×
Kalimat ikhlas sebab kalimat ini menuntut mengikhlaskan ibadah semata kepada Allah. Kalimat ini adalah kalimat yang agung, yang karenanya para rasul diutus, kitab-kitab diturunkan dan jihad disyari’atkan.

    Makna Kalimat Tauhid

    ﴿ معنى كلمة التوحيد ﴾

    ] Indonesia – Indonesian – [ إندونيسي

    Karya: Dr. Amin bin Abdullah asy-Syaqawi

    Terjemah : Muzaffar Sahidu

    Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad

    2010 - 1431

    ﴿ معنى كلمة التوحيد ﴾

    « باللغة الإندونيسية »

    تأليف: د. أمين بن عبد الله الشقاوي

    ترجمة: مظفر شهيد

    مراجعة: أبو زياد إيكو هاريانتو

    2010 - 1431

    Makna Kalimat Tauhid

    "معنى لا إله إلا الله"

    Segala puji hanya bagi Allah subhanahu wata’ala, shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada baginda Rasulullah salallahu’alaihi wa salam, dan aku bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak disembah dengan sebenarnya selain Allah yang Maha Esa dan tiada sekutu bagi -Nya dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan -Nya.. Amma Ba’du:

    Sesungguhnya yang dimaksud dengan kalimat ikhlas adalah kalimat: لا إله إلا الله sebab kalimat ini mengandung makna mengikhlaskan ibadah semata-mata karena Allah Ta’ala, mengesakan -Nya dalam beribadah dan arti kalimat ini adalah tiada yang berhak disembah dengan sebenarnya kecuali Allah subhanahu wata’ala. Kalimat ini sangat agung, dengan sebab kalimat inilah para rasul diutus, kitab-kitab diturunkan dan dalam rangka menegakkan kalimat ini maka Allah subhanahu wata’ala memerintahkan orang-orang yang beriman untuk berjihad, pedang-pedang terhunus dan kuda-kuda dikendalikan.

    قال الله تعالى: ]وَمَا أَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ مِن رَّسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ [

    Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan yang hak melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku". (QS. Al-Anbiya’: 25)

    Dan setiap Rasul menyeru kaumnya untuk mewujudkan kalimat ini, sebagaimana firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:

    قال تعالى: ] فَقَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللهَ مَا لَكُم مِّنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ [

    Hai kaumku, sembahlah oleh kamu Allah, karena sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain Dia. (QS. Al-Mu’minun: 23)

    Dan orang-orang kafir yang didatangkan Rasul kepada mereka mengakui bahwa tiada tuhan yang menciptakan kecuali Allah Subhanahu Wa Ta’ala sebagaimana firman -Nya:

    قال الله تعالى: ] وَلَئِن سَأَلْتَهُم مَّنْ خَلَقَهُمْ لَيَقُولُنَّ اللهُ فَأَنَّى يُؤْفَكُونَ [

    Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: "Siapakah yang menciptakan mereka, niscaya mereka menjawab: "Allah", maka bagaimanakah mereka dapat dipalingkan (dari menyembah Allah?. (QS. Al-Zukhruf: 87)

    Hanya saja pengakuan ini tidak cukup dalam mewujudkan tauhid, sebab pengakuan ini harus dibarengi dengan pengesaan Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam beribadah kepada -Nya semata, yang tiada sekutu bagi -Nya, dan inilah yang dikehendaki oleh Allah Azza Wa Jalla, dengan firman -Nya:

    ] فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ [

    Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan Yang Hak melainkan Allah. (QS. Muhammad: 19).

