetahui segala sesuatu yang memperbaiki hamba dan negara. Kita harus mengetahui bahwa orang yang menjauh dari jalan Allah Subhanahuwata’alla dan dari syari'at-Nya, sesungguhnya mereka berada dalam kesesatan dan perkara mereka menuju kesesatan. Karena inilah, kita mendengar bahwa bangsa-bangsa yang ikhtilat laki-laki dan wanitanya, sekarang mereka ingin berlepas diri dari hal ini, akan tetapi bagaimana mungkin mereka dapat menghindar nya ke tempat yang jauh.
Kami memohon kepada Allah Subhanahuwata’alla agar menjaga negara kita dan negara kaum muslimin dari segala keburukan, kejahatan dan fitnah.
Syaikh Muhammad al-Utsaimin – Majalah Dakwah (3/2/1414 H).