Apakah Menyentuh Kemaluan Membatalkan Wudhu?
Klasifikasi
- Wajib-wajib Wudu << Wudu << Bersuci dan Hukum-hukumnya << Ibadah << Fikih
- Fatwa << Fikih
Full Description
Apakah Menyentuh Kemaluan Membatalkan Wudhu?
﴿ هل مس الذكر ينقض الوضوء؟ ﴾
] Indonesia – Indonesian – [ إندونيسي
Lajnah Daimah Untuk Riset Ilmu dan Fatwa
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin
Syaikh Abdullah bin Jibrin
Terjemah : Muhammad Iqbal A. Gazali
Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad
2010 - 1431
﴿ هل مس الذكر ينقض الوضوء؟ ﴾
« باللغة الإندونيسية »
اللجنة الدائمة للبحوث العلمية والإفتاء
الشيخ محمد بن صالح العثيمين
الشيخ عبد الله بن جبرين
ترجمة: محمد إقبال أحمد غزالي
مراجعة: أبو زياد إيكو هاريانتو
2010 - 1431
بسم الله الرحمن الرحيم
Menyentuh Kemaluan
Membatalkan Wudhu
Pertanyaan 1: Para ulama berbeda pendapat dalam membatalkan wudhu karena menyentuh kemaluan. Yang mengatakan tidak batal mengambil dalil dengan hadits: 'Tidak adalah ia melainkan salah satu bagian darimu", apakah pendapat yang kuat dari kedua pendapat tersebut?
Jawaban 1: Segala puji hanya bagi Allah Y. Shalawat dan salam semoga tetap tercurah kepada Rasul-Nya e, keluarga dan para sahabatnya. Amma Ba'du: Pendapat yang rajih (paling kuat) dari pendapat ulama dalam masalah ini adalah pendapat jumhur (mayoritas) ulama, yaitu batalnya wudhu karena menyentuh kemaluan. Karena hadits yang berbunyi:
(( مَا هُوَ إِلاَّ بِضْعَةٌ مِنْكَ ))
"Tidak adalah ia kecuali satu bagian darimu."[1]
Adalah hadits dha'if (lemah) yang tidak mampu menandingi hadits-hadits shahih yang menunjukkan bahwa siapa yang menyentuh kemaluannya (alat vital), ia harus berwudhu. Pada dasarnya: perintah menunjukkan wajib. Dan andaikan memang tidak dha'if, maka ia dinasakh oleh hadits:
(( مَنْ مَسَّ ذَكَرَهُ فَلْيَتَوَضَّأْ ))
"Barangsiapa yang menyentuh kemaluannya maka hendaklah ia berwudhu."[2]
Wabillahittaufiq, semoga shalawat dan salam semoga tetap tercurah kepada nabi kita Muhammad, keluarga dan para sahabatnya.
Fatawa Lanjah Daimah Untuk Riset Ilmu Dan Fatwa 5/264.
Pertanyaan 2: Apabila seseorang menyentuh kemaluannya di saat mandi, apakah wudhunya batal?
Jawaban 2: Pendapat yang masyhur dari mazhab (Hanbali) bahwa menyentuh kemaluan membatalkan wudhu. Atas dasar pendapat ini, apabila ia menyentuh kemaluannya di saat mandinya, ia harus berwudhu sesudah itu. Sama saja ia sengaja menyentuhnya atau tidak
Pendapat kedua: bahwa menyentuh kemaluan tidak membatalkan wudhu, namun hanya disunnahkan berwudhu karena itu. Itulah pilihan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Pendapat ini lebih mendekati kebenaran, terutama bila tidak sengaja, namun berwudhu lebih utama sebagai tindakan privintif.
Syiakh Ibnu Utsaimin –Majmu' Fatawa wa Rasail (11/203).
Pertanyaan 3: Apakah menyentuh kemaluan membatalkan wudhu? Saya pernah mendengar bahwa ia tidak membatalkan wudhu? Apakah ini benar?
Jawaban 3: ada dua hadits tentang menyentuh kemaluan: salah satunya bahwa ia membatalkan wudhu.[3] Pendapat kedua bahwa ia tidak membatalkan wudhu,[4] dan mengamalkan pendapat yang membatalkan untuk lebih berhati-hati, dan diamalkan oleh sebagian sahabat. Maka jika ia tidak berwudhu karena menta'wilkan (meyakini tidak batal) niscaya shalatnya sah. Jika menyentuhnya karena dorongan syahwat maka pendapat yang membatalkan lebih kuat. Wallahu A'lam.
Syaikh Jibrin –al-Lu'luul Makin hal. 76-77.
[1] HR. Ahmad 4/22, Abu Daud (182), an-Nasa`i 165, at-Tirmidzi 85, Ibnu Majah 483 dan Ibnu Hibban 119, 1120.
[2] HR. Ahmad 2/223, dan 6/406, Abu Daud 181, at-Tirmidzi 82, an-Nasa`i 445-448, Ibnu Majah 479 dan Ibnu Hibban 1116 dan at-Tirmidzi berkata: Hasan shahih.
[3] Hadits Busrah binti Shafwan, ia memarfu'kannya: 'Barangsiapa menyentuh kemaluannya maka hendaklah ia berwudhu."
[4] Hadits Qais bi Thalq dari bapaknya, ia berkata: 'Kami datang kepada Nabi e, lalu datang seorang lelaki sepertinya ia seorang badawi, ia berkata: 'Wahai Nabiyullah, bagaimana pendapatmu tentang lelaki yang menyentuh kemaluannya setelah ia berwudhu? Beliau bersabda: 'Tidak adalah ia melainkan salah segumpal daging darimu', atau beliau bersabda: 'salah satu bagian darimu.' HR. Ahmad 4/22, Abu Daud 182, at-Tirmidzi 85, Ibnu Majah 483. al-Baihaqi berkata: 'Cukuplah dalam mentarjih hadits Busrah terhadap hadits Thalq bahwa hadits Thalq tidak ada dalam Shahihain dan tidak berhujjah dengan salah satu perawinya, dan hadits Busrah keduanya berhujjah dengan semua perawinya, namun keduanya tidak mengeluarkannya karena ada perbedaan padanya terhadap Urwah dan terhadap Hisyam bin Urwah. Perbedaan ini tidak menghalangi pemberian status shahih terhadapnya, sekalipun tidak selevel syarat Shahihaian. Abu Daud berkata: Aku berkata kepada Ahmad: Apakah hadits Busrah tidak shahih? Ia menjawab: bahkan, ia adalah shahih.' Lihat: Talkhish Khabir (1/122, 125).