KEUTAMAAN ISLAM
Artikel ini diterjemahkan ke dalam
Klasifikasi
Sumber
Full Description
- KEUTAMAAN ISLAM
- Bab Kewajiban Masuk Islam
- Bab Tafsir Islam
- Bab Firman Allah -Ta'ālā-, "Barang siapa mencari agama selain Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) darinya."
- Bab Wajib Mencukupkan Diri dengan Mengikuti Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-
- Bab Penisbahan kepada Selain Islam
- Bab Wajib Masuk ke dalam Islam secara Total dan Meninggalkan Agama yang Lain
- Bab Bidah Adalah Maksiat yang Lebih Berbahaya dari Dosa Besar
- Bab Firman Allah -Ta'ālā-, "Hai Ahli Kitab! Mengapa kamu bantah-membantah tentang hal Ibrahim?"
- Bab Firman Allah -Ta'ālā-, "Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah."
- Bab Keterasingan Islam dan Keutamaan Orang-orang yang Asing
- Bab Peringatan dari Amalan-amalan Bidah
KEUTAMAAN ISLAM
Karya: Imam Muhammad bin Abdul Wahab
Bab Kewajiban Masuk Islam
Dalam firman Allah -Ta'ālā- disebutkan,"Dan barang siapa mencari agama selain Islam, dia tidak akan diterima, dan di akhirat dia termasuk orang yang rugi." [1](QS. Āli 'Imrān: 85).Juga firman Allah -Ta'ālā-,"Dan sungguh, inilah jalan-Ku yang lurus. Maka ikutilah! Jangan kamu ikuti jalan-jalan (yang lain) yang akan mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya." [2](QS. Al-An'ām: 153).
Mujāhid berkata, “As-Subul (jalan-jalan) adalah bidah-bidah dan syubhat-syubhat."
Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Barang siapa membuat-buat hal baru (bidah) dalam perkara kami yang tidak termasuk darinya maka ia tertolak." [3]Dalam redaksi lain:"Barang siapa yang beramal satu amalan yang tidak ada padanya perintah kami, maka ia tertolak." [4]
Imam Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, dia meriwayatkan, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Seluruh umatku akan masuk surga, kecuali orang yang enggan." Beliau ditanya, "Siapakah yang enggan, wahai Rasulullah?" Beliau bersabda, "Orang yang mematuhiku ia akan masuk surga dan orang yang durhaka kepadaku maka ia telah enggan." [5]
Dan dalam Kitab Aṣ-Ṣaḥīḥ dari Ibnu 'Abbās -raḍiyallāhu 'anhumā-, bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Orang yang paling dibenci Allah ada tiga: orang yang melanggar kehormatan tanah haram, orang yang mengharapkan (untuk menyebarkan) budaya jahiliah dalam Islam, dan orang yang menuntut darah seorang muslim tanpa cara yang hak untuk menumpahkan darahnya." [6](HR. Bukhari).Ucapan beliau "budaya jahiliah", mencakup semua jahiliah; baik yang mutlak (zaman jahiliah) ataupun yang muqayyad (terbatas), yakni jahiliah yang terbatas pada individu tertentu, baik individunya berupa Ahli Kitab atau penyembah berhala atau semua yang menyelisihi ajaran para rasul.
Dalam Aṣ-Ṣaḥīḥ dari Ḥużaifah -raḍiyallāhu 'anhu-, dia berkata, “Wahai para qari! Istikamahlah kalian, karena kalian telah jauh mendahului (orang lain). Jika kalian mengambil jalan ke kanan dan ke kiri, sungguh kalian telah jauh tersesat."
Muhammad bin Waḍḍāḥ meriwayatkan bahwa dia masuk ke sebuah masjid, dan berhenti di kumpulan orang-orang, kemudian dia menyampaikan kepada mereka: Sufyān bin 'Uyainah menyampaikan kepada kami, dari Mujālid, dari Asy-Sya'biy, dari Masrūq, dia berkata, "Abdullah bin Mas'ūd -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, 'Tiada satu tahun kecuali tahun yang sesudahnya lebih buruk darinya. Aku tidak mengatakan satu tahun lebih banyak turun hujan dari yang lain, dan satu tahun lebih subur dari yang lain, dan bukan seorang penguasa lebih baik dari penguasa yang lain, akan tetapi wafatnya ulama kalian dan orang-orang terbaik kalian, kemudian muncul kaum-kaum yang menganalogikan berbagai perkara dengan logika-logika mereka, sehingga Islam hancur dan rusak."
Bab Tafsir Islam
Allah -Ta'ālā- berfirman,
"Kemudian jika mereka mendebat kamu (tentang kebenaran Islam), maka katakanlah, 'Aku menyerahkan diriku kepada Allah dan (demikian pula) orang-orang yang mengikutiku.'" [7]
(QS. Āli 'Imrān: 20).
Dalam Kitab Aṣ-Ṣaḥīḥ dari Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā-, bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,
"Islam itu engkau bersyahadat bahwa tiada sesembahan yang hak kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah rasul (utusan) Allah, engkau menegakkan salat, menunaikan zakat, berpuasa Ramadan, dan menunaikan haji ke Baitullah jika engkau mampu mengadakan perjalanan ke sana." [7]
Juga dalam Kitab Aṣ-Ṣaḥīḥ dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- secara marfū':
"Seorang muslim adalah orang yang kaum muslimin selamat dari (keburukan) lisan dan tangannya." [8]
Bahz bin Ḥakīm meriwayatkan dari bapaknya, dari kakeknya, bahwa dia bertanya kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tentang Islam, maka beliau bersabda,
"Engkau menyerahkan hatimu kepada Allah, memalingkan wajahmu kepada-Nya, melakukan salat yang wajib dan membayarkan zakat yang wajib." [10]
(HR. Ahmad)
Abu Qilābah meriwayatkan dari 'Amr bin 'Abasah, dari seorang laki-laki penduduk Syam, dari bapaknya, bahwa ia bertanya kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, "Apa itu Islam?" Maka beliau bersabda, “Engkau menyerahkan hatimu kepada Allah serta kaum muslimin selamat dari (keburukan) lisan dan tanganmu." Ia bertanya lagi, "Apa keislaman yang paling utama?" Beliau menjawab, “Keimanan." Ia bertanya lagi, "Apa itu Iman?" Beliau menjawab, “Engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan kebangkitan sesudah kematian." [9]
Bab Firman Allah -Ta'ālā-, "Barang siapa mencari agama selain Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) darinya."
Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Amalan-amalan berdatangan pada hari kiamat, kemudian datanglah salat dan berkata, 'Ya Rabb! Saya adalah salat.' Allah lalu berfirman, 'Engkau di atas kebaikan.' Lalu datanglah sedekah, ia berkata, 'Ya Rabb! Saya adalah sedekah.' Allah pun berfirman, 'Engkau di atas kebaikan.' Lalu datanglah puasa dan berkata, 'Ya Rabb! Saya adalah puasa.' Allah berfirman, 'Engkau di atas kebaikan.' Lalu datang amalan-amalan lain dengan menyatakan perkataan yang sama. Allah lalu berfirman, 'Engkau di atas kebaikan'. Lalu (puncaknya) datanglah Islam dan berkata, 'Ya Rabb! Engkau As-Salām dan saya adalah Islam.' Maka Allah berfirman, 'Engkau di atas kebaikan. Pada hari ini denganmulah Aku menghukum dan denganmulah Aku memberikan anugerah.' Allah -Ta'ālā- berfirman,"Barang siapa mencari agama selain Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) darinya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi." [10](QS. Āli 'Imrān: 85).(HR. Ahmad).
