×
Makalah singkat ini membahas salah satu ajaran sesat Syi’ah,yaitu siapa yang wafat dan tidak pernah menikah secara mut’ah maka kemaluannya buntung di hari kiamat nanti. Semua itu dikutip dari beberapa kitab dan riwayat dari kitab kitab pegangan Syi’ah yang mu’tabar. Semoga kita terhindar dari kesesatan mereka.

    Ajaran Sesat Syi’ah: Mati Tidak Pernah Mut’ah Kemaluan Buntung

    ]Indonesia – Indonesian –[ إندونيسي

    Abi Misykah Tamam

    Editor :Eko Haryanto Abu Ziyad

    2014 - 1435

    من ضلالات عقائد الشيعة: من خرج من الدنيا ولم يتمتع جاء يوم القيامة وهو أجدع

    « باللغة الإندونيسية »

    أبو مشكاة تمام

    مراجعة: أبو زياد إيكو هاريانتو

    2014 - 1435

    Muqodimah

    Segala puji hanya untuk Allah Ta'ala, shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi wa sallam beserta keluarga dan seluruh sahabatnya.Al-Hamdulillah, segala puji milik AllahShubhanahu wa ta’alla, Rabb semesta alam.Shalawat dan salam teruntuk Rasulullah –Shallallahu 'alaihi wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.

    Kesesatan ajaran Syi’ah akan nampak nyata bagi orang yang berpikir cerdas dan kritis. Hal ini karena banyaknya ajaran Syi’ah yang menyimpang dari tuntunan Al-Qur'an dan Sunnah Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam ditambah sesuatu yang tidak bisa diterima akal sehat dan fitrah lurus. Salah satunya, syariat Syi’ah tentang nikah Mut’ah. Di mana nikah ini, sejatinya, adalah bentuk pelegalan terhadap zina (pelacuran). Atau bahasa kasarnya, pelacuran atas nama agama.

    Nikah mut’ah menjadi syariat paling primadona bagi pemeluk Syi’ah Rafidhah. Ajaran syi’ah yang sangat diagungkan. Dia menjadi daya tarik sendiri bagi pemuja syahwat untuk bergabung dengan sekte sempalan besutan si Yahudi, Abdullah bin saba’. Ini terutama di kalangan mahasiswa dan pemuda.Dalam ajaran Syi’ah, bermut’ah menjadi salah satu ajaran inti & jalan utama meningkatkan derajat iman. Pahalanya sangat besar. Dan bahkan menjadi sarana kuat penghapusan kesalahan dan pengampunan dosa.

    Disebutkan dalam Manhaj al-Shadhidin (kitab Syi'ah), karya Fathullah al-Kaasyaani (hal 356), dari imam al-Shadiq, "bahwa mut'ah adalah bagian dari agamaku dan agama nenek moyangku. Barangsiapa yang mengamalkannya berarti ia mengamalkan agama kami, dan yang mengingkarinya berarti mengingkari agama kami, bahkan dia bisa dianggap beragama dengan selain agama kami. Anak yang dilahirkan dari perkawinan mut'ah lebih utama daripada anak yang dilahirkan melalui nikah yang tetap. Dan orang yang mengingkari nikah Mut'ah ia kafir dan murtad."

    Dalam Tafsir Manhaj al-Shadiqiin (2/493), As-Sayyid Fathullah Al-Kaasyaani menyebutkan hadits palsu berkaitan derajat yang diperoleh seorang Syi’i yang bermut’ah,

    (( من تمتع مرة كان درجته كدرجة الحسين ومن تمتع مرتين كان درجته كدرجة الحسن ومن تمتع ثلاث مرات كان درجته كدرجة علي ابن أبي طالب ومن تمتع أربع مرات فدرجته كدرجتي ))

    "Barangsiapa melakukan nikah mut'ah satu kali maka derajatnya seperti Al-Husain, barangsiapa melakukannya dua kali maka derajatnya seperti Al-Hasan, barangsiapa melakukannya tiga kali maka derajatnya seperti Ali bin Abi Thalib, dan barangsiapa melakukannya sebanyak empat kali maka derajatnya seperti aku."

