×
Ringkasan Fiqih Islam Bagian ( 4 ) : Buku ini menjelaskan tentang fiqih Mu’amalah yang Meliputi hal-hal berikut ini: Jual Beli Khiyar (Memilih), Salam (Pesanan), Riba, Pinjaman, Gadai, Jaminan, Hiwalah, (Pemindahan hutang), Berdamai, Hajr (boikot), Wakalah (perwakilan), Persekutuan, Musaqat dan muzara’ah, Persewaan, Sabaq (perlombaan), Peminjaman Rampasan, Syuf’ah dan syafa’ah, Titipan, Membuka lahan baru, Ju’alah (upah), Luqathah (barang temuan) dan laqith (yang menemukan) Waqaf, Pemberian dan sedekah, Wasiat, Memerdekakan.

 Ringkasan Fiqih Islam (4)( Bab Mu'amalah)

Meliputi hal-hal berikut ini:

1.     Jual Beli

2.     Khiyar (Memilih)

3.     Salam (Pesanan)

4.     Riba

5.     Pinjaman

6.     Gadai

7.     Jaminan

8.     Hiwalah (Pemindahan hutang)

9.     Berdamai

10.  Hajr (boikot)

11.  Wakalah (perwakilan)

 1. Jual Beli

Islam adalah agama yang sempurna, datang dengan mengatur hubungan antara Sang Khaliq (Allah SWT) dan makhluk, dalam ibadah untuk membersihkan jiwa dan mensucikan hati. Dan (Islam) datang dengan mengatur hubungan di antara sesama makhluk, sebagian mereka bersama sebagian yang lain, seperti jual beli, nikah, warisan, had dan yang lainnya agar manusia hidup bersaudara di dalam rasa damai, adil dan kasih sayang.

 . Aqad (transaksi) terbagi tiga:

1. Aqad pertukaran secara murni, seperti jual beli, sewa-menyewa, dan syarikat (perseroan) dan semisalnya.

2. Aqad pemberian secara murni, seperti hibah (pemberian), sedekah, pinjaman, jaminan, dan semisalnya.

3. Aqad pemberian dan pertukaran secara bersama-sama, seperti qardh (hutang), maka ia termasuk pemberian karena ia dalam makna sedekah, dan pertukaran di mana ia dikembalikan dengan  semisalnya.

Bai' (jual-beli): yaitu pertukaran harta dengan harta untuk dimiliki.

. Seorang muslim bekerja dalam bidang apapun jenis usahanya adalah untuk menegakkan perintah Allah SWT dalam pekerjaan itu, dan untuk mendapatkan ridha Rabb SWT dengan menjunjung perintah-perintah-Nya dan menghidupkan sunnah Rasul SAW dalam amal ibadah tersebut, dan melaksanakan sebab-sebab yang diperintahkan dengannya. Kemudian Allah SWT memberikan rizqi yang baik kepadanya dan memberi taufik kepadanya untuk menggunakannya dalam penyaluran yang baik.

 Hikmah disyareatkannya jual beli:

. Manakala uang, komoditi, dan harta benda tersebar di antara manusia seluruhnya, dan kebutuhan manusia bergantung dengan apa yang ada di tangan temannya, dan ia tidak memberikannya tanpa ada imbalan/pertukaran.

          Dan dibolehkannya jual beli, dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari untuk mencapai  tujuan hidupnya. Dan jika tidak demikian, niscaya manusia akan saling merampas, mencuri, melakukan tipu daya, dan saling membunuh.

          Karena alasan inilah, Allah SWT menghalalkan jual beli untuk merealisasikan kemashlahatan dan memadamkan kejahatan tersebut. Jual beli itu hukumnya boleh dengan ijma' (konsensus) semua ulama. Firman Allah SWT:

﴿ ......... وَأَحَلَّ ٱللَّهُ ٱلۡبَيۡعَ وَحَرَّمَ ٱلرِّبَوٰاْۚ ........ ﴾ [البقرة: ٢٧٥] 

"Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…"   (QS. Al-Baqarah: 275).

. Syarat sah jual-beli:

1.      Sama-sama ridha baik penjual maupun pembeli, kecuali orang yang dipaksa dengan kebenaran.

2.      Bahwa boleh melakukan transaksi, yaitu dengan syarat keduanya orang yang merdeka, mukallaf, lagi cerdas.

3.      Yang dijual adalah yang boleh diambil manfaatnya secara mutlak (absolut). Maka tidak boleh menjual yang tidak ada manfaatnya, seperti nyamuk dan jangkerik. Dan tidak boleh pula yang manfaatnya diharamkan seperti arak dan babi. Dan tidak boleh pula sesuatu yang mengandung manfaat yang tidak dibolehkan kecuali saat terpaksa, seperti anjing dan bangkai kecuali belalang dan ikan.

4.      Bahwa yang dijual adalah milik sang penjual, atau diijinkan baginya menjualnya saat transaksi.

5.      Bahwa yang dijual sudah diketahui bagi kedua belah pihak yang melakukan transaksi dengan melihat atau dengan sifat.

6.      Bahwa harganya sudah diketahui.

7.      Bahwa yang dijual itu sesuatu yang bisa diserahkan, maka tidak boleh menjual ikan yang ada di laut, atau burung yang ada di udara, dan semisal keduanya, karena adanya unsur penipuan. Dan syarat-syarat ini untuk menampik kedzaliman, penipuan, dan riba dari kedua belah pihak.

 . Terjadi transaksi jual beli dengan salah satu dari dua sifat:

1. Ucapan: seperti penjual berkata, 'Aku menjual kepadamu.' Atau 'Aku memilikkannya kepadamu,' atau semisal keduanya. Dan pembeli berkata, 'Aku membeli' atau 'aku menerima' dan semisal keduanya yang sudah dikenal masyarakat secara umum.

2. Perbuatan: yaitu pemberian, seperti ia (seseorang) berkata, 'Berikanlah kepadaku daging seharga sepuluh ribu rupiah', lalu ia memberikannya tanpa ucapan dan semisal yang demikian itu yang sudah berlaku umum, apabila terjadi saling senang (dengan transaksi itu).

 . Keutamaan wara' dalam mumalah:

          Wajib kepada setiap muslim dalam jual belinya, makan dan minumnya, dan semua muamalahnya  agar berada di atas sunnah (sesuai aturan agama), lalu ia mengambil yang halal, jelas halalnya dan melakukan transaksi dengannya. Dan menjauhi yang diharamkan secara jelas dan tidak melakukan muamalah dengannya. Adapun yang syubhat, maka seharusnya meninggalkannya karena menjaga agama dan kehormatannya, agar dia tidak terjerumus dalam yang haram.

Dari An-Nu'man bin Basyir ﷺ‬.a, ia berkata: 'Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda:

اِنَّ الْحَلاَلَ بَيِّنٌ وَاِنَّ الْحَرَامَ بَيِّنٌ وَ َبيْنَهُمَا  أُمُوْرٌ مُشْتَبِهَاتٌ لاَ يَعْلَمُهُنَّ كَثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ فَمَنِ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ  اسْتَبْرَأَ لِدِيْنِهِ وَعِرْضِهِ. وَمنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِى الْحَرَامِ كَالرَّاعِي يَرْعَى حَوْلَ الْحِمَى يُوْشِكُ أَنْ يَرْتَعَ فِيْهِ. أَلاَ وَاِنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمًى أَلاَ وَاِنَّ حِمَى اللهِ مَحَارِمَهُ أَلاَ وَاِنّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً اِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَاِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّه ُأَلاَ وَهِيَ الْقَلْبُ.

"Sesungguhnya yang halal itu jelas dan sesungguhnya yang haram itu jelas, dan di antara keduanya ada perkara-perkara syubhat yang tidak diketahui oleh kebanyakan manusia. Maka barang siapa yang meninggalkan yang syubhat berarti ia telah membebaskan agama dan kehormatannya. Dan barang siapa yang terjerumus dalam yang syubhat berarti ia terjerumus pada yang haram, seperti penggembala yang menggembala di sekitar daerah terlarang, hampir-hampir ia merumput padanya. Ketahuilah, sesungguhnya bagi setiap raja ada daerah terlarang dan sesungguhnya daerah terlarang Allah SWT adalah segala yang diharamkan-Nya. Ketahuilah, sesungguhnya di dalam tubuh ada segumpal darah, apabila ia baik niscaya baiklah semua tubuh dan apabila rusak niscaya rusaklah semua tubuh, ketahuilah, ia adalah hati." (Muttafaqun 'alaih).[1]

. Harta-harta yang syubhat seharusnya dipergunakan di tempat yang paling jauh dari manfaat. Maka yang paling dekat adalah yang masuk ke dalam perut, kemudian yang mengikuti penampilan lahiriyah, berupa pakaian. Kemudian yang mendatang dari tunggangan seperti kuda dan mobil dan semisalnya.

 . Keutamaan usaha yang halal:

1.     Firman Allah SWT:

﴿ فَإِذَا قُضِيَتِ ٱلصَّلَوٰةُ فَٱنتَشِرُواْ فِي ٱلۡأَرۡضِ وَٱبۡتَغُواْ مِن فَضۡلِ ٱللَّهِ وَٱذۡكُرُواْ ٱللَّهَ كَثِيرٗا لَّعَلَّكُمۡ تُفۡلِحُونَ ١٠ ﴾ [الجمعة: ١٠] 

"Apabila telah menunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya supaya kamu beruntung."   (QS. Al-Jumu'ah: 10).

2.     Dari Al-Miqdam ﷺ‬.a, dari Nabi SAW, Beliau bersabda:

مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَامًا قَطُّ خَيْرًا مِنْ أَنْ يَأْكُلَ  مِنْ عَمَلِ يَدِهِ. وَاِنَّ نَبِيَّ اللهِ دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ  كَانَ يَأْكُلُ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ.

'Tidaklah seseorang menyantap makanan selama-lamanya yang lebih baik dari pada ia memakan dari hasil pekerjaan tangannya. Dan sesungguhnya Nabi Daud a.s makan dari hasil pekerjaan tangannya.' (HR. Bukhari).[2]

. Para sahabat Nabi SAW melakukan jual beli dan perdagangan, akan tetapi apabila datang suatu kebenaran dari hak-hak Allah SWT, perdagangan dan jual beli tidak melalaikan mereka dari zikir kepada Allah SWT, sehingga mereka menunaikannya kepada Allah SWT.