Dalam Aṣ-Ṣaḥīḥ diriwayatkan dari Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Barang siapa yang beramal dengan amalan yang bukan berasal dari perintah kami, maka amalannya tertolak." [11](HR. Ahmad).
Bab Wajib Mencukupkan Diri dengan Mengikuti Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-
Allah -Ta'ālā- berfirman,“Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitāb (Al-Qur`ān) untuk menjelaskan segala sesuatu." [12](QS. An-Naḥl: 89).
Imam An-Nasā`iy dan selainnya meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwasanya beliau melihat di tangan Umar bin Al-Khaṭṭāb ada lembaran dari Taurat, maka Nabi beliau pun menegurnya seraya bersabda,"Sekiranya Musa -'alaihis-salām- masih hidup, tidaklah ada keluasan bagi beliau kecuali harus mengikutiku." [13]Maka Umar berkata, "Aku rida Allah sebagai Rabb-ku, Islam sebagai agamaku, dan Muhammad sebagai Nabiku."
Bab Penisbahan kepada Selain Islam
Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al-Qur`ān ) ini." [14](QS. Al-Ḥajj: 78).
Al-Ḥāriṡ Al-Asy'ariy -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Aku memerintahkan kepada kalian lima perkara yang Allah telah memerintahkanku dengannya, yaitu; mendengar dan taat (kepada umara), jihad, hijrah, dan berpegang teguh dengan jemaah (kaum muslimin). Sesungguhnya barang siapa yang memisahkan diri dari ikatan jemaah (kaum muslimin) sejengkal, berarti ia telah melepaskan ikatan tali islam di lehernya kecuali ia kembali. Barang siapa yang menyerukan dengan seruan jahiliah, berarti ia termasuk golongan penghuni Jahanam." Salah seorang sahabat berkata, 'Wahai Rasulullah! Sekalipun ia mengerjakan salat dan puasa?" Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- menegaskan, “Sekalipun ia mengerjakan salat dan puasa. Maka, wahai hamba-hamba Allah! Hendaklah kalian menyeru dengan seruan yang Allah telah menamai kalian dengannya, yaitu muslimin dan mukminin." [15](HR. Ahmad dan Tirmizi; Tirmizi berkata, "Hadis hasan sahih").
Dalam Kitab Aṣ-Ṣaḥīḥ terdapat hadis:"Barang siapa yang memisahkan diri dari jemaah (kaum muslimin) sejengkal, maka matinya dalam keadaan jahiliah." [16] Di dalamnya juga terdapat hadis: "Apakah kalian menyeru dengan seruan jahiliah sedangkan aku masih berada di tengah-tengah kalian?!"Abul-'Abbās (Syaikhul-Islām Ibnu Taimiyyah) berkata, “Semua penisbahan (dalam bentuk fanatik) selain seruan Islam dan Al-Qur`ān seperti nasab, negeri, suku bangsa, atau mazhab, maka ia merupakan bagian dari seruan jahiliah. Bahkan tatkala seorang Muhajirin dan seorang Ansar berselisih, kemudian seorang Muhajirin menyeru, 'Wahai kaum Muhajirin!' dan seorang Ansar balas berseru, 'Wahai kaum Ansar!', maka Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,Apakah kalian menyeru dengan seruan jahiliah sedangkan aku berada di tengah-tengah kalian?!'Beliau marah dengan kemarahan yang besar dengan sebab tersebut." Selesai ucapan beliau.
Bab Wajib Masuk ke dalam Islam secara Total dan Meninggalkan Agama yang Lain
Di dalamnya terdapat firman Allah -Ta'ālā-,"Hai orang-orang yang beriman! Masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhan." [17](QS. Al-Baqarah: 208).Juga firman Allah -Ta'ālā-,"Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu?" [18](QS. An-Nisā`: 60).Juga firman Allah -Ta'ālā-,"Pada hari yang di waktu itu ada muka yang putih berseri, dan ada pula muka yang hitam muram." [19](QS. Āli 'Imrān: 106).Ibnu 'Abbās menafsirkan ayat ini dengan berkata, “(Hari itu) wajah-wajah pengikut Sunnah dan persatuan putih bersinar, dan wajah-wajah pengikut bidah dan perselisihan hitam legam."
Abdullah bin Umar -raḍiyallāhu 'anhuma- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Pasti akan terjadi pada umatku seperti yang terjadi pada Bani Israil seperti sejajarnya sandal dengan sandal (karena berpasangan), sampai jika salah seorang dari Bani Israil menggauli ibunya secara terang-terangan maka di kalangan umatku pun akan ada yang mengikutinya. Sesungguhnya Bani Israil terpecah menjadi 72 golongan." [20]Pada akhir hadis ini terdapat sabda Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-,"Sedangkan umatku akan terpecah menjadi 73 kelompok semuanya di neraka kecuali satu golongan." Para sahabat bertanya, "Siapa mereka, Wahai Rasulullah?" Beliau menjawab, “(Mereka adalah yang menempuh jalan seperti) yang aku dan para sahabatku menempuhnya." [21]Sungguh, sekiranya hal ini tertanam di dalam hati-hati yang hidup! Hadis tersebut riwayat Tirmizi, dan dalam hadis Mu'āwiyah yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Imam Abu Daud terdapat sabda Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-,"Sesungguhnya akan muncul dari umatku suatu kaum yang keranjingan penyakit hawa nafsu sebagaimana seseorang yang terkena penyakit anjing gila. Tidak tersisa satu pun dari urat dan persendiannya melainkan virus ini akan menjangkitinya."Sebelumnya juga telah disebutkan sabda Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwa salah satu yang paling dibenci Allah adalah: "Orang yang mengharapkan (untuk menyebarkan) budaya jahiliah dalam Islam."
Bab Bidah Adalah Maksiat yang Lebih Berbahaya dari Dosa Besar
Ini berdasarkan firman Allah -Ta'ālā-,"Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan-Nya, dan Dia mengampuni dosa yang selain syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya." [22](QS. An-Nisā`: 48).Juga firman Allah -Ta'ālā-,"(Ucapan mereka) menyebabkan mereka pada hari Kiamat memikul dosa-dosanya sendiri secara sempurna, dan sebagian dosa-dosa orang yang mereka sesatkan yang tidak mengetahui sedikit pun (bahwa mereka disesatkan). Ingatlah, alangkah buruknya (dosa) yang mereka pikul itu." [23](QS. An-Naḥl: 25).
Dalam Kitab Aṣ-Ṣaḥīḥ, beliau -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda tentang Khawarij,"Di mana pun kalian menjumpai mereka, maka perangilah mereka." [24]
Di dalamnya juga disebutkan, bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melarang dari memerangi penguasa zalim selama mereka masih mengerjakan salat.
Jarīr bin Abdullah meriwayatkan bahwasanya ada orang yang bersedekah dengan suatu sedekah, kemudian diikuti oleh banyak manusia, maka Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Barang siapa mencontohkan (memulai) sunnah (perbuatan) yang baik dalam Islam maka ia mendapatkan pahalanya dan pahala orang yang mengamalkan sunnah tersebut setelahnya, tanpa berkurang sedikit pun dari pahala mereka. Dan barang siapa mencontohkan sunnah yang buruk maka ia menanggung dosa dari perbuatannya dan dosa orang yang melakukannya setelahnya, tanpa berkurang sedikit pun dari dosa mereka." [25](HR. Muslim).
