Hukum Banyak Bersumpah, Benar Dan Bohong
Klasifikasi
- Sumpah << Sumpah Dan Nazar << Fikih
Full Description
Hukum Banyak Bersumpah
Benar Dan Bohong
﴿حكم كثرة الحلف صدقًا وكذبًا﴾
] Indonesia – Indonesian – [ إندونيسي
Penyusun :
Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah
Terjemah : Muhammad Iqbal A. Gazali
Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad
2010 - 1431
﴿ حكم كثرة الحلف صدقًا وكذبًا ﴾
« باللغة الإندونيسية »
إفتاء:
الشيخ عبد العزيز بن عبد الله بن باز رحمه الله
ترجمة: محمد إقبال أحمد غزالي
مراجعة: أبو زياد إيكو هاريانتو
2010 - 1431
بسم الله الرحمن الرحيم
Hukum Banyak Bersumpah Benar dan Bohong
Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah
Pertanyaan: Saya mempunyai kerabat yang banyak bersumpah, benar dan bohong, apakah hukumnya?
Jawaban: Dia diberi nasehat dan dikatakan kepadanya: Seharusnya engkau tidak perlu banyak bersumpah, sekalipun engkau benar, berdasarkan firman Allah subhanahuwata’alla:
قال الله تعالى: ﴿ (#þqÝàxÿôm$#uﷺ öNä3oY»yJ÷ﷺ& ﴾
Dan jagalah sumpahmu.. (QS. al-Maidah:89)
Dan sabda Nabi Muhammad shalallahu’alaihi wasallam:
قال رسول الله e : (ثَلاَثَةٌ لاَيُكَلِّمُهُمُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلاَيَنْظُرُ إِلَيْهِمْ وَلاَيُزَكِّيْهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيْمٌ: أُشَيْمِطٌ زَانٍ وَعَائِلٌ مُسْتَكْبِرٌ وَرَجُلٌ جَعَلَ اللهُ بِضَاعَتَهُ: لاَيَشْتَرِي إِلاَّ بِيَمِيْنِهِ وَلاَيَبِيْعُ إِلاَّ بِيَمِيْنِهِ)
Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam bersabda: 'Ada tiga golongan, Allah subhanahuwata’alla tidak berbicara kepada mereka, tidak memandang kepada mereka, tidak membersihkan mereka, dan bagi mereka siksa yang amat pedih: orang tua yang berzina, orang fakir yang sombong, dan laki-laki yang Allah subhanahuwata’alla jadikan bendanya: ia tidak membeli kecuali dengan sumpah dan tidak menjual kecuali dengan sumpah.'[1]
Bangsa Arab memuji sedikit sumpah, seperti yang dikatakan penyair:
Sedikit alaaya (bersumpah), menjaga sumpahnya – apabila muncul aliyah (sumpah) darinya niscaya dia laksanakan
Al-Aliyyah adalah sumpah.
Maka yang disyari'atkan bagi seorang mukmin adalah sedikit bersumpah sekalipun ia benar, karena banyak bersumpah bisa menjerumuskannya dalam kebohongan.
Sudah jelas diketahui bahwa dusta adalah haram dan apabila disertai sumpah niscaya lebih haram lagi. Akan tetapi bila terpaksa (dharurat) untuk bersumpah dusta dan hal itu lebih baik maka tidak mengapa melakukan hal itu, berdasarkan hadits dari Ummu Kultsum bin Uqbah bin Abi Mu'ith radhiyallahu’anhu, bahwa Nabi Muhammad shalallahu’alaihi wasallam bersabda:
قال رسول الله e : (لَيْسَ الْكَذَّابُ الَّذِي يُصْلِحُ بَيْنَ النَّاسِ فَيَقُوْلُ خَيْرًا أَوْ يَنْمِي خَيْرًا.)
Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam bersabda, 'Bukanlah pembohong orang yang mendamaikan (permusuhan) di antara manusia, maka ia mengatakan yang baik atau menambah kebaikan."
Dan ia berkata: Aku belum pernah mendengar beliau meringankan sesuatu yang dikatakan manusia dusta kecuali dalam tiga perkara: 'Perang, mendamaikan di antara manusia, dan pembicaraan laki-laki kepada istrinya dan pembicaraan istri kepada suaminya."[2]
Apabila ia berkata dalam mendamaikan perselisihan di antara manusia: 'Demi Allah, sesungguhnya teman-temanmu menyukai perdamaian dan menghendaki bersatu, dan menginginkan ini dan itu.' Kemudian ia datang kepada yang lain dan berkata kepada mereka seperti itu. Dan tujuannya adalah kebaikan dan mendamaikan, maka tidak mengapa dengan hal itu untuk pembicaraan yang disebutkan.
Dan seperti ini, jika ia melihat manusia ingin membunuh seseorang secara zalim, atau menganiayanya pada sesuatu yang lain, lalu ia berkata kepadanya: 'Demi Allah, sesunggunya ia adalah saudaraku,' sehingga ia menyelamatkannya dari orang zalim ini, apabila ia ingin membunuhnya dengan cara yang tidak benar, atau memukulnya dengan cara yang tidak benar. Dan ia mengetahui bahwa bila ia berkata: 'Saudaraku', ia meninggalkannya karena menghormatinya, ia harus melakukan seperti ini untuk menyelamatkan saudaranya dari perbuatan zalim.
Maksudnya: bahwa pada dasarnya sumpah yang dusta adalah dilarang dan haram, kecuali bila ada kepentingan yang lebih besar dari pada kebohongan itu, sebagaimana pada tiga perkara yang disebutkan dalam hadits di atas.
Syaikh Bin Baz – Majalah Dakwah edisi 40 hal 163-164.