×
Tujuan utama diturunkan al-Qur’an disamping untuk dibaca ialah untuk ditadaburi maknanya lalu diamalkan isi kandungannya.Nah, dalam Risalah ringkas ini kita dibawa untuk menyelami makna kalam Ilahi kemudian mengambil pelajaran yang begitu banyak darinya……

    Tafsir Surat al-Infithar

    ] Indonesia – Indonesian – [ إندونيسي

    Syaikh Amin bin Abdullah asy-Syaqawi

    Terjemah : Abu Umamah Arif Hidayatullah

    Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad

    2014 - 1435

    تأملات في سورة الانفطار

    « باللغة الإندونيسية »

    الشيخ أمين بن عبد الله الشقاوي

    ترجمة: عارف هداية الله أبو أمامة

    مراجعة: أبو زياد إيكو هاريانتو

    2014 - 1435

    Tafsir Surat al-Infithar

    Segala puji hanya untuk Allah Ta'ala, shalawat serta salam semoga tercurah kepada Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam . Aku bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak disembah dengan benar melainkan Allah Shubhanahu wa ta’alla semata yang tidak ada sekutu bagi -Nya, dan aku juga bersaksai bahwa Muhammad Shalallahu’alaihi wa sallam adalah seorang hamba dan utusan -Nya. Amma ba'du:

    Sesungguhnya Allah azza wa jalla menurunkan kitab suci al-Qur'an, tidak lain adalah supaya direnungi maknanya lalu diamalkan kandungannya. Hal tersebut sebagaimana disindir oleh Allah ta'ala didalam firman -Nya:

    ﴿ أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ ٱلۡقُرۡءَانَ أَمۡ عَلَىٰ قُلُوبٍ أَقۡفَالُهَآ ٢٤ ﴾ [ محمد: 24 ]

    "Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-Qur'an ataukah hati mereka terkunci?". (QS Muhammad: 24).

    Dan diantara surat-surat yang ada didalam al-Qur'an yang sering kita dengar, yang menjadikan kita lebih terdorong untuk memahami serta mengetahui hukum dan pelajaran agung yang terdapat didalamnya ialah surat al-Infithar. Surat mulia ini sendiri berbicara tentang kejadian hari kiamat dan peristiwa-peristiwa yang akan terjadi disana, serta beberapa perkara yang bisa menjadikan anak-anak kecil beruban.

    Surat ini dimulai dengan firman Allah tabaraka wa ta'ala:

    ﴿ إِذَا ٱلسَّمَآءُ ٱنفَطَرَتۡ ١ ﴾ [ الانفطار: 1 ]

    "Apabila langit terbelah". (QS al-Infithaar: 1).

    Maksudnya langit itu terbelah, sebagaimana dijelaskan dalam ayat lain, Allah ta'ala berfirman:

    ﴿ إِذَا ٱلسَّمَآءُ ٱنشَقَّتۡ ١ وَأَذِنَتۡ لِرَبِّهَا وَحُقَّتۡ ٢ ﴾ [ الانشقاق: 1-2 ]

    "Apabila langit terbelah, dan patuh kepada Tuhannya, dan sudah semestinya langit itu patuh". (QS al-Insyiqaaq: 1-2).

    Sebagian ulama tafsir menjelaskan: "Langit tersebut terbelah dengan perintah Allah Shubhanahu wa ta’alla sebagai ruang untuk turunnya para malaikat, hal itu, seperti yang diterangkan secara jelas dalam firman -Nya yang lain, yaitu:

    ﴿ وَيَوۡمَ تَشَقَّقُ ٱلسَّمَآءُ بِٱلۡغَمَٰمِ وَنُزِّلَ ٱلۡمَلَٰٓئِكَةُ تَنزِيلًا ٢٥ ٱلۡمُلۡكُ يَوۡمَئِذٍ ٱلۡحَقُّ لِلرَّحۡمَٰنِۚ وَكَانَ يَوۡمًا عَلَى ٱلۡكَٰفِرِينَ عَسِيرٗا ٢٦ ﴾ [ الفرقان: 25-26 ]

    "Dan (ingatlah) hari (ketika) langit pecah belah mengeluarkan kabut putih dan diturunkanlah Malaikat bergelombang-gelombang. Kerajaan yang hak pada hari itu adalah kepunyaan Tuhan yang Maha Pemurah. Dan adalah (hari itu), satu hari penuh kesukaran bagi orang-orang kafir". (QS al-Furqaan: 25-26).