Muslim juga meriwayatkan dari hadis Abu Hurairah dengan lafal,"Barang siapa yang menyeru kepada petunjuk ...", kemudian Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- juga bersabda, "Barang siapa menyeru kepada kesesatan ..." [26].
Bab Allah -Ta'ālā- Menghalangi Tobat Pelaku Bidah
Ini diriwayatkan dari Anas bin Mālik dan juga diriwayatkan secara mursal dari Al-Ḥasan.
Ibnu Waḍḍāh menyebutkan dari Ayyūb, ia berkata, "Suatu ketika di sisi kami ada seorang laki-laki yang memiliki suatu pendapat (bidah), lalu ia meninggalkannya. Kemudian saya mendatangi Muhammad bin Sīrīn, dan berkata kepadanya, 'Bagaimana pendapatmu tentang orang yang telah meninggalkan pemikiran bidahnya?' Ibnu Sīrīn menjawab, 'Lihatlah ke mana ia berpindah? Sesungguhnya akhir hadis itu lebih dahsyat dari awalnya, (yaitu hadis):"Mereka keluar dari Islam sebagaimana keluarnya busur dari anak panah, kemudian mereka tidak pernah kembali lagi." [27],Imam Ahmad bin Ḥanbal pernah ditanya tentang makna hadis ini, ia berkata, "Yakni ia (pelaku bidah) tidak diberikan taufik untuk bertobat."
Bab Firman Allah -Ta'ālā-, "Hai Ahli Kitab! Mengapa kamu bantah-membantah tentang hal Ibrahim?"
Ini sesuai firman Allah -Ta'ālā-,"Hai Ahli Kitab! Mengapa kamu bantah membantah tentang hal Ibrahim?!" [28](QS. `Āli 'Imrān: 65).Sampai firman-Nya:"... dan sekali-kali bukanlah dia termasuk golongan orang-orang musyrik." [29](QS. `Āli 'Imrān: 67).Juga firman-Nya:"Dan tidak ada yang benci kepada agama Ibrahim melainkan orang yang memperbodoh dirinya sendiri, dan sungguh Kami telah memilihnya di dunia dan sesungguhnya dia di akhirat benar-benar termasuk orang-orang yang saleh." [30](QS. Al-Baqarah: 130).Juga terdapat hadis tentang Khawarij yang telah berlalu. Dalam Kitab Aṣ-Ṣaḥīḥ disebutkan, bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sesungguhnya keluarga ayah si polan bukan waliku, tetapi hanyalah orang-orang yang bertakwa yang menjadi wali-waliku." [31],Dalam Kitab Aṣ-Ṣaḥīḥ juga diriwayatkan dari Anas bahwasanya Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- diceritakan tentang sebagian sahabat yang berkata, “Adapun saya maka tidak akan makan daging." Sahabat lainnya berkata, "Adapun saya maka akan mengerjakan salat malam terus menerus, dan tidak tidur." Yang lainnya lagi berkata, "Adapun saya maka tidak akan menikah." Dan yang lainnya lagi berkata, "Adapun saya maka akan berpuasa terus menerus, tidak akan berbuka." Maka Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Akan tetapi aku mengerjakan salat dan juga tidur, aku berpuasa dan juga berbuka, aku menikahi wanita dan juga makan daging. Barang siapa yang membenci Sunnah-ku, maka ia bukan golonganku." [32]Perhatikanlah! Jika sebagian sahabat menginginkan membujang dalam rangka ibadah tetapi mereka dilarang oleh Nabi dengan ucapan yang keras dan mengungkapkan bahwa pelakunya dikategorikan sebagai orang yang membenci Sunnah-nya, maka bagaimana pendapatmu terhadap dalih-dalih perbuatan bidah dan bagaimana pula kalau pelakunya bukan dari kalangan sahabat?!
Bab Firman Allah -Ta'ālā-, "Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah."
Ini ada dalam firman Allah -Ta'ālā-,"Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam); (sesuai) fitrah Allah disebabkan Dia telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui." [33](QS. Ar-Rūm: 30).
Juga firman Allah -Ta'ālā-,"Dan Ibrahim mewasiatkan (ucapan) itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya'qūb, "Wahai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini untukmu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim." [34](QS. Al-Baqarah: 132).Juga firman-Nya,"Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad), “Ikutilah agama Ibrahim yang lurus, dan dia bukanlah termasuk orang yang musyrik." [35](QS. An-Naḥl: 123).
Ibnu Mas'ūd -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sesungguhnya setiap nabi memiliki pembela-pembela dari kalangan para nabi dan pembela saya dari kalangan mereka adalah kakekku, Ibrahim yang merupakan Khalīl (kekasih) Rabb-ku." [36]Kemudian beliau membaca,"Orang yang paling dekat kepada Ibrahim ialah orang yang mengikutinya, dan Nabi ini (Muhammad), dan orang yang beriman. Allah adalah pelindung orang-orang yang beriman." [37](QS. Āli 'Imrān: 68).(HR. Tirmizi).
Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sesungguhnya Allah tidak memandang fisik kalian, tidak pula kepada rupa kalian, tetapi Dia memandang hati-hati dan amal-amal kalian." [38]
Dalam Ṣaḥīḥ Bukhari dan Muslim, Ibnu Mas'ūd berkata bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Saya mendahului kalian di telaga pada hari Kiamat. Kemudian ditampakkan kepadaku beberapa orang dari kalangan umatku sampai ketika aku akan membawa mereka, tiba-tiba mereka terhalangi untuk mendekat kepadaku. Maka aku berkata, 'Ya Rabb! Mereka adalah sahabat-sahabatku.' Lalu Rabb pun berfirman, 'Sesungguhnya engkau tidak tahu apa yang mereka lakukan sepeninggalmu.'" [39]
Dalam Ṣaḥīḥ Bukhari dan Muslim, dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, ia meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sungguh saya sangat ingin bila telah melihat ikhwān (kawan-kawan) kita." Para sahabat pun bertanya, "Bukankah kami adalah kawan-kawan engkau, ya Rasulullah?" Beliau menjawab, “Kalian adalah aṣḥābī (sahabat-sahabatku), sedangkan ikhwānī (kawan-kawanku) adalah yang datang setelah kalian." Para sahabat bertanya lagi, "Bagaimana engkau mengenali orang-orang yang datang kemudian dari kalangan umatmu?" Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- menjawab, “Bagaimana pendapat kalian sekiranya ada seseorang yang memiliki kuda putih bersih di antara kerumunan kuda yang hitam legam, bukankah ia akan mengenali kudanya?" Para sahabat menjawab, "Tentu!" Nabi bersabda, “Sesungguhnya umatku akan datang dalam keadaan putih bersinar karena wudu, kemudian aku mendahului mereka di Al-Ḥauḍ (telaga). Ketahuilah bahwa nanti akan diusir beberapa orang dari telagaku pada hari Kiamat sebagaimana diusirnya unta yang tersesat. Aku memanggil mereka, 'Kemarilah!' Akan tetapi dikatakan kepadaku, 'Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang mengubah (agama) sepeninggalmu.' Maka aku pun berkata, 'Menjauhlah kalian!'" [40]
Dan dalam riwayat Bukhari:"Ketika aku berdiri, tiba-tiba muncul sekelompok orang. Hingga ketika aku mengenali mereka dan mereka pun mengenaliku, tiba-tiba keluar seseorang di antara aku dan mereka. Orang itu berseru (ke mereka), 'Kemarilah kalian!' Aku bertanya, 'Ke mana (engkau menyeru mereka)?' Ia menjawab, 'Ke neraka, demi Allah!' Aku pun bertanya, 'Apa masalahnya?' Ia menjawab, 'Sesungguhnya mereka telah murtad sepeninggalmu. Mereka berbalik ke belakang.' Kemudian tiba-tiba muncul sekelompok lain -dan kisahnya berulang seperti kisah tadi-. Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-bersabda, "Aku tidak melihat yang tersisa dari mereka kecuali seperti unta yang tidak terurus (sangat sedikit)." [43]
"Ketika aku berdiri, tiba-tiba muncul sekelompok orang. Hingga ketika aku mengenali mereka dan mereka pun mengenaliku, tiba-tiba keluar seseorang di antara aku dan mereka. Orang itu berseru (ke mereka), 'Kemarilah kalian!' Aku bertanya, 'Ke mana (engkau menyeru mereka)?' Ia menjawab, 'Ke neraka, demi Allah!' Aku pun bertanya, 'Apa masalahnya?' Ia menjawab, 'Sesungguhnya mereka telah murtad sepeninggalmu. Mereka berbalik ke belakang.' Kemudian tiba-tiba muncul sekelompok lain -dan kisahnya berulang seperti kisah tadi-. Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-bersabda, "Aku tidak melihat yang tersisa dari mereka kecuali seperti unta yang tidak terurus (sangat sedikit)." [41]
Dalam Ṣaḥīḥ Bukhari dan Muslim, dari hadis Ibnu 'Abbās -raḍiyallāhu 'anhuma-,"Saya berkata sebagaimana perkataan hamba yang saleh (yakni Nabi Isa -'alaihis-salām-), “Aku menjadi saksi terhadap mereka, selama aku berada di antara mereka. Maka setelah Engkau wafatkan aku, Engkaulah yang mengawasi mereka. Dan Engkau adalah Maha Menyaksikan segala sesuatu." [44](QS. Al-Mā`idah: 117).
