×
Manusia adalah khalifah di muka bumi. Mereka silih berganti hidup di muka bumi dari generasi pertama hingga akhir zaman nanti. Islam menganjurkan agar umatnya memperbanyak keturunan yang merupakan nikmat besar dari Allah Subhanahuwata’alla. Bagaimanakah hukumnya membatasi keturunan karena berbagai alasan? Fatwa ini menjelaskan tentang hal tersebut, silahkan anda simak.

Hukum Membatasi Keturunan

﴿ حكم تحديد النسل ﴾

] Indonesia – Indonesian – [ إندونيسي

Lembaga Persatuan Ulama Besar Saudi Arabia

(Haiah Kibar Ulama)

Terjemah :Muhammad Iqbal A.Gazali

Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad

2010 - 1431

﴿ حكم تحديد النسل ﴾

« باللغة الإندونيسية »

هيئة كبار العلماء

ترجمة: محمد إقبال أحمد غزالي

مراجعة: أبو زياد إيكو هاريانتو

2010 - 1431

 بسم الله الرحمن الرحيم

Hukum Membatasi Keturunan

Lembaga Ulama Besar

(Haiah Kibar Ulama)

Segala puji hanya bagi Allah Subhanahuwata’alla semata, shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada yang tidak ada nabi sesudahnya, yaitu Nabi Muhammad, keluarga dan para sahabatnya. Wa ba'du:

Dalam pertemuan ke delapan yang dilaksanakan oleh Haiah Kibar Ulama, yang diadakan pada paruh pertama dari bulan Rabi'ul Awal 1396 H. Majelis membahas masalah menunda kehamilan, membatasi keturunan dan mengaturnya. Berdasarkan keputusan yang ditetapkan pada pertemuan ke tujuh yang dilaksanakan pada paruh pertama dari bulan Sya'ban pada tahun 1395 H. yang memasukkan judul tersebut dalam agenda kegiatan pertemuan ke delapan. Majelis mempelajari makalah yang disiapkan oleh Lajnah Daimah Untuk Riset Ilmu Dan Fatwa. Dan setelah bertukar pendapat dan berdiskusi di antara anggota dan mendengarkan sudut pandang masing-masing, Majelis menetapkan sebagai berikut:

Melihat bahwa syari'at Islam ingin bertambah banyak dan tersebarnya keturunan. Keturunan merupakan nikmat yang besar dan karunia yang agung dari Allah Subhanahuwata’alla kepada hamba-hamba-Nya. Banyak sekali nash-nash dari al-Qur`an dan sunnah Rasulullah Salallahu’allaihi wassalam yang disebutkan oleh Lajnah Daimah dalam tulisan yang disiapkan dan diberikan kepada Haiah.

Melihat bahwa pendapat untuk membatasi keturunan atau menghalangi kehamilan bertentangan dengan fithrah manusia yang diberikan Allah Subhanahuwata’alla kepada makhluk-Nya, dan bertolak belakang dengan syari'at Islam yang diridhai oleh Rabb untuk hamba-hamba-Nya.

Dan melihat bahwa para penyeru membatasi keturunan atau menghalangi kehamilan adalah kelompok yang bertujuan melakukan tipu daya terhadap kaum muslimin secara umum, dan terhadap muslim arab secara khusus, sehingga mereka mampu menjajah negara dan penduduknya.

Di mana melakukan hal itu termasuk salah satu perbuatan jahiliyah dan berburuk sangka kepada Allah Subhanahuwata’alla, serta melemahkan eksistensi Islam yang terbentuk dari kekuatan manusia dan keterikatannya.

Berdasarkan semua itu, maka Majelis menetapkan: bahwa tidak boleh membatasi keturunan secara mutlak (absolut), tidak boleh menahan kehamilan apabila tujuannya karena takut fakir, karena Allah Subhanahuwata’alla adalah Yang Maha Pemberi Rizqi, memiliki kekuatan yang kokoh, dan tidak ada satu makhuk pun di muka bumi kecuali hanya Allah Subhanahuwata’alla yang memberi rizqinya.

Adapun bila menghalangi kehamilan karena dharurat yang pasti, seperti wanita tidak bisa melahirkan secara normal dan selalu membutuhkan operasi untuk mengeluarkan anak, atau menundanya untuk satu waktu karena satu maslahat yang dilihat oleh suami istri, maka tidak ada mengapa ketika itu menghalangi kehamilan atau menundanya karena mengamalkan hadits-hadits shahih, dan yang diriwayatkan dari sejumlah sahabat tentang bolehnya azal, sejalan dengan pernyataan sebagian fuqaha tentang bolehnya meminum obat untuk membuang air mani sebelum usia empat puluh hari, bahkan terkadang harus menghalangi kehamilan dalam kondisi adanya bahaya yang dikhawatirkan.

Dan Syaikh Abdullah bin Ghudayyan tawaqquf dalam hukum istitsna (pengecualian).

Semoga shalawat dan salam selalu tercurah kepada nabi kita Muhammad, keluarga dan para sahabatnya.

Keputusan Haiah Kibar Ulama no. 42 tanggal 13/4/1396 H dari kitab Fatawa yang berkaitan dengan pengobatan hal 309.