    Kemudian Allah ta'ala melanjutkan firman -Nya:

    ﴿ وَإِذَا ٱلۡكَوَاكِبُ ٱنتَثَرَتۡ ٢ ﴾ [ الانفطار: 2 ]

    "Dan apabila bintang-bintang jatuh berserakan". (QS al-Infithaar: 2).

    Maksudnya bintang-bintang dilangit jatuh bertebaran baik yang besar maupun yang kecil, berserakan dan berjatuhan dimana-mana dikarenakan dunia sudah berakhir.

    Lalu Allah Shubhanahu wa ta’alla meneruskan kembali firman -Nya:

    ﴿ وَإِذَا ٱلۡبِحَارُ فُجِّرَتۡ ٣ ﴾ [ الانفطار: 3]

    "Dan apabila lautan menjadikan meluap". (QS al-Infithaar: 3).

    Artinya lautan meluap sebagian atas yang lainnya, lalu memenuhi permukaan bumi. Dan lautan yang ada yang di perkirakan tiga perempat dari permukaan bumi yang ada sekarang atau bahkan banyak.

    Dan pada hari kiamat kelak lautan ini akan meluap memenuhi bumi kemudian airnya berubah menjadi api yang maha dahsyat. Sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah ta'ala yang lainnya. Allah Shubhanahu wa ta’alla berfirman:

    ﴿ وَإِذَا ٱلۡبِحَارُ سُجِّرَتۡ ٦ ﴾ [ التكوير: 6 ]

    "Dan apabila lautan dijadikan meluap". (QS at-Takwiir: 6).

    Kemudian Allah ta'ala melanjutkan firman -Nya:

    ﴿ وَإِذَا ٱلۡقُبُورُ بُعۡثِرَتۡ ٤ ﴾ [ الانفطار: 4 ]

    "Dan apabila kuburan-kuburan dibongkar". (QS al-Infithaar: 4).

    Maksudnya dibangkitkan mayat-mayat yang berada didalam kubur.

    Selanjutnya Allah Shubhanahu wa ta’alla berfirman:

    ﴿ عَلِمَتۡ نَفۡسٞ مَّا قَدَّمَتۡ وَأَخَّرَتۡ ٥ ﴾ [ الانفطار: 5 ]

    "Maka tiap-tiap jiwa akan mengetahui apa yang telah dikerjakan dan yang dilalaikannya ". (QS al-Infithaar: 5).

    Hal tersebut terjadi disaat catatan amal, yang disitu tertulis segala bentuk amal perbuatannya dibagikan. Yaitu manakala orang-orang yang lalai menyeru dimana ada tempat untuk berlari. Maka Allah azza wa jalla menjawab dalam firman -Nya:

    ﴿إِلَىٰ رَبِّكَ يَوۡمَئِذٍ ٱلۡمُسۡتَقَرُّ ١٢ يُنَبَّؤُاْ ٱلۡإِنسَٰنُ يَوۡمَئِذِۢ بِمَا قَدَّمَ وَأَخَّرَ ١٣﴾ [القيامة: 12-13 ]

    "Hanya kepada Tuhanmu sajalah pada hari itu tempat kembali. Pada hari itu diberitakan kepada manusia apa yang telah dikerjakannya dan apa yang dilalaikannya". (QS al-Qiyaamah: 12-13).

    Dan tujuan disebutkan hal ini ialah sebagai peringatan bagi para hamba kalau amal perbuatan mereka seluruhnya tercatat dan akan dinampakkan padanya dan dibagi untuk tiap orang. Lalu Allah Shubhanahu wa ta’alla menyuruh untuk membacanya, Allah ta'ala berfirman:

    ﴿ ٱقۡرَأۡ كِتَٰبَكَ كَفَىٰ بِنَفۡسِكَ ٱلۡيَوۡمَ عَلَيۡكَ حَسِيبٗا ١٤﴾ [ الاسراء: 14 ]

    "Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada waktu ini sebagai penghisab terhadapmu". (QS al-Israa': 14).

    Kemudian Allah ta'ala menyeru mereka sembari mengatakan:

    ﴿ يَٰٓأَيُّهَا ٱلۡإِنسَٰنُ مَا غَرَّكَ بِرَبِّكَ ٱلۡكَرِيمِ ٦ ﴾ [ الانفطار: 1-19 ]

    "Hai manusia, apakah yang telah memperdayakan kamu (berbuat durhaka) terhadap Tuhanmu yang Maha Pemurah". (QS al-Infithaar: 6).

