×
Pertanyaan yang dijawab oleh Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin –rahimahullah-: “Apakah hukumnya thawaf orang yang masuk Hijr Ismail, di mana Hijr Ismail berada di sebelah kanannya dan Ka’bah di sebelah kirinya?”.

Hukum Orang yang Thawaf dalam Hijj Isma'il

Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin

Terjemah : Muhammad Iqbal A. Gazali

Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad

2012 - 1433

﴿ حكم من طاف من داخل الحجر ﴾

« باللغة الإندونيسية »

الشيخ محمد بن صالح العثيمين

ترجمة: محمد إقبال أحمد غزالي

مراجعة: أبو زياد إيكو هاريانتو

2012 - 1433

 بسم الله الرحمن الرحيم

Hukum Orang yang Thawaf dalam Hijr

Pertanyaan: Apakah hukumnya thawaf orang yang masuk Hijr Ismail, karena Hijr Ismail berada di sebelah kanannya dan Ka’bah di sebelah kirinya?

Jawaban: Pertama, ungkapan penanya ‘Hijr Ismail’ adalah keliru, karena Hijr ini bukan milik Ismail ‘Alaihissalam. dan Ismail ‘Alaihissalam tidak mengetahuinya. Hijr ini adalah perbuatan suku Quraisy ketika ingin membangun Ka’bah, dan mereka tidak mendapatkan biaya yang cukup untuk membangunnya di atas pondasi pertamanya sehingga mereka membangun nya di atas pondasi Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam. lalu mereka meratakan batu-batu pada sisi ini, karena sebab inilah dinamakan Hijr dan dinamakan pula ‘Hathim’ karena ia dipecahkan (dihancurkan) dari Ka’bah dan sebagian besar Hijr adalah dari Ka’bah. Atas dasar inilah, apabila seseorang thawaf dari dalam, maksudnya masuk dari pintu yang berada di antara Hijr dan bangunan yang berdiri dan keluar dari pintu depannya maka sesungguhnya putarannya tidak sempurna, karena putarannya harus meliputi Ka’bah dan Hijr. Atas dasar ini, maka barangsiapa yang thawaf dengan cara seperti ini maka thawafnya tidak sah dan ia harus mengulanginya. Ia belum tahallul, apabila tahallulnya setelah thawaf ini (sampai ia mengulanginya lebih dulu). Dalam kesempatan ini saya ingin mengingatkan bahwa barang siapa yang ingin menunaikan ibadah haji dan umrah ia wajib mempelajari hukum-hukumnya sebelum melaksanakan nya, agar ia tidak terjerumus dalam kesalahan besar ini.

Syaikh Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin – Majmu’ Fatawa wa Rasail (16/354).