×
Fatwa ini menjelaskan tentang hukum bernazar seperti yang sering terjadi di tengah masyarakat kita. Kemudian bila sudah bernazar bagaimanakah hukum membayarnya? Semua pertanyaan terjawab dalam fatwa ini dengan jelas dan terperinci. Silahkan anda simak.

Hukum Nazar dan Kewajiban Membayarnya

﴿النذر مكروه والوفاء به واجب

] Indonesia – Indonesian – [ إندونيسي

Penyusun :

Syaikh Abdullah bin Jibrin rahimahullah

Terjemah : Muhammad Iqbal A. Gazali

Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad

2010 - 1431

﴿ النذر مكروه والوفاء به واجب﴾

« باللغة الإندونيسية »

إفتاء:

الشيخ عبدالله بن عبد الرحمن الجبرين رحمه الله

ترجمة: محمد إقبال أحمد غزالي

مراجعة: أبو زياد إيكو هاريانتو

2010 - 1431

 بسم الله الرحمن الرحيم

Hukum Nazar dan Kewajiban Membayarnya

Syaikh Abdullah bin Jibrin rahimahullah

Pertanyaan: Apakah hukumnya bernazar secara syara'? Apakah ada sangsinya karena tidak membayar nazar?

Jawaban: Hukum nazar secara syara' adalah makruh, diriwayatkan bahwa Nabi Muhammad shalallahu’alaihi wasallam melarang bernazar dan bersabda:

قال رسول الله e :(إِنَّهُ لاَيَأْتِي بِخَيْرٍ وَإِنَّمَا يُسْتَخْرَجُ مِنَ الْبَخِيْلِ)

Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam bersabda: 'Sesungguhnya ia tidak datang dengan kebaikan dan sesungguhnya dikeluarkan dengannya dari orang bakhil."[1]

Penjelasan hal itu adalah bahwa sebagian orang apabila sakit, disakiti atau merugi, dan ia bernazar jika sembuh dari sakit atau ruginya telah pergi maka ia akan bersedekah harta atau menyembelih hewan peliharaan. Dan ia meyakini bahwa Allah subhanahuwata’alla tidak menyembuhkannya atau memberinya keuntungan kecuali bila ia bernazar seperti ini. Maka Nabi Muhammad shalallahu’alaihi wasallam mengabarkan bahwa Allah subhanahuwata’alla tidak mengubah sesuatu dengannya dari sesuatu yang telah ditaqdirkan dan ditentukan-Nya, akan tetapi ia adalah seorang yang bakhil yang tidak berinfak kecuali setelah melakukan nazar.

Wajib melaksanakan (membayar) nazar jika ia adalah ibadah, seperti nazar shalat, atau puasa, atau sedekah, atau i'tikaf.

Tidak boleh melaksanakan nazar jika ia adalah maksiat, seperti nazar untuk membunuh, minum arak, mengambil harta orang lain secara zalim dan semisalnya. Dan ia harus membayar kafarat sumpah, yaitu memberi makan enam orang miskin dst...

Dan apabila nazar yang boleh, seperti makan, minum, pakaian, safar, pembicaraan biasa dan semisalnya ia boleh memilih antara melaksanakan atau membayar kafarat sumpah.

Apabila nazar taat kepada Allah subhanahuwata’alla disalurkan kepada orang-orang miskin dan kaum lemah seperti memberi makan, menyembelih kambing, dan semisalnya, maka dia harus disalurkan kepada orang-orang miskin dan kaum lemah. Jika nazar itu merupakan amal shalih secara badan atau harta, seperti jihad, haji dan umrah, ia wajib melaksanakannya. Jika ia menentukan untuk sektor tertentu, maka harus diberikan khusus untuknya seperti masjid, kitab, dan proyek-proyek sosial, dan tidak boleh disalurkan selain yang telah ditentukan.

Syaikh Abdullah bin Jibrin –Fatawa Mar`ah hal. 148-149.

[1] HR. Al-Bukhari 6608, 6609, Muslim 1639-1640.