    Maksudnya apa yang menyebabkan dirimu tertipu hingga akhirnya kamu berbuat maksiat terhadap Rabbmu yang Maha Pemurah, yang telah menjadikan dirimu ada, yang sebelumnya tidak ada lalu menciptakan dirimu dengan penciptaan yang sempurna. Memberimu ilmu yang sebelumnya engkau tidak tahu apa-apa, serta melebihkan dirimu dari kebanyakan ciptaan Allah Shubhanahu wa ta’alla?

    Lantas kenapa kenikmatan yang banyak tersebut engkau balas dengan berbuat durhaka pada -Nya, kemurahan -Nya engkau ganti dengan keburukan. Kalau sekiranya yang memperdaya dirimu adalah usia muda maka ketahuilah bahwa akhir perjalananmu akan sampai pada tua renta.

    Jika seandainya yang membikin dirimu terpedaya adalah kekayaan yang engkau miliki maka ketahuilah bahwa harta kekayaanmu semuanya akan sirna. Dan bila kesehatan yang engkau dapatkan yang membuat dirimu terpedaya maka ketahuilah bahwa kesehatan tersebut pada titiknya akan mengantarkan pada pesakitan. Yang dilanjutkan pada kematian setelahnya.

    Kemudian Allah Shubhanahu wa ta’alla menegaskan kembali bentuk kemurahan -Nya, Allah berfirman:

    ﴿ ٱلَّذِي خَلَقَكَ فَسَوَّىٰكَ فَعَدَلَكَ ٧ ﴾ [ الانفطار: 7 ]

    "Yang telah menciptakan kamu lalu menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan (susunan tubuh)mu seimbang". (QS al-Infithaar: 7).

    Maksudnya telah menjadikanmu seimbang, sempurna didalam penciptaan baik rupa maupun bentuk. Yang kalau seandainya seluruh makhluk berkumpul jadi satu lalu memutuskan untuk membikin dan meletakan mata manusia diselain tempat yang telah diciptakan oleh Allah Shubhanahu wa ta’alla sekarang ini niscaya mereka tidak akan sanggup. Demikian pula anggota badan yang lainnya, tidak pula hidung, atau kuping atau kaki dan seluruh anggota badan tubuh. Dan Maha Benar Allah Shubhanahu wa ta’alla manakala -Dia berfirman dalam ayat -Nya:

    ﴿ لَقَدۡ خَلَقۡنَا ٱلۡإِنسَٰنَ فِيٓ أَحۡسَنِ تَقۡوِيمٖ ٤﴾ [ التين: 4 ]

    "Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya". (QS at-Tiin: 4).

    Masih menjelaskan akan kekuasaan Allah Shubhanahu wa ta’alla, kemudian Allah ta'ala mengatakan dalam firman -Nya:

    ﴿ فِيٓ أَيِّ صُورَةٖ مَّا شَآءَ رَكَّبَكَ ٨ ﴾ [ الانفطار: 8]

    "Dalam bentuk apa saja yang -Dia kehendaki, -Dia menyusun tubuhmu ". (QS al-Infithaar: 8).

    Yakni bahwa Allah Shubhanahu wa ta’alla menjadikanmu sesuai dengan apa yang -Dia kehendaki. Diantara manusia ada yang berwajah ganteng, ada lagi yang bermuka buruk, terus ada pula yang tengah-tengah. Diantara mereka juga ada yang berwarna kulit putih, ada yang merah, ada lagi yang hitam lalu ada yang berada ditengah-tengah antara warna-warna tersebut.

    Selanjutnya Allah Shubhanahu wa ta’alla meneruskan firman -Nya dengan mengatakan:

    ﴿ كَلَّا بَلۡ تُكَذِّبُونَ بِٱلدِّينِ ٩ ﴾ [ الانفطار:9]

    "Bukan hanya durhaka saja, bahkan kamu mendustakan hari pembalasan. ". (QS al-Infithaar: 9).

    Yakni bahwa yang membawa kalian untuk melakukan perlawanan kepada Allah Shubhanahu wa ta’alla, dengan membalas kemurahan -Nya dengan perbuatan maksiat, adalah pengingkaran didalam hati kalian tentang hari akhir, pembalasan dan perhitungan.

