Perjalanan Hidup SA’AD BIN MU’ADZ r.a
Klasifikasi
Full Description
Perjalanan Hidup Sa’ad bin Mu’adz ﷺ.a
﴿ سيرة سعد بن معاذ رضي الله عنه ﴾
] Indonesia – Indonesian – [ إندونيسي
Dr. Amin Abdullah Asy-Syaqawy
Terjemah : Muzaffar Sahid Mahsun
Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad
2009 - 1430
﴿ سيرة سعد بن معاذ رضي الله عنه ﴾
« باللغة الإندونيسية »
الشيخ أمين عبد الله الشقاوي
ترجمة: مظفر شهيد محصون
مراجعة: أبو زياد إيكو هاريانتو
2009 - 1430
Perjalanan Hidup SA’D BIN MU’ADZ ﷺ.a
Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam kepada Rasulullah SAW, dan aku bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah dengan sebenarnya kecuali Allah, Yang Maha Esa dan tiada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Wa Ba’du:
Ini adalah sebuah catatan ringkas dari riwayat hidup seorang tokoh terkamuka umat ini, siroh seorang pahlawan dan kesatria. Dia adalah salah seorang tokoh sahabat yang mulia dari shahabat Nabi. Kita akan memetik pelajaran berharga dan harum dari perjalanan hidupnya.
Shahabat Rasulullah SAW ini adalah seorang pahlawan dalam perang Badr, Uhud dan Khandak. Dia termasuk seorang yang tidak menghiraukan celaan orang yang mencela pada saat dia berda’wah di jalan Allah, Nabi Muhammad SAW memberitahukan bahwa dia termasuk seorang penghuni surga. ‘Arasy Allah yang Maha Rahman bergetar karena kematiannya. Dia masuk Islam di Madinah di tangan Mush’ab bin Umair RA.
Ibnu Hajar berkata: Dia adalah orang yang paling banyak berkahnya di dalam Islam dan dia memiliki keutamaan yang luar biasa.
Imam Al-Zahabai menuliskan riwayat hidup beliau: Pemimpin besar, Al-Syahid Abu Anru Sa’d bin Mu’adz bin Al-Nu’man Al-Anshori Al-Ausi al-Asyhali. Dia seorang lelaki dengan kulit putih, bertubuh tinggi, gagah, berwajah rupawan dan berjenggot indah:[1]Aisyah berkata: Di Bani asyhal terdapat tiga orang yang tidak ada seorangpun yang lebih baik dari mereka, yaitu Sa’d bin Mu’adz, Uaid bin Huadhair dan Abbad bin Bisyr.[2]
Ibnu Ishaq berkata: Pada saat dia masuk Islam dia berdiri di hadapan kaumnya dan berkata: Wahai bani Abdil Asyhal bagaimanakah pendapat kalian tentang diriku?. Mereka berkata: Anda adalah peminpin kami dan orang yang paling baik keturunannya. Dia berkata: Sesungguhnya kalian haram berbicara denganku baik yang laki-laki atau yang perempuan sehingga kalian beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Ibnu Ishaq berkata: Demi Allah tidak ada seorangpun di Bani Abil Asyhal seorang lelaki atau wanita kecuali mereka masuk Islam”.[3]
Dari Abdullah bin Mas’ud RA berkata: Sa’dd bin Mu’adz pergi berumroh. Abdullah bin Mas’ud menceritakan: Maka diapun mampir menginap di rumah Uamayyah bin Khalaf, dan apabila Umayyah mengadakan perjalanan ke Syam dan melewati kota Madinah maka diapun mampir di rumah Sa’d. Umayyah berkata kepada Sa’d: Tunggu dulu, keluarlah pada saat siang sudah meninggi dan orang-orang sudah tidak menghiraukan siapapun lagi maka engkau boleh pergi dan menjalankan thawaf. Pada saat Sa’d melaksanakan thawaf tiba-tiba Abu Jahl datang lalu dia berkata: Engkau menjalankan thawaf secara aman semantara engkau telah melindungi Muhammad dan para shahabatnya. Maka Sa’d berkata: Ya, maka merekapun saling bertengkar. Lalu Umayyah berkata kepada Sa’d: Janganlah engkau mengangkat suaramu pada Abil Hakam, sebab dia adalah peminpin penduduk lembah ini. Lalu Sa’d berkata: Demi Allah jika engkau menghalangiku bertawaf di rumah Allah ini maka aku akan memboikot perniagaanmu yang mengarah ke Syam. Lalu Umayyah berkata kepada Sa’d: janganlah engkau mengangkat suaramu”. Sambil menahannya berbicara. Akhirnya, Sa’dpun marah dan berkata: Biarkanlah, sesungguhnya aku telah mendengar Nabi SAW memberitahukan bahwa dia SAW akan membunuhmu; Umayyah berkata: Aku ini. Sa’d berkata: Ya. Umayyah melanjutkan: Demi Allah, Muhammad tidak pernah berbohong apabila berbicara; maka diapun kembali pulang kepada istrinya, lalu berkata kepadanya: Apakah engkau tidak mengetahui apa yang telah dikatakan oleh saudaraku yang dari Yatsrib?. Istrinya bertanya: Apakah yang dikatakannya?. Umyyah berkata: “Dia memberitahukan bahwa Muhammad akan membunuhku”. Istrinya berkata: Demi Allah bahwa Muhammad tidak pernah berbohong. Ibnu Mas’ud berkata: Pada saat mereka keluar menuju Badr dan datang seseorang berteriak maka istrinya berkata: Tidakkah engkau mengingat apa yang telah dikatakan oleh saudaramu yang dari Yatsrib?. Ibnu Mas’ud menjelaskan: Dia sebenarnya tidak ingin keluar berperang, namun Abu Jahl berkata: Sesungguhnya engkau adalah pemuka penghuni lembah ini, maka berjalanlah satu atau dua hari lalu diapun berjalan bersama mereka dua hari lalu Allah membinasakannya”.[4]
Dalam peristiwa di atas tanpak keberanian dan ketegasan Sa’d terhadap orang-orang kafir dan kebanggannya terhadap agamanya; Padahal dia sendiri di Mekkah namun dia berani mengancam para tokoh Quraisy di rumah mereka sendiri; dan Nabi SAW memberitahukan kepadanya bahwa dia termasuk penghuni surga. Dari Anas ra bahwa dihadiahkan untuk Rasulullah SAW sebuah jubbah dari kain sutra yang tipis. Dan Nabi melarang memakai kain sutra maka para sahabatpun kagum dengannya; lalu Nabi bersabda: Demi jiwa Muhammad yang berada di tangan-Nya sesungguhnya sapu tangan Sa’d bin Mu’adz di dalam surga lebih baik dari ini.[5]
Di antara sikap hidupnya yang agung adalah apa yang diriwayatkan oleh Aisyah RA bahwa dia berkata: Sa’d terluka pada saat perang Khandak, dia terkena lemparan tombak seorang dari dari suku Quraisy, bernama Ibnul Arifah. Dia terkana pada bagian lengannya, maka Rasulullah SAW mendirikan kemah baginya di mesjid agar beliau bisa mengunjunginya secara leluasa, pada saat Rasulullah SAW kembali dari Khandak maka beliau meletakkan senjatanya lalu mandi, lalu datanglah Jibril kepadanya pada saat beliau membersihkan debu dari kepalanya, dan jibril berkata kepadanya: Apakah engkau meletakkan senjatamu?. Demi Allah kami belum meletakkan senjata kami, kembalilah keluar kepada mereka; Maka Rasulullah SAW bertanya: Kemanakah aku keluar?. Maka diapun memberikan isyarat kepada Bani Quraizhah, maka Rasulpun memerangi mereka dan menghukum mereka dengan hukum yang diputuskan oleh Rasulullah SAW, maka Rasulullah mengembalikan keputusan hukum mereka pada apa yang diputuskan oleh Sa’d. Sa’d berkata: Aku memutuskan untuk mereka agar setiap lelaki yang berperang dibunuh dan wanita-wanita anak-anak mereka ditawan serta harta mereka dibagi. Hisyam berkata: Bapakku berkata: Aku dierbitahukan bahwa Rasulullah SAW bersabda: Sungguh dia telah memutuskan hukum pada perkara tersebut dengan keputusan hukum yang sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh Allah SWT. Kemudian Sa’d berkata: Sementara lukanya sudah mulai sembuh: Ya Allah, sesungguhnya Engkau mengetahui bahwa tidak ada seorangpun yang lebih aku cintai dari berjihad di jalan-Mu guna memerangi kaum yang mendustakan Rasul-MU dan mengeluarkannya. Ya Allah, seandainya peperangan orang Quraisy terhadap Rasul-Mu masih ada maka tetapkanlah aku dalam hidup ini guna berjihad di jalan-Mu. Ya Allah aku berfikir bahwa engkau telah menghapuskan peperangan antara kami dengan mereka, dan jika engkau telah menghapuskan peperangan antara kami dengan mereka maka kambuhkanlah penyakitku dan jadikanlah kematianku padanya, maka darahpun terpancar dari lehernya namun hal tersebut tidak membuat mereka khawatir (di dalam mesjid tersebut juga didirikan sebuah kemah dari Bani Gifar bahwasanya darah tetap menglair sehingga membasahi mereka, mereka berkata: Wahai para penghuni kemah, darah siapakah yang datang dari sisi kalian ini, dan ternyata luka Sa’d mengeluarkan darah lalu dia meninggal karenanya”.[6]
Dan Nabi sangat bersedih dengan meninggalnya Sa’d dan memberitahukan bahwa ‘arsy Allah yang Maha Penyayang bergetar dengan kematiannya. Dari Jabir RA bahwa Nabi bersabda: ‘Arsy Allah Yang Maha Penyayang bergetar dengan kematian Sa’d bin Mua’adz”.[7] Sekalipun Sa’d memiliki derajat yang begitu tinggi namun dia tidak terlepas dari sekapan kubur. Dari Aisyah RA bahwa Nabi bersabda: Sesungguhnya kubur memiliki tekanan dan seandainya ada orang yang bisa selamat darinya maka Sa’dlah orang yang pantas selamat darinya”.[8]
Imam Al-Zdahabi berkata: Tekanan kubur ini bukan termasuk azab kubur; akan tetapi sebuah rasa sakit yang dirasakan oleh seorang Mu’min yang sama seperti ketersiksaan yang dirasakan oleh seorang mu’min pada saat dirinya kehilangan anak dan kekasihnya di dunia, seperti ketersikasaan yang dirasakan pada saat sakit dan keluarnya nafas, rasa sakit saat menghadapi pertanyaan alam kubur dan ujian kubur, serta pedihnya siksa karena tangisan keluarga atas dirinya, dan kepedihan karena bangkit dari kubur, juga kepedihan saat dikumpulkan di pada mahsyar dan kepedihan suasana genting yang terjadi padanya serta kepedihan melewati api neraka dan yang lainnya; maka getaran yang dirasakan oleh seorang hamba tidak termasuk azab kubur dan tidak pula azab Jahannam, namun Allah SWT meringankan hamba yang beriman pada sebagian peristiwa tersebut atau pada semua peristiwa tersebut, dan tidak ketangan bagi seorang hamba kecuali pada saat dia bertemu dengan Tuhannya. Allah SWT berfirman:
óOèdöÉRﷺ&uﷺ tPöqt Íouô£ptø:$# ÇÌÒÈ
39. Dan berilah mereka peringatan tentang hari penyesalan, (QS. Maryam: 39)
NèdöÉRﷺ&uﷺ tPöqt ÏpsùÎFy$# ÏÎ) Ü>qè=à)ø9$# t$s! ÌÅ_$uZptø:$#
18. Berilah mereka peringatan dengan hari yang dekat (hari kiamat yaitu) ketika hati (menyesak) sampai di kerongkongan. (QS. Mu’min: 18)
Kami mohon kepada Allah SWT semoga dia memberikan maaf dan kasih saying-Nya.
Sekalipun setiap orang merasakan getaran namun kita ketahui bahwa Sa’d termasuk penghuni surga dan dia berada pada posisi syuhada yang paling tinggi, seakan engkau mengira bahwa orang yang menang tidak merasakan suasana yang dahsyat di dua alam ini, tidak pula rasa takut dan pedih serta khawatir, mohonlah kepada Tuhanmu agar Dia mengumpulkanmu pada kelompok Sa’d”.[9]
Wafatnya Sa’d pada tahun ke lima hijriyah, dalam usia muda belia, pada umur tiga puluh tujuh tahun, Nabi menshalatkannya dan dikuburkan di pekuburan Baqi’, semoga Allah meridhai Sa’d dan memberikan balasan bagi diri kita dan kaum muslimin dengan balasan yang lebih baik dan semoga Allah mengumpulkan kita pada tempat yang mulia.
Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam dan shalawat serta salam kepada Nabi kita Muhammad, kepada keluarga dan seluruh shahabatnya.
[1] Siar A’lamun Nubala: 11/279
[2] Siyar a’lamun Nubala’: 11/279
[3] Siroh Ibnu Hisyam: 2/40
[4] Shahih Bukhari: 2/563
[5] Shahih Bukhari: 3/43 no: 3803 dan shahih Muslim: 4/1916 no: 2469
[6] Shahih Bukhari: 3/119 dan shahih Muslim: 3/1389-1390 no: 1769
[7] Shahih Bukhari: 3/43 no: 3803 dan shahih Muslim: 4/1915 no: 2466
[8] Musnad Imam Ahmad bin Hambal: 6/98
[9] Siyar Alamun Nubala’: 1/290-291