. Usaha itu berbeda dengan berbedanya manusia, dan yang paling utama bagi seseorang adalah yang sesuai kondisinya, berupa pertanian, perindustrian, atau perdagangan, dengan syarat-syaratnya yang syar'i.

. Manusia harus berusaha mencari rizqi yang halal untuk memberi makan dan nafkah kepada keluarganya dan fi sabilillah SWT, dan untuk menahan diri untuk tidak meminta-minta kepada orang lain. Dan sebaik-baik usaha adalah pekerjaan seseorang dengan tangannya dan setiap jual beli yang baik.

          Dari Abu Hurairah ﷺ‬.a, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda:

وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ َلأَنْ يَأْخُذَ أَحَدُكُمْ حَبْلَهُ فَيَحْتَطِبَ عَلَى ظَهْرِهِ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَأْتِيَ رَجُلاً فَيَسْأَلُهُ أَعْطَاهُ أَوْ مَنَعَهُ.

"Demi Dzat yang diriku berada di tangan-Nya, sungguh salah seorang darimu mengambil talinya, lalu mencari kayu bakar (dan membawanya) di atas punggungnya, lebih baik baginya dari pada mendatangi seseorang, lalu meminta kepadanya, baik ia memberinya atau tidak." (Muttafaqun 'alaih).[3]

 . Keutamaan toleransi (bermurah hati) dalam jual beli:

          Seharusnya manusia bersifat toleransi lagi mudah, sehingga ia mendapat rahmat Allah SWT. Dari Jabir bin Abdullah ﷺ‬.a, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda:

رَحِمَ اللهُ  رَجُلاً سَمْحًا اِذَا بَاعَ وَاِذَا اشْتَرَى وَاِذَا اقْتَضَى.

"Semoga Allah SWT memberi rahmat kepada seseorang yang toleransi (bermurah hati), apabila menjual, membeli, dan apabila membayar." (HR. Bukhari).[4]

 . Bahaya banyak bersumpah dalam jual beli:

          Bersumpah dalam jual beli ada kalanya menjadikan laris komoditi (barang dagangan), akan tetapi menghapuskan keberkahan. Dan Nabi SAW telah melarang darinya dengan sabdanya:

اِيَّاكُمْ وَكَثْرَةَ الْحِلْفِ فِى الْبَيْعِ فَاِنَّهُ يُنَفِّقُ ثُمَّ يَمْحَقُ.

"Jauhilah banyak bersumpah dalam jual beli, sesungguhnya ia menjadikan laris, kemudian menghapus (keberkahan)." (HR. Muslim).[5]

. Kejujuran dalam jual beli merupakan penyebab keberkahan, dan bohong penyebab hilangnya berkah.

Kunci-kunci Rizqi

Kunci-kunci rizqi dan sebab-sebab datangnya yang paling penting, yang dimohon turunnya rizqi dari Allah SWT adalah:

 . Istigfar dan taubat kepada Allah SWT dari segala dosa:

Firman Allah SWT tentang Nabi Nuh SAW:

﴿ فَقُلۡتُ ٱسۡتَغۡفِرُواْ رَبَّكُمۡ إِنَّهُۥ كَانَ غَفَّارٗا ١٠ يُرۡسِلِ ٱلسَّمَآءَ عَلَيۡكُم مِّدۡرَارٗا ١١ وَيُمۡدِدۡكُم بِأَمۡوَٰلٖ وَبَنِينَ وَيَجۡعَل لَّكُمۡ جَنَّٰتٖ وَيَجۡعَل لَّكُمۡ أَنۡهَٰرٗا ١٢ ﴾ [نوح: ١٠،  ١٢] 

“…Maka aku katakan kepada mereka: "Mohonlah ampun kepada Rabbmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun" * niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, * dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.” (QS. Nuh: 10-12).

Firman Allah SWT tentang Hud SAW:

﴿ وَيَٰقَوۡمِ ٱسۡتَغۡفِرُواْ رَبَّكُمۡ ثُمَّ تُوبُوٓاْ إِلَيۡهِ يُرۡسِلِ ٱلسَّمَآءَ عَلَيۡكُم مِّدۡرَارٗا وَيَزِدۡكُمۡ قُوَّةً إِلَىٰ قُوَّتِكُمۡ وَلَا تَتَوَلَّوۡاْ مُجۡرِمِينَ ٥٢ ﴾ [هود: ٥٢] 

"Dan (dia berkata): "Hai kaumku, mohonlah ampun kepada Rabbmu lalu tobatlah kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat deras atasmu, dan Dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu, dan janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa."  (QS. 11: 52).

 . Berpagi-pagi dalam mencari rizqi:

          Semestinya berpagi-pagi dalam mencari rizqi, berdasarkan sabda Nabi SAW:

اَللّهُمَّ بَارِكْ ِلأُمَّتِي فِى بُكُوْرِهَا

"Ya Allah, berilah berkah untuk umatku di pagi harinya." (HR. Abu Daud dan At-Tirmidzi).[6]

. Doa:

1. Allah SWT berfirman:

﴿ وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌۖ أُجِيبُ دَعۡوَةَ ٱلدَّاعِ إِذَا دَعَانِۖ فَلۡيَسۡتَجِيبُواْ لِي وَلۡيُؤۡمِنُواْ بِي لَعَلَّهُمۡ يَرۡشُدُونَ ١٨٦ ﴾ [البقرة: ١٨٦] 

"Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasannya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)-Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran".  (Q.S Al-Baqarah 186)  

﴿ قَالَ عِيسَى ٱبۡنُ مَرۡيَمَ ٱللَّهُمَّ رَبَّنَآ أَنزِلۡ عَلَيۡنَا مَآئِدَةٗ مِّنَ ٱلسَّمَآءِ تَكُونُ لَنَا عِيدٗا لِّأَوَّلِنَا وَءَاخِرِنَا وَءَايَةٗ مِّنكَۖ وَٱرۡزُقۡنَا وَأَنتَ خَيۡرُ ٱلرَّٰزِقِينَ ١١٤ ﴾ [المائ‍دة: ١١٤] 

"'Isa putera Maryam berdo'a: "Ya Tuhan kami, turunkanlah kiranya kepada kami suatu hidangan dari langit (yang hari turunnya) akan menjadi hari raya bagi kami yaitu bagi orang-orang yang bersama kami dan yang datang sesudah kami, dan menjadi tanda bagi kekuasaan Engkau, beri rizkilah kami, dan Engkau-lah Pemberi rizki Yang Paling Utama."  (Q.S Al-Maaidah 114).

 . Bertaqwa kepada Allah SWT:

1.     Firman Allah SWT:

﴿ ...... وَمَن يَتَّقِ ٱللَّهَ يَجۡعَل لَّهُۥ مَخۡرَجٗا ٢ وَيَرۡزُقۡهُ مِنۡ حَيۡثُ لَا يَحۡتَسِبُۚ .......... ﴾ [الطلاق : ٢،  ٣] 

“Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar. * Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.. (QS. Ath-Thalaaq: 2-3).

2.     Firman Allah SWT:

﴿ وَلَوۡ أَنَّ أَهۡلَ ٱلۡقُرَىٰٓ ءَامَنُواْ وَٱتَّقَوۡاْ لَفَتَحۡنَا عَلَيۡهِم بَرَكَٰتٖ مِّنَ ٱلسَّمَآءِ وَٱلۡأَرۡضِ وَلَٰكِن كَذَّبُواْ فَأَخَذۡنَٰهُم بِمَا كَانُواْ يَكۡسِبُونَ ٩٦ ﴾ [الاعراف: ٩٥] 

“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS. Al-A'raaf: 96).

. Menjauhi semua maksiat:

Firman Allah SWT:

﴿ ظَهَرَ ٱلۡفَسَادُ فِي ٱلۡبَرِّ وَٱلۡبَحۡرِ بِمَا كَسَبَتۡ أَيۡدِي ٱلنَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعۡضَ ٱلَّذِي عَمِلُواْ لَعَلَّهُمۡ يَرۡجِعُونَ ٤١ ﴾ [الروم: ٤١] 

“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (QS. Ar-Ruum: 41).

. Tawakkal kepada Allah SWT:

          Pengertiannya: bergantungnya hati hanya kepada Allah SWT  semata-mata.

1.     Firman Allah SWT:

﴿ .. وَمَن يَتَوَكَّلۡ عَلَى ٱللَّهِ فَهُوَ حَسۡبُهُۥٓۚ إِنَّ ٱللَّهَ بَٰلِغُ أَمۡرِهِۦۚ قَدۡ جَعَلَ ٱللَّهُ لِكُلِّ شَيۡءٖ قَدۡرٗا ٣ ﴾ [الطلاق : ٣] 

“Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki)-Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (QS. Ath-Thalaq: 3).

2.     Dari 'Umar bin Khaththab ﷺ‬.a, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda:

لَوْ أَنَّكُمْ تَوَكَّلْتُمْ عَلَى اللهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرَزَقَكُمْ كَمَا يَرْزُقٌ الطَّيْرَ تَغْدُوْ خِمَاصًا وَتَعُوْدُ بِطَانًا.

"Jika kalian bertawakkal kepada Allah SWT dengan sebenarnya, niscaya Dia SWT akan memberi rizki kepada kalian sebagaimana Dia memberi rizki kepada burung, ia berangkat di pagi hari dalam keadaan lapar dan kembali dalam kondisi kenyang.” (HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah).[7]

. Tafarrugh untuk beribadah kepada Allah SWT:

          Pengertiannya adalah: hadirnya hati, khusyu'nya, dan tunduknya kepada Allah SWT saat beribadah.

