×
Pertanyaan yang dijawab oleh Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin –rahimahullah- yang berbunyi: “Apakah mendapat warisan bagi wanita yang dicerai oleh suaminya yang wafat secara mendadak –sedangkan ia telah menceraikannya- dan ia (mantan istri) masih dalam masa ‘iddah atau sudah habis masa ‘iddahnya?”.

Apakah Wanita yang Dicerai Mendapat Warisan Dari Mantan Suaminya yang Wafat?

] Indonesia – Indonesian – [ إندونيسي

Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin

Terjemah : Muhammad Iqbal A. Gazali

Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad

2012 - 1433

﴿ هل ترِث المطلقة المتوفى عنها زوجها؟﴾

« باللغة الإندونيسية »

الشيخ محمد بن صالح العثيمين

ترجمة: محمد إقبال أحمد غزالي

مراجعة: أبو زياد إيكو هاريانتو

2012 - 1433

 بسم الله الرحمن الرحيم

Apakah Wanita Yang Dicerai Mendapat Warisan Dari Mantan Suaminya Yang Wafat?

Pertanyaan: Apakah wanita yang telah dicerai oleh suaminya akan mendapat warisan dari mantan suaminya tersebut yang wafat secara mendadak, baik sang (mantan istri) masih dalam masa ‘iddah atau sudah habis masa ‘iddahnya?

Jawaban: Wanita yang dicerai, apabila suaminya meninggal dunia sedangkan ia masih dalam masa ‘iddah: bisa jadi ia dicerai dengan talak raj’i (bisa rujuk, talak satu atau dua) atau bukan raj’i.

Apabila cerainya adalah talak raj’i: maka ia masih sebagai istri secara hukum syar’i dan ia berpindah dari ‘iddah cerai kepada ‘iddah wafat. Talak raj’i yaitu wanita yang dicerai setelah dukhul (berhubungan suami istri) tanpa imbalan, dan cerai itu adalah yang pertama atau kedua. Apabila suaminya meninggal dunia maka sesungguhnya ia berhak atas warisan dari mantan suaminya berdasarkan firman Allah Shubhanahu wa ta’alla:

قال الله تعالى: ﴿وَٱلۡمُطَلَّقَٰتُ يَتَرَبَّصۡنَ بِأَنفُسِهِنَّ ثَلَٰثَةَ قُرُوٓءٖۚ وَلَا يَحِلُّ لَهُنَّ أَن يَكۡتُمۡنَ مَا خَلَقَ ٱللَّهُ فِيٓ أَرۡحَامِهِنَّ إِن كُنَّ يُؤۡمِنَّ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأٓخِرِۚ وَبُعُولَتُهُنَّ أَحَقُّ بِرَدِّهِنَّ فِي ذَٰلِكَ إِنۡ أَرَادُوٓاْ إِصۡلَٰحٗاۚ وَلَهُنَّ مِثۡلُ ٱلَّذِي عَلَيۡهِنَّ بِٱلۡمَعۡرُوفِۚ وَلِلرِّجَالِ عَلَيۡهِنَّ دَرَجَةٞۗ وَٱللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ ٢٢٨﴾ [سورة البقرة: 228]

Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru'. Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. Dan suami-suaminya berhak merujuknya dalam masa menanti itu jika mereka (para suami) itu menghendaki ishlah. Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. Al-Baqarah:228)

Dan firman –Nya:

قال الله تعالى: ﴿يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّبِيُّ إِذَا طَلَّقۡتُمُ ٱلنِّسَآءَ فَطَلِّقُوهُنَّ لِعِدَّتِهِنَّ وَأَحۡصُواْ ٱلۡعِدَّةَۖ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ رَبَّكُمۡۖ لَا تُخۡرِجُوهُنَّ مِنۢ بُيُوتِهِنَّ وَلَا يَخۡرُجۡنَ إِلَّآ أَن يَأۡتِينَ بِفَٰحِشَةٖ مُّبَيِّنَةٖۚ وَتِلۡكَ حُدُودُ ٱللَّهِۚ وَمَن يَتَعَدَّ حُدُودَ ٱللَّهِ فَقَدۡ ظَلَمَ نَفۡسَهُۥۚ لَا تَدۡرِي لَعَلَّ ٱللَّهَ يُحۡدِثُ بَعۡدَ ذَٰلِكَ أَمۡرٗا ١﴾ [سورة الطلاق : 1]

Hai Nabi, apabila kamu menceraikan isteri-isterimu maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar) dan hitunglah waktu iddah itu serta bertaqwalah kepada Allah Rabbmu. Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka (diizinkan) ke luar kecuali kalau mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang. Itulah hukum-hukum Allah dan barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah, maka sesungguhnya dia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. Kamu tidak mengetahui barangkali Allah mengadakan sesudah itu sesuatu hal yang baru. (QS. Ath-Thalaq:1)

Dan Allah Shubhanahu wa ta’alla menyuruh wanita yang dicerai agar tetap tinggal di rumah suaminya di masa ‘iddah dan berfirman (yang artinya): Kamu tidak mengetahui barangkali Allah mengadakan sesudah itu sesuatu hal yang baru. Maksudnya adalah rujuk.

Adapun wanita yang dicerai oleh suaminya yang meninggal dunia secara mendadak, sedang ia dicerai ba’in: seperti dicerai talak tiga atau ia (istri) memberikan pengganti kepada suaminya agar menceraikannya (khulu’), atau ia di masa ‘iddah fasakh (pembatalan perkawinan) bukan ‘iddah talak, maka ia tidak berhak mendapat warisan dari mantan suaminya dan tidak berpindah dari ‘iddah cerai kepada ‘iddah wafat. Akan tetapi ada satu kondisi di mana istri yang dicerai secara ba’in mendapat warisan dari mantan suaminya, seperti: apabila suaminya mencerai di saat sakit yang membawa kematiannya yang bertujuan untuk menghalanginya mendapatkan warisan. Maka dalam kondisi ini, ia (istri) mendapat warisan darinya sekalipun sudah habis masa ‘iddah selama ia belum menikah, maka jika ia sudah menikah maka ia tidak berhak mendapat warisan.

Muhammad bin Shalih al-Utsaimin- dari fatwa-fatwa beliau 2/820.