    Kemudian Allah ta'ala meneruskan firma -Nya:

    ﴿ وَإِنَّ عَلَيۡكُمۡ لَحَٰفِظِينَ ١٠ كِرَامٗا كَٰتِبِينَ ١١ ﴾ [ الانفطار: 10-11 ]

    "Padahal sesungguhnya bagi kamu ada (malaikat-malaikat) yang mengawasi (pekerjaanmu), yang mulia (di sisi Allah) dan mencatat (pekerjaan-pekerjaanmu itu)". (QS al-Infithaar: 10-11).

    Maksudnya bahwa setiap insan pasti disisinya ada penjaga dari para malaikat yang mencatat segala amalnya, dan para malaikat sang pencatat amal tersebut, adalah hamba yang mulia disisi Allah Shubhanahu wa ta’alla, adil yang tidak akan pernah berbuat zalim kepada seorangpun. Tidak mungkin mereka mencatat sesuatu yang tidak dikerjakan oleh hamba, serta tidak meninggalkan suatu amal sholeh sekecil apapun melainkan pasti tercatat. Dalam hal itu, Allah ta'ala menegaskan dalam firman -Nya yang lain:

    ﴿ مَّا يَلۡفِظُ مِن قَوۡلٍ إِلَّا لَدَيۡهِ رَقِيبٌ عَتِيدٞ ١٨﴾ [ ق: 18 ]

    "Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya Malaikat pengawas yang selalu hadir". (QS Qaaf: 18).

    Lalu Allah ta'ala melanjutkan firman -Nya dengan mengatakan:

    ﴿ يَعۡلَمُونَ مَا تَفۡعَلُونَ ١٢ ﴾ [ الانفطار: 12]

    "Mereka mengetahui apa yang kamu kerjakan". (QS al-Infithaar: 12).

    Adakalanya dengan menyaksikan secara langsung manakala hamba mengerjakannya, atau dengan mendengar bila itu sebuah ucapan. Bahkan, kalau amalan tersebut ada berada didalam hati, maka Allah Shubhanahu wa ta’alla memperlihatkan pada mereka supaya dicatat oleh mereka. Hal tersebut, sebagaimana dijelaskan dalam sabdanya Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits yang shahih dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu beliau berkata: "Bersabda Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits Qudsi, Allah Shubhanahu wa ta’alla berfirman:

    قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « إِذَا تَحَدَّثَ عَبْدِى بِأَنْ يَعْمَلَ حَسَنَةً فَأَنَا أَكْتُبُهَا لَهُ حَسَنَةً مَا لَمْ يَعْمَلْ فَإِذَا عَمِلَهَا فَأَنَا أَكْتُبُهَا بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا وَإِذَا تَحَدَّثَ بِأَنْ يَعْمَلَ سَيِّئَةً فَأَنَا أَغْفِرُهَا لَهُ مَا لَمْ يَعْمَلْهَا فَإِذَا عَمِلَهَا فَأَنَا أَكْتُبُهَا لَهُ بِمِثْلِهَا.وفي رواية: إِنَّمَا تَرَكَهَا مِنْ جَرَّاىَ » [أخرجه مسلم]

    "Apapbila hamba -Ku punya keinginan dengan suatu amal yang baik, maka Aku akan mencatat baginya satu kebaikan jika sekiranya dia tidak jadi mengerjakan. Dan bila dirinya sampa melakukannya, maka Aku akan mencatatnya dengan sepuluh kali lipatnya. Dan apabila hamba -Ku punya keinginan untuk melakukan kejelekan, maka Aku akan mengampuninya jika sekiranya dia tidak jadi melakukannya. Dan bila dia sampai melakukannya maka Aku akan mencatat baginya sesuai dengan kejelekannya. Dalam sebuah redaksi beliau mengatakan: "Sesungguhnya dia meninggalkan karena takut kepada -Ku". HR Muslim no: 129.

    Kemudian Allah Shubhanahu wa ta’alla melanjutkan firman -Nya dengan mengatakan:

    ﴿ إِنَّ ٱلۡأَبۡرَارَ لَفِي نَعِيمٖ ١٣ ﴾ [ الانفطار: 13 ]

    Sesungguhnya orang-orang yang banyak berbakti benar-benar berada dalam surga yang penuh kenikmatan". (QS al-Infithaar: 13).

