×
Beriman terhadap kitab-kitab suci merupakan harga mati bagi seorang muslim yang tidak bisa ditawar lagi, karena termasuk bagian dari rukun-rukun iman, akan tetapi, tentunya ada batasan dan aturan dalam keimanan tadi supaya tidak kebablasan sehingga menjadi sekuler. Nah, didalam risalah ini penulis banyak menyinggung tentang bentuk keimanannya dan aturan dalam masalah ini.

    Beriman Pada Kitab-Kitab Allah

    ] Indonesia – Indonesian – [ إندونيسي

    Syaikh Amin bin Abdullah asy-Syaqawi

    Terjemah : Abu Umamah Arif Hidayatullah

    Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad

    2014 - 1435

    الإيمان بالكتب السابقة وآثره

    « باللغة الإندونيسية »

    الشيخ أمين بن عبد الله الشقاوي

    ترجمة: عارف هداية الله أبو أمامة

    مراجعة: أبو زياد إيكو هاريانتو

    2014 - 1435

    Beriman Pada Kitab-Kitab Allah Ta'alla

    Segala puji hanya untuk Allah Ta'ala, shalawat serta salam semoga tercurah kepada Rasulallah Shalallahu 'alaihi wa sallam. Aku bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak disembah dengan benar melainkan Allah Shubhanahu wa ta'alla semata yang tidak ada sekutu bagi -Nya, dan aku juga bersaksai bahwa Muhammad Shalallahu'alaihi wa sallam adalah seorang hamba dan utusan -Nya. Amma ba'du:

    Diantara enam rukun-rukun iman yang wajib untuk diyakini oleh seorang mukmin ialah beriman kepada kitab-kitab suci yang telah Allah ta'ala turunkan kepada para Rasul -Nya. Dimana Allah Shubhanahu wa ta'ala menegaskan hal tersebut dalam firman -Nya:

    ﴿ ءَامَنَ ٱلرَّسُولُ بِمَآ أُنزِلَ إِلَيۡهِ مِن رَّبِّهِۦ وَٱلۡمُؤۡمِنُونَۚ كُلٌّ ءَامَنَ بِٱللَّهِ وَمَلَٰٓئِكَتِهِۦ وَكُتُبِهِۦ وَرُسُلِهِۦ ٢٨٥ ﴾ [ البقرة: 285]

    "Rasul telah beriman kepada al-Qur'an yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat -Nya, kitab-kitab -Nya dan rasul-rasul -Nya". (QS al-Baqarah: 285).

    Dan yang dimaksud dengan beriman kepada kitab-kitab suci yang diturunkan kepada para Rasul ialah dengan mengimani bahwa semua kitab-kitab tersebut turun dari sisi Allah azza wa jalla yang diberikan kepada para Rasul -Nya sebagai pemberi petunjuk dan sumber hukum untuk menghukumi secara adil diantara mereka. Berdasarkan firman Allah tabaraka wa ta'ala:

    ﴿ لَقَدۡ أَرۡسَلۡنَا رُسُلَنَا بِٱلۡبَيِّنَٰتِ وَأَنزَلۡنَا مَعَهُمُ ٱلۡكِتَٰبَ وَٱلۡمِيزَانَ لِيَقُومَ ٱلنَّاسُ بِٱلۡقِسۡطِۖ ٞ ٢٥ ﴾ [ الحديد: 25]

    "Sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan". (QS al-Hadiid: 25).

    Demikian pula sebagaimana ditegaskan oleh Allah Shubhanahu wa ta'ala dalam firman -Nya:

    ﴿ كَانَ ٱلنَّاسُ أُمَّةٗ وَٰحِدَةٗ فَبَعَثَ ٱللَّهُ ٱلنَّبِيِّۧنَ مُبَشِّرِينَ وَمُنذِرِينَ وَأَنزَلَ مَعَهُمُ ٱلۡكِتَٰبَ بِٱلۡحَقِّ لِيَحۡكُمَ بَيۡنَ ٱلنَّاسِ فِيمَا ٱخۡتَلَفُواْ فِيهِۚ ٢١٣ ﴾ [ البقرة: 213]

    "Manusia itu adalah umat yang satu. (setelah timbul perselisihan), Maka Allah mengutus para Nabi, sebagai pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka kitab yang benar, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan". (QS al-Baqarah: 213).