    Di antara kaum muslimin ada yang mengucapkan kalimat ini, mendirikan shalat, berpuasa, berhaji dan bersedeqah namun bersamaan dengan hal tersebut mereka memalingkan sebagian dari ibadah kepada selain Allah Ta’ala, seperti istigotsah kepada sselain Allah kepada para wali dan orang-orang yang shaleh, bernazar untuk mereka atau berdo’a kepada selain Allah Subhanahu Wa Ta’ala, maka orang-orang yang mengerjakan perbuatan seperti ini sebenarnya belum mewujudkan makna لا إله إلا الله sebab kalimat tersebut menuntut mengesakan Allah dalam beribadah dan memalingkan segala bentuk ibadah hanya kepada Allah semata dan orang yang memalingkan bagian tertentu dari ibadah ini kepada selain Allah maka dia musyrik sekalipun dirinya mengucapkan لا إله إلا الله mendirikan shalat, berpuasa dan mengakui dirinya sebagai muslim. Sesungguhnya seorang hamba tidak dikatakan sebagai muslim yang sebenarnya dan tidak akan selamat dari kekekalan di dalam api neraka Jahannam kecuali dengan iman yang bersih yang tidak bercampur kesyirikan dan tidak pula dihapuskan oleh kekafiran.

    قال الله تعالى: ] الَّذِينَ آمَنُواْ وَلَمْ يَلْبِسُواْ إِيمَانَهُم بِظُلْمٍ أُوْلَئِكَ لَهُمُ الأَمْنُ وَهُم مُّهْتَدُونَ [

    Orang-orang yang beriman dan tidak mencampur adukkan iman mereka dengan kelaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. Al-An’am: 82).

    Maka barangsiapa yang beribadah kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan dibarengi dengan ibadah kepada selian Allah Subhanahu Wa Ta’ala maka ibadah tersebut tidak memberikan manfaat apapun baginya.

    قال الله تعالى: ] وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ [

    Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada nabi-nabi) yang sebelummu: "Jika kamu mempersekutukan Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi. QS. Al-Zumar: 65)

    Para ulama telah menyebutkan bahwa makna لا إله إلا الله ini mengandung beberapa syarat yang jika tidak terpenuhi maka dia tidak akan sempurna.

    Dan syarat kalimat لا إله إلا الله adalah delapan, yaitu:

    Pertama: Memahami maknanya, maksudnya dan apa-apa yang dilarangnya serta apa-apa yang menjadi tuntutannya.

    قال تعالى: ] فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَاللهُ يَعْلَمُ مُتَقَلَّبَكُمْ وَمَثْوَاكُمْ [

    Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan (Yang Hak melainkan Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat tinggalmu. (QS. Muhammad: 19).

    Pada riwayat Muslim di dalam kitab shahihnya dari Utsman radhiallahu anhu bahwa Nabi Muhammad salallahu’alaihi wa salam bersabda: Barangsiapa yang mati dan dia mengetahui bahwa tiada tuhan yang berhak disembah dengan sebanarnya kecuali Allah maka dia pasti masuk surga”.[1]

    Dan banyak manusia yang mengucapkannya dengan lisannya semata namun dia tidak mengetaui apaun dari artinya, oleh karena itulah mereka terjebak di dalam kesyirikan.

    Kedua: Keyakinan yang menghilangkan keraguan, yaitu orang yang mengucapkannya harus meyakini apa-apa yang ditunjukkan oleh makna kalimat ini. Dan jika di dalam hatinya terdapat keraguan terhadap apa yang ditunjukkan oleh makna kalimat ini maka ucapannya tersebut tidak memberikan manfaat apapun baginya.

    قال تعالى: ] إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ آمَنُوا بِاللهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوا [

    Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu. (QS. Al-Hujurat: 15).

    Diriwayatkan oleh Muslim di dalam kitab shahihnya dari Abi Hurairah radhiallahu anhu bahwa Nabi Muhammad salallahu’alaihi wa salam bersabda: Aku bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak disembah dengan sebenarnya kecuali Allah, dan sesungguhnya aku adalah utusan Allah, maka tidaklah seorang hamba yang bertemu Allah dengan meyakini kalimat tersebut dan dirinya tidak ragu dengannya kecuali dia akan masuk surga”.[2]

    Ketiga: IKhlas yang menghapuskan kesyirikan. Seseorang tidak mengucpakannya karena riya’ atau sum’ah.