          Dari Ma'qil bin Yasar ﷺ‬.a, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda:

يَقُوْلُ رَبُّكُمْ تَبَارَكَ وَتَعَالَى: يَاابْنَ آدَمَ تَفَرَّغْ لِعِبَادَتِي امْلاَءْ قَلْبَكَ غِنًى وَامْلاَءْ يَدَيْكَ رِزْقًا. يَا ابْنَ آدَمَ, لاَ تَبَاعَدْ مِنِّي فَأمْلاَءْ قَلْبَكَ فَقْرًا وَامْلاَءْ يَدَيْكَ شُغْلاً. أخرجه الحاكم

"Rabbmu Yang Maha Tinggi berfirman: Wahai keturunan Adam SAW, kosongkanlah dirimu untuk beribadah kepada-Ku, niscaya Aku mengisi hatimu dengan kekayaan dan Aku mengisi kedua tanganmu dengan rizqi. Wahai keturunan Adam SAW, janganlah engkau menjauhkan diri dariku, maka aku mengisi hatimu dengan kefakiran dan Aku mengisi kedua tanganmu dengan kesibukan." (HR. al-Hakim).[8]


 . Meneruskan di antara haji dan umrah:

Dari Abdullah bin Mas'ud ﷺ‬.a, ia berkata:

تَابِعُوْا بَيْنَ الْحَجِّ وَالْعُمْرَةِ فَاِنَّهُمَا يَنْفِيَانِ الْفَقْرَ وَالذُّنُوْبَ كَمَا يَنْفِي الْكِيْرُ خَبَثَ الْحَدِيْدِ وَالذَّهَبِ وَاْلفِضَّةِ  وَلَيْسَ لِلْحَجَّةِ الْمَبْرُوْرِ ثَوَابٌ اِلاَّ الْجَنَّةِ.

 “Rasulullah SAW bersabda: 'Ikutkanlah (teruskanlah) di antara haji dan umrah, sesungguhnya keduanya menghilangkan kefakiran dan dosa, sebagaimana ubupan (alat peniup) tukang besi menghilangkan kotoran besi, emas dan perak. Dan tidak ada pahala bagi haji mabrur selain surga.” (HR.at-Tirmidzi dan An-Nasa`i).[9]

 . Berinfak fi sabilillah:

1.     Firman Allah SWT:

﴿ ..... وَمَآ أَنفَقۡتُم مِّن شَيۡءٖ فَهُوَ يُخۡلِفُهُۥۖ وَهُوَ خَيۡرُ ٱلرَّٰزِقِينَ ٣٩ ﴾ [سبا: ٣٩] 

“Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia lah Pemberi rezki yang sebaik-baiknya.”  (QS. Sabaa`:39).

2.     Dari Abu Hurairah ﷺ‬.a, Nabi SAW menyampaikan dengannya, Beliau bersabda:

قاَلَ اللهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى: يَا ابْنَ آدَمَ أَنْفِقْ أُنْفِقْ عَلَيْكَ.

“Allah SWT berfirman: 'Wahai keturunan Adam, berinfaklah niscaya Aku memberi nafkah kepadamu.” (HR. Muslim).[10]

 . Berinfak kepada orang yang mengkhususkan diri untuk menuntut ilmu syari'at:

          Dari Anas bin Malik ﷺ‬.a, ia berkata:

كَانَ أَخَوَانِ فِى عَهْدِ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم فَكَانَ أَحَدُهُمَا يَأْتِي النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم وَاْلآخَرُ يَحْتَرِفُ فَشَكَا الْمُحْتَرِفُ أَخَاهُ اِلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ: لَعَلَّكَ تُرْزَقُ بِهِ.

 "Ada dua orang bersaudara di masa Rasulullah SAW, salah seorang dari keduanya datang kepada Nabi SAW (menuntut ilmu) dan yang lain bekerja. Maka yang bekerja mengadukan saudaranya kepada Nabi SAW, lalu Beliau SAW bersabda: 'Semoga engkau diberi rizqi dengan dia.” (HR. At-Tirmidzi).[11]

. Silaturrahim:

          Yaitu menyampaikan sesuatu yang mungkin berupa kebaikan kepada karib kerabat dan menolak bahaya dari mereka, serta berbuat baik kepada mereka. Dari Anas bin Malik ﷺ‬.a, ia berkata, 'Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda:

مَنْ سَرَّهُ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِى رِزْقِهِ أَوْ يُنْسَأَ لَهُ فِى أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ. متفق عليه.

"Barangsiapa yang senang dibukakan rizkinya atau dipanjangkan umurnya, maka hendaklah ia menyambung silaturrahmi." (Muttafaqun 'alaih).[12]

 . Memuliakan orang-orang lemah dan berbuat baik kepada mereka:

1.      Dari Mush'ab bin Sa'ad, ia berkata, 'Sa'ad ﷺ‬.a menganggap bahwa ia mempunyai kelebihan dari orang lain, maka Nabi SAW bersabda:

هَلْ تُنْصَرُوْنَ وَتُرْزَقُوْنَ اِلاَّ بِضُعَفَائِكُمْ.

“Tidaklah kamu diberi pertolongan dan diberi rizki kecuali karena orang-orang lemah darimu.” (HR. Bukhari).[13]

2.      Dan pada lafazh (yang lain):

اِنَّمَا يَنْصُرُ اللهُ هذِهِ اْلأُمَّةَ بِضَعِيْفِهَا بِدَعْوَتِهِمْ وَصَلاَتِهِمْ وَاِخْلاَصِهِمْ.

"Sesungguhnya Allah SWT menolong umat ini dengan orang yang lemah darinya, dengan doa, shalat, dan ikhlas mereka." (HR. An-Nasa`i).[14]

. Hijrah fi sabilillah:

Firman Allah SWT:

﴿ ۞وَمَن يُهَاجِرۡ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِ يَجِدۡ فِي ٱلۡأَرۡضِ مُرَٰغَمٗا كَثِيرٗا وَسَعَةٗۚ وَمَن يَخۡرُجۡ مِنۢ بَيۡتِهِۦ مُهَاجِرًا إِلَى ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ ثُمَّ يُدۡرِكۡهُ ٱلۡمَوۡتُ فَقَدۡ وَقَعَ أَجۡرُهُۥ عَلَى ٱللَّهِۗ وَكَانَ ٱللَّهُ غَفُورٗا رَّحِيمٗا ١٠٠ ﴾ [النساء : ١٠٠] 

"Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezki yang banyak. Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, Kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya disisi Allah. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."  (QS. An-Nisaa`: 100).

 . Yang diharamkan dalam syara' ada dua macam:

1.     Yang diharamkan berupa benda, seperti bangkai, darah, daging babi, segala yang keji, segala yang najis, dan semisalnya.

2.     Yang diharamkan berupa perbuatan atau tindakan, seperti riba, judi, menahan barang, menipu, jual beli yang menipu, dan semisal yang demikian itu  yang mengandung kezaliman dan memakan harta manusia dengan cara yang batil.

Maka yang pertama dibenci oleh jiwa/diri, dan yang kedua disenangi oleh jiwa, maka dibutuhkan penghalang, pencegah dan hukuman yang akan menghalangi sesorang terjerumus ke dalamnya.

 . Gambaran-gambaran jual beli yang diharamkan:

          Islam membolehkan segala sesuatu yang membawa kebaikan, berkah, dan manfaat yang dibolehkan, dan mengharamkan sebagian jual beli dan golongan, karena pada sebagiannya terdapat jahalah (ketidak-tahuan) dan penipuan, atau merusak pasar, atau menyesakkan dada, atau kepalsuan dan kebohongan, atau bahaya terhadap badan, akal dan semisalnya yang menyebabkan sifat dendam, pertikaian, pertengkaran, dan bahaya.

          Maka diharamkan jual beli tersebut dan hukumnya tidak sah, di antaranya adalah:

1.       Jual beli mulamasah (sentuhan): seperti penjual berkata kepada pembeli, umpamanya: pakaian apapun yang kamu sentuh, maka ia untukmu dengan harga sepuluh. Ini adalah jual beli yang rusak karena adanya ketidak tahuan dan penipuan.

2.       Jual beli munabadzah (lemparan): seperti pembeli berkata kepada penjual: pakaian manapun yang engkau lempar kepadaku, maka ia untukku dengan harga sekian. Ini adalah jual beli yang rusak (tidak sah), karena adanya ketidaktahuan dan penipuan.

3.       Jual beli hashah (lemparan batu): seperti penjual berkata, 'Lemparkanlah batu ini, maka benda apapun yang kejatuhan batu itu, maka ia untukmu dengan harga sekian. Ini termasuk jual beli yang rusak karena adanya ketidak tahuan dan penipuan.

4.       Jual beli najsy: yaitu menaikan harga komoditi (yang dilakukan) oleh orang yang tidak ingin membelinya. Ini adalah jual beli yang diharamkan, karena mengandung godaan kepada para pembeli yang lain dan penipuan kepada mereka.

5.       Penjualan oleh orang kota kepada orang desa: yaitu simsar (perantara, broker), yang menjual komoditi lebih mahal daripada harga saat itu. Jual beli ini tidak sah, karena mengandung mudharat dan penekanan terhadap manusia, akan tetapi bila penduduk desa yang datang kepadanya dan meminta darinya agar menjual atau membeli untuknya maka tidak apa-apa.

6.       Menjual komoditi sebelum menerimanya hukumnya tidak boleh, karena membawa kepada permusuhan dan perbatalan secara khusus apabila ia (penjual) melihat bahwa yang membeli akan mendapat keuntungan padanya.

7.       Jual beli 'inah: yaitu menjual suatu komoditi secara bertempo, kemudian ia (penjual) membelinya lagi darinya (pembeli) dengan harga yang lebih murah secara kontan. Maka tergabunglah di dalamnya dua jual beli dalam satu transaksi. Jual beli ini haram dan batil, karena ia adalah sarana menuju riba. Jika ia membelinya setelah menerima harganya, atau setelah berubah sifatnya, atau dari selain pembelinya, hukumnya boleh.

8.       Penjualan seseorang atas penjualan saudaranya: seperti seseorang membeli suatu komoditi dengan harga sepuluh, dan sebelum selesai pembelian, datanglah orang lain seraya berkata, 'Aku menjual kepadamu barang yang sama dengan harga sembilan atau lebih murah dari harga yang engkau beli darinya,' dan sama juga pembelian, seperti seseorang berkata kepada orang yang menjual suatu komoditi dengan harga sepuluh (10), 'Aku membelinya darimu dengan harga lima belas (15),' agar orang pertama pergi dan menyerahkannya untuknya. Jual beli ini haram, karena mengandung mudharat kepada kaum muslimin dan mengobarkan kemarahan kepada yang lain.

9.       Jual beli setelah panggilan (azan)yang kedua pada shalat Jum'at, hukumnya haram dan tidak sah, demikian pula semua transaksi.

