×
Pertanyaan yang dijawab oleh Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin –rahimahullah- yang berbunyi: “Apakah boleh menaham saham di perusahaan, seperti perusahaan Safula, perusahaan Makkah, perusahaan Sabik, perusahaan Thaybah dan berbagai perusahaan lainnya, karena banyak sekali pendapat tentang hukum hal itu? Semoga Allah Shubhanahu wa ta’alla memberi taufik kepadamu dan semoga Allah Shubhanahu wa ta’alla membalas kebaikan kepadamu”.

    Hukum Menanam Saham Di Sebagian Perusahaan

    Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin

    Terjemah : Muhammad Iqbal A. Gazali

    Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad

    2011 - 1433

    ﴿ حكم المساهمة في بعض الشركات﴾

    « باللغة الإندونيسية »

    الشيخ محمد بن صالح العثيمين

    ترجمة: محمد إقبال أحمد غزالي

    مراجعة: أبو زياد إيكو هاريانتو

    2011 - 1433

    Hukum Menanam Saham Di Sebagian Perusahaan

    Pertanyaan: Apakah boleh menaham saham di perusahaan, seperti perusahaan Safula, perusahaan Makkah, perusahaan Sabik, perusahaan Thaybah dan berbagai perusahaan lainnya, karena banyak sekali pendapat tentang hukum hal itu? Semoga Allah Shubhanahu wa taálla memberi taufik kepadamu dan semoga Allah Shubhanahu wa taálla membalas kebaikan kepadamu.

    Jawaban: Pertanyaan anda tentang menanam saham di perusahaan seperti perusahaan Shafula dan yang lainnya, perlu kami jelaskan bahwa saham yang ditawarkan terbagi dua:

    Yang pertama: bahwa menanam saham di perusahaan ribawi yang pada dasarnya didirikan untuk riba, baik menerima atau memberi, seperti bank, maka tidak boleh menanam saham padanya. Dan orang yang menanam saham padanya berarti menyerahkan dirinya untuk mendapat hukuman dari Allah Shubhanahu wa taálla. Allah Shubhanahu wa taálla telah menjadikan hukuman terhadap riba yang tidak diberikan kepada perbuatan maksiat lainnya selain syirik. Firman Allah Shubhanahu wa taálla:

    قال الله تعالى: ﴿يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱتَّقُواْ ٱللَّهَ وَذَرُواْ مَا بَقِيَ مِنَ ٱلرِّبَوٰٓاْ إِن كُنتُم مُّؤۡمِنِينَ ٢٧٨ فَإِن لَّمۡ تَفۡعَلُواْ فَأۡذَنُواْ بِحَرۡبٖ مِّنَ ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦۖ وَإِن تُبۡتُمۡ فَلَكُمۡ رُءُوسُ أَمۡوَٰلِكُمۡ لَا تَظۡلِمُونَ وَلَا تُظۡلَمُونَ ٢٧٩ ﴾ [البقرة: 278- 279]

    Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertobat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya. (QS. 278-279).

    Dan disebutkan dalam hadits bahwa:

    قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: (( لَعَنَ رَسُوْلُ اللّه صلى الله عليه وسلم آكِلَ الرِّبَا وَمُوْكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ))

    Rasulullah Shalallhuálaihi wa sallam mengutuk orang yang memakan riba, yang mewakilkannya, penulisnya, dan dua saksinya. Dan beliau bersabda:

    قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ((هُمْ سَوَاءٌ))

    “Mereka sama.”[1] HR. Muslim.

    Yang kedua: bahwa menanam saham di perusahaan yang pada dasarnya didirikan bukan untuk ribawi. Akan tetapi terkadang riba masuk di sebagian transaksinya, seperti perusahaan Shafula dan sejenisnya yang disebutkan dalam pertanyaan. Maka jenis perusahaan ini pada asalnya adalah boleh menanam saham, akan tetapi bila kuat dugaan bahwa di sebagian transaksinya mengandung riba, maka sikap wara’ adalah meninggalkannya dan tidak menanam saham padanya, berdasarkan sabda Nabi Muhammad Shalallhuálaihi wa sallam:

    قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ((مَنِ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ اسْتَبْرَأَ لِدِيْنِهِ وِعِرْضِهِ وَمَنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِي الْحَرَامِ)) (متفق عليه)

    “Barangsiapa yang menghindari segala yang syubhat berarti ia membebaskan untuk agama dan kehormatannya, dan barangsiapa yang terjerumus dalam perkara yang syubhat berarti ia terjerumus dalam yang haram.”[2]

    Apabila ia sudah terlibat di dalamnya atau enggan memilih jalan wara’ lalu ia menanam saham, maka sesungguhnya apabila ia mengambil keuntungan dan mengetahui kadar riba, ia harus berlepas diri darinya dengan menyalurkannya di dalam kegiatan sosial berupa menutupi kebutuhan fakir miskin atau semisalnya, dan ia tidak berniat dengan hal itu untuk mendekatkan diri kepada Allah Shubhanahu wa taálla, karena Allah Shubhanahu wa taálla Maha Baik tidak menerima kecuali yang baik, dan karena hal itu tidak membebaskan tanggungannya dari dosanya, akan tetapi ia berniat dengan hal itu untuk melepaskan diri darinya agar selamat dari dosanya, dan karena tidak ada jalan lain untuk berlepas diri darinya kecuali dengan hal itu.

    Dan jika ia tidak mengetahui kadar riba, maka sesungguhnya ia berlepas diri darinya dengan menyalurkan setengah dari keuntungan kepada jalur yang telah kami sebutkan.

    Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin – beliau menulisnya pada tanggal 21/4/1412 H.

    [1] HR. Muslim 1598.

    [2] HR. Al-Bukhari 52 dan Muslim 1599.