    Mereka adalah orang-orang yang memenuhi hak-hakAllah Shubhanahu wa ta’alla, serta hak-hak para hamba -Nya. Selalu kontinyu didalam melakukan kebajikan baik dalam amalan hati maupun amal anggota badan. Maka, balasan mereka ialah kenikmatan yang mereka rasakan didalam hati, jiwa, dan anggota badan. Baik ketika didunia, alam barzah, maupun dikampung abadi. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menjelaskan: "Sesungguhnya didunia ini ada surga yang barangsiapa tidak mampu masuk kedalamnya tidak mungkin dirinya bisa menikmati surga yang diakhirat".[1]

    Kemudian Allah Shubhanahu wa ta’alla mengatakan dalam kelanjutan firman -Nya:

    ﴿ وَإِنَّ ٱلۡفُجَّارَ لَفِي جَحِيمٖ ١٤ ﴾ [ الانفطار: 14 ]

    "Dan sesungguhnya orang-orang yang durhaka benar-benar berada dalam neraka". (QS al-Infithaar: 14).

    Yang dimaksud dengan al-Fujar ialah orang-orang kafir, maka, bagi mereka adalah siksa yang pedih didunia, alam barzah dan di hari kiamat kelak.

    Selanjutnya Allah Shubhanahu wa ta’alla mengatakan:

    ﴿ يَصۡلَوۡنَهَا يَوۡمَ ٱلدِّينِ ١٥ ﴾ [ الانفطار: 15 ]

    "Mereka masuk ke dalamnya pada hari pembalasan". (QS al-Infithaar: 15).

    Yaitu pada hari perhitungan dan pembalasan.

    Lalu Allah ta'ala melanjutkan firman -Nya:

    ﴿ وَمَا هُمۡ عَنۡهَا بِغَآئِبِينَ ١٦ ﴾ [ الانفطار: 16 ]

    "Dan mereka sekali-kali tidak dapat keluar dari neraka itu". (QS al-Infithaar: 16).

    Maksudnya mereka tidak akan pernah merasakan istirahat dari siksa dan adzab barang sesaat, tidak pula merasakan keringanan dari siksa neraka, ditolak keinginan mereka supaya dimatikan saja, serta permohonannya agar ada luang walau barang satu hari dari siksaan. Dalam hal ini, Allah ta'ala menggambarkan secara jelas dalam firman -Nya yang lain, Allah Shubhanahu wa ta’alla berfirman:

    ﴿ وَٱلَّذِينَ كَفَرُواْ لَهُمۡ نَارُ جَهَنَّمَ لَا يُقۡضَىٰ عَلَيۡهِمۡ فَيَمُوتُواْ وَلَا يُخَفَّفُ عَنۡهُم مِّنۡ عَذَابِهَاۚ كَذَٰلِكَ نَجۡزِي كُلَّ كَفُورٖ ٣٦﴾ [ فاطر: 36 ]

    "Dan orang-orang kafir bagi mereka neraka Jahannam. mereka tidak dibinasakan sehingga mereka mati dan tidak (pula) diringankan dari mereka azabnya. Demikianlah Kami membalas setiap orang yang sangat kafir". (QS Fathir: 36).

    Lalu Allah ta'ala mengatakan dalam firman -Nya:

    ﴿ وَمَآ أَدۡرَىٰكَ مَا يَوۡمُ ٱلدِّينِ ١٧ ثُمَّ مَآ أَدۡرَىٰكَ مَا يَوۡمُ ٱلدِّينِ ١٨ ﴾ [ الانفطار: 17-18]

    "Tahukah kamu apakah hari pembalasan itu? sekali lagi, tahukah kamu apakah hari pembalasan itu?". (QS al-Infithaar: 17-18).

    Pertanyaan ini adalah sebagai bentuk pemuliaan serta pengagungan. Yakni apa yang engkau ketahui tentang hari pembalasan? Maknanya tahukah engkau tentang hari ini, ukuran serta dahsyatnya.

    Kemudian Allah Shubhanahu wa ta’alla menutup surat ini dengan firman -Nya yang berbunyi:

    ﴿ يَوۡمَ لَا تَمۡلِكُ نَفۡسٞ لِّنَفۡسٖ شَيۡٔٗاۖ وَٱلۡأَمۡرُ يَوۡمَئِذٖ لِّلَّهِ ١٩﴾ [ الانفطار: 19 ]

    "(Yaitu) hari (ketika) seseorang tidak berdaya sedikitpun untuk menolong orang lain. dan segala urusan pada hari itu dalam kekuasaan Allah". (QS al-Infithaar: 19).