10.   Setiap yang haram, seperti arak, babi, patung, atau sarana kepada yang haram, seperti alat-alat musik, maka menjual dan membelinya hukumnya haram.

. Dan termasuk jual beli yang diharamkan: jual beli hablul-habalah, jual beli malaqiih, yaitu sesuatu yang ada di perut induknya (ibunya), jual beli madhamiin, yaitu sesuatu yang ada di sulbi yang jantan, dhirab unta dan 'asab pejantan.

          Dan diharamkan jual beli anjing, kucing, uang hasil pelacuran, hadiah untuk dukun, jual beli yang tidak diketahui, jual beli yang mengandung penipuan, jual beli yang tidak mampu menyerahkannya seperti burung yang terbang di udara, jual beli buah sebelum nyata baiknya, dan semisal yang demikian itu.

. Apabila membeli secara bersama-sama (komunal) di antara dia dan orang lain, niscaya sah pada bagiannya, dan bagi pembeli boleh memilih jika ia tidak mengetahui keadaan.

. Kaum muslimin (memiliki secara) bersama-sama dalam tiga macam: air, rumput, dan api. Maka air hujan dan air mata air tidak dimiliki dan tidak sah menjualnya selama ia belum mengumpulkannya di geribanya (kantong air dari kulit) atau kolamnya atau semisal keduanya. Dan rumput, sama saja masih basah atau sudah kering, selama masih berada di buminya, tidak boleh menjualnya. Dan api, sama saja bahan bakarnya seperti kayu bakar atau bara apinya tidak boleh menjualnya. Semuanya ini termasuk perkara-perkara yang diberikan oleh Allah SWT secara bersama-sama (komunal) di antara makhluk-Nya. Maka wajib memberikannya kepada yang membutuhkannya dan haram menghalangi seseorang darinya.

. Apabila seseorang menjual rumah, penjualan itu mencakup tanahnya, atasnya dan bawahnya, serta segala yang ada padanya. Dan jika yang dijual adalah tanah, penjualan itu meliputi segala yang ada di atasnya selama tidak dikecualikan darinya.

. Apabila seseorang menjual rumah seluas seratus meter (100 M.), ternyata kurang atau lebih (dari 100 M.), jual beli itu sah dan kelebihan untuk (milik) penjual dan kekurangan atas tanggungannya, dan boleh khiyar (hak memilih) bagi yang tidak mengetahuinya dan luput tujuannya.

. Apabila bergabung di antara pembelian dan penyewaan, maka ia berkata, 'Aku menjual rumah ini dengan harga seratus ribu (100.000) dan aku menyewakan rumah ini dengan harga sepuluh ribu (10.000), lalu yang lain berkata, 'Aku terima.' Niscaya sah penjualan dan penyewaan. Dan seperti ini pula jikalau ia berkata, 'Aku menjual rumah ini dan menyewakannya kepadamu dengan harta seratus ribu (100.000),' niscaya hukumnya sah. Dan dibagi penggantian atas keduanya saat dibutuhkan.

 . Hukum mengambil hadiah dari pusat-pusat perdagangan:

          Hadiah-hadiah yang diberikan dari pusat-pusat perdagangan bagi orang yang membeli komoditi mereka yang ditawarkan hukumnya haram. Ia termasuk judi, karena di dalamnya mengandung bujukan (rayuan) kepada manusia untuk membeli dari mereka, bukan dari selain mereka, membeli sesuatu yang tidak dibutuhkan, atau yang diharamkan karena mengharapkan hadiah, dan merugikan para pedagang yang lain. Dan hadiah yang diambilnya dari mereka adalah haram, karena keadaannya berasal dari judi yang diharamkan secara syara'. Firman Allah SWT:

﴿ يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِنَّمَا ٱلۡخَمۡرُ وَٱلۡمَيۡسِرُ وَٱلۡأَنصَابُ وَٱلۡأَزۡلَٰمُ رِجۡسٞ مِّنۡ عَمَلِ ٱلشَّيۡطَٰنِ فَٱجۡتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمۡ تُفۡلِحُونَ ٩٠ ﴾ [المائ‍دة: ٩٠] 

"Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, ( berkorban untuk ) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan"  (QS. Al-Maidah: 90).

. Hukum menjual majalah-majalah dan koran-koran porno:

Majalah-majalah dan korang-koran yang berisi pemikiran sesat seperti untuk memerangi Agama Islam dan pemeluknya, majalah-majalah dan korang-koran porno yang mengajak kepada tindakan amoral, cabul dan kefasikan, video dan kaset-kaset yang berisi nyanyian dan suara-suara musik, yang nampak di dalamnya gambar-gambar wanita yang membuka aurat sambil menyanyi dan berlenggang-lenggok, segala yang berisi ucapan yang rendah, candaan yang keji, dan mengajak kepada kehinaan, maka semua itu haram menjual dan membelinya, mendengarnya, menontonnya, memperdagangkannya, dan harta yang bersumber darinya baik menjual, atau membeli, atau menyewakan, semuanya adalah harta yang haram, yang tidak halal bagi pemiliknya.

. Hukum asuransi konvensional:

          Asuransi konvensional adalah traksaksi yang di dalamnya mengharuskan muammin (pemberi jaminan, perusahan asuransi) membayar kepada peserta asuransi sebagai pengganti materi yang disepakati atasnya saat terjadi musibah atau kerugian sebagai imbalan pembayaran yang diberikan peserta asuransi. Ia termasuk yang diharamkan karena mengandung penipuan dan ketidak jelasan. Ia termasuk judi dan memakan harta manusia dengan cara batil, sama saja atas jiwa atau harta benda, atau alat-alat, atau yang lainnya.

. Tidak boleh menjual juice kepada orang yang akan menjadikannya minuman keras, dan tidak boleh menjual senjata di masa kacau, dan tidak boleh menjual yang hidup dengan yang mati.

. Setiap penjualan yang digantungkan atas syarat yang tidak menghalalkan yang haram dan tidak pula mengharamkan yang halal, maka jual beli itu dibolehkan, seperti penjual mensyaratkan tinggal di rumah selama satu bulan, atau pembeli mensyaratkan membawa kayu bakar dan mematahkannya, dan semisal yang demikian itu.

. Bumi Mina, Muzdalifah, dan Arafah adalah masya'ir seperti masjid-masjid untuk semua kaum muslimin. Maka tidak boleh menjualnya atau menyewakannya. Dan barang siapa yang melakukan hal itu, maka ia berbuat maksiat, dosa, dan zalim, dan sewaan atasnya adalah haram. Dan barangsiapa yang membayar (sewa tersebut) karena membutuhkannya maka tiada dosa atasnya.

. Hukum jual beli kredit:

          Jual beli kredit adalah gambaran dari penjualan nasi`ah. Hukumnya boleh. Jual beli nasi`ah ditempokan untuk satu tempo, dan jual beli kredit ditempokan untuk beberapa waktu.

. Boleh bertambah pada harta komoditi karena bertempo atau kredit, seperti penjualan satu komoditi yang nilainya seratus (100) secara kontan, dengan harta seratus dua puluh (120) secara bertempo untuk satu masa atau beberapa waktu yang ditentukan, dengan syarat tambahan itu tidak berlebihan atau mengambil kesempatan orang-orang yang membutuhkan.

. Penjualan secara bertempo atau kredit menjadi sunnah apabila ditujukan membantu pembeli, lalu ia tidak menambah pada harga karena bertempo. Dengan hal itu penjual mendapat pahala atas kebaikannya. Dan menjadi boleh apabila ditujukan untuk mendapat keuntungan, lalu ia menambah dalam harga karena bertempo, dan mengarahkan kepada kredit yang dimaklumi untuk waktu-waktu yang sudah diketahui.

. Penjual tidak boleh mengambil tambahan (bunga) hutang kepada pembeli karena keterlambatan pembayaran kredit, karena hal itu termasuk riba yang diharamkan. Akan tetapi ia mempunyai hak terhadap barang yang dijual sampai semua hutang itu dibayar oleh pembeli.

. Apabila seseorang menjual tanah yang terdapat pohon korma atau pepohonan lainnya. Jika pohon korma itu sudah dilakukan pembuahan, dan pepohonan telah nampak buahnya, maka ia untuk penjual kecuali apabila pembeli mensyaratkannya untuknya. Dan jika pohon korma belum dilakukan pembuahan dan pepohonan itu belum nampak buahnya, maka ia untuk pembeli.

. Tidak sah menjual buah dari pohon korma atau pepohonan lainnya sampai nampak baiknya. Dan tidak sah menjual hasil pertanian sebelum kuat/keras bijinya. Apabila seseorang menjual buah-buahan sebelum nyata baiknya bersama pohonnya, atau menjual hasil pertanian hijau bersama tanahnya, niscaya hal itu boleh, atau menjual buah dengan syarat memotongnya pada saat itu (saat dilaksanakan transaksi), niscaya boleh.

. Apabila seseorang membeli buah dan membiarkannya hingga panen atau dipetik tanpa menunda dan tanpa melalaikan. Kemudian datang bencana dari langit seperti angin, dingin, dan semisal keduanya, lalu memusnahkannya, maka pembeli berhak mengambil harga dari penjual.

          Dan jika dihancurkan/dirusak oleh manusia, pembeli berhak memilih di antara membatalkan atau meneruskan, dan menuntut ganti kepada yang merusaknya.

. Hukum Muhaqalah:

          Yaitu menjual biji yang sudah keras dalam bijinya dengan biji dari jenisnya, hukumnya tidak boleh, karena jual beli ini menggabungkan di antara dua hal yang ditakutkan: ketidak jelasan pada ukuran dan baiknya, dan riba karena tidak jelas kesamaannya.

 . Hukum Muzabanah:

          Yaitu menjual buah di pohon kurma dengan korma kering dengan takaran. Hukumnya tidak boleh seperti muhaqalah.

. Tidak boleh menjual korma dengan ruthab di atas pohon kurma karena mengandung penipuan dan riba. Namun dibolehkan pada jual beli 'araya karena kebutuhan, yaitu diperkirakan ruthab di atas pohon korma, kemudian memberikan nilainya dari tamar (kurma kering) yang sudah lama, dengan syarat tidak lebih dari lima wasaq disertai serah terima di tempat transaksi.

