Hukum Mengambil Kewarganegaraan Kafir
Klasifikasi
Full Description
Hukum Seorang Muslim Mengambil Kewarganegaraan Negara Kafir
﴿ حكم تجنس المسلم بجنسية دولة كافرة ﴾
] Indonesia – Indonesian – [ إندونيسي
Dewan Tetap untuk Riset Ilmu dan Fatwa
Terjemah : Muhammad Iqbal A. Gazali
Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad
2010 - 1431
﴿ حكم تجنس المسلم بجنسية دولة كافرة ﴾
« باللغة الإندونيسية »
اللجنة الدائمة للبحوث العلمية والإفتاء
ترجمة: محمد إقبال أحمد غزالي
مراجعة: أبو زياد إيكو هاريانتو
2010 - 1431
بسم الله الرحمن الرحيم
Hukum Seorang Muslim Mengambil Kewarganegaraan Negara Kafir
154. Pertanyaan: Banyak umat Islam yang datang ke negara ini berniat untuk tinggal, demikian pula untuk mendapatkan kewarganegaraan Amerika. Apakah hal itu boleh bagi mereka? Perlu diketahui bahwa ia adalah negara kufur dan syirik. Bagaimana mungkin mereka melepaskan kewarganegaraannya yang muslim dan menerima kewarganegaraan negari ini? Bagaimanakah hukum Islam dalam hal itu? Perlu diketahui bahwa mereka beralasan untuk menyebarkan Islam?
Jawaban: Tidak boleh bagi seorang muslim menjadi warga negara suatu negara yang pemerintahnya kafir, karena hal itu merupakan sarana menuju sikap loyal dan menyetujui kebatilan mereka. Adapun menetap tanpa bertujuan mengambil kewarganegaraan, maka asal hukumnya tidak boleh, berdasarkan firman Allah swt:
إِنَّ الَّذِينَ تَوَفَّاهُمُ الْمَلاَئِكَةُ ظَالِمِي أَنفُسِهِمْ قَالُوا فِيمَ كُنتُمْ قَالُوا كُنَّا مُسْتَضْعَفِينَ فِي اْلأَرْضِ قَالُوا أَلَمْ تَكُنْ أَرْضُ اللهِ وَاسِعَةً فَتُهَاجِرُوا فِيهَا فَأُوْلاَئِكَ مَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ وَسَآءَتْ مَصِيرًا . إِلاَّ الْمُسْتَضْعَفِينَ مِنَ الرِّجَالِ وَالنِّسَآءِ وَالْوِلْدَانِ لاَ يَسْتَطِيعُونَ حِيلَةً وَلاَ يَهْتَدُونَ سَبِيلاً
Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri, (kepada mereka) malaikat bertanya:"Dalam keadaan bagaimana kamu ini". Mereka menjawab:" kami Adalah orang-orang yang tertindas di negeri (Mekah)". Para malaikat berkata:"Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah dibumi itu". Orang-orang itu tempatnya neraka Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruknya tempat kembali, * kecuali mereka yang tertindas baik laki-laki atau wanita ataupun anak-anak yang tidak mampu berdaya upaya dan tidak mengetahui jalan (untuk hijrah), (QS. an-Nisaa`:97-98)
Dan sabda Nabi Muhammad SAW:
أَنَا بَرِيئٌ مِنْ كُلِّ مُسْلِمٍ يُقِيْمُ بَيْنَ الْمُشْرِكِيْنَ
'Aku berlepas diri dari seorang muslim yang tinggal di tengah-tengah kaum musyrikin." [1]
Juga berdasarkan hadis-hadits lain dalam hal itu, demikian juga berdasarkan ijma' kaum muslimin dalam kewajiban hijrah dari negeri syirik menuju negeri islam bila mampu. Tetapi dari kalangan para ulama yang teguh dalam agama yang menetap di tengah-tengah kaum musyrikin untuk menyampaikan agama Islam dan berdakwah, maka tidak mengapa bila tidak khawatir terhadap agamanya dan ia berharap bisa memberi pengaruh dan memberi petunjuk kepada mereka.
Wabillahit taufik, semoga shalawat dan salam selalu tercurah kepada nabi kita Muhammad SAW, keluarga dan para sahabatnya.
Fatawa Lajnah daimah lil buhuth ilmiyah wal ifta. (2/69).
155. Hukum non muslim yang menjadi warga negara di negeri islam.
Pertanyaan: apa hukumnya non muslim yang menjadi warga negara di negara muslim?
Jawaban: Non muslim boleh mengambil warga negara di negara islam, apabila tidak khawatir membangkitkan fitnah (kekacauan) dan diharapkan kebaikan darinya. Akan tetapi ia (non muslim) tidak boleh menetap di semenanjung arab kecuali bila ia telah memeluk agama Islam, karena Nabi Muhammad SAW berpesan untuk mengusir kaum musyrik dari semenanjung Arab.
Wabillahit taufik, semoga shalawat dan salam selalu tercurah kepada nabi kita Muhammad saw, keluarga dan para sahabatnya.
Fatawa Lajnah daimah lil buhuth ilmiyah wal ifta. (2/74).
[1] أHR. Abu Daud 2645,at-Tirmidzi 1604, 1605, ath-Thabrani dalam al-Kabir 2/303 (2264), dari hadits Jarir bin Abdullah rad. Dan diriwayatkan oleh an-Nasa`i secara mursal, dan itulah yang shahih seperti yang dikatakan oleh al-Bukhari dan at-Tirmidzi. Lihat: al-Mughni 'an hamlil asfaar (1790) dan dihasankan oleh al-Albani dalam ash-Shahihah (2/228) dengan berbagai jalurnya.