Pengertian Wasath (Pertengahan) Dalam Agama
Klasifikasi
Full Description
Pengertian Wasathiyah (Moderat) Dalam Agama
﴿ معنى الوسط في الدين ﴾
] Indonesia – Indonesian – [ إندونيسي
Penyusun :
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin
Terjemah : Muhammad Iqbal A. Gazali
Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad
2010 - 1431
﴿ معنى الوسط في الدين ﴾
« باللغة الإندونيسية »
الشيخ محمد بن صالح العثيمين رحمه الله
ترجمة: محمد إقبال أحمد غزالي
مراجعة: أبو زياد إيكو هاريانتو
2010 - 1431
بسم الله الرحمن الرحيم
Bersikap Wasath (Pertengahan) Dalam Agama
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin
Pertanyaan: Apakah yang dimaksud dengan wasath (pertengahan) dalam agama? Kami mengharapkan penjelasan tentang hal itu dengan pemaparan yang jelas dan semoga Allah I membalas kebaikanmu kepada Islam dan kaum muslimin sebaik-baik balasan.
Jawaban: Wasath dalam agama adalah bahwa seseorang tidak bersikap ghuluw (berlebihan) padanya maka ia melewati apa yang dibatasi oleh Allah I, dan ia tidak pula muqashshsir (kurang) maka ia mengurangi dari sesuatu yang telah dibatasi oleh Allah I.
Wasath dalam agama adalah berpegang teguh dengan sirah Nabi e. Ghuluw dalam agama adalah melewatinya dan taqshir (kurang) adalah tidak sampai kepadanya. Contohnya: seseorang berkata: Saya bangun sepanjang malam (ibadah) dan tidak tidur sepanjang tahun, karena shalat adalah ibadah yang paling utama, maka saya ingin menghidupkan semuanya dengan shalat. Kami katakan: ini ghuluw dalam agama Allah I dan tidak berada di atas kebenaran dan kasus seperti ini pernah terjadi di zaman Nabi e. Berkumpul beberapa orang, salah seorang dari mereka berkata: 'Saya selalu bangun dan tidak tidur.' Yang lain berkata: 'Saya selalu puasa dan tidak berbuka (di siang hari)'. Yang ketiga berkata: 'Saya tidak menikahi wanita.' Maka hal itu sampai kepada Nabi e. Lalu beliau bersabda:
قال رسول الله e : ((مَابَالُ أَقْوَامٍ قَالُوْا كَذَا وَكَذَا؟ لَكِنِّي أُصَلِّى وَأَنَامُ ,وَأَصُوْمُ وَأُفْطِرُ, وَأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ, فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي))
Rasulullah e bersabda: "Bagaimanakah keadaan kaum yang mengatakan seperti ini dan seperti itu? Akan tetapi aku shalat dan tidur, puasa dan berbuka, dan menikahi wanita. Maka barangsiapa yang membenci sunnahku maka ia bukan dari golonganku."[1]
Mereka telah bertindak ghuluw dalam agama dan Rasulullah e berlepas diri dari mereka, karena mereka membenci sunnahnya e, yaitu puasa dan berbuka, bangun dan tidur, serta menikah dengan wanita.
Adapun muqashshir, yaitu orang yang berkata: Saya tidak perlu melakukan ibadah sunnah, saya tidak melakukan ibadah sunnah dan saya hanya melakukan yang wajib saja. Terkadang ia kurang dalam ibadah wajib, maka ini adalah muqashshir. Dan mu'tadil (orang yang pertengahan) yaitu yang berjalan di atas sunnah Nabi e dan para khulafaurrasyidin.
Contoh yang lain: Ada tiga orang laki-laki yang berjalan di hadapan mereka orang yang fasik. Salah seorang dari mereka berkata: Saya tidak memberi salam kepada orang fasik ini, tidak menyapanya, menjauhkan diri darinya dan tidak berbicara kepadanya.
Yang kedua berkata: Saya akan berjalan bersama orang fasik ini, memberi salam kepadanya, senyum kepadanya, mengundangnya, memenuhi undangannya, dan saya tetap memperlakukannya seperti seorang yang shalih.
Dan yang ketiga berkata: Ini orang fasik, saya membencinya karena fasiknya dan mencintainya karena imannya, tetap menyapanya kecuali bila tidak menyapanya bisa menjadi sebab kebaikan dia. Jika hajar (tidak menyapa)nya tidak bisa memperbaikinya, bahkan menjadi penyebab bertambah kefasikannya, maka saya tetap menyapanya. Maka kami katakan: yang pertama ghuluw (melewati batas), yang kedua kurang, dan yang ketiga adalah pertengahan.
Dan seperti inilah kami katakan di dalam semua ibadah dan pergaulan sesama makhluk, manusia padanya di antara muqashshir (kurang), ghuluw (berlebihan), dan mutawassith (pertengahan).
Contoh ketiga: Seorang lelaki menjadi tawanan istrinya, istrinya mengaturnya di mana dia menghendaki, dia (suami) tidak menghalanginya dari perbuatan dosa dan tidak mendorongnya melakukan pahala, dia (istri) telah menguasai akalnya, dan jadilah dia (istri) yang mengaturnya.
Lelaki yang lain memiliki sifat sombong dan tinggi di atas istrinya, tidak perduli kepadanya, dan seolah-olah istrinya lebih rendah dari pada pembantu.
Lelaki yang ketiga adalah yang pertengahan, dia mempergauli istrinya seperti yang diperintahkan Allah I dan Rasul-Nya:
قال الله تعالى: ﴿ 4 £`çlm;uﷺ ã@÷WÏB Ï%©!$# £`Íkön=tã Å$ﷺá÷èpRùQ$$Î/ 4 ﴾
Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. (QS. al-Baqarah:228)
قال رسول الله e : ((لاَيَفْرَكْ مُؤْمِنٌ مُؤْمِنَةً إِنْ كَرِهَ مِنْهَا خُلُقًا رَضِيَ مِنْهَا آخَرَ))
Rasulullah e bersabda: 'Janganlah laki-laki beriman membenci wanita beriman (istrinya), jika ia membenci perilaki darinya, ia suka darinya yang lain."[2]
Lelaki yang terakhir inilah yang pertengahan. Yang pertama ghuluw (berlebihan) dalam perlakukan istrinya kepadanya dan yang kedua muqashshir, dan analogikannya semua amal ibadah lainnya.
Syaikh Muhammad al-Utsaimin – al-Majmu' ast-Tsamin 1/39.