Hukum Tepuk Tangan
Klasifikasi
Full Description
Hukum Tepuk Tangan
[ Indonesia – Indonesian – [ إندونيسي
Syekh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz
Terjemah : Muhammad Iqbal A. Gazali
Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad
2013 - 1434
حكم التصفيق
« باللغة الإندونيسية »
الشيخ عبد العزيز بن عبد الله بن باز
ترجمة: محمد اقبال أحمد الغزالي
مراجعة: أبو زياد إيكو هاريانتو
2013 - 1434
Hukum tepuk tangan
tercurah kepada Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi wa sallam beserta keluarga dan seluruh sahabatnya.
Apa hukumnya bertepuk tangan dalam kesempatan-kesempatan tertentu dan saat perayaan?
Jawab:
Bertepuk tangan saat perayaan-perayaan (ulang tahun dan semisalnya) termasuk perbuatan jahiliah. Minimal hukumnya makruh. Namun, yang tampak dari dalil yang ada, hukumnya haram karena kaum muslimin dilarang bertasyabbuh (menyerupai) orang-orang kafir.
Allah Shubhanahu wa ta’alla berfirman tentang sifat orang-orang kafir penduduk Makkah:
قال الله تعالى: ﴿ وَمَا كَانَ صَلَاتُهُمۡ عِندَ ٱلۡبَيۡتِ إِلَّا مُكَآءٗ وَتَصۡدِيَةٗۚ فَذُوقُواْ ٱلۡعَذَابَ بِمَا كُنتُمۡ تَكۡفُرُونَ ٣٥ ﴾ [الأنفال: 35]
“Tidaklah shalat mereka di sisi Ka’bah melainkan siulan dan tepuk tangan.” (al-Anfal: 35).
Yang sunnah, ketika seorang mukmin melihat atau mendengar perkara yang mengagumkannya atau apa yang diingkarinya adalah mengatakan, “Subhanallah” atau mengucapkan, “Allahu Akbar”, sebagaimana berita yang sahih dari Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam dalam banyak haditsnya. Untuk wanita disyariatkan ‘tepuk tangan’ secara khusus apabila ada sesuatu yang ingin mereka ingatkan kepada imam di dalam shalat. Atau wanita hadir shalat berjamaah bersama kaum lelaki, lalu imam lupa maka disyariatkan bagi wanita untuk mengingatkan imam dengan tepuk tangan. Adapun kaum pria, mereka mengingatkan imam dengan bertasbih (mengucapkan subhanallah) sebagaimana berita yang sahih dari Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam.
Dengan ini diketahui bahwa tepuk tangan yang dilakukan oleh kaum lelaki adalah perbuatan tasyabbuh dengan orang-orang kafir dan menyerupai kaum wanita. Tentu, kedua hal ini dilarang. Wallahu waliyut taufiq.
(Majmu’ Fatawa wa Maqalat Mutanawwi’ah, 4/151)