"Saya berkata sebagaimana perkataan hamba yang saleh (yakni Nabi Isa -'alaihis-salām-), “Aku menjadi saksi terhadap mereka, selama aku berada di antara mereka. Maka setelah Engkau wafatkan aku, Engkaulah yang mengawasi mereka. Dan Engkau adalah Maha Menyaksikan segala sesuatu." [44]
(QS. Al-Mā`idah: 117).
Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan dari Ibnu 'Abbās -raḍiyallāhu 'anhumā- dalam hadis yang marfū':"Tidak ada satu bayi pun kecuali dilahirkan di atas fitrah (Islam). Lalu kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi atau Nasrani atau Majusi; sebagaimana binatang melahirkan anaknya selamat tanpa cacat, kalian tidak melihat ada cacat padanya hingga kalianlah yang membuatnya cacat." [45]Kemudian Abu Hurairah membacakan ayat,"Fitrah Allah disebabkan Dia telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu." [46](QS. Ar-Rūm: 30).(Muttafaq 'Alaih).
"Tidak ada satu bayi pun kecuali dilahirkan di atas fitrah (Islam). Lalu kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi atau Nasrani atau Majusi; sebagaimana binatang melahirkan anaknya selamat tanpa cacat, kalian tidak melihat ada cacat padanya hingga kalianlah yang membuatnya cacat." [45]
Kemudian Abu Hurairah membacakan ayat,
"Fitrah Allah disebabkan Dia telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu." [46]
(QS. Ar-Rūm: 30).
(Muttafaq 'Alaih).
Ḥużaifah-raḍiyallāhu 'anhu- berkata,"Dahulu orang lain bertanya kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tentang kebaikan, sedangkan aku bertanya kepada beliau tentang keburukan karena aku khawatir terjerumus ke dalamnya. Aku bertanya, "Ya Rasulullah! Sesungguhnya kami dahulu hidup dalam kejahiliahan dan keburukan. Lalu Allah mendatangkan kepada kami kebaikan ini, apakah setelah kebaikan ini ada keburukan?" Beliau -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- menjawab, “Ya, benar." Aku bertanya lagi, "Apakah setelah keburukan ini ada kebaikan?" Beliau -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- menjawab, “Ya, di dalamnya ada dakhan." Aku bertanya, "Apa itu dakhan?" Beliau pun menjawab, “Suatu kaum mengerjakan Sunnah yang bukan dari Sunnah-ku, mencari petunjuk bukan dari petunjukku. Ada yang engkau ketahui dan ada juga yang engkau ingkari dari mereka." Aku bertanya lagi, "Apakah setelah kebaikan ini ada keburukan?" Beliau menjawab, “Ya, fitnah 'amyā` (yang tak memiliki jalan keluar), yaitu adanya dai-dai yang menyeru kepada pintu Jahanam. Barang siapa yang memenuhi ajakan mereka maka mereka akan menjerumuskannya ke dalam Jahanam." Aku bertanya lagi, "Wahai Rasulullah! Sebutkan sifat-sifat mereka!" Beliau -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- menjawab, “Mereka adalah kaum yang warna kulitnya sama seperti kita dan berbicara dengan bahasa kita." Aku bertanya, "Wahai Rasulullah! Apa yang engkau perintahkan jika aku mendapati hal itu?" Beliau menjawab, “Berpeganglah kepada jemaah umat Islam dan imam mereka!" Tanyaku lagi, "Bagaimana jika aku tidak mendapatkan jemaah dan imam?" Beliau -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- menjawab, “Pisahkanlah dirimu dari kelompok-kelompok yang ada sekalipun engkau harus menggigit akar pohon, hingga ajal mendatangimu sedangkan engkau tetap berada dalam keadaan demikian." [47](HR. Bukhari dan Muslim). Imam Muslim menambahkan:Aku bertanya, "Lalu apa (yang akan terjadi)?" Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- menjawab, “Lalu keluar Dajal. Ia memiliki sungai dan api. Barang siapa yang masuk ke dalam apinya, ia akan mendapatkan pahala." Tanyaku lagi, "Lalu apa lagi (yang akan terjadi)?" Nabi menjawab, “Lalu terjadilah kiamat." [48]Abul-'Āliyah berkata,“Pelajarilah Islam! Apabila kalian telah mempelajarinya, maka janganlah membencinya. Berpeganglah pada jalan yang lurus, karena itulah Islam. Janganlah menyeleweng dari jalan itu ke kanan maupun ke kiri. Berpeganglah kepada Sunnah Nabi kalian -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan jauhilah bidah-bidah ini."Selesai.
