Istikharah
Klasifikasi
- Shalat Minta Petunjuk << Shalat Sunah << Shalat << Ibadah << Fikih
Full Description
Istikharah
﴿الاستخارة﴾
] Indonesia – Indonesian – [ إندونيسي
Karya: Dr. Amin bin Abdullah asy-Syaqawi
Terjemah : Muzaffar Sahidu
Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad
2010 - 1431
﴿الاستخارة﴾
« باللغة الإندونيسية »
تأليف: د.أمين بن عبد الله الشقاوي
ترجمة: مظفر شهيد
مراجعة: أبو زياد إيكو هاريانتو
2010 - 1431
Istikharah
Segala puji hanya bagi Allah SWT, shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada baginda Rasulullah SAW, dan aku bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah dengan sebenarnya selain Allah yang Maha Esa dan tiada sekutu bagi -Nya dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan -Nya… Amma Ba’du:
Diriwayatkn oleh AL-Bukhari dan Al-Turmudzi, serta An-Nasa’I dari hadits Jabir RA berkata: Nabi Muhammad SAW mengajarkan kami agar beristikharah pada setiap perkara, sebagaimana beliau mengajarkan kepada kami satu surat dari Al-Qur’an, dan beliau bersabda, “Apabila seseorang di antara kamu mempunyai rencana untuk mengerjakan sesuatu, hendaknya melakukan shalat sunah (Istikharah) dua rakaat, kemudian bacalah doa ini:
(اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْتَخِيْرُكَ بِعِلْمِكَ، وَأَسْتَقْدِرُكَ بِقُدْرَتِكَ، وَأَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ الْعَظِيْمِ، فَإِنَّكَ تَقْدِرُ وَلاَ أَقْدِرُ، وَتَعْلَمُ وَلاَ أَعْلَمُ، وَأَنْتَ عَلاَّمُ الْغُيُوْبِ. اَللَّهُمَّ إِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا اْلأَمْرَ -وَيُسَمَّى حَاجَتَهُ- خَيْرٌ لِيْ فِيْ دِيْنِيْ وَمَعَاشِيْ وَعَاقِبَةِ أَمْرِيْ -أَوْ قَالَ: عَاجِلِهِ وَآجِلِهِ- فَاقْدُرْهُ لِيْ وَيَسِّرْهُ لِيْ ثُمَّ بَارِكْ لِيْ فِيْهِ، وَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا اْلأَمْرَ شَرٌّ لِيْ فِيْ دِيْنِيْ وَمَعَاشِيْ وَعَاقِبَةِ أَمْرِيْ -أَوْ قَالَ: عَاجِلِهِ وَآجِلِهِ- فَاصْرِفْهُ عَنِّيْ وَاصْرِفْنِيْ عَنْهُ وَاقْدُرْ لِيَ الْخَيْرَ حَيْثُ كَانَ ثُمَّ أَرْضِنِيْ بِهِ)
“Ya Allah, sesungguhnya aku meminta pilihan yang tepat kepada -Mu dengan ilmu pengetahuanMu dan aku mohon kekuasaan -Mu (untuk mengatasi persoalanku) dengan kemahakuasaan -Mu. Aku mohon kepada -Mu sesuatu dari anugerah -Mu Yang Maha Agung, sesungguhnya Engkau Maha kuasa, sedang aku tidak kuasa, Engkau mengetahui, sedang aku tidak mengetahuinya dan Engkau adalah Maha Mengetahui hal yang ghaib. Ya Allah, apabila Engkau mengetahui bahwa urusan ini (orang yang mempunyai hajat hendak-nya menyebut persoalannya) lebih baik dalam agamaku, dan akibatnya terhadap diriku atau Nabi bersabda: …di dunia atau akhirat sukseskanlah untukku, mudahkan jalannya, kemudian berilah berkah. Akan tetapi apabila Engkau mengetahui bahwa persoalan ini lebih berbahaya bagiku dalam agama, harta dan akibatnya kepada diriku, maka singkirkan persoalan tersebut, dan jauhkan aku daripadanya, takdirkan kebaikan untukku di mana saja kebaikan itu berada, kemudian berilah kerelaan -Mu kepadaku.”[1]