    قال تعالى: ] وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ [

    Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada -Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus. (QS. Al-An’am: 5).

    Diriwayatkan oleh Al-Bukhari di dalam kitab shihihnya dari Abi Hurairah radhiallahu anhu bahwa Nabi Muhammad salallahu’alaihi wa salam bersabda: orang yang paling bahagia dengan syaf’atku pada hari kiamat adalah orang yang mengucapkan لا إله إلا الله dengan ikhlas dari dirinya”.[3]

    Keempat: Kebenaran yang menghapuskan kebohongan. Dia mengucapkan kalimat لا إله إلا الله dengan benar bersumber dari hatinya.

    قال تعالى: ] الم. أَحَسِبَ النَّاسُ أَن يُتْرَكُوا أَن يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ [

    Alif laam miim (2) Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi?. (3)Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta. )QS. Al-Ankabut: 1-3).

    Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim di dalam kitab shahihnya dari Mu’adz bin Jabal radhiallahu anhu bahwa Nabi Muhammad salallahu’alaihi wa salam bersabda: Tidak ada seorangpun yang bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak disembah dengan sebenarnya kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah dengan ucapan yang benar-benar dari hatinya kecuali Allah mengharamkan dirinya dari api neraka”.[4]

    Di dalam hadits ini disyaratkan pengucapan kalimat ini dengan sebenar-benarnya.

    Kelima: Cinta yang menghapuskan kebencian. Dia mencintai kalimat ini dan apa yang ditunjukkan oleh kalimat ini serta orang-orang yang berbuat dengan tuntutan kalimat ini.

    قال تعالى: ] وَالَّذِينَ آمَنُواْ أَشَدُّ حُبًّا لِّلهِ [

    Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah. (QS. Al-Baqarah: 165).

    Keenam: Tunduk terhadap apa yang ditunjukkan oleh kalimat ini, yaitu tunduk yang menghapuskan sikap meninggalkan tuntutan kalimat ini. Maka wajib bagi orang yang beriman untuk tunduk terhadap makna yang dikandung oleh kalimat لا إله إلا الله baik secara lahiriyah atau bathiniyah.

    قال تعالى: ] وَمَنْ أَحْسَنُ دِينًا مِّمَّنْ أَسْلَمَ وَجْهَهُ لله وَهُوَ مُحْسِنٌ [

    Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia pun mengerjakan kebaikan, (QS. Al-Nisa’: 125)

    Kepasrahan adalah bentuk ketundukan kepada perintah Allah Subahanahu Wa Ta’ala.

    Ketujuh: Penerimaan yang menghapuskan penolakan. Maka wajib menerima apa yang menjadi tuntutan kalimat ini baik berupa ibadah kepada Allah Subahanahu Wa Ta’ala semata tanpa mempersekutukan -Nya dengan sesuatu apapun dan meninggalkan peribadatan kepada selain Allah Subahanahu Wa Ta’ala, maka barangsiapa yang mengucapkannya namun dia tidak menerima apa yang menjadi tuntutan kalimat ini maka dia termasuk orang yang dikatakan oleh Allah Subahanahu Wa Ta’ala di dalam firman -Nya:

    قال الله تعالى: ] إِنَّهُمْ كَانُوا إِذَا قِيلَ لَهُمْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ يَسْتَكْبِرُونَ [

    Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka: Laa ilaaha illallah" (Tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah) mereka menyombongkan diri. (QS. Al-Shoffat: 35)

    Kedelapan: Mengningkari setiap sesembahan selain Allah Subahanahu Wa Ta’ala seperti penyembahan terhadap tahagut dan menetapkan ibadah hanya kepada Allah Subahanahu Wa Ta’ala semata.

