Hukum Jual Beli Valuta Asing
Klasifikasi
- Jual Beli << Muamalah << Fikih
- Transaksi Keuangan << Muamalah << Fikih
- Fatwa Umum << Fatwa << Fikih
Full Description
Hukum Jual Beli Valuta Asing
(Valas)
﴿ حكم المتاجرة بالعملة ﴾
] Indonesia – Indonesian – [ إندونيسي
Syaikh Muhammad al-Utsaimin - rahimahullah
Syaikh Abdullah bin Jibrin - rahimahullah
Terjemah :Muhammad Iqbal A.Gazali
Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad
2010 - 1431
﴿ حكم المتاجرة بالعملة ﴾
« باللغة الإندونيسية »
الشيخ محمد بن صالح العثيمين – رحمه الله
الشيخ عبد الله بن جبرين - رحمه الله
ترجمة: محمد إقبال أحمد غزالي
مراجعة: أبو زياد إيكو هاريانتو
2010 - 1431
بسم الله الرحمن الرحيم
Hukum Jual Beli Valuta Asing
(Valas)
Syaikh Muhammad al-Utsaimin - rahimahullah
Syaikh Abdullah bin Jibrin - rahimahullah
Pertanyaan (1): Apakah hukumnya membeli valuta asing dan menjualnya saat harganya tinggi? Berilah jawaban kepada kami, semoga Allah subhanahu wa ta'ala membalas kebaikanmu.
Jawaban (1): Melakukan transaksi jual beli valuta asing di namakan sharf (penukaran mata uang), dan sharf ini harus dilakukan secara taqabuth (serah terima secara langsung) di tempat aqad. Maka apabila telah terjadi taqabuth di tempat aqad maka hal itu tidak apa-apa. Artinya bahwa jika seseorang menukarkan mata uang Saudi dengan dolar Amerika maka tidak mengapa dengan hal ini, sekalipun ia ingin mendapatkan keuntungan di masa akan datang, akan tetapi dengan syarat bahwa ia mengambil dolar yang dibeli dan memberikan dirham Saudi yang dijual secara langsung. Adapun jual beli tanpa qabadh (serah terima) maka hal itu tidak sah, dan ia termasuk riba nasi`ah (bertempo).
Syaikh Muhammad al-Utsaimin – Kitab Dakwah (5) (2/40).
Pertanyaan (2): Apakah boleh (pantas) bagi seorang muslim memperjualbelikan valuta asing? Apakah hal itu sesuai dengan ajaran Islam? Apakah hukumnya dalam hal itu?
Jawaban (2): Tidak mengapa memperdagangkan valuta asing, yaitu menjual mata uang dengan mata uang yang lain, akan tetapi dengan syarat taqabuth (serah terima secara langsung) sebelum berpisah – sama saja ia menerima benda (uang kontan) dan menerima sesuatu yang menempati tempatnya berupa cek yang disahkan. Sama saja yang melakukan penukaran uang pemilik sendiri atau wakil. Jika penukaran mata uang itu tidak berdasarkan sifat ini maka hukumnya tidak boleh dan pelakunya berdosa lagi kurang imannya, dan hal itu tidak mengeluarkannya kepada kufur.
Syaikh Ibnu Jibrin –Fatawa Islamiyah (2/364).