. Tidak boleh menjual anggota tubuh atau satu bagian tubuh manusia sebelum mati atau sesudahnya. Jika orang yang terpaksa tidak memperolehnya kecuali dengan harga, boleh membayar karena terpaksa dan haram atas yang mengambil. Jika ia menghibahkannya kepada yang sangat membutuhkan dan diberikan imbalan sebelum mati, maka tidak mengapa mengambilnya.

. Tidak boleh menjual darah untuk pengobatan dan tidak boleh pula untuk yang lainnya. Jika ia membutuhkannya untuk pengobatan dan tidak memperolehnya kecuali dengan gantian (harga), maka boleh baginya mengambilnya dengan harga dan haram mengambil harga itu atas yang memberikannya.

. Gharar (penipuan): yaitu sesuatu yang manusia tidak mengetahuinya, samar atasnya batinnya (dalamnya) berupa tidak ada, atau tidak diketahui, atau dilemahkan darinya atau tidak mampu atasnya.

. Hukum jual beli yang mengandung penipuan dan judi:

          Penipuan dan judi termasuk transaksi berbahaya serta menghancurkan sendi-sendi perekonomian, penyebab kebangkrutan perusahan besar, menyebabkan kayanya suatu kaum tanpa bersusah payah, dan kefakiran yang lain dengan cara yang batil. Maka ia adalah perbuatan haram, permusuhan, dan kebencian. Semua ini termasuk pekerjaan syetan. Firman Allah SWT:

﴿ إِنَّمَا يُرِيدُ ٱلشَّيۡطَٰنُ أَن يُوقِعَ بَيۡنَكُمُ ٱلۡعَدَٰوَةَ وَٱلۡبَغۡضَآءَ فِي ٱلۡخَمۡرِ وَٱلۡمَيۡسِرِ وَيَصُدَّكُمۡ عَن ذِكۡرِ ٱللَّهِ وَعَنِ ٱلصَّلَوٰةِۖ فَهَلۡ أَنتُم مُّنتَهُونَ ٩١ ﴾ [المائ‍دة: ٩١] 

"Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian diantara kamu pada minuman keras dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan shalat; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu)."    (QS. Al-Ma`idah: 91).

 . Jual beli gharar (penipuan) menyeret kepada dua kerusakan besar:

1.       Memakan harta manusia dengan cara batil, salah satunya boleh jadi berhutang tanpa keuntungan, atau beruntung tanpa berhutang, karena ia adalah gadaian dan judi.

2.       Permusuhan dan kebencian di antara dua pihak yang bertransaksi, akan menimbulkan dendam dan pertengkaran.

 2- Khiyar (memilih)

 . Hikmah disyari'atkan khiyar:

          Khiyar dalam jual beli termasuk dari keindahan Islam. Karena  terkadang terjadi jual beli secara mendadak tanpa berpikir dan merenungkan harga dan manfaat barang yang dibeli. Karena alasan itulah, Islam memberikan kesempatan untuk mempertimbangkan yang dinamakan khiyar, keduanya bisa memilih di sela-selanya yang sesuai salah satu dari keduanya berupa meneruskan jual beli atau membatalkannya.

          Dari Hakim bin Hizam ﷺ‬.a ia berkata: 'Rasulullah SAW bersabda:

اَلْبَيِّعَانِ بِالخِيَارِ مَالَمْ يَتَفَرَّقَا أَوْ قَالَ: حَتَّى يَتَفَرَّقَا. فَاِنْ صَدَقَا وَبَيَّنَا بُوْرِكَ لَهُمَا فِى بَيْعِهِمَا وَاِنْ كَتَمَا وَكَذَبَا مُحِقَتْ بَرَكَةُ بَيْعِهِمَا.

"Dua orang yang melakukan jual beli mempunyai hak memilih selama keduanya belum berpisah, 'atau beliau bersabda: 'sampai keduanya berpisah. Maka jika keduanya benar dan menjelaskan, niscaya diberi berkah untuk keduanya dalam transaksi keduanya, dan jika keduanya menyembunyikan dan berdusta, niscaya dihapus berkah jual beli keduanya." (Muttafaqun 'alaih).[15]

 . Pembagian-pembagian khiyar:

          Khiyar terdiri dari beberapa bagian, di antaranya adalah:

1.     Khiyar majelis: dan ia ada pada jual beli, berdamai, sewa-menyewa, dan selainnya dari penukaran yang tujuannya adalah harta. Ia adalah hak dua orang yang melakukan jual beli secara bersamaan. Dan waktunya adalah dari saat transaksi sampai berpisah dengan badan. Jika keduanya menggugurkannya, gugurlah ia. Jika salah satu dari keduanya menggugurkannya, niscaya tersisa khiyar yang lain. Maka apabila keduanya berpisah, terjadilah jual beli. Dan haram berpisah dari majelis karena takut ia mengundurkan diri.

2.     Khiyar syarat: yaitu dua orang yang melakukan jual beli atau salah satunya mensyaratkan khiyar hingga masa yang sudah diketahui, maka sah syarat itu, sekalipun lama. Masanya dari saat transaksi hingga berakhirnya masa yang disyaratkan. Dan apabila berlalu masa khiyar dan yang mensyaratkan tidak membatalkan penjualan, niscaya tetaplah jual beli. Dan jika keduanya memutuskan khiyar saat masa itu, niscaya batalah, karena hak untuk keduanya.

3.     Khiyar perbedaan penjual dan pembeli: seperti jikalau keduanya berbeda pada kadar harga, atau benda yang dijual, atau sifatnya, dan tidak ada saksi, maka ucapan adalah ucapan penjual disertai sumpahnya, dan pemberi diberi pilihan antara menerima atau membatalkan.

4.     Khiyar 'aib: yaitu sesuatu yang mengurangi nilai yang dijual. Apabila (seseorang) membeli suatu komoditi dan ia menemukan cacat padanya, maka boleh memilih (khiyar), bisa jadi ia mengembalikannya dan mengambil harganya, atau menahannya dan mengambil tambalan cacat itu. Maka dinilai komoditi yang tanpa cacat, kemudian dinilai yang cacat dan ia mengambil perbedaan di antara keduanya. Dan jika keduanya berbeda pendapat di sisi siapa terjadinya cacat itu seperti pincang (bagi binatang), dan rusaknya makanan, maka ucapan (yang diterima adalah) ucapan penjual diserta sumpahnya, atau keduanya saling mengembalikan.

5.     Khiyar ghubn (penipuan, kecurangan): yaitu pembeli atau penjual melakukan penipuan/kecurangan pada komoditi, kecurangan yang keluar dari kebiasaan atau 'uruf. Hukumnya adalah haram. Apabila seseorang merasa dicurangi, maka ia mempunyai hak khiyar di antara menahan dan membatalkan, seperti orang yang tertipu dengan orang yang menghadap rombongan (yang mau memasuki pasar), atau tambahan orang yang meninggikan harga (najisy) yang tidak ingin membeli, atau ia tidak mengetahui nilai dan tidak pandai menawar dalam jual beli, maka ia mempunyai hak khiyar.

6.     Khiyar tadlis (penyamaran): yaitu penjual menampakkan (memperlihatkan, memajang) suatu komoditi dengan penampilan yang disenangi padanya, padahal ia kosong darinya. seperti membiarkan laban (susu) di tetek (kambing, sapi, unta) saat menjual supaya pembeli mengira banyak susunya, dan semisal yang demikian itu. Perbuatan ini hukumnya haram. Maka apabila hal itu terjadi, maka ia (pembeli) memiliki hak khiyar di antara menahan atau membatalkan. Apabila ia telah memerah susunya, kemudian mengembalikannya, ia mengembalikan bersamanya satu sha' kurma sebagai gantian susu.

7.     Khiyar mengabarkan harga apabila nyata perbedaan kenyataan (realita), atau kurang dari yang dia kabarkan, maka pembeli memiliki hak khiyar di antara menahan dan mengambil (harga) perbedaan atau membatalkan. Sebagaimana jikalau ia membeli pulpen dengan harga seratus (100). Lalu datanglah kepadanya seseorang dan berkata, 'Juallah kepadaku dengan harga pokoknya.' Ia berkata, 'Harga pokoknya (modalnya) adalah seratus lima puluh (150).' Lalu ia menjual kepadanya. Kemudian jelas kebohongan penjual, maka pembeli mempunyai hak khiyar. Dan tetapi khiyar ini pada tauliyah (pemberian hak wali), syarikah (perusahaan bersama), murabahah, muwadha'ah. Dan dalam semua itu, pembeli dan penjual harus mengetahui modal harta.

8.     Apabila telah nampak bahwa pembeli itu susah atau curang, maka pembeli mempunyak hak membatalkan jika ia menghendaki untuk memelihara hartanya.

. Bahaya menipu:

          Menipu hukumnya haram dalam segala sesuatu, bersama setiap orang, di setiap transaksi. Hukumnya haram pada semua mu'amalah, diharamkan pada semua pekerjaan profesi, diharamkan pada industri, dan diharamkan pada segala akad (transaksi, kontrak), jual beli, dan seliannya, karena mengandung kebohongan dan penipuan, dan menyebabkan pertikaian dan permusuhan.

Dari Abu Hurairah ﷺ‬.a, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda:

مَنْ حَمَلَ عَلَيْنَا السِّلاَحَ فَلَيْسَ مِنَّا وَمَنْ غَشَّنَا فَلَيْسَ مِنَّا. أخرجه مسلم.

"Barang siapa yang membawa senjata atas kami (menyerang kami), maka ia bukan dari golongan kami, dan barang siapa yang menipu kami, maka ia bukan dari golongan kami."  (HR. Muslim).[16]

. Iqalah: yaitu membatalkan transaksi dan kembalinya kedua orang yang melakukan transaksi dengan sesuatu yang miliknya, boleh dengan yang lebih sedikit atau lebih banyak darinya.

. Iqalah, sunnah bagi orang yang menyesal dari penjual dan pembeli, yaitu sunnah bagi/pada hak orang yang membatalkan, boleh pada hak yang meminta pembatalan. Dan disyari'atkan apabila menyesal salah seorang yang melakukan jual beli, atau hilang kebutuhannya dengan komoditi, atau tidak mampu atas harga itu, dan semisal yang demikian itu.

. Iqalah termasuk perbuatan baik seorang muslim kepada saudaranya apabila ia membutuhkannya, Nabi SAW mendorong padanya dengan sabdanya:

مَنْ أَقَالَ مُسْلِمًا أَقَالَ اللهُ عَثْرَتَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ.