    قال الله تعالى: ] فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِن بِاللهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَىَ [

    sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu, barang siapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat. (QS. Al-Baqarah: 256).

    Diriwayatkan oleh Muslim di dalam kitab shahihnya dari Abi Malik dari bapaknya bahwa Nabi Muhammad salallahu’alaihi wa salam bersabda: Barangsiapa yang mengucapkan لا إله إلا الله dan meningkari penyembahan selain Allah maka harta dan darahnya menjadi haram dan perhitungan dirinya diserahkan kepada Allah”.[5]

    Di antara keutamaan kalimat yang agung ini adalah:

    Pertama: Akan dibukakan bagi orang yang mengucapkannya, delapan pintu surga. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim di dalam kitab shahihnya dari Ubadah bin Shamit radhillahu anhu bahwa Nabi Muhammad salallahu’alaihi wa salam bersabda: Barangsiapa yang mengucapkan tiada tuhan yang berhak disembah dengan sebenarnya selain Allah Subahanahu Wa Ta’ala semata, tiada sekutu bagi -Nya dan Muhammad adalah hamba dan utusan -Nya, dan Isa adalah hamba Allah Subahanahu Wa Ta’ala dan anak dari hamba Allah Subahanahu Wa Ta’ala dan kalimat -Nya yang dihunjumkan kepada Maryam dan ruh dari -Nya, dan surga itu benar adanya, neraka itu benar adanya maka Allah Subahanahu Wa Ta’ala akan memasukkannya ke dalam surga dari pintu manapun dari delapan pintu surga yang disukainya”.[6]

    Kedua: Orang yang mengakui kebenaran kalimat ini sekalipun dia seorang pelaku maksiat dan dimasukkan ke dalam neraka akibat kemaksiatannya namun mereka tetap akan dikeluarkan dari api neraka. Di dalam kitab as-shahihaini dari Anas radhiallahu anhu bahwa Nabi Muhammad salallahu’alaihi wa salam bersabda: Allah subahanhu wa ta’ala berfirman: Demi Keperkasaan -Ku, demi kemuliaan -Ku, demi kebesaran -Ku, demi keagungan -Ku, Aku akan mengeluarkannya dari neraka orang yang mengatakan (لا إله إلا الله)[7]

    Diriwayatkan oleh Al-Thabrani di dalam Al-mu’jamul Ausath dari Abi Hurairah radhiallahu anhu bahwa Nabi Muhammad salallahu’alaihi wa salam bersada: Barangsiapa yang mengucapkan لا إله إلا الله maka ucapannya itu akan memberikannya manfaat pada suatu masa dan sebelum itu dia akan mendapatkan apa yang sebelumnya diperbuat oleh dirinya”.[8]

    Ketiga: Barangsiapa yang mengucapkannya sebelum kematiannya dan dia meninggal atasnya maka dia masuk surga. Diriwayatkan oleh Abu Dawud di dalam kitab sunannya dari Muadz bin Jabal radhiallahu anhu bahwa Nabi Muhammad salallahu’alaihi wa salam bersabda: Barangsiapa yang akhir kalamnya لا إله إلا الله maka dia pasti masuk surga”.[9]

    Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, semoga shalawat dan salam tetap tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad dan kepada keluarga, shahabat serta seluruh pengikut beliau.

    [1] Muslim no: 26

    [2] Muslim no: 26

    [3] Al-Bukhari: no:

    [4] Al-Bukhari no: 128 dan Muslim: no: 32

    [5] Muslim: no: 23

    [6] Shahih Muslim: no: 28 dan Bukhari no: 3435

    [7] Al-Bukhri no: 7510 dan Muslim: 192

    [8] Al-Thabrani 6/274 no: 6369 dishahihkan oleh Al-Albani di dalam kitab shahihul jami’s shagir 2/1098 no: 2434

    [9] Sunan Abu Dawud no: 3116