Ibnu Abi Hamzah berkata: Hikmah didahulukannya doa diatas di dalam shalat istikharah adalah untuk mewujudkan dua tujuan, yaitu mengumpulkan antara kebaikan dunia dan akherat, hal itu dibutuhkan agar seseorang mengetuk pintu Zat Yang Menjadi Raja, dan tidak ada sesuatu apapun yang lebih manjur dan lebih mendatangkan keberhasilan daripada shalat, sebab di dalam shalat tersebut ada unsur mengagungkan Allah SWT, memuji Allah SWT dan butuh kepada -Nya baik pada waktu sekarang atau yang akan datang”.[2]
Sebagian ahlul ilmi mengatakan bahwa dibolehkan mengulang istikharah dalam satu perkara, dan di antara ulama yang membolehkan hal itu adalah Al-Hafiz Al-Iroqi, dan pendapatnya diikuti oleh AsL-Syaukani di dalam kitab Nailul Authar. Dan dia berkata: Dasar diperbolehkannya mengulang istikharah adalah apabila Nabi Muhammad SAW berdo’a maka beliau mengulanginya tiga kali. Hadits shahih. Maksud hadits ini adalah pengulangan do’a di dalam satu kesempatan. Sesungguhnya do’a yang sunnah dikerjakan bersama shalat maka shalatnya pun disunnahkan untuk diualng-ulangi bersamanya”.[3]
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Tidak akan menyesal orang yang beristikharah kepada Allah Yang Maha Pencipta dan bermusyawarah dengan makhluk serta teguh dalam pendiriannya. Allah SWT berfirman:
وَشَاوِرْهُمْ فِي الأَمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللهِ
“…dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah”. (QS. Ali Imron: 159)
Qotadah rohimahullah berkata, “Tidaklah suatu kaum bermusyawarah dan mereka mengharap wajah Allah SWT kecuali mereka akan ditunjukkan kepada jalan yang lebih lurus dalam perkara mereka”.[4]
Syaikh Kamaluddin Muhammad bin Ali Al-Zamalkani berkata, “Apabila seseorang telah melakukan shalat dua rekaat maka hendaklah setelah itu dia bertawakkal, dan berlapang dada atas apa yang menjadi ketentuan-Nya, sebab di dalamnya terdapat kebaikan sekalipun jiwanya tidak tenang dengannya. Kemudian dia melanjutkan: Di dalam hadits ini tidak ada sebuah isyarat yang menunjukkan bahwa adanya perasaan lapang dada sebagai syarat (memilih).[5]
Hal yang Perlu diperhatikan adalah istikharah dilakukan pada saat seseorang ingin melakukan sebuah perkara, baik dia ragu-ragu padanya atau sudah bertekad melakukan perkara tersebut, bukan seperti apa yang diprasangka oleh sebagian orang bahwa istikharah itu dilakukan pada saat seseorang ragu dalam memasuki sebuah perkara. Sebab istikharah itu artinya meminta agar diberikan taufiq, sementara tidak seorangpun yang mengetahui bagaimana hasil sebuah usaha kecuali Allah SWT. Banyak perkara yang diprasangka oleh seseorang yang beristikharah bahwa dia akan memperoleh kebaikan pada suatu perkara dan ternyata dia bisa, dan banyak perkara yang disangka oleh seseorang bahwa dia mendapat keburukan pada suatu perkara namun justru keselamatannya ada pada perkara itu. Cukuplah bagi kita firman Allah SWT:
وَعَسَى أَن تَكْرَهُواْ شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ وَعَسَى أَن تُحِبُّواْ شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَّكُمْ وَاللهُ يَعْلَمُ وَأَنتُمْ لاَ تَعْلَمُونَ
Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. (QS. Al-Baqarah: 216).
Di antara manfaat berisitkharah adalah:
Pertama: Sebagai bukti bergantungnya seorang hamba kepada Allah Azza Wa Jalla, dan kepasrahan dirinya pada segala urusannya. Allah SWT berfirman:
قُل لَّن يُصِيبَنَا إِلاَّ مَا كَتَبَ اللهُ لَنَا هُوَ مَوْلاَنَا وَعَلَى اللهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ
Katakanlah: "Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan oleh Allah bagi kami. Dialah Pelindung kami, dan hanya kepada Allah-lah orang-orang yang beriman harus bertawakal." (QS. Al-Taubah: 51)
Allah SWT berfirman:
وَتَوَكَّلْ عَلَى الْعَزِيزِ الرَّحِيمِ الَّذِي يَرَاكَ حِينَ تَقُومُ وَتَقَلُّبَكَ فِي السَّاجِدِينَ
Dan bertawakallah kepada (Allah) Yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang, Yang melihat kamu ketika kamu berdiri (untuk sembahyang), dan (melihat pula) perubahan gerak badanmu di antara orang-orang yang sujud. (QS. Al-Syu’ara’: 217-219)
Kedua: Istikharah menambah pahala seseorang dan taqarrubnya kepada Allah SWT, sebab istihkarah mengandung shalat dan do’a. Di dalam sebuah hadits disebutkan: Aku bertanya: Apakah shalat itu wahai Rasulullah?. Beliau menjawab: “Sarana pengaduan yang paling baik”.[6]
Ketiga: Istikharah sebagai jalan keluar dari segala kebingungan dan keraguan. Dia sebagai sebab bagi datangnya ketenteraman dan ketenangan pikiran, sebab dengan istikharah berarti dia menyerahkan urusannya kepada Allah SWT yang menguasai segala urusan. Allah SWT berfirman: قُلْ إِنَّ الأَمْرَ كُلَّهُ لِلهِ
Katakanlah: "Sesungguhnya urusan itu seluruhnya di tangan Allah".( QS. Ali Imron: 154)
Keempat: Dengan istikharah seseorang akan menadapatkan kebaikan dan terjaga dari yang buruk, sebab apa yang pilihkan oleh Allah SWT bagi hamba -Nya lebih baik dari apa yang dipilih oleh seorang hamba untuk dirinya sendiri, sebab Allah SWT lebih mengetahui tentang kemaslahatan hamba -Nya, Dia Yang Maha Mengetahui tentang perkara-perkara gaib.
Kelima: Dengan beristikharah seseorang akan mendapat keberkahan pada perkara yang akan dijalaninya, dan keberkahan itu tidak mencampuri suatu yang sedikit kecuali dia akan menjadi lebih banyak, dan tidak terdapat pada suatu yang banyak kecuali dia akan bermanfaat, sebagaimana disebutkan di dalam hadits tentang istikharah di atas: وبارك لي فيه
“dan berikanlah keberkahan bagiku padanya”.
Keenam: Terkadang seseoarang meremehkan suatu perkara karena dianggapnya kecil, padahal mengerjakan atau meninggalkannya akan mendatangkan kemudharatan yang besar, oleh karena itulah istikharah disyari’atkan pada segala perkara.
Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, semoga shalawat dan salam tetap tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad saw dan kepada keluarga, shahabat serta seluruh pengikut beliau.
[1] HR. Al-Bukhari 7/162.
[2] Fathul Bari; 11/189
[3] Nailul Authar: 3/84-85
[4] AlKalimut Thayyib, Ibnu Taimiyah, halaman: 71
[5] Thabaqat Asyafi’iyatul Kubro: 9/206
[6] Bagian dari hadits di dalam kitab Musnad Al-Thayalisi: 1/65 no: 478 dan dihasankan oleh Syaikh Nasiruddin Albani rahimahullah di dalam shahihul jamius shagir: 2/719 no: 3870