"Barang siapa yang memaafkan kepada seorang muslim niscaya Allah SWT memaafkan kesalahannya di hari kiamat." (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah)[17]

 3. Salam (Pesanan)

. Salam adalah transaksi atas sesuatu yang disifatkan dalam jaminan yang bertempo dengan harga yang diserahkan (dibayar) di tempat transaksi. Allah SWT membolehkannya sebagai keluasaan kepada kaum muslim dalam memenuhi kebutuhan mereka. Dan dinamakan (salaf), yaitu penjualan yang pembayarannya lebih dahulu dan barangnya diserahkan beberapa waktu kemudian (pesanan, dengan pembayaraan di depan).

. Hukum salam: boleh, contohnya, seperti seseorang memberikan seratus riyal kepada penjual, nanti penjual itu menyerahkan lima puluh takar kurma setelah satu tahun.

          Dari Ibnu Abbas ﷺ‬.a, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda:

مَنْ أَسْلَفَ فِى شَيْئٍ فَفِي كَيْلٍ مَعْلُوْمٍ وَوَزْنٍ مَعْلُوْمٍ  اِلَى أَجَلٍ مَعْلُوْمٍ

"Barang siapa yang memesan sesuatu, maka hendaklah pada takaran yang jelas (sudah diketahui), timbangan yang jelas, hingga batas waktu yang jelas." (Muttafaqun 'alaih).[18]

 . Syarat sahnya salam (pesanan):

          Disyaratkan baginya beberapa syarat tambahan atas syarat-syarat jual beli untuk menguatkannya, yaitu: mengetahui muslam bih (barang, komoditi yang dipesan), mengetahui harga, menerimanya di tempat transaksi, bahwa barang yang dipesan berada dalam jaminan, ia telah menjelaskan sifat yang menghilangkan ketidak jelasan, menyebutkan masanya dan tempat permulaannya.

 . Masalah-masalah yang berkaitan dengan jual beli:

1.         Tas'ir: yaitu menentukan harga yang terbatas untuk komoditi, selama pemilik tidak dizalimi dan pembeli tidak tercekik.

Diharamkan tas'ir (penentuan harga) apabila mengandung kezaliman kepada manusia, atau memaksa mereka dengan cara yang tidak benar dengan sesuatu yang tidak mereka senangi, atau menghalangi mereka dari sesuatu yang Allah SWT bolehkan untuk mereka.

Boleh menentukan harga apabila tidak sempurna kepentingan manusia (orang banyak) kecuali dengannya, seperti pemilik komoditi tidak mau menjualnya kecuali dengan harga lebih, padahal orang banyak sangat membutuhkannya. Maka ditentukan harga dengan nilai standar, tidak berbahaya dan tidak membahayakan orang lain.

2.         Ihtikar (monopoli): yaitu membeli komoditi dan menahannya supaya menjadi sedikit di tengah-tengah manusia, lalu harganya menjadi naik.

Ihtikar hukumnya haram, karena mengandung sifat serakah, rakus dan mencekik manusia, dan barang siapa yang melakukan ihtikar maka ia melakukan kesalahan.

3.         Tawarruq: Apabila seseorang membutuhkan uang kontan dan ia tidak menemukan orang yang memberikan pinjaman, maka ia boleh membeli suatu komoditi/barang secara bertempo, kemudian ia menjualnya bukan kepada yang pertama dan mengambil manfaat dengan harganya.

4.         Jual beli 'arbuun (uang muka): yaitu menjual suatu komoditi disertai penyerahan uang dari pembeli kepada penjual, bahwa jika ia mengambil komoditi itu, uang itu sudah termasuk harga, dan jika meninggalkannya, maka uang yang diserahkan menjadi milik penjual, yang merupakan uang muka. Jual beli ini hukumnya boleh, apabila dibatasi masa menunggu dengan masa yang sudah ditentukan.

 4. Riba

. Hukum dasar harta ada tiga: adil, utama, dan zalim. Maka adil adalah jual beli, utama adalah sedekah, dan zalim adalah riba dan semisalnya.

. Riba adalah tambahan dalam penjualan dua barang yang berlaku riba pada keduanya.

. Hukum riba:

1.     Riba termasuk dosa besar, dan diharamkan dalam semua agama samawi, karena mengandung bahaya besar. Ia menyebabkan permusuhan di antara menusia dan membawa kepada membesarnya harta atas hitungan penarikan harta orang fakir. Padanya merupakan kezaliman bagi yang membutuhkan, penguasaan orang kaya terhadap orang fakir, menutup pintu sedekah dan perbuatan baik, dan membunuh syi'ar kasih sayang pada manusia.

2.     Riba adalah memakan harta manusia dengan cara yang batil, menghilangkan segala usaha, perdagangan dan perindustrian yang dibutuhkan manusia. Orang yang melakukan riba menambah hartanya tanpa bersusah payah, maka ia meninggalkan perdagangan yang dibutuhkan manusia. Tidak ada seseorang yang banyak melakukan riba melainkan pada akhirnya adalah sedikit.

. Hukuman riba:

          Riba termasuk dosa besar, dan Allah SWT telah mengumumkan peperangan kepada pemakan riba dan yang mewakilkannya di antara semua dosa yang lain.

1.     Firman Allah SWT:

﴿ يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱتَّقُواْ ٱللَّهَ وَذَرُواْ مَا بَقِيَ مِنَ ٱلرِّبَوٰٓاْ إِن كُنتُم مُّؤۡمِنِينَ ٢٧٨ فَإِن لَّمۡ تَفۡعَلُواْ فَأۡذَنُواْ بِحَرۡبٖ مِّنَ ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦۖ وَإِن تُبۡتُمۡ فَلَكُمۡ رُءُوسُ أَمۡوَٰلِكُمۡ لَا تَظۡلِمُونَ وَلَا تُظۡلَمُونَ ٢٧٩ ﴾ [البقرة: ٢٧٨،  ٢٧٩] 

"Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. * Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasulnya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya."    (QS. Al-Baqarah: 278-279).

2.     Dari Jabir ﷺ‬.a, ia berkata:

لَعَنَ رَسُوْلُ اللهُ صلى الله عليه وسلم آكِلَ الرِّبَا وَمُوْكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ هُمْ سَوَاءٌ.

"Rasulullah SAW mengutuk orang yang memakan riba, yang mewakilkannya, penulisnya, dan dua orang saksinya, dan Beliau bersabda, 'Mereka itu sama (dalam dosa)." (HR. Muslim).[19]

3.     Dari Abu Hurairah ﷺ‬.a,  Nabi SAW bersabda:

اِجْتَنِبُوْا السَّبْعَ الْمُوْبِقَاتِ قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ, وَمَا هُنَّ؟ قَالَ: الشِّرْكُ بِاللهِ وَالسِّحْرُ وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِي حَرَّمَ اللهُ اِلاَّ بِالْحَقِّ وَأَكْلُ الرِّبَا وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيْمِ وَالتَّوَلِّى يَوْمَ الزَّحْفِ وَقَذْفُ الْمُحْصَنَات ِالْمُؤْمِنَاتِ الْغَافِلاَتِ.

"Jauhilah tujuh (7) perkara yang membinasakan. Mereka bertanya, 'Ya Rasulullah, perkara apakah itu?' Beliau bersabda: 'Menyekutukan Allah SWT, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah SWT kecuali dengan benar, memakan riba, memakan harta anak yatim, lari dari medan perang, menuduh wanita mukmin yang menjaga diri.' (Muttafaqun 'alaih).[20]

.Pembagian riba:

1- Riba nasi'ah: yaitu tambahan yang diambil penjual dari pembeli sebagai imbalan pemberian tempo. Seperti ia memberikannya seribu secara kontan dengan syarat ia membayarnya setelah satu tahun sebanyak seribu seratus, umpamanya.

. Termasuk di antaranya adalah membalik hutang kepada orang yang susah. Yaitu seseorang mempunyai tagihan harta secara bertempo kepada seorang laki-laki. Maka apabila telah jatuh tempo, ia (yang meminjamkan uang) berkata kepadanya (yang meminjam uang), 'Apakah engkau membayar atau menambah? Maka jika ia membayarnya (maka urusannya selesai), dan jika ia tidak membayarnya, yang ini (yang meminjamkan uang) menambah temponya dan yang ini (yang berhutang) menambah harta. Maka berlipatgandalah harta dalam tanggungan yang berhutang. Inilah asal mula riba pada masa jahiliyah. Maka Allah SWT mengharamkannya dan mewajibkan menunggu orang yang susah. Ia adalah jenis riba yang paling berbahaya, karena begitu besar bahayanya. Dan sungguh telah tergabung riba padanya dengan berbagai jenisnya: riba nasi'ah, riba fadhl, dan riba hutang.

1. Firman Allah SWT:

﴿ يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تَأۡكُلُواْ ٱلرِّبَوٰٓاْ أَضۡعَٰفٗا مُّضَٰعَفَةٗۖ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ لَعَلَّكُمۡ تُفۡلِحُونَ ١٣٠ ﴾ [ال عمران: ١٣٠] 

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertaqwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan."    (QS. Ali Imran: 130).

2. Firman Allah SWT:

﴿ وَإِن كَانَ ذُو عُسۡرَةٖ فَنَظِرَةٌ إِلَىٰ مَيۡسَرَةٖۚ وَأَن تَصَدَّقُواْ خَيۡرٞ لَّكُمۡ إِن كُنتُمۡ تَعۡلَمُونَ ٢٨٠ ﴾ [البقرة: ٢٨٠] 

"Dan jika (orang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. (QS. Al-Baqarah: 280).

. Dan termasuk di antaranya adalah sesuatu yang terdapat pada jual beli dua jenis yang sama-sama mengandung 'ilat riba radhl, di sertai ditunda penyerahan keduanya, atau penyerahan salah satu dari keduanya. Seperti jual beli emas dengan emas, gandum dengan gandum, dan semisal keduanya. Dan seperti penjualan satu jenis dengan jenis lain dari semua jenis ini secara bertempo.