    Imam Ibnu Abil Izz al-Hanafi dalam bukunya Syarh Thahawiyah menjelaskan, "Adapun beriman kepada kitab-kitab suci yang diturunkan kepada para rasul, maka kami mengimani nama-nama yang telah Allah ta'ala berikan dalam al-Qur'an seperti Taurat, Injil dan Zabur. Kami beriman bahwa Allah ta'ala masih memiliki kitab-kitab selain itu yang telah Allah Shubhanahu wa ta'ala berikan kepada para Nabi -Nya sedang kita tidak mengetahui jumlah serta nama-namanya kecuali Allah Shubhanahu wa ta'ala.

    Adapun beriman pada al-Qur'an maka hal itu dengan cara menetapkan al-Qur'an, serta mengikuti petunjuknya, yang mana dua perkara ini merupakan kelebihan al-Qur'an dari pada keimanan kepada kitab-kitab suci lainnya. Maka wajib atas kita untuk beriman bahwa kitab-kitab yang diturunkan pada para rasul (dahulu) semuanya datang dari sisi Allah azza wa jalla, dengan benar, membawa petunjuk, cahaya, penjelas, serta penawar hati". [1]

    Sekilas tentang Taurat:

    Allah Shubhanahu wa ta'ala memberi stempel pada Taurat, dengan pernyataan -Nya bahwa Taurat merupakan kitab suci teragung bagi Bani Israil yang diturunkan pada nabi Musa 'alaihi sallam, seperti ditegaskan dalam firman -Nya:

    ﴿ إِنَّآ أَنزَلۡنَا ٱلتَّوۡرَىٰةَ فِيهَا هُدٗى وَنُورٞۚ ٤٤ ﴾ [ المائدة: 44]

    "Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab Taurat di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi)". (QS al-Maa'idah: 44).

    Dalam ayat lain Allah ta'ala menjelaskan tentang Taurat tersebut dengan firman -Nya:

    ﴿ وَكَتَبۡنَا لَهُۥ فِي ٱلۡأَلۡوَاحِ مِن كُلِّ شَيۡءٖ مَّوۡعِظَةٗ وَتَفۡصِيلٗا لِّكُلِّ شَيۡءٖ ١٤٥ ﴾

    [ الأعراف: 145]

    "Dan telah Kami tuliskan untuk Musa pada lembaran-lembaran (Taurat) segala sesuatu sebagai pelajaran dan penjelasan bagi segala sesuatu". (QS al-A'raaf: 145).

    Kebanyakan para ahli tafsir mengatakan yang dimaksud dengan alwah dalam ayat adalah Taurat.[2]

    Allah Shubhanahu wa ta'ala juga menyebut tentang Taurat ini dalam ayat yang lain dengan firman -Nya:

    ﴿ وَلَمَّا سَكَتَ عَن مُّوسَى ٱلۡغَضَبُ أَخَذَ ٱلۡأَلۡوَاحَۖ وَفِي نُسۡخَتِهَا هُدٗى وَرَحۡمَةٞ لِّلَّذِينَ هُمۡ لِرَبِّهِمۡ يَرۡهَبُونَ ١٥٤ ﴾ [ الأعراف: 154]

    "Sesudah amarah Musa menjadi reda, lalu diambilnya (kembali) lembaran-lembaran (Taurat) itu; dan dalam tulisannya terdapat petunjuk dan rahmat untuk orang-orang yang takut kepada Tuhannya". (QS al-A'raaf: 154).

    Dan dijelaskan oleh Syinqithi berkaitan dengan maksud firman Allah tabaraka wa ta'ala; "Dan didalam tulisannya". Beliau mengatakan, "Maksudnya yang tertulis didalam Taurat yang merupakan firman Allah Shubhanahu wa ta'ala, Rabb semesta alam maka dijumpai didalamnya ada "Petunjuk" yakni sebagai petunjuk serta pembimbing pada kebajikan, serta rahmat yang menjaga dari siksaan Allah Shubhanahu wa ta'ala serta kemurkaan -Nya bagi orang yang mau mengamalkannya".[3] Ada lagi yang berpendapat bahwa Taurat itu ialah lembaran-lembarannya Musa.

    Selayang tentang Injil:

    Sedangkan Injil maka itu adalah kitab suci yang diturunkan kepada Isa, dan Injil tersebut sifatnya sebagai pembenar apa yang ada didalam Taurat serta penyempurna dari kekurangan yang ada didalamnya. Allah ta'ala menjelaskan tentang Injil ini melalui firman -Nya:

    ﴿ وَءَاتَيۡنَٰهُ ٱلۡإِنجِيلَ فِيهِ هُدٗى وَنُورٞ وَمُصَدِّقٗا لِّمَا بَيۡنَ يَدَيۡهِ مِنَ ٱلتَّوۡرَىٰةِ وَهُدٗى وَمَوۡعِظَةٗ لِّلۡمُتَّقِينَ ٤٦ ﴾ [ المائدة: 46]

    "Dan Kami telah memberikan kepadanya kitab Injil sedang didalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), dan membenarkan kitab yang sebelumnya, yaitu kitab Taurat. dan menjadi petunjuk serta pengajaran untuk orang-orang yang bertakwa". (QS al-Maa'idah: 46).

    Imam Ibnu Katsir menerangkan dalam tafsirnya, "Dan kami jadikan Injil sebagai petunjuk yang akan memberi petunjuk pada mereka serta pengajaran yakni peringatan bagi orang-orang yang menerjang keharaman serta perbuatan dosa".[4]

    Kitab Zabur:

    Dan berikutnya adalah Zabur, kitab suci yang Allah Shubhanahu wa ta'ala turunkan kepada nabi Daud. Sebagaimana yang -Dia sebutkan dalam firman -Nya:

    ﴿ وَءَاتَيۡنَا دَاوُۥدَ زَبُورٗا ١٦٣ ﴾ [ النساء: 163]

    "Dan Kami berikan Zabur kepada Daud". (QS an-Nisaa': 163).

    Shuhuf Ibrahim:

    Dan yang dimaksud dengan shuhuf (lembaran-lembaran) Ibrahim ialah lembaran-lembaran yang telah Allah Shubhanahu wa ta'ala turunkan kepada nabi Ibrahim, yang mana telah Allah ta'ala sebutkan dalam firman -Nya:

    ﴿ إِنَّ هَٰذَا لَفِي ٱلصُّحُفِ ٱلۡأُولَىٰ ١٨ صُحُفِ إِبۡرَٰهِيمَ وَمُوسَىٰ ١٩ ﴾ [ الأعلى: 18-19]

    "Sesungguhnya ini benar-benar terdapat dalam lembaran-lembaran yang dahulu, (yaitu) lembaran-lembaran Ibrahim dan Musa". (QS al-A'laa: 18-19).

    Tapi, perlu diketahui bahwa kitab-kitab terdahulu yang kita sebutkan diawal sudah banyak mengalami perubahan, penambahan serta pengurangan. Seperti yang telah Allah Shubhanahu wa ta'ala singgung dalam banyak ayat -Nya, dari ulah orang-orang Yahudi yang perilakunya memang seperti itu, sebagai kaum yang menerima Taurat, justru mereka tidak menjaganya. Allah ta'ala berfirman:

    ﴿ وَمِنَ ٱلَّذِينَ هَادُواْۛ سَمَّٰعُونَ لِلۡكَذِبِ سَمَّٰعُونَ لِقَوۡمٍ ءَاخَرِينَ لَمۡ يَأۡتُوكَۖ يُحَرِّفُونَ ٱلۡكَلِمَ مِنۢ بَعۡدِ مَوَاضِعِهِۦۖ يَقُولُونَ إِنۡ أُوتِيتُمۡ هَٰذَا فَخُذُوهُ وَإِن لَّمۡ تُؤۡتَوۡهُ فَٱحۡذَرُواْۚ ٤١ ﴾ [ المائدة: 41]

    "Dan di antara orang-orang Yahudi. (mereka itu) amat suka mendengar (berita-berita) bohong dan amat suka mendengar perkataan-perkataan orang lain yang belum pernah datang kepadamu; mereka merubah perkataan-perkataan (Taurat) dari tempat-tempatnya. mereka mengatakan: "Jika diberikan ini (yang sudah di robah-robah oleh mereka) kepada kamu, maka terimalah, dan jika kamu diberi yang bukan ini maka hati-hatilah". (QS al-Maa'idah: 41).

    Imam Ibnu Katsir menjelaskan, "Yang benar (dalam berita) bahwa ayat ini turun berkaitan dengan kisah dua orang Yahudi yang telah berzina. Sedang mereka (sebelumnya) telah merubah kitab Taurat yang ada ditangan mereka tentang perintah merajam bagi laki-laki yang telah menikah lalu berzina. Lantas mereka menggantinya dengan membuat peraturan baru dikalangan mereka, yaitu hanya dengan memberi hukuman seratus kali cambuk, kemudian memberi tanda dimukanya (sebagai tanda dirinya telah berzina) lantas ia dinaikan ke atas keledai dengan muka dibelakang, kemudian diarak ditengah keramaian". [5]

    Ketika Allah Shubhanahu wa ta'ala menjelaskan sifat Taurat yang diturunkan pada Bani Israil:

    ﴿ إِنَّآ أَنزَلۡنَا ٱلتَّوۡرَىٰةَ فِيهَا هُدٗى وَنُورٞۚ يَحۡكُمُ بِهَا ٱلنَّبِيُّونَ ٱلَّذِينَ أَسۡلَمُواْ لِلَّذِينَ هَادُواْ وَٱلرَّبَّٰنِيُّونَ وَٱلۡأَحۡبَارُ بِمَا ٱسۡتُحۡفِظُواْ مِن كِتَٰبِ ٱللَّهِ ٤٤ ﴾ [ المائدة: 44]

    "Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab Taurat di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang dengan kitab itu diputuskan perkara orang-orang Yahudi oleh nabi-nabi yang berserah diri kepada Allah, oleh orang-orang alim mereka dan pendeta-pendeta mereka, disebabkan mereka diperintahkan memelihara Kitab-Kitab Allah". (QS al-Maa'idah: 44).

    Imam Qurthubi membawakan sanadnya dalam tafsirnya sampai kepada Yahya bin Aktam, beliau menceritakan, "Khalifah Ma'mun –Beliau adalah seorang khalifah pada waktu itu- punya majelis khusus untuk diskusi. Pada suatu ketika ada seorang Yahudi yang ikut serta masuk bersama orang-orang, pakaiannya rapi, rupanya menawan terus ditambah dengan bau parmum yang wangi. Ketika dirinya mendapat kesempatan untuk bicara, maka banyak yang kagum dengan gaya penyampain serta bicaranya yang cukup bagus, manakala majelis telah usai, maka Ma'mun memanggil sambil bertanya padanya, "Engkau Israil? Ya, jawabnya. Ma'mun menawarkan, "Masuklah Islam nanti kamu saya beri ini dan itu", beliau menjanjikan yang menggiurkan padanya. Namun orang tersebut menjawab, "Agamaku dan agama nenek moyangku! Lantas dirinya pergi meninggalkan Ma'mun.

    Yahya melanjutkan, "Satu tahun kemudian dirinya datang kembali dalam keadaan sudah menjadi seorang muslim. Kemudian dirinya mendapat kesempatan berbicara, lalu berbicara tentang fikih dengan bahasa yang mengagumkan, tatkala telah selesai bermajelis. Dirinya lalu dipanggil untuk menghadap oleh Ma'mun, kemudian beliau bertanya padanya, "Bukankah kamu Israil yang dulu itu? Betul, jawab orang tersebut. Ma'mun bertanya kembali, "Lantas apa yang menyebabkan dirimu masuk Islam?

    Dirinya bercerita, "Ketika aku pulang dari majelis anda, timbul dalam benakku sebuah niat untuk menguji agama-agama yang ada. Sedang engkau telah mengetahui tentang kemampuan ku untuk itu. Mula-mula aku mulai dari kitab Taurat, aku mengambilnya lantas aku menyalinnya menjadi tiga naskah, disaat menyalinnya aku menambah disitu serta mengurangi isinya, kemudian aku bawa ketiga salinan tersebut ke dalam gereja, kemudian orang-orang membelinya (tanpa ada respon negatif) sedikitpun. Selanjutnya aku mengambil Injil, kemudian aku menyalinnya menjadi tiga naskah (buah), dan ketika menyalinnya aku menambahkan disitu serta mengurangi isinya. Kemudian aku jual dipasar, dan orang-orang pun langsung membelinya.

    Kemudian terakhir aku mengambil al-Qur'an, lantas aku menyalinnya menjadi tiga naskah, ketika menyalinnya aku menambahkan disitu serta mengurangi isinya, lantas aku campur ditumpukan naskah al-Qur'an lainnya. Maka tatkala mereka mendapati adanya tambahan serta dikurangi isinya mereka langsung membuang (membakarnya), mereka tidak mau membelinya. Maka dari situ aku yakin bahwa al-Qur'an adalah kitab yang dijaga, itulah sebab kenapa aku masuk Islam".

    Yahya bin Aktam lalu melanjutkan kisahnya, "Kemudian pada tahun itu aku berangkat haji, disana aku berjumpa dengan Sufyan bin Uyainah, lantas aku ceritakan kisah diatas, maka beliau berkata padaku, "Ini sudah dijelaskan secara gamblang dalam kitab -Nya". Aku tercengang sambil bertanya, "Dimana tempatnya? Beliau menjawab, "Didalam firman -Nya:

    ﴿ بِمَا ٱسۡتُحۡفِظُواْ مِن كِتَٰبِ ٱللَّهِ ٤٤ ﴾ [ المائدة: 44]

    "Disebabkan mereka diperintahkan memelihara Kitab-Kitab Allah". (QS al-Maa'idah: 44).

    Disebabkan penjagaanya diserahkan kepada mereka maka kepercayaan tersebut disalah gunakan. Adapun tentang al-Qur'an maka Allah ta'ala berfirman:

    ﴿ إِنَّا نَحۡنُ نَزَّلۡنَا ٱلذِّكۡرَ وَإِنَّا لَهُۥ لَحَٰفِظُونَ ٩ ﴾ [ الحجر: 9]

    "Sesungguhnya Kami -lah yang menurunkan al-Qur'an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya". (QS al-Hijr: 9).

    Maka Allah azza wa jalla secara pribadi yang akan menjaga al-Qur'an sehingga tidak akan hilang".[6]

    Allah Shubhanahu wa ta'ala menjelaskan dalam firman -Nya:

    ﴿ قُلۡ مَنۡ أَنزَلَ ٱلۡكِتَٰبَ ٱلَّذِي جَآءَ بِهِۦ مُوسَىٰ نُورٗا وَهُدٗى لِّلنَّاسِۖ تَجۡعَلُونَهُۥ قَرَاطِيسَ تُبۡدُونَهَا وَتُخۡفُونَ كَثِيرٗاۖ ٩١ ﴾ [ الأنعام: 91]

    "Katakanlah: "Siapakah yang menurunkan kitab (Taurat) yang dibawa oleh Musa sebagai cahaya dan petunjuk bagi manusia, kamu jadikan kitab itu lembaran-lembaran kertas yang bercerai-berai, kamu perlihatkan (sebagiannya) dan kamu sembunyikan sebagian besarnya". (QS al-An'aam: 91).

    Kemudian dalam ayat lain Allah Shubhanahu wa ta'ala mencela mereka-mereka yang merubah kitab suci -Nya, Allah ta'ala berfirman:

    ﴿ فَوَيۡلٞ لِّلَّذِينَ يَكۡتُبُونَ ٱلۡكِتَٰبَ بِأَيۡدِيهِمۡ ثُمَّ يَقُولُونَ هَٰذَا مِنۡ عِندِ ٱللَّهِ لِيَشۡتَرُواْ بِهِۦ ثَمَنٗا قَلِيلٗاۖ ٧٩ ﴾ [ البقرة: 79]

    "Maka kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang menulis Al kitab dengan tangan mereka sendiri, lalu dikatakannya; "Ini dari Allah", (dengan maksud) untuk memperoleh keuntungan yang sedikit dengan perbuatan itu". (QS al-Baqarah: 79).

    Begitu pula, kitab-kitab suci terdahulu sifatnya untuk zaman pada saat turunnya, dan diturunkan secara khusus bagi umat-umat yang menerimanya. Oleh karena itu, kitab-kitab tersebut tidak memiliki legalitas akan terus dipergunakan, sehingga Allah Shubhanahu wa ta'ala tidak menjamin untuk menjaganya. Dan dalam kitab-kitab terdahulu telah dikabarkan berita tentang kedatangan Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi wa sallam diakhir zaman, seperti yang Allah ta'ala jelaskan dalam firman -Nya:

    ﴿ ٱلَّذِينَ يَتَّبِعُونَ ٱلرَّسُولَ ٱلنَّبِيَّ ٱلۡأُمِّيَّ ٱلَّذِي يَجِدُونَهُۥ مَكۡتُوبًا عِندَهُمۡ فِي ٱلتَّوۡرَىٰةِ وَٱلۡإِنجِيلِ ١٥٧ ﴾ [ الأعراف: 157]

    "(Yaitu) orang-orang yang mengikut rasul, Nabi yang Ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka". (QS al-A'raaf: 157).

    Al-Hafidh Ibnu Katsir menerangkan, "Ini adalah sifat yang dimiliki oleh Muhammad Shalallahu 'alaihi wa sallam yang terdapat didalam kitab-kitab suci yang dibawa oleh para nabi-nabi terdahulu sebagai kabar gembira bagi umat-umatnya tentang kedatangan beliau. Lantas mereka menyuruh umatnya agar mengikuti nabi akhir tersebut, dan sifat ini masih terus bisa mereka jumpai dalam kitab-kitabnya, yang diketahui oleh rahib serta ulamanya mereka".[7]

    Seperti yang Allah ta'ala jelaskan dalam firman -Nya:

    ﴿ ٱلَّذِينَ ءَاتَيۡنَٰهُمُ ٱلۡكِتَٰبَ يَعۡرِفُونَهُۥ كَمَا يَعۡرِفُونَ أَبۡنَآءَهُمۡۖ ١٤٦﴾ [ البقرة: 146]

    "Orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang telah Kami beri Al kitab (Taurat dan Injil) mengenal Muhammad seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri". (QS al-Baqarah: 146).

    Didalam ayat ini Allah ta'ala mengabarkan bahwa ulama ahli kitab, mereka mengenali kebenaran yang dibawa oleh Rasulallah Shalallahu 'alaihi wa sallam pada mereka seperti halnya salah seorang diantara mereka mengenali anaknya.[8] Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Atha bin Yasar yang mengkisahkan, "Suatu ketika aku bertemu bersama Abdullah bin Amr bin al-Ash radhiyallahu 'anhuma, lalu aku berkata, "Kabarkan padaku tentang sifatnya Rasulallah Shalallahu 'alaihi wa sallam yang ada didalam Taurat? Beliau menjawab, "Tentu, demi Allah sesungguhnya beliau disifati didalam Taurat seperti sebagian sifat yang tercantum didalam al-Qur'an. Wahai Nabi, sesungguhnya kami mengutusmu sebagai saksi, kabar gembira dan pemberi peringatan serta penjaga bagi para umiyin. Engkau adalah hamba dan utusan -Ku, Aku menamaimu dengan al-Mutawakil, tidak berperangai jahat lagi kasar, tidak berteriak-teriak dipasar, tidak pula membalas kejelekan dengan kejelekan, namun engkau memaafkan dan mengampuni.

    Dan Allah Shubhanahu wa ta'alla tidak akan mencabut nyawanya sebelum dirinya mampu menegakan serta menyempurnakan agama yang bengkok, samapi akhirnya mereka mau mengatakan, "La ilaha ilallah". Dirinya membuka dengan agama tersebut mata orang yang buta, kuping yang tuli serta hati yang terkunci". HR Bukhari no: 2125.

    Ketetapan al-Qur'an:

    Sedang al-Qur'an adalah kitab terakhir yang merupakan firman Allah tabaraka wa ta'ala yang turun dari -Nya dan akan kembali lagi kepada -Nya. Dan dengan adanya al-Qur'an ini maka sekaligus menghapus seluruh agama-agama yang ada, serta kitab-kitab suci terdahulu. Allah ta'ala telah menurunkan kitab suci ini kepada nabi kita Muhammad Shalallahu 'alaihi wa sallam, seperti yang Allah ta'ala sebutkan dalam firman -Nya:

    ﴿ وَأَنزَلۡنَآ إِلَيۡكَ ٱلۡكِتَٰبَ بِٱلۡحَقِّ مُصَدِّقٗا لِّمَا بَيۡنَ يَدَيۡهِ مِنَ ٱلۡكِتَٰبِ وَمُهَيۡمِنًا عَلَيۡهِۖ ٤٨﴾ [ المائدة: 48]

    "Dan Kami telah turunkan kepadamu alQur'an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, Yaitu Kitab-Kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap Kitab-Kitab yang lain". (QS al-Maa'idah: 48).

    Allah azza wa jalla juga menjelaskan dalam sebuh firman -Nya:

    ﴿ وَمَن يَبۡتَغِ غَيۡرَ ٱلۡإِسۡلَٰمِ دِينٗا فَلَن يُقۡبَلَ مِنۡهُ وَهُوَ فِي ٱلۡأٓخِرَةِ مِنَ ٱلۡخَٰسِرِينَ ٨٥ ﴾ [ ال عمران: 85]

    "Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, Maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) darinya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi". (QS al-Imraan: 85).

    Sehingga tidak sepatutnya bagi seorang mukmin untuk menyibukan diri mempelajari kitab-kitab suci terdahulu, tidak pula membacanya. Sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits yang dibawakan oleh Imam Ahmad dari sahabat Umar bin Khatab radhiyallahu 'anhu, bahwasannya dirinya pernah datang kepada Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi wa sallam sambil membawa lembaran kitab dari ahli kitab ditangannya. Lantas beliau membacanya dihadapan Nabi, maka seketika itu Nabi Muhammad Shalalallahu 'alaihi wa sallam marah, dan bersabda:

    قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « أَمُتَهَوِّكُونَ فِيهَا يَا ابْنَ الْخَطَّابِ! وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَقَدْ جِئْتُكُمْ بِهَا بَيْضَاءَ نَقِيَّةً لَا تَسْأَلُوهُمْ عَنْ شَيْءٍ فَيُخْبِرُوكُمْ بِحَقٍّ فَتُكَذِّبُوا بِهِ أَوْ بِبَاطِلٍ فَتُصَدِّقُوا بِهِ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَوْ أَنَّ مُوسَى كَانَ حَيًّا مَا وَسِعَهُ إِلَّا أَنْ يَتَّبِعَنِيِ » [أخرجه أحمد]

    "Apakah engkau akan mengambil agamanya ahli kitab wahai Ibnu Khatab? Demi Dzat yang jiwaku berada ditangan -Nya, sungguh aku telah datang pada kalian dengan membaca cahaya yang terang benderang, tidaklah kalian menanyakan kepada mereka sesuatu lalu mereka mengabarkan padamu tentang kebenaran kemudian kalian mendustakannya, atau mengabarkan kebatilan lantas kalian membenarkannya. Dan demi Dzat yang jiwaku berada ditanganNya, kalau sekiranya Musa hidup (kembali), maka tidak ada pilihan lain bagi dia melainkan mengikuti diriku". HR Ahmad 23/349 no: 15156. dinilai shahih oleh al-Albani dalam al-Irwa 6/34-36 no: 1589.

    Buah dari keimanan pada kitab-kitab terdahulu:

    1. Mengetahui keluasan rahmat Allah azza wa jalla serta kepedulian -Nya atas para makhluk -Nya. Dimana Allah Shubhanahu wa ta'alla menurunkan pada setiap umat sebuah kitab sebagai pegangan yang akan memberi petunjuk kepada mereka.

    2. Tersibaknya hikmah Allah Shubhanahu wa ta'alla, kenapa -Dia menjadikan kitab-kitab ini diturunkan bagi tiap-tiap umat sesuai dengan kebutuhan mereka, lalu Allah Shubhanahu wa ta'alla menutup kitab-kitab ini dengan menurunkan al-Qur'an yang mulia. Yang mana Allah Shubhanahu wa ta'alla jadikan kitab suci terakhir ini selaras bagi seluruh makhluk pada setiap perkembangan zaman dan tempat sampai hari kiamat kelak.

    3. Adanya sandaran bagi umat ini yang dijadikan sebagai saksi terhadap umat-umat terdahulu, bahwa Allah Shubhanahu wa ta'alla menegakan hujah atas mereka dengan mengutus para rasul dan menurunkan kitab.

    4. Bahwa beriman kepada kitab-kitab suci terdahulu yang diturunkan kepada para rasul, tidak mengharuskan untuk menetapkan Taurat dan Injil yang sekarang berada ditangan orang-orang Yahudi dan Nashrahi. Karena kitab tersebut telah dirubah serta ditambahi, sedangkan yang masih orisinil tanpa ada penyelewengan didalamnya itu cuma al-Qur'an. Dan ini merupakan keterangan dari Lajnah Daimah bagi sikap seorang muslim yang harus dimiliki terhadap kitab-kitab serta agama terdahulu. Dan secara tegas Lajnah juga menjelaskan bahwa ajakan untuk menyatukan semua agama adalah sama maka ini merupakan perbuatan kafir yang terang dan mengeluarkan pelakunya dari agama Islam.

    Akhirnya kita ucapkan segala puji bagi Allah Shubhanahu wa ta'alla Rabb semesta alam. Shalawat serta salam semoga Allah Shubhanahu wa ta'alla curahkan kepada Nabi kita Muhammad Shalallahu 'alaihi wa sallam, kepada keluarga beliau serta para sahabatnya.

    [1] . al-Aqidah Thahawiyah 2/424-425.

    [2] . al-Jaami Li Ahkamil Qur'an 9/328.

    [3] . al-'Adzbu Namir min Majalisi Syinqithi fii Tafsir 4/190.

    [4] . Tafsir Ibnu Katsir 5/243.

    [5] . Tafsir Ibnu Katsir 5/220.

    [6] . al-Jaami' lii Ahkamil Qur'an 12/180-181.

    [7] . Tafsir Ibnu Katsir 6/407.

    [8] . Tafsir Ibnu Katsir 2/121.