Hukum membagi agama kepada isi dan kulit
Klasifikasi
Full Description
Hukum Membagi Agama Kepada Isi dan Kulit
﴿ حكم تقسيم الدين إلى لب وقشور ﴾
] Indonesia – Indonesian – [ إندونيسي
Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz
Muhammad bin Shalih Al Utsaimin
Terjemah : Muh. Iqbal Ahmad Gazali
Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad
2009 - 1430
﴿ حكم تقسيم الدين إلى لب وقشور ﴾
« باللغة الإندونيسية »
عبد العزيز بن عبد الله بن باز
محمد بن صالح العثيمين
ترجمة: محمد إقبال أحمد غزالى
مراجعة: إيكو هاريانتو أبو زياد
2009 – 1430
Hukum Membagi Agama Kepada Isi dan Kulit
Pertanyaan: Apakah hukumnya membagi agama kepada isi (seperti shalat, puasa dll. pent) dan kulit (seperti jenggot)?
Jawaban: Membagi agama kepada isi dan kulit adalah pembagian yang salah dan batil. Seluruh ajaran agama adalah isi dan semuanya bermanfaat untuk hamba, semuanya mendekatkan diri kepada Allah I, dan seluruhnya seseorang diberi pahala atasnya. Semuanya berguna bagi seseorang dengan bertambah imannya dan merendahkan dirinya kepada Rabb-nya, sampai dalam masalah yang terkait pakaian dan tingkah laku dan yang semisalnya. Semua itu, apabila manusia melakukannya karena mendekatkan diri kepada Allah I dan mengikuti rasul-Nya maka sesungguhnya ia diberi pahala atasnya. Dan kulit, seperti yang kita ketahui, tidak bermanfaat, bahkan dibuang, dan tidak ada dalam agama Islam dan syari'at yang seperti ini. Bahkan semua ajaran islam adalah isi yang seseorang mengambil manfaat dengannya apabila niatnya ikhlas karena Allah I dan bagus dalam mutaba'ahnya kepada Rasulullah ﷺ. Dan kepada orang-orang yang menjual ungkapan ini hendaknya berfikir dengan sungguh dalam persoalan ini, sehingga mereka mengetahui kebenaran kemudian hendaknya mereka mengikutinya dan meninggalkan seperti ungkapan ini.
Benar, sesungguhnya agama Islam mengandung perkara-perkara penting yang agung seperti rukun-rukun Islam yang lima yang dijelaskan oleh Rasulullah ﷺ dalam sabdanya ﷺ:
بُنِيَ اْلإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ: شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ وَإِقَامِ الصَّلاَةِ وَإِيْتَاءِ الزَّكَاةِ وَالْحَجِّ وَصَوْمِ رَمَضَانَ.
"Islam dibangun atas lima perkara: bersaksi bahwa tidak adalah Ilah (yang berhak disembah) selain Allah I dan sesungguhnya Muhammad ﷺ adalah utusan Allah I, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berhaji dan puasa Ramadhan."[1]
Dan padanya ada beberapa perkara yang kurang dari hal itu, akan tetapi tidak ada yang dinamakan kulit yang manusia tidak mengambil manfaat dengannya, terlebih lagi melemparnya dan membuangnya.
Adapun terkait masalah jenggot: maka tidak disangsikan lagi bahwa memanjangkannya adalah ibadah karena Nabi ﷺ memerintahkannya.[2] Dan segala yang diperintahkan oleh Nabi ﷺ merupakan ibadah yang manusia mendekatkan diri kepada Rabb-nya dengan menjunjung perintah nabi-Nya ﷺ, bahkan ia merupakan petunjuk Nabi ﷺ dan semua saudaranya para rasul, sebagaimana firman Allah I tentang Harun u: bahwa ia berkata kepada Musa u:
قَالَ يَبْنَؤُمَّ لاَتَأْخُذْ بِلِحْيَتِي وَلاَبِرَأْسِي
Harun menjawab:"Hai putera ibuku, janganlah kamu pegang janggutku dan jangan (pula) kepalaku,… ". (QS. Thaha:94)
Dan shahih dari Nabi ﷺ bahwa memanjangkan jenggot termasuk fithrah yang manusia difithrahkan atasnya,[3] maka memanjangkannya termasuk ibadah dan bukan adat (kebiasaan) dan bukan pula hanya merupakan kulit seperti yang disangka sebagian orang.
Syaikh Ibnu Utsaimin –Majmu' Fatawa wa Rasail 3/124-125.
Dalam agama tidak ada yang dinamakan kulit
Pertanyaan: Apakah hukumnya orang yang berkata: Sesungguhnya mencukur rambut dan memendekkan pakaian hanyalah kulit dan bukan merupakan dasar dalam agama? Atau pada orang yang mentertawakan orang yang melakukan hal itu?
Jawaban: Ungkapan ini sangat berbahaya dan kemungkaran besar. Tidak ada istilah kulit dalam agama, bahkan semuanya adalah isi, kebaikan dan memperbaiki, dan terbagi kepada dasar dan cabang. Persoalan jenggot dan memendekkan pakaian termasuk cabang, bukan termasuk dasar, akan tetapi sesuatu dari ajaran agama tidak boleh dinamakan kulit. Dikhawatirkan orang yang mengatakan sepertu ucapan ini karena meremehkan dan mengolok-olok bahwa ia menjadi murtad karena hal itu dari agamanya, berdasarkan firman Allah I:
قُلْ أَبِاللهِ وَءَايَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنتُمْ تَسْتَهْزِءُونَ {65} لاَتَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُم بَعْدَ إِيمَانِكُمْ {66}
Katakanlah:"Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?". * Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman.. (QS. at-Taubah: 65-66)
Rasulullah ﷺ adalah yang menyuruh memanjangkan jenggot, membiarkannya, dan mengulurkannya, memotong kumis dan memendekkannya. Maka wajib mematuhinya, membesarkan perintah dan larangannya dalam semua perkara. Abu Muhammad ibn Hazm[4] menyebutkan ijma' para ulama bahwa memanjangkan jenggot dan memotong kumis adalah perkara yang diwajibkan. Dan tidak diragukan bahwa kebahagiaan, keselamatan, kemuliaan, dan kesudahan yang terpuji adalah dalam taat kepada Allah I dan rasul-Nya, dan sesungguhnya kebinasaan, kerugiaan, dan kesudahan yang buruk adalah dalam maksiat kepada Allah I dan rasul-Nya ﷺ. Seperti ini pula mengangkat pakaian di atas dua mata kaki adalah perkara yang wajib, berdasarkan sabda Nabi ﷺ:
مَا أَسْفَلَ مِنَ الْكَعْبَيْنِ مِنَ اْلإِزَارِ فَفِى النَّارِ
"Sesuatu yang berada di bawah dua mata kaki dari sarung maka di dalam neraka."[5]
Dan sabdanya ﷺ:
ثَلاَثَةٌ لاَ يُكَلِّمُهُمُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلاَ يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ وَلاَيُزَكِّيْهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيْمٌ: ...المُسْبِل وَاْلمُنْفِقُ سِلْعَتَهُ بِاْلحَلفِ الْكَذِبِ
"Ada tiga golongan yang Allah I tidak berbicara kepada mereka, tidak memandang kepada mereka, dan tidak membersihkan mereka (dari dosa) dan bagi mereka siksaan yang pedih:…yang mengulur sarung (di bawah dua mata kaki), menjual barangnya dengan sumpah palsu."[6]
Dan sabda Nabi ﷺ:
لاَيَنْظُرُ اللهُ إِلَى مَنْ جَرَّ ثَوْبَهُ خُيَلاَءَ
"Allah I ridak memandang kepada orang yang mengulur pakaiannya karena sombong."[7]
Seorang muslim wajib bertaqwa kepada Allah I, dan hendaklah ia mengangkat pakaiannya, sama saja baju jubah atau sarung, atau celana, dan jangan turun dari dua mata kaki, dan yang paling utama adalah di antara pertengahan betis hingga mata kaki. Apabila isbal itu dari orang yang sombong niscaya dosanya lebih besar. Dan apabila disebabkan kelalaian, bukan karena sombong maka ia adalah perbuatan mungkar dan pelakunya berdosa, akan tetapi dosanya lebih kecil dari dosa orang yang sombong. Tidak diragukan bahwa isbal adalah wasilah (sarana) menuju kesombongan, sekalipun pelakunya mengaku bahwa ia melakukannya bukan karena sombong, karena ancaman dalam hadits bersifat umum maka tidak boleh meremehkannya. Adapun cerita Abu Bakar ash-Shiddiq t dan ucapannya kepada Nabi ﷺ: "Sesungguhnya salah satu dari dua sisi sarung saya terulur kecuali apabila ia menjaga hal itu darinya, maka Nabi ﷺ bersabda: 'Engkau bukan termasuk orang yang melakukannya karena sombong."[8] Maka ini pada orang yang kondisinya sama seperti kondisi Abu Bakar t, ia menjaganya dan bersungguh-sungguh mengawasinya. Adapun orang yang mengulur pakaiannya secara sengaja maka ini terkena umumnya ancaman dan bukan seperti Abu Bakar ash-Shiddiq t. Dan dalam mengulur (isbal) pakaian disertai yang terdahulu dari ancaman merupakan sikap israf (berlebihan) dan menyebabkan kotor dan najis serta menyerupai perempuan. Semua itu wajib dijaga oleh setiap muslim. Wallahu waliyyut taufiq wal hadi ila sawaais sabiil.
Syaikh Bin Baz – Majalah Dakwah edisi: 1607.
[1] Al-Bukhari 8 dan Muslim 16.
[2] al-Bukhari 5892, 5893, Muslim 259, dari hadits Ibnu Umar t, dan Muslim 260 dari hadits Abu Hurairah t.
[3] Muslim 261 dari hadits Aisyah t.
[4] Lihat kitabnya: Tingkatan-tingkatan ijma' hal 157.
[5] Al-Bukhari: 5787
[6] Muslim: 106.
[7] Al-Bukhari 5783 dan Muslim 2085.
[8] Al-Bukhari: 5784.