2. Riba fadhl: yaitu jual beli uang dengan uang, makanan dengan makanan disertai tambahan. Hukumnya haram. Syari'at menjelaskan atas haramnya pada enam perkara, sebagaimana sabda Rasulullah SAW:

اَلذَّهَبُ بِالذَّهَبِ, وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَالْبُرِّ بِالْبُرِّ  وَالشَّعِيْرُ بِالشَّعِيْرِ وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ. مِثْلاً بِمِثْلٍ, يَدًا بِيَدٍ. فَاِذَا اخْتَلَفَتْ هَذِهِ اْلأَصْنَافُ فَبِيْعُوْا كَيْفَ شِئْتُمْ اِذَا كَانَ يَدًا بِيَدٍ. أخرجه مسلم.

"Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum halus dengan gandum halus, gandum kasar dengan gandum kasar, kurma dengan kurma, garam dengan garam, seumpama dengan seumpamanya, tangan dengan tangan (kontan). Apabila jenis-jenis ini berbeda, maka juallah sebagaimana kamu kehendaki, apabila kontan." (HR. Muslim).[21]

. Diqiyaskan (analogikan) atas enam jenis ini segala yang sesuai dengannya pada 'illat (sebab): pada emas dan perak (barang berharga), dan pada empat yang tersisa (takaran dan makanan) (atau timbangan dan makanan).

. Takaran adalah takaran Madinah dan timbangan adalah timbangan ahli Makkah, dan sesuatu yang tidak ditemukan pada keduanya, kembali padanya kepada urf (kebiasaan orang banyak). Dan segala sesuatu yang haram padanya riba fadhl, haram padanya riba nasi`ah.

3- Riba hutang: gambarannya adalah bahwa seseorang meminjamkan sesuatu kepada orang lain, dan disyaratkan atasnya bahwa ia mengembalikan yang lebih baik darinya, atau mensyaratkan atasnya manfaat apapun jua. Seperti menempati rumahnya selama satu bulan misalnya. Hukumnya haram. Maka jika tidak mensyaratkan dan yang meminjam memberikan manfaat atau tambahan dengan dirinya (karena kerelaannya), niscaya boleh dan diberi pahala.

 . Hukum-hukum riba fadhl:

1.       Apabila jual beli pada satu jenis riba, haram padanya berlebihan dan bertempo, seperti seseorang menjual emas dengan emas, atau gandum dengan gandum dan semisal keduanya. Maka disyaratkan untuk sahnya penjualan ini samanya pada jumlah dan serah terima pada saat itu, karena samanya dua benda yang ditukar pada jenis dan ilat (sebab).

2.       Apabila jual beli pada dua jenis yang sama pada ilat riba fadhl, dan keduanya berbeda pada jenis, haram bertempo dan boleh berlebihan, seperti seseorang menjual emas dengan perak, atau gandum halus dengan gandum kasar, dan semisal keduanya. Maka boleh jual beli disertai berlebihan, apabila serah terima pada saat itu, secara kontan, karena keduanya berbeda pada jenis, dan sama pada ilat.

3.       Apabila jual beli di antara dua jenis riba yang tidak sama pada ilat, boleh berlebihan dan bertempo seperti ia menjual makanan dengan perak, atau makanan dengan emas dan semisalnya. Maka boleh berlebihan dan bertempo, karena perbedaan dua benda yang ditukar pada jenis dan sebab.

4.       Apabila jual beli di antara dua jenis yang bukan riba, boleh berlebihan dan bertempo, seperti ia menjual unta dengan dua ekor unta, atau pakaian dengan dua pakaian dan semisal keduanya, maka boleh berlebihan dan bertempo.

. Tidak boleh menjual salah satu di antara dua jenis dengan yang lain kecuali keduanya berada pada satu tingkatan pada sifat, maka ruthab tidak dijual dengan kurma kering, karena ruthab berkurang apabila sudah kering, maka terjadilah berlebihan yang diharamkan.

. Tidak boleh menjual yang dibuat perhiasan dari emas atau perak dengan jenisnya secara berlebihan, karena bikinan/ produksi pada salah satu yang ditukar. Akan tetapi ia menjual yang ada bersamanya dengan dirham, kemudian ia membeli yang sudah dibuat perhiasan.

. Bunga-bunga yang diambil oleh bank-bank pada masa sekarang atas hutang-hutang termasuk riba yang diharamkan, dan bunga-bunga yang diberikan bank-bank sebagai imbalan menyimpan uang adalah riba yang tidak boleh bagi seseorang mengambil manfaatnya, tetapi ia harus berlepas diri darinya.

. Apabila kaum muslimin membutuhkan menyimpan  atau transfer (uang), harus lewat bank-bank Islam. Jika tidak ditemukan, karena terpaksa, boleh menyimpan di bank lainnya, akan tetapi tanpa mengambil bunga, dan transfer dari selainnya selama tidak menyalahi syari'at.

. Haram hukumnya bekerja di bank atau perusahaan apapun yang mengambil atau memberikan riba, dan harta (gaji) yang diambil pekerja padanya adalah haram yang diancam siksaan atasnya.

 . Bagaimana melepaskan diri dari harta-harta riba:

          Riba termasuk dosa besar, dan apabila Allah SWT telah memberi karunia kepada orang yang menjalankan riba dan ia bertaubat kepada Allah SWT, dan ia mempunyai harta yang terkumpul dari riba, dan ia ingin melepaskan diri darinya, maka ia tidak lepas dari dua perkara:

1.      Bahwa riba itu untuknya yang berada dalam jaminan manusia yang ia belum mengambilnya, maka di sini ia mengambil modal hartanya dan meninggalkan riba yang lebih atasnya.

2.      Bahwa harta-harta riba itu diambil di sisinya, maka janganlah ia mengembalikannya kepada pemiliknya dan jangan pula memakannya, karena ia adalah usaha yang kotor. Akan tetapi ia berlepas diri darinya dengan berbuat baik dengannya, atau menjadikannya pada proyek-proyek bermanfaat, karena berlepas diri darinya, seperti menerangi jalanan dan melayaninya, membangun W.C-W.C. dan semisalnya.

. Tidak ada riba pada hewan selama ia masih hidup, dan seperti ini pula setiap yang dihitung. Maka boleh menjual satu ekor unta dengan dua ekor dan tiga ekor unta. Apabila ia menjadi ditimbang atau ditakar, berlakulah riba padanya. Maka tidak boleh menjual satu kilogram daging kambing dengan dua kilogram daging kambing. Dan boleh menjual satu kilogram daging kambing dengan dua kilogram daging sapi, karena perbedaan jenis, apabila terjadi serah terima pada saat itu.

. Boleh membeli emas untuk dimiliki, atau untuk tujuan keuntungan, seperti membelinya saat turun harganya dan menjualnya saat harganya naik.

 . Hukum menjual uang (penukaran uang):

          Sharf: yaitu menjual uang dengan uang, sama saja bersatu jenis atau berbeda, sama saja uang itu dari emas atau perak, atau dari uang-uang kertas yang dipergunakan sekarang ini, maka ia mengambil hukum emas dan perak, karena bersatunya keduanya pada benda berharga.

. Apabila seseorang menjual mata uang sejenis, seperti emas dengan emas, atau kertas uang dengan yang sejenis, seperti rupiah dengan rupiah, kertas atau benda tambang, wajiblah sama pada ukuran dan serah terima di mejelis itu.

. Dan jika ia menjual mata uang dengan mata uang dari jenis yang lain, seperti emas dengan perak, riyal Saudi dengan dolar Amerika, umpamanya, boleh saling berlebihan pada ukuran, dan harus serah terima di majelis itu.

. Apabila dua orang yang melakukan transaksi berpisah sebelum serah terima semuanya atau sebagiannya, jual beli itu sah pada yang sudah diterima dan batal pada sesuatu yang belum diterima, seperti ia memberinya satu dinar untuk menukarnya dengan sepuluh (10) dirham. Maka ia tidak mendapatkan kecuali hanya lima dirham, maka jadilah transaksi itu sah pada separuh dinar, dan tetaplah setengahnya sebagai amanah di sisi penjual.

 5. Qard (Memberi Pinjaman)

          Yaitu: menyerahkan harta untuk orang yang mengambil manfaat dengannya dan mengembalikan gantinya, atau mengambil manfaat dengannya tanpa membayar karena mengharapkan pahala dari Allah SWT pada kedua cara itu.

. Hikmah disyari'atkannya qaradh:

          Qardh adalah pendekatan diri (kepada Allah SWT) yang dianjurkan kepadanya, karena telah berbuat baik kepada orang-orang yang membutuhkan dan memenuhi kebutuhan mereka. Setiap kali kebutuhan itu lebih berat dan amal lebih ikhlas kepada Allah SWT, berarti pahalanya lebih besar, dan salaf memberlakukan seperti berlakunya separo sedekah.

. Keutamaan memberi pinjaman:

1. Firman Allah SWT:

﴿ مَّن ذَا ٱلَّذِي يُقۡرِضُ ٱللَّهَ قَرۡضًا حَسَنٗا فَيُضَٰعِفَهُۥ لَهُۥٓ أَضۡعَافٗا كَثِيرَةٗۚ وَٱللَّهُ يَقۡبِضُ وَيَبۡصُۜطُ وَإِلَيۡهِ تُرۡجَعُونَ ٢٤٥ ﴾ [البقرة: ٢٤٥] 

"Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan memperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rizki) dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan. (QS. Al-Baqarah: 245).

2. Dari Abu Hurairah ﷺ‬.a, ia berkata, 'Rasulullah SAW bersabda:

مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنيْاَ. وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللهُ عَلَيْهِ فِى الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ. وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللهُ فِى الدُّنْيَا وَ الآخِرَةِ. وَاللهُ فِى عَوْنِ الْعَبْدِ مَاكَانَ الْعَبْدُ فِى عَوْنِ أَخِيْهِ.

"Barang siapa yang membantu seorang mukmin terhadap kesusahan dari kesusahan dunia, niscaya Allah SWT membantunya terhadap segala kesusahan hari kiamat. Dan barang siapa yang memberi kemudahan kepada orang yang kesusahan, niscaya Allah SWT memberi kemudahan kepadanya di dunia dan akhirat. Dan barang siapa yang menutup (aib) seorang muslim niscaya Allah SWT menutupi (kesalahannya) di dunia dan akhirat. Dan Allah SWT selalu menolong hamba selama hamba itu selalu menolong saudaranya." (HR. Muslim).[22]

. Qardh (pinjaman) disunnahkan bagi yang memberi pinjaman dan boleh bagi yang meminjam. Dan setiap sesuatu yang sah menjualnya sah meminjamkannya, apabila diketahui dan yang memberi pinjaman adalah orang yang sah memberi bantuan. Dan wajib atas yang meminjam mengembalikan gantian sesuatu yang telah dipinjamnya, serupa pada yang ada serupanya, dan nilai pada yang lainnya.

. Setiap pinjaman yang menarik manfaat, maka ia termasuk riba yang diharamkan. Seperti seseorang meminjamkan sesuatu dan memberi syarat bahwa ia menempati rumahnya, atau meminjamkanya harta dengan bunga, seperti ia memberi pinjaman sebanyak  seribu dengan pengembalian seribu dua ratus setelah satu tahun.

. Ihsan (berbuat baik) dalam pinjaman disunnahkan, jika tidak merupakan syarat, seperti ia meminjam unta muda, lalu ia memberikan gantinya unta ruba'i, karena ini termasuk pembayaran yang baik dan akhlak yang mulia. Dan barang siapa yang memberi pinjaman kepada seorang muslim sebanyak dua kali, maka seakan-akan ia bersedekah satu kali kepadanya.

          Dari Abu Rafi' ﷺ‬.a, sesungguhnya Rasulullah SAW meminjam anak unta dari seorang laki-laki, lalu datanglah kepada Beliau satu unta dari unta-unta sedekah, maka beliau menyuruh Abu Ra'fi' ﷺ‬.a agar ia membayar unta kecil kepada laki-laki itu. Lalu Abu Ra'fi' ﷺ‬.a kembali kepadanya seraya berkata, 'Aku tidak mendapatkan padanya selain unta besar yang terpilih. Maka beliau bersabda,

أَعْطِهَا اِيَّاهُ, ِانَّ مِنْ خِيْاِر النَّاسِ أَحْسَنُهُمْ قَضَاءً.

'Berikanlah ia kepadanya, sesungguhnya sebaik-baik manusia adalah sebaik-baik mereka ketika membayar pinjaman.'(HR. Muslim).[23]

. Boleh menggugurkan sebagian dari hutang yang bertempo karena menyegerakannya, baik itu dengan permintaan pemberi pinjaman atau yang berhutang. Dan barang siapa yang membayar untuk orang lain yang wajib atasnya, berupa hutang atau nafkah, niscaya kembali atasnya, jika ia menghendaki.

. Keutamaan menunggu orang yang susah dan memaafkannya:

Menunggu orang yang susah (tidak mampu membayar hutang) termasuk akhlak yang mulia, yang lebih utama darinya adalah memaafkannya.

1. Firman Allah SWT:

﴿ وَإِن كَانَ ذُو عُسۡرَةٖ فَنَظِرَةٌ إِلَىٰ مَيۡسَرَةٖۚ وَأَن تَصَدَّقُواْ خَيۡرٞ لَّكُمۡ إِن كُنتُمۡ تَعۡلَمُونَ ٢٨٠ ﴾ [البقرة: ٢٨٠] 

"Dan jika (orang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui."  (QS. Al-Baqarah: 280).

2. Dari Abu al-Yasr ﷺ‬.a, ia berkata, 'Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda:

مَنْ أَنْظَرَ مُعْسِرًا أَوْ وَضَعَ عَنْهُ  أَظَلَّهُ فِى ظِلِّهِ

"Barang siapa yang menunggu/menunda orang yang susah atau memaafkannya, niscaya Allah SWT menaunginya di bawah naungan-Nya." HR. Muslim.[24]

 . Orang yang berhutang terbagi menjadi empat keadaan:

1.      Ia tidak mempunyai apapun secara mutlak. Maka terhadap orang yang seperti ini, (orang yang menghutangi) wajib menundanya dan meninggalkan penagihan kepadanya.

2.      Bahwa hartanya lebih banyak dari hartanya. Maka orang yang seperti ini, (orang yang menghutangi) boleh menagih hutangnya dan dilazimkan dengan pengadilan.

3.      Bahwa hartanya sejumlah hutangnya, maka dituntut membayar hutangnya.

4.      Bahwa hartanya lebih sedikit dari hutangnya, maka ini adalah orang yang bangkrut yang ditahan atasnya dengan tuntutan orang-orang yang memberi pinjaman atau sebagian mereka, dan dibagi hartanya di antara orang-orang yang memberikan pinjaman menurut ukurannya.

. Wajib kepada orang yang meminjam uang agar berniat membayarnya, dan jika tidak (berniat membayarnya) niscaya Allah SWT memusnahkan hartanya, sebagaimana sabda Nabi SAW:

مَنْ أَخَذَ أَمْوَالَ النَّاسِ يُرِيْدُ أَدَائَهَا أَدَّى اللهُ عَنْهُ وَمَنْ أَخَذَ يُرِيْدُ اِتْلاَفَهَا أَتْلَفَهُ الله.

"Barang siapa yang mengambil harta manusia (berhutang, meminjam), ia ingin membayarnya niscaya Allah SWT menunaikan darinya, dan barang siapa yang mengambil karena ingin membinasakannya (menghabiskannya) niscaya Allah SWT memusnahkannya." (HR. al-Bukhari).[25]

 6. Gadai

 . Akad (transaksi) terbagi tiga:

1.      Transaksi yang pasti dari kedua belah pihak, seperti jual beli, sewa menyewa dan semisal keduanya.

2.      Transaksi yang boleh dari kedua belah pihak, bagi setiap orang dari keduanya, membatalkannya, seperti wakalah (perwakilan) dan semisalnya.

3.      Transaksi yang boleh dari salah salah seorang dari keduanya, tidak yang lain, seperti gadai, boleh dari pihak yang menerima gadai, pasti dari pihak yang menggadaikan (yang memberi jaminan kepada kreditor), dan semisal yang demikian itu yang hak padanya untuk satu orang atas yang lain.

. Gadai: yaitu memperkuat hutang dengan benda yang bisa membayarnya darinya, atau dari harganya, jika tidak bisa membayar dari jaminan peminjam.

 . Hikmah disyari'atkan gadai:

Gadai disyari'atkan untuk memelihara harta agar tidak hilang hak pemberi pinjaman. Apabila telah jatuh tempo, yang memberi jaminan wajib membayar. Jika ia tidak bisa membayar, maka jika penggadai mengijinkan kepada yang mendapat jaminan dalam menjualnya, ia menjualnya dan membayar hutang. Dan jika tidak, penguasanya memaksanya membayarnya atau menjual barang yang digadaikan. Jika ia tidak melakukan, niscaya penguasa/pemerintah menjualnya dan membayarkan hutangnya.

1. Firman Allah SWT:

﴿ ۞وَإِن كُنتُمۡ عَلَىٰ سَفَرٖ وَلَمۡ تَجِدُواْ كَاتِبٗا فَرِهَٰنٞ مَّقۡبُوضَةٞۖ ....... ﴾ [البقرة: ٢٨٣] 

"Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang).."    (QS. Al-Baqarah: 283).

2. Dari 'Aisyah ﷺ‬.a:

أَنَّ النَّبِيَّ اشْتَرَى طَعَامًا مِنْ يَهُوْدِيٍّ اِلَى أَجَلٍ وَرَهَنَهُ دِرْعًا مِنْ حَدِيْدٍ.

"Sesungguhnya Nabi SAW membeli makanan dari seorang Yahudi secara bertempo dan beliau SAW menggadaikan baju perangnya yang terbuat dari besi." (Muttafaqun 'alaih).[26]

. Gadai adalah amanah di tangan penerima gadai (kreditor) atau orang yang diberi amanah, ia tidak bertanggung jawab kecuali ia melakukan tindakan melewati batas atau melakukan kelalaian.

. Biaya gadai adalah kepada yang menggadaikan, dan sesuatu yang memerlukan biaya, maka bagi yang menerima gadai boleh mengendarai sesuatu yang bisa dikendarai dan memerah susu yang bisa diperah susunya sekadar biaya nafkahnya.

. Yang menggadaikan tidak boleh menjual barang yang digadaikan kecuali setelah mendapat ijin penerima gadai. Maka jika ia telah menjualnya dan penerima gadai membolehkannya, jual beli itu sah, dan jika ia tidak membolehkannya, maka transaksi itu rusak (tidak sah).

 7. Dhaman dan Kafalah

. Dhaman adalah: menanggung kewajiban dari sesuatu yang wajib atas orang lain, disertai tetapnya sesuatu yang dijamin darinya.

. Hukum dhaman: boleh karena mengandung kemaslahatan, bahkan terkadang diperlukan. Dhaman mengajarkan untuk saling membantu di atas kebaikan dan taqwa, menunaikan hajat seorang muslim dan melapangkan kesusahannya.

. Disyaratkan untuk sahnya dhaman: bahwa pemberi jaminan adalah orang yang boleh melakukan transaksi, ridha bukan terpaksa.

. Dhaman sah dengan semua lafazh yang menunjukkan atasnya, seperti aku menjaminnya, atau aku menanggung darinya, atau semisal yang demikian itu.

. Dhaman sah bagi setiap harta yang diketahui seperti seribu misalnya, atau yang tidak diketahui, seperti ia berkata, 'Aku menjamin untukmu hartamu atas fulan,' atau sesuatu yang dituntut dengannya atasnya, sama saja hidup yang dijamin darinya atau mati.

. Apabila seseorang memberi jaminan atas hutang, yang berhutang tidak lepas (dari hutangnya), dan jadilah hutang itu atas keduanya secara bersama-sama, dan bagi yang memberi pinjaman (kreditor) boleh menuntut siapa saja dari keduanya yang dia kehendaki.

. Yang memberi jaminan terbebas apabila kreditor telah mengambil semua haknya dari yang diberi jaminan atau ia membebaskannya.

. Kafalah: yaitu mewajibkan orang yang cerdas dengan senang hati untuk menghadirkan orang yang mempunyai kewajiban harta untuk pemiliknya.

. Hikmah disyari'atkannya: memelihara hak-hak dan mendapatkannya.

. Hukum kafalah: boleh, ia termasuk tolong menolong dalam kebaikan dan taqwa.

. Apabila seseorang memberi jaminan untuk menghadirkan orang yang berhutang, lalu ia tidak bisa menghadirkannya, ia berhutang apa yang wajib atasnya.

. Kafil (pