×
Fatwa ini menjelaskan tentang pengertian azal dan hukumnya. Azal adalah mengeluarkan zakar dari lobang vagina setelah dimasukkan untuk mengeluarkan mani di luar.

Azal Dan Hukumnya

﴿صفة العزل وحكمها ﴾

] Indonesia – Indonesian – [ إندونيسي

Penyusun :

Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah

Lajnah Daimah Untuk Riset Ilmiah Dan Fatwa

Terjemah : Muhammad Iqbal A. Gazali

Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad

2010 – 1431

﴿ صفة العزل وحكمها ﴾

« باللغة الإندونيسية »

إفتاء:

الشيخ عبدالعزيز بن باز رحمه الله

اللجنة الدائمة للبحوث العلمية والإفتاء

ترجمة: محمد إقبال أحمد غزالي

مراجعة: أبو زياد إيكو هاريانتو

2010 - 1431

 بسم الله الرحمن الرحيم

Azal Dan Hukumnya

Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah

Lajnah Daimah Untuk Riset Ilmu Dan Fatwa

Pertanyaan 1: Apakah menumpahkan air mani di luar kemaluan wanita (istri) bagi laki-laki yang beristri hukumnya haram? terutama di saat haid atau setelah melahirkan? Berilah penjelasan kepada kami semoga Allah subhanahuwata’ala memberi faedah kepadamu.

Jawaban 1: Menumpahkan air mani di luar kemaluan, apabila untuk mashlahah (kebaikan) hukumnya boleh dan ini dinamakan azal. Diriwayatkan dari para sahabat -radhiyallahu 'anhum- bahwa mereka melakukan azal dan Nabi Muhammad sallalahu’alaihi wassalam membiarkan mereka atas hal itu (tidak menegur/melarang). Dan hal itu apabila untuk mashlahat: bisa jadi karena ia belum menghendaki kehamilan pada saat itu, atau seperti yang disebutkan oleh penanya karena ia diharamkan melakukan hubungan intim (jima') karena istrinya haidh atau nifas apabila kebutuhan menuntut untuk melakukan hal itu, karena yang diharamkan adalah jima'. Dan disebutkan dalam hadits pada wanita yang haidh:

قال رسول الله e :(اِصْنَعُوْا كُلَّ شَيْئٍ إِلاَّ النَكَاحَ)

Rasulullah salallahu’alaihi wassalam bersabda: "Lakukanlah segala sesuatu kecuali nikah (jima')."[1] Maksud nikah dalam hadits tersebut adalah jima'. Maka ia boleh bermesraan dengannya seperti mengecup, memeluk, dan menikmati dengan paha dan perutnya atau semisalnya. Akan tetapi yang lebih baik hendaklah istrinya memakai sarung dan celana untuk menjauhkan diri dari bahaya. Karena sesungguhnya bermesraan di sekitar kemaluan bisa membawa kepada jima'. Aisyah radhiyallahu 'anha berkata: 'Nabi Muhammad salallahu’alaihi wassalam menyuruh salah seorang dari kami (istri-istri beliau) –apabila beliau ingin bermesraan dengannya, saat istrinya haid- agar ia memakai sarung, lalu beliau bermesraan dengannya dari belakangnya.'[2] Seperti inilah diriwayatkan dalam riwayat yang shahih dari Aisyah radhiyallahu 'anha. Maksudnya sesungguhnya sunnah bagi suami, apabila perempuan (istrinya) sedang haid atau nifas bahwa bercumbu dengannya dari belakang sarung atau celana dalam atau semisalnya. Akan tetapi jika bercumbu dengannya di dalam sarung atau celana dalam maka tidak mengapa dalam hal itu, berdasarkan hadits yang disebutkan di atas:

قال رسول الله e : (اِصْنَعُوْا كُلَّ شَيْئٍ إِلاَّ النَكَاحَ)

Rasulullah sallahu’alaihi wassalam bersabda: "Lakukanlah segala sesuatu kecuali nikah (jima')."

Bangsa Yahudi, apabila istri-istri dari mereka haid, mereka tidak makan bersamanya, tidak minum bersamanya, dan tidak tinggal bersamanya di dalam rumah."

Syaikh Bin Baz – Majalah Buhuts, edisi 26 hal 132.

Pertanyaan 2: Kapan dibolehkan azal dan bagaimana caranya?

Jawaban 2: Imam Ahmad dan Ibnu Majah meriwayatkan dari Umar bin Khathab Radiallau’anhum, ia berkata: 'Rasulullah salallahu’alaihi wassalam melarang azal dari istri-istri mereka kecuali dengan ijinnya.'[3] Dan Abdurrazzaq meriwayatkan dalam 'Mushannafnya' dan al-Baihaqi dari Ibnu Abbas Radiallau’anhum, ia berkata: '(Nabi Muhammad salallahu’alaihi wassalam) melarang azal terhadap wanita merdeka kecuali dengan ijinnya.'[4]

Ini menunjukkan bolehnya azal dengan ijinnya dan melarangnya bila tanpa ijinnya, dan sesungguhnya azal terhadap wanita (budak) tidak membutuhkan ijinnya, serta perlu diperhatikan agar tidak melakukannya kecuali karena kebutuhan yang mendesak atau dharurat. Dan gambaran azal adalah: melepaskan (zakar, kemaluan laki-laki) setelah dimasukkan (ke lobang vagina) untuk mengeluarkan mani di luar vagina.

Wabilahittaufiq, semoga shalawat dan salam selalu tercurah kepada nabi kita Muhammad, keluarga dan para sahabatnya.

Fatawa Lajnah Daimah Untuk Riset Ilmu dan Fatwa (19/328).

[1] HR. Muslim 302.

[2] HR. al-Bukhari 300, 302 dan Muslim 293.

[3] HR. Ahmad 1/31, Ibnu Majah 1928, ath-Thabrani dalam Ausath 3679 dan al-Baihaqi dalam al-Kubra 14102 dengan semisalnya. Hadits ini dha'if akan tetapi baginya ada beberapa syahid (penguat).

[4] Abdurrazzaq dalam Mushannafnya 12562 dan al-Baihaqi dalam al-Kubra 14103 dengan semisalnya.