×
Petanyaan yang dijawab oleh Syekh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin Hukum Perdukunan dan Mendatangi Para dukun, Apakah perdukunan itu? Dan apakah hukum mendatangi para dukun?

    Hukum Perdukunan dan Mendatangi

    Para dukun

    ﴿ حكم الكهنة وإتيان الكهان ﴾

    ] Indonesia – Indonesian – [ إندونيسي

    Penyusun : Syekh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin

    Terjemah : Muh. Iqbal Ahmad Gazali

    Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad

    2009 - 1430

    ﴿ حكم الكهنة وإتيان الكهان ﴾

    « باللغة الإندونيسية »

    تأليف : الشيخ محمد بن صالح العثيمين

    ترجمة: محمد إقبال أحمد غزالى

    مراجعة: إيكو هاريانتو أبو زياد

    2009 – 1430

    Hukum Perdukunan dan Mendatangi

    Para dukun

    Pertanyaan: Apakah perdukunan itu? Dan apakah hukum mendatangi para dukun?

    Jawaban: al-Kahanah (perdukunan) adalah dari bentuk kata fa'alah yang diambil dari kata takahhun, yaitu meraba-raba dan mencari kebenaran dengan perkara-perkara yang tidak ada dasarnya. Di masa jahiliyah, perdukunan adalah perbuatan segelintir orang yang berhubungan langsung dengan syetan yang mencuri berita dari langit dan menceritakannya kepada mereka, kemudian para dukun itu mengambil kata-kata yang dicuri dari langit lewat perantara para syetan dan menambah perkataan kepadanya, kemudian mereka menceritakannya kepada manusia. Maka apabila cerita mereka itu sesuai realita, manusia terperdaya dan menjadikan mereka sebagai referensi (rujukan) dalam memutuskan perkara di antara mereka dan dalam menghadapi persoalan di masa akan datang. Karena inilah kami katakan: dukun adalah orang yang mengabarkan berita-berita gaib di masa akan datang. Dan orang yang datang kepada dukun terbagi menjadi tiga bagian:

    Pertama: ia datang kepada dukun untuk bertanya tanpa mempercayainya. Ini hukumnya haram dan hukuman bagi pelakunya bahwa shalatnya tidak diterima selama empat puluh hari, sebagaimana disebutkan dalam shahih Muslim, sesungguhnya nabi ﷺ‬ bersabda:

    مَنْ أَتَى عَرَّافًا فَسَأَلَهُ عَنْ شَيْئٍ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلاَةٌ أَرْبَعِيْنَ يَوْمًا

    "Barangsiapa yang mendatangi peramal lalu bertanya kepadanya tentang sesuatu niscaya shalatnya tidak diterima selama empat puluh (40) hari."

    Kedua: ia datang kepada dukun, lalu bertanya dan mempercayai ucapannya. Maka ini adalah kafir kepada Allah I, karena mempercayai pengakuannya terhadap ilmu gaib, dan mempercayai manusia dalam pengakuan mengetahui yang gaib termasuk mendustakan firman Allah I:

    قُل لاَّيَعْلَمُ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ الْغَيْبَ إِلاَّ اللهُ

    Katakanlah:"Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah", (QS. an-Naml:65)

    Karena inilah disebutkan dalam hadits shahih:

    مَنْ أَتَى كََاهِنًا فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُوْلُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ صلى الله عليه وسلم

    "Barangsiapa yang mendatangi dukun lalu membenarkan ucapannya, maka ia telah kufur (ingkar) dengan wahyu yang diturunkan kepada Muhammad ﷺ‬.

    Ketiga: ia datang kepada dukun lalu bertanya kepadanya untuk menampakan keadaannya yang sebenarnya kepada manusia dan sesungguhnya ia adalah dukun, penipu dan menyesatkan, maka ini tidak apa-apa, dalilnya adalah bahwa Nabi ﷺ‬ mendatangi Ibnu Syayyad, maka Nabi ﷺ‬ menyembunyikan sesuatu dalam dirinya, lalu Nabi ﷺ‬ bertanya kepadanya apakah yang dia sembunyikan? Ia menjawab: 'Dukhkh: maksudnya asap. Maka Nabi ﷺ‬ bersabda: 'Diamlah, maka engkau tidak akan melewati taqdirmu."[1]

    Jadi, orang yang mengatangi dukun terbagi menjadi tiga:

    Pertama: ia datang, lalu bertanya kepadanya tanpa mempercayainya dan tidak bermaksud menjelaskan keadaannya, maka ini hukumnya haram dan hukuman bagi pelakunya adalah tidak diterima shalatnya selama empat puluh hari.

    Kedua: ia bertanya dan mempercayainya, maka ini kafir kepada Allah I. Manusia wajib bertaubat darinya dan kembali kepada Allah I, dan jika tidak bertaubat niscaya ia mati di atas kekafiran.

    Ketiga: Ia mendatanginya lalu bertanya untuk mengujinya dan menjelaskan keadaannya yang sebenarnya kepada manusia, maka ini tidak apa-apa.

    Syaikh Ibn Utsaimin – al-Majmu' ats-Tsamin 2/137, 137.

    [1] Al-Bukhari 6172, 6173 dan Muslim 2930