"Dahulu orang lain bertanya kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tentang kebaikan, sedangkan aku bertanya kepada beliau tentang keburukan karena aku khawatir terjerumus ke dalamnya. Aku bertanya, "Ya Rasulullah! Sesungguhnya kami dahulu hidup dalam kejahiliahan dan keburukan. Lalu Allah mendatangkan kepada kami kebaikan ini, apakah setelah kebaikan ini ada keburukan?" Beliau -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- menjawab, “Ya, benar." Aku bertanya lagi, "Apakah setelah keburukan ini ada kebaikan?" Beliau -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- menjawab, “Ya, di dalamnya ada dakhan." Aku bertanya, "Apa itu dakhan?" Beliau pun menjawab, “Suatu kaum mengerjakan Sunnah yang bukan dari Sunnah-ku, mencari petunjuk bukan dari petunjukku. Ada yang engkau ketahui dan ada juga yang engkau ingkari dari mereka." Aku bertanya lagi, "Apakah setelah kebaikan ini ada keburukan?" Beliau menjawab, “Ya, fitnah 'amyā` (yang tak memiliki jalan keluar), yaitu adanya dai-dai yang menyeru kepada pintu Jahanam. Barang siapa yang memenuhi ajakan mereka maka mereka akan menjerumuskannya ke dalam Jahanam." Aku bertanya lagi, "Wahai Rasulullah! Sebutkan sifat-sifat mereka!" Beliau -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- menjawab, “Mereka adalah kaum yang warna kulitnya sama seperti kita dan berbicara dengan bahasa kita." Aku bertanya, "Wahai Rasulullah! Apa yang engkau perintahkan jika aku mendapati hal itu?" Beliau menjawab, “Berpeganglah kepada jemaah umat Islam dan imam mereka!" Tanyaku lagi, "Bagaimana jika aku tidak mendapatkan jemaah dan imam?" Beliau -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- menjawab, “Pisahkanlah dirimu dari kelompok-kelompok yang ada sekalipun engkau harus menggigit akar pohon, hingga ajal mendatangimu sedangkan engkau tetap berada dalam keadaan demikian." [47]
(HR. Bukhari dan Muslim). Imam Muslim menambahkan:
Aku bertanya, "Lalu apa (yang akan terjadi)?" Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- menjawab, “Lalu keluar Dajal. Ia memiliki sungai dan api. Barang siapa yang masuk ke dalam apinya, ia akan mendapatkan pahala." Tanyaku lagi, "Lalu apa lagi (yang akan terjadi)?" Nabi menjawab, “Lalu terjadilah kiamat." [48]
Abul-'Āliyah berkata,
“Pelajarilah Islam! Apabila kalian telah mempelajarinya, maka janganlah membencinya. Berpeganglah pada jalan yang lurus, karena itulah Islam. Janganlah menyeleweng dari jalan itu ke kanan maupun ke kiri. Berpeganglah kepada Sunnah Nabi kalian -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan jauhilah bidah-bidah ini."
Selesai.
Perhatikanlah ucapan Abul-'Āliyah ini! Betapa agungnya. Pahamilah zaman ketika dia mengingatkan tentang bidah-bidah ini, yang saat itu orang-orang yang mengikutinya telah benci terhadap Islam. Perhatikanlah, dia menafsirkan Islam dengan Sunnah, dan dia juga merasa khawatir terhadap tokoh dan ulama-ulama tabiin akan keluar dari Sunnah dan Al-Qur`ān! Dari perkataan beliau ini, jelaslah bagi kita makna firman Allah -Ta'ālā-,"Ketika Tuhannya berfirman kepadanya, 'Tunduk, patuhlah.'" [49](QS. Al-Baqarah: 131).Juga firman-Nya:"Dan Ibrahim mewasiatkan (ucapan) itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya'qūb, "Wahai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini untukmu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim." [50](QS. Al-Baqarah: 132).Juga firman Allah -Ta'ālā-:"Dan orang yang membenci agama Ibrahim hanyalah orang yang memperbodoh dirinya sendiri." [51](QS. Al-Baqarah: 130).Juga dalil-dalil lain yang memuat pokok-pokok Islam yang besar ini yang telah dilalaikan oleh kebanyakan manusia. Dengan memahaminya, akan jelas makna hadis-hadis dalam bab ini dan yang semisalnya. Adapun seseorang yang membaca ayat ini dan yang semisalnya sedangkan dia merasa tenang bahwa azab Allah tidak akan mengenainya serta mengira dirinya termasuk di antara kaum yang aman dari azab Allah; maka tiada yang merasa aman dari azab Allah kecuali orang-orang yang merugi.
"Ketika Tuhannya berfirman kepadanya, 'Tunduk, patuhlah.'" [49]
(QS. Al-Baqarah: 131).
Juga firman-Nya:
"Dan Ibrahim mewasiatkan (ucapan) itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya'qūb, "Wahai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini untukmu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim." [50]
(QS. Al-Baqarah: 132).
Juga firman Allah -Ta'ālā-:
"Dan orang yang membenci agama Ibrahim hanyalah orang yang memperbodoh dirinya sendiri." [51]
(QS. Al-Baqarah: 130).
Juga dalil-dalil lain yang memuat pokok-pokok Islam yang besar ini yang telah dilalaikan oleh kebanyakan manusia. Dengan memahaminya, akan jelas makna hadis-hadis dalam bab ini dan yang semisalnya. Adapun seseorang yang membaca ayat ini dan yang semisalnya sedangkan dia merasa tenang bahwa azab Allah tidak akan mengenainya serta mengira dirinya termasuk di antara kaum yang aman dari azab Allah; maka tiada yang merasa aman dari azab Allah kecuali orang-orang yang merugi.
Ibnu Mas'ūd -raḍiyallāhu 'anhu- berkata,Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- membuat sebuah garis lurus di hadapan kami, lalu bersabda, "Ini adalah jalan Allah." Kemudian beliau membuat garis-garis ke kanan dan ke kiri, lalu bersabda, "Ini adalah jalan-jalan, di setiap jalan tersebut ada setan yang menyeru padanya." Beliau lantas membaca ayat,"Dan sungguh, inilah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah! Jangan kamu ikuti jalan-jalan (yang lain) yang akan mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Demikianlah Dia memerintahkan kepadamu agar kamu bertakwa." [52](QS. Al-An'ām: 153).(HR. Ahmad dan An-Nasā`i).
Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- membuat sebuah garis lurus di hadapan kami, lalu bersabda, "Ini adalah jalan Allah." Kemudian beliau membuat garis-garis ke kanan dan ke kiri, lalu bersabda, "Ini adalah jalan-jalan, di setiap jalan tersebut ada setan yang menyeru padanya." Beliau lantas membaca ayat,
"Dan sungguh, inilah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah! Jangan kamu ikuti jalan-jalan (yang lain) yang akan mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Demikianlah Dia memerintahkan kepadamu agar kamu bertakwa." [52]
(QS. Al-An'ām: 153).
(HR. Ahmad dan An-Nasā`i).
Bab Keterasingan Islam dan Keutamaan Orang-orang yang Asing
Allah -Ta'ālā- berfirman,"Maka mengapa tidak ada di antara umat-umat sebelum kamu orang yang mempunyai keutamaan yang melarang (berbuat) kerusakan di bumi, kecuali sebagian kecil di antara orang yang telah Kami selamatkan?" [53](QS. Hūd: 116).Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dalam hadits marfū' bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Islam datang dalam keadaan asing, lalu akan kembali asing sebagaimana bermula. Maka beruntunglah orang-orang yang asing." [54](HR. Muslim). Imam Ahmad juga meriwayatkannya dari hadis Ibnu Mas'ūd, di dalamnya disebutkan,Ada yang bertanya, "Siapakah orang-orang yang asing itu?" Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, “Orang yang mengasingkan diri dari kabilahnya dan orang-orang yang melakukan perbaikan (dakwah) di tengah-tengah kerusakan manusia." [55]
"Maka mengapa tidak ada di antara umat-umat sebelum kamu orang yang mempunyai keutamaan yang melarang (berbuat) kerusakan di bumi, kecuali sebagian kecil di antara orang yang telah Kami selamatkan?" [53]
(QS. Hūd: 116).
Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dalam hadits marfū' bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,
"Islam datang dalam keadaan asing, lalu akan kembali asing sebagaimana bermula. Maka beruntunglah orang-orang yang asing." [54]
(HR. Muslim). Imam Ahmad juga meriwayatkannya dari hadis Ibnu Mas'ūd, di dalamnya disebutkan,
Ada yang bertanya, "Siapakah orang-orang yang asing itu?" Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, “Orang yang mengasingkan diri dari kabilahnya dan orang-orang yang melakukan perbaikan (dakwah) di tengah-tengah kerusakan manusia." [42][43]
Dalam riwayat Imam Tirmizi dari hadis Kaṡīr bin Abdullah, dari ayahnya, dari kakeknya, disebutkan:"Maka beruntunglah orang yang asing itu, yaitu yang memperbaiki Sunnah-ku yang telah dirusak oleh manusia." [56]
"Maka beruntunglah orang yang asing itu, yaitu yang memperbaiki Sunnah-ku yang telah dirusak oleh manusia." [44]
Abu Umayyah berkata, Aku bertanya kepada Abu Ṡa'labah, "Bagaimana Anda menafsirkan ayat ini:Hai orang-orang yang beriman! Jagalah dirimu; tiadalah orang yang sesat itu akan memberi mudarat kepadamu apabila kamu telah mendapat petunjuk?'" [57(QS. Al-Mā`idah: 105).Beliau menjawab, "Demi Allah! Engkau telah menanyakannya pada orang yang benar-benar mengetahuinya.Aku telah bertanya kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tentang ayat itu, lalu beliau bersabda, 'Bukan begitu maksudnya, namun tetaplah saling melakukan amar maruf dan nahi mungkar, sampai jika engkau melihat syahwat yang ditaati, nafsu yang diikuti, dunia yang membekas di hati, dan setiap orang merasa kagum dengan pendapatnya; maka jagalah dirimu dan tinggalkan orang-orang awam. Di belakang kalian ada hari-hari kesabaran, di dalamnya orang yang berpegang teguh dengan agama seperti memegang bara api. Bagi orang yang beramal pada waktu itu, akan mendapatkan pahala seperti pahalanya 50 orang yang beramal seperti amalan kalian pada hari ini.' Kami bertanya, '50 orang dari kita atau dari mereka?' Beliau menjawab, “Dari kalian.'" [58](HR. Abu Daud dan Tirmizi).
Hai orang-orang yang beriman! Jagalah dirimu; tiadalah orang yang sesat itu akan memberi mudarat kepadamu apabila kamu telah mendapat petunjuk?'" [57
(QS. Al-Mā`idah: 105).
Beliau menjawab, "Demi Allah! Engkau telah menanyakannya pada orang yang benar-benar mengetahuinya.
Aku telah bertanya kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tentang ayat itu, lalu beliau bersabda, 'Bukan begitu maksudnya, namun tetaplah saling melakukan amar maruf dan nahi mungkar, sampai jika engkau melihat syahwat yang ditaati, nafsu yang diikuti, dunia yang membekas di hati, dan setiap orang merasa kagum dengan pendapatnya; maka jagalah dirimu dan tinggalkan orang-orang awam. Di belakang kalian ada hari-hari kesabaran, di dalamnya orang yang berpegang teguh dengan agama seperti memegang bara api. Bagi orang yang beramal pada waktu itu, akan mendapatkan pahala seperti pahalanya 50 orang yang beramal seperti amalan kalian pada hari ini.' Kami bertanya, '50 orang dari kita atau dari mereka?' Beliau menjawab, “Dari kalian.'" [58]
(HR. Abu Daud dan Tirmizi).
Ibnu Waḍḍāḥ meriwayatkan yang semakna dengannya, yaitu dari hadis dari Ibnu Umar dengan lafal,"Sesungguhnya setelah kalian ada hari-hari kesabaran. Orang yang berpegang teguh dengan agamanya pada saat itu (akan mendapatkan) seperti yang kalian alami pada hari ini, ia memiliki pahala 50 orang dari kalian." [59]Kemudian beliau (Ibnu Waḍḍāḥ) meriwayatkan: Muhammad bin Sa'īd mengabarkan kepada kami; ia berkata, Asad mengabarkan kepada kami; ia berkata, Sufyān bin 'Uyainah meriwayatkan dari Aslam Al-Baṣriy, dari Sa'īd, saudara Al-Ḥasan; ia menyebutkan hadis itu secara marfū', bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sesungguhnya kalian (para sahabat) pada hari ini berada di atas petunjuk yang jelas dari Rabb kalian; kalian masih menegakkan amar maruf, melakukan nahi mungkar, berjihad di jalan Allah, dan belum tampak di antara kalian dua kemabukan, yaitu: mabuk kebodohan dan mabuk cinta dunia. Suatu saat kondisi kalian ini akan diubah; pada hari itu orang yang berpegang teguh dengan Al-Qur`ān dan Sunnah akan mendapatkan pahala 50 orang." Beliau ditanya, "(Pahala 50 orang) dari mereka?" Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam menjawab, "Bukan, tapi (50 orang) dari kalian."Ibnu Waḍḍāḥ juga meriwayatkan dengan sanadnya dari Al-Mu'āfiriy, ia berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Beruntunglah orang-orang yang asing itu, yaitu orang-orang yang berpegang teguh dengan Al-Qur`ān ketika ia sudah mulai ditinggalkan, dan menghidupkan Sunnah ketika ia mulai padam." [60]
"Sesungguhnya setelah kalian ada hari-hari kesabaran. Orang yang berpegang teguh dengan agamanya pada saat itu (akan mendapatkan) seperti yang kalian alami pada hari ini, ia memiliki pahala 50 orang dari kalian." [59]
Kemudian beliau (Ibnu Waḍḍāḥ) meriwayatkan: Muhammad bin Sa'īd mengabarkan kepada kami; ia berkata, Asad mengabarkan kepada kami; ia berkata, Sufyān bin 'Uyainah meriwayatkan dari Aslam Al-Baṣriy, dari Sa'īd, saudara Al-Ḥasan; ia menyebutkan hadis itu secara marfū', bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,
"Sesungguhnya kalian (para sahabat) pada hari ini berada di atas petunjuk yang jelas dari Rabb kalian; kalian masih menegakkan amar maruf, melakukan nahi mungkar, berjihad di jalan Allah, dan belum tampak di antara kalian dua kemabukan, yaitu: mabuk kebodohan dan mabuk cinta dunia. Suatu saat kondisi kalian ini akan diubah; pada hari itu orang yang berpegang teguh dengan Al-Qur`ān dan Sunnah akan mendapatkan pahala 50 orang." Beliau ditanya, "(Pahala 50 orang) dari mereka?" Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam menjawab, "Bukan, tapi (50 orang) dari kalian."
Ibnu Waḍḍāḥ juga meriwayatkan dengan sanadnya dari Al-Mu'āfiriy, ia berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,
"Beruntunglah orang-orang yang asing itu, yaitu orang-orang yang berpegang teguh dengan Al-Qur`ān ketika ia sudah mulai ditinggalkan, dan menghidupkan Sunnah ketika ia mulai padam." [45][46]
Bab Peringatan dari Amalan-amalan Bidah
Al-'Irbāḍ bin Sāriyah berkata,"Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pernah menasihati kami dengan nasihat yang mendalam. Kami lalu berkata, "Wahai Rasulullah! seolah-olah ini adalah nasihat dari orang yang akan berpisah. Maka berilah wasiat kepada kami." Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- lalu bersabda, “Aku wasiatkan kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah -'Azza wa Jalla-, untuk mendengar dan taat (kepada penguasa), sekalipun kalian dipimpin oleh budak. Sungguh, barang siapa yang masih hidup di antara kalian setelahku, ia akan melihat perselisihan yang banyak. Maka berpegangteguhlah terhadap Sunnah-ku dan Sunnah Khulafa Rasyidin yang diberi petunjuk, serta gigitlah ia dengan gigi-gigi geraham (dengan kuat). Waspadalah kalian dari perkara yang diada-adakan, karena setiap bidah adalah kesesatan." [61]Imam Tirmizi berkata, "Hadis hasan sahih."
"Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pernah menasihati kami dengan nasihat yang mendalam. Kami lalu berkata, "Wahai Rasulullah! seolah-olah ini adalah nasihat dari orang yang akan berpisah. Maka berilah wasiat kepada kami." Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- lalu bersabda, “Aku wasiatkan kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah -'Azza wa Jalla-, untuk mendengar dan taat (kepada penguasa), sekalipun kalian dipimpin oleh budak. Sungguh, barang siapa yang masih hidup di antara kalian setelahku, ia akan melihat perselisihan yang banyak. Maka berpegangteguhlah terhadap Sunnah-ku dan Sunnah Khulafa Rasyidin yang diberi petunjuk, serta gigitlah ia dengan gigi-gigi geraham (dengan kuat). Waspadalah kalian dari perkara yang diada-adakan, karena setiap bidah adalah kesesatan." [61]
Imam Tirmizi berkata, "Hadis hasan sahih."
Ḥużaifah berkata, "Setiap ibadah yang tidak dikerjakan oleh para sahabat Nabi Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, janganlah kalian kerjakan, sebab generasi pertama tidak meninggalkan untuk generasi yang berikutnya amalan yang diperbincangkan. Bertakwalah kepada Allah, wahai para qari (ahli Al-Qur`ān)! Ambillah jalan orang-orang sebelum kalian."(HR. Abu Daud).Ad-Dārimiy berkata, Al-Ḥakam bin Al-Mubārak mengabarkan kepada kami; ia berkata, 'Amr bin Yahya mengabarkan kepada kami; ia berkata, Saya mendengar ayahku menceritakan dari ayahnya;, ia berkata, “Kami dahulu sering duduk-duduk di depan pintu rumah Abdullah bin Mas'ūd sebelum salat Subuh. Bila beliau keluar, maka kami bersama-sama beliau menuju masjid. Suatu waktu datanglah Abu Musa Al-Asy'ariy, ia berkata, 'Apakah Abu Abdurrahman (Ibnu Mas'ūd) sudah keluar?' Kami menjawab, 'Belum.' Maka Abu Musa pun duduk bersama kami menunggu Ibnu Mas'ūd keluar. Ketika beliau keluar, Abu Musa kepadanya, 'Wahai Abu Abdurrahman! Aku melihat di masjid suatu perkara yang aku ingkari, namun Alhamdulillah, aku memandang itu adalah kebaikan.' Ibnu Mas'ūd bertanya, 'Perkara apakah itu?'Abu Musa menjawab, 'Jika engkau masih hidup engkau akan melihatnya. Aku melihat di masjid suatu kaum yang duduk membentuk ḥalaqah (duduk melingkar) sambil menunggu salat. Di setiap ḥalaqah ada seseorang yang menjadi pemimpinnya, di tangan mereka ada kerikil-kerikil, pemimpin mereka berkata, "Bertakbirlah seratus kali!" Maka orang-orang dalam ḥalaqah tersebut bertakbir seratus kali. Ia berkata lagi, "Bertahlillah seratus kali!" Mereka pun bertahlil seratus kali. Ia berkata lagi, "Bertasbihlah seratus kali!" Maka mereka pun bertasbih seratus kali. Ibnu Mas'ūd bertanya, 'Lalu apa yang engkau ucapkan kepada mereka?' Abu Musa menjawab, 'Aku tidak berkomentar sedikit pun, aku menunggu pendapatmu.' Ibnu Mas'ūd berkata, 'Kenapa engkau tidak perintahkan kepada mereka menghitung kejelekan-kejelekan mereka saja, aku jamin tidak akan sia-sia kebaikan mereka?' Lalu kami terus berjalan hingga menjumpai ḥalaqah tersebut. Ibnu Mas'ūd pun berdiri di tengah-tengah mereka dan berkata, 'Apa ini yang aku lihat kalian sedang mengerjakannya?' Mereka menjawab, 'Wahai Abu Abdurrahman! Ini biji-bijian yang kami gunakan untuk menghitung takbir, tahlil dan tasbih.' Ibnu Mas'ūd berkomentar, 'Hitunglah kesalahan-kesalahan kalian! Aku menjamin tidak akan sia-sia kebaikan kalian. Celaka kalian wahai umat Muhammad! Alangkah cepatnya kebinasaan kalian! Mereka para sahabat Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- masih bertebaran, ini pakaian beliau -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- belum hancur dan bejana-bejananya masih belum pecah.Demi Zat yang jiwaku berada di tangan-Nya! Sesungguhnya kalian di atas agama yang lebih lurus dari agama Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- atau kalian sedang membuka pintu-pintu kesesatan?' Mereka menjawab, 'Demi Allah, wahai Abu Abdurrahman! Kami tidak menginginkan kecuali kebaikan.' Ibnu Mas'ūd berkata, 'Betapa banyak orang yang menginginkan kebaikan, namun luput darinya.Sesungguhnya Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mengabarkan kepada kami, bahwa ada suatu kaum yang membaca Al-Qur`ān, namun bacaan itu tidak sampai melampaui kerongkongan mereka (tidak meresap dihati). Lalu Ibnu Mas'ūd berkata, 'Demi Allah! Mungkin kebanyakan mereka (yang disabdakan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-) adalah sebagian di antara kalian.'" 'Amr bin Salamah berkata, "Kami melihat mayoritas orang yang bergabung dalam ḥalaqah tersebut terlibat bersama Khawarij dalam memerangi kami pada peristiwa perang Nahrawān."
(HR. Abu Daud).
Ad-Dārimiy berkata, Al-Ḥakam bin Al-Mubārak mengabarkan kepada kami; ia berkata, 'Amr bin Yahya mengabarkan kepada kami; ia berkata, Saya mendengar ayahku menceritakan dari ayahnya;, ia berkata, “Kami dahulu sering duduk-duduk di depan pintu rumah Abdullah bin Mas'ūd sebelum salat Subuh. Bila beliau keluar, maka kami bersama-sama beliau menuju masjid. Suatu waktu datanglah Abu Musa Al-Asy'ariy, ia berkata, 'Apakah Abu Abdurrahman (Ibnu Mas'ūd) sudah keluar?' Kami menjawab, 'Belum.' Maka Abu Musa pun duduk bersama kami menunggu Ibnu Mas'ūd keluar. Ketika beliau keluar, Abu Musa kepadanya, 'Wahai Abu Abdurrahman! Aku melihat di masjid suatu perkara yang aku ingkari, namun Alhamdulillah, aku memandang itu adalah kebaikan.' Ibnu Mas'ūd bertanya, 'Perkara apakah itu?'
Abu Musa menjawab, 'Jika engkau masih hidup engkau akan melihatnya. Aku melihat di masjid suatu kaum yang duduk membentuk ḥalaqah (duduk melingkar) sambil menunggu salat. Di setiap ḥalaqah ada seseorang yang menjadi pemimpinnya, di tangan mereka ada kerikil-kerikil, pemimpin mereka berkata, "Bertakbirlah seratus kali!" Maka orang-orang dalam ḥalaqah tersebut bertakbir seratus kali. Ia berkata lagi, "Bertahlillah seratus kali!" Mereka pun bertahlil seratus kali. Ia berkata lagi, "Bertasbihlah seratus kali!" Maka mereka pun bertasbih seratus kali. Ibnu Mas'ūd bertanya, 'Lalu apa yang engkau ucapkan kepada mereka?' Abu Musa menjawab, 'Aku tidak berkomentar sedikit pun, aku menunggu pendapatmu.' Ibnu Mas'ūd berkata, 'Kenapa engkau tidak perintahkan kepada mereka menghitung kejelekan-kejelekan mereka saja, aku jamin tidak akan sia-sia kebaikan mereka?' Lalu kami terus berjalan hingga menjumpai ḥalaqah tersebut. Ibnu Mas'ūd pun berdiri di tengah-tengah mereka dan berkata, 'Apa ini yang aku lihat kalian sedang mengerjakannya?' Mereka menjawab, 'Wahai Abu Abdurrahman! Ini biji-bijian yang kami gunakan untuk menghitung takbir, tahlil dan tasbih.' Ibnu Mas'ūd berkomentar, 'Hitunglah kesalahan-kesalahan kalian! Aku menjamin tidak akan sia-sia kebaikan kalian. Celaka kalian wahai umat Muhammad! Alangkah cepatnya kebinasaan kalian! Mereka para sahabat Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- masih bertebaran, ini pakaian beliau -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- belum hancur dan bejana-bejananya masih belum pecah.
Demi Zat yang jiwaku berada di tangan-Nya! Sesungguhnya kalian di atas agama yang lebih lurus dari agama Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- atau kalian sedang membuka pintu-pintu kesesatan?' Mereka menjawab, 'Demi Allah, wahai Abu Abdurrahman! Kami tidak menginginkan kecuali kebaikan.' Ibnu Mas'ūd berkata, 'Betapa banyak orang yang menginginkan kebaikan, namun luput darinya.
Sesungguhnya Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mengabarkan kepada kami, bahwa ada suatu kaum yang membaca Al-Qur`ān, namun bacaan itu tidak sampai melampaui kerongkongan mereka (tidak meresap dihati). Lalu Ibnu Mas'ūd berkata, 'Demi Allah! Mungkin kebanyakan mereka (yang disabdakan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-) adalah sebagian di antara kalian.'" 'Amr bin Salamah berkata, "Kami melihat mayoritas orang yang bergabung dalam ḥalaqah tersebut terlibat bersama Khawarij dalam memerangi kami pada peristiwa perang Nahrawān."
[1] QS. Āli 'Imrān: 85.
[3] HR. Bukhari, Kitāb Aṣ-Ṣulḥu (2550); Muslim, Kitāb Al-Aqḍiyah (1718); Abu Daud, Kitāb As-Sunnah (4606); Ibnu Majah, Al-Muqaddimah (14); dan Ahmad dalam Al-Musnad (6/256).
[5] HR. Bukhari, Kitāb Al-I'tiṣām bil-Qur`ān was-Sunnah (6851); Muslim, Kitāb Al-Imārah (1835); dan Ahmad dalam Al-Musnad (2/361).
[6] HR. Bukhari, Kitāb Ad-Diyāt (6488).
[7] HR. Muslim, Kitāb Al-Īmān (8); Tirmizi, Kitāb Al-Īmān (2610); An-Nasā`iy, Kitāb Al-Īmān wa Syarā`i'uhu (4990); Abu Daud, Kitāb As-Sunnah (4695); Ibnu Majah, Al-Muqaddimah (63); Ahmad dalam Al-Musnad (1/52).
[8] HR. Tirmizi, Kitāb Al-Īmān (2627); An-Nasā`iy, Kitāb Al-Īmān wa Syarā`i'uhu (4995); dan Ahmad dalam Al-Musnad (2/379).
[9] HR. Ahmad dalam Al-Musnad (4/114).
[10] (QS. Āli 'Imrān: 85)
[11] HR. Bukhari, Kitāb Aṣ-Ṣulḥu (2550); Muslim, Kitāb Al-Aqḍiyah (1718); Abu Daud, Kitāb As-Sunnah (4606); Ibnu Majah, Al-Muqaddimah (14); dan Ahmad dalam Al-Musnad (6/256).
[12] QS. An-Naḥl: 89.
[13] HR. Ahmad (3/387) dan Ad-Dārimiy, Al-Muqaddimah (435).
[14] QS. Al-Ḥajj: 78.
[15] HR. Tirmizi, Kitāb Al-Amṡāl (2863) dan Ahmad (4/130).
[16] HR. Bukhari, Kitāb Al-Fitan (6646); Muslim, Kitāb Al-Imārah(1849); Ahmad (1/297); dan Ad-Dārimiy, Kitāb As-Siyar (2519).
[17] (QS. Al-Baqarah: 208).
[20] HR. Tirmizi, Kitāb Al-Īmān (2641).
[22] QS. An-Nisā`: 48.
[24] HR. Bukhari, Kitāb Al-Manāqib (3415); Muslim, Kitāb Az-Zakāh (1066); An-Nasā`iy, Kitāb Taḥrīm Ad-Dam ( 4102); Abu Daud, Kitāb As-Sunnah ( 4767); dan Ahmad ( 1/131).
[25] HR. Muslim, Kitāb Az-Zakāh (1017); Tirmiżī, Kitāb Al-'Ilmu (2675); An-Nasā`iy, Kitāb Az-Zakāh (2554); Ibnu Majah, Al-Muqaddimah (203); Ahmad (4/359); dan Ad-Dārimiy, Al-Muqaddimah (514).
[26] HR. Muslim, Kitāb Al-'Ilmu (2674); Tirmizi, Kitāb Al-'Ilmu (2674); Abu Daud, Kitāb As-Sunnah (4609); Ahmad (2/397); dan Ad-Dārimiy, Al-Muqaddimah (513).
[27] HR. Bukhari, Kitāb At-Tauḥīd (6995); Muslim, Kitāb Az-Zakāh (1064); An-Nasā`iy, Kitāb Az-Zakāh (2578); Abu Daud, Kitāb As-Sunnah (4764); dan Ahmad (3/68)).
[28] QS. Āli 'Imrān:65.
[33] QS. Ar-Rūm: 30.
[34] QS. Al-Baqarah: 132.
[36] HR. Tirmizi, Kitāb Tafsīr Al-Qur`ān (2995) dan Ahmad (1/430).
[38] HR. Muslim, Kitāb Al-Birr wa Aṣ-Ṣilah wal-Ādāb (2564).
[39] HR. Bukhari, Kitāb Al-Fitan (6642); Muslim, Kitāb Al-Faḍā`il (2297); Ibnu Majah, Kitāb Al-Manāsik (3057); dan Ahmad ( 5/394).
[40] HR. Bukhari, Kitāb Al-Musāqāt (2238); Muslim, Kitāb Aṭ-Ṭahārah (249); An-Nasā`iy, Kitāb Aṭ-Ṭahārah (150); Abu Daud, Kitāb Al-Janā`iz (3237); Ibnu Majah, Kitāb Az-Zuhd (4306); Ahmad (2/300); dan Malik, Kitāb Aṭ-Ṭahārah (60).
[41] HR. Bukhari, Kitāb Ar-Raqā`iq (6215).
[42] QS. Hūd: 116.
[43]
[44] HR. Tirmizi, Kitāb Al-Īmān (2630).
[45] HR. Tirmizi, Kitāb Tafsīr Al-Qur`ān (3058); dan Ibnu Majah, Kitāb Al-Fitan (4014).
[46]