    Maksudnya tidak ada seorangpun yang mampu untuk memberi manfaat pada orang lain, tidak pula bisa menyelamatkan dari keadaan yang sedang dirasakannya. Kecuali orang yang diizinkan oleh Allah Shubhanahu wa ta’alla dan dikehendaki serta diridhoi oleh -Nya. Sebagaimana diterangkan dalam sebuah hadits yang dikeluarkan oleh Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, beliau berkata: "Rasulallahu Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

    قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « يَا مَعْشَرَ قُرَيْشٍ اشْتَرُوا أَنْفُسَكُمْ لَا أُغْنِي عَنْكُمْ مِنْ اللَّهِ شَيْئًا يَا بَنِي عَبْدِ الْمُطَّلِبِ لَا أُغْنِي عَنْكُمْ مِنْ اللَّهِ شَيْئًا يَا عَبَّاسُ بْنَ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ لَا أُغْنِي عَنْكَ مِنْ اللَّهِ شَيْئًا » [أخرجه البخاري ومسلم]

    "Wahai kaum Quraisy bebaskanlah diri kalian dari Allah, aku tidak mampu memberi apa-apa atas kalian dari Allah sedikitpun, wahai Bani Abdul Muthalib, aku tidak mampu memberi apa-apa atas kalian sedikitpun dari Allah, wahai Abbas bin Abdul Muthalib, aku tidak mampu memberi apa-apa atasmu dari Allah sedikitpun". HR Bukhari no: 4771. Muslim no: 206.

    Dan firman Allah ta'ala ini, yakni:

    ﴿ يَوۡمَ لَا تَمۡلِكُ نَفۡسٞ لِّنَفۡسٖ شَيۡٔٗاۖ وَٱلۡأَمۡرُ يَوۡمَئِذٖ لِّلَّهِ ١٩﴾ [ الانفطار: 19 ]

    "(Yaitu) hari (ketika) seseorang tidak berdaya sedikitpun untuk menolong orang lain. dan segala urusan pada hari itu dalam kekuasaan Allah". (QS al-Infithaar: 19).

    Maka Allah Shubhanahu wa ta’alla lah yang akan memutuskan perkara dikalangan para hamba -Nya, membalas bagi orang yang pernah dizalimi dengan memberikan hak yang dulu pernah dizaliminya.

    Syaikh Ibnu Utsaimin menjelaskan: "Kalau ada orang yang bertanya; bukankah keputusan ada pada Allah ta'ala pada hari pembalasan tersebut, dan juga kejadian yang setelahnya? Maka kita katakan: "Bahwa perkara yang terjadi pada hari pembalasan serta kejadian yang berikutnya adalah hak mutlak Allah Shubhanahu wa ta’alla. Akan tetapi, keputusan Allah Shubhanahu wa ta’alla pada hari itu lebih nampak jelas dibanding dengan keputusan –Nya manakala didunia. Ketika didunia banyak orang yang menyelisihi perintah-perintah Allah azza wa jalla, akan tetapi, justru dia taat kepada tuannya. Maka, dalam hal ini tidak dikatakan perintah Allah Shubhanahu wa ta’alla secara mutlak, akan tetapi, diakhirat nanti tidak ada melainkan perintah Allah Shubhanahu wa ta’alla. Dan hal ini, seperti firman -Nya:

    ﴿ لِّمَنِ ٱلۡمُلۡكُ ٱلۡيَوۡمَۖ لِلَّهِ ٱلۡوَٰحِدِ ٱلۡقَهَّارِ ١٦ ﴾ [ غافر: 16 ]

    "(Lalu Allah berfirman): "Kepunyaan siapakah kerajaan pada hari ini?" kepunyaan Allah yang Maha Esa lagi Maha Mengalahkan". (QS Ghaafir: 16).

    Kerajaan adalah miliknya Allah Shubhanahu wa ta’alla baik didunia maupun diakhirat, akan tetapi, pada hari kiamat lebih nampak jelas kekuasaan dan perintah Allah Shubhanahu wa ta’alla. Dari sini, maka menjadi jelas bahwasannya tidak ada disana sebuah perintah melainkan perintahnya Allah jalla wa 'ala". [2]

    Akhirnya kita ucapkan segala puji bagi Allah Shubhanahu wa ta’alla Rabb semesta alam. Shalawat serta salam semoga Allah Shubhanahu wa ta’alla curahkan kepada Nabi kita Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam, kepada keluarga beliau serta para sahabatnya.

    [1] . al-Waabilush Shayib minal Kalimith Thayib hal: 109.

    [2] . Tafisr Juz 'Amma karya Ibnu Utsaimin hal: 88-92.