    Pada redaksi lain disebutkan,

    (( مَنْ تَمَتَّعَ مَرَّةً أَمِنَ مِنْ سَخَطِ الْجَبَّارِ وَمَنْ تَمَتَّعَ مَرَّتَينِ حُشِرَ مَعَ الأَبْرَارِ وَمَنْ تَمَتَّعَ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ زَاحَمَنِي فِي الْجِنَانِ ))

    "Barang siapa yang bermut'ah sekali maka ia akan aman dari kemurkaan Allah (Al-Jabbaar), barang siapa yang bermut'ah dua kali maka ia akan bersama al-Abroor (kaum sholeh di surga), dan barang siapa yang bermu'tah tiga kali maka ia akan ikut merapatiku di surga."

    Al-Thibrisi, dalam kitabnya Mustadrak al-Wasa-il, Kitab al-Nikah, hal. 452, menjelaskan tentang keutamaan dan pahala yang diperoleh orang yang melakukan mut'ah. (Riwayat no. 17257), dia menyandarkan riwayat tersebut kepada imam Al-Baqir: "Jika dia melakukannya (mut'ah) karena Allah 'Azza wa Jalla dan menyelisihi si fulan, maka tidaklah ia mengucap satu ucapan kecuali Allah Shubhanahu wa ta’allamencatatnya sebagai satu kebaikan untuknya. Jika ia menyetubuhinya, Allah Shubhanahu wa ta’allaakan mengampuni dosanya. Jika ia mandi, Allah Shubhanahu wa ta’allamemberi ampunan untuknya sejumlah air yang membasahi kepalanya, yaitu sebanyak rambutnya."

    Pada riwayat (No. 17259) yang bersumber dari al-Baqir, ia berkata: Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:

    (( لحقني جبريل عليه السلام ، فقال: يا محمد! إن الله تبارك وتعالى يقول: إني قد غفرت للمتمتعين من أمتك من النساء ))

    "Ketika aku diisra'kan ke langit, Jibril menemuiku, lalu berkata: 'Wahai Muhammad, sesungguhnya Allah 'Azza wa Jalla berfirman: "Sesungguhnya aku telah mengampuni orang-orang yang melakukan nikah mut'ah dari kalangan wanita".

    (ini juga disebutkan dalam kitab Man Laa yahdhuruhu al-Faqiih, karya Ibnu baabawaih al-Quumi yang bergelar al-Shadduq: 3/463)

    Ancaman Mati Tidak Pernah Mut’ah

    Selain mengiming-imingi pahala besar dalam nikah mut’ah, Syi’ah juga menakut-nakuti bagi siapa yang enggan melakukan mut’ah. Diantaranya dengan menyuguhkan riwayat palsu yang diatasnamakan sabda imam, dalam Tafsir Manhaji al-Shadiqiin, milik Al-Kaasyaani (2/489):

    (( مَنْ خَرَجَ مِنَ الدُّنْيَا وَلَمْ يَتَمَتَّعْ جَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَهُوَ أَجْدَعُ ))

    “Barang siapa yang keluar dari dunia dan belum melakukan mut'ah maka ia akan datang pada hari kiamat dalam kondisi buntung/terpotong kemaluannya.”

    Riwayat ini juga dijadikan sebagai ejekan terhadap Ahlus Sunnah, di mana orang Syi’ah menyebut kaum muslimin (Ahlus Sunnah) akan dibangkitkan dalam kondisi buntung tanpa kemaluan. Ini berkonsekusensi mereka tidak masuk surga dan dihinakan di sana, karena menolak nikah mut’ah. Setiap orang yang tidak mengakui nikah mut’ah dan tidak pernah melakukan mut’ah maka ia akan mendapat murka Allah Shubhanahu wa ta’alladan siksa-Nya.

    Kita bersyukur kepada Allah Shubhanahu wa ta’allakarena tidak dijadikan bagian dari pengikut kelompok sesat pemuja syahwat ini. Jika diikuti ajarannya, maka akan menyebabkan kehinaan dunia dan akhriat.

    [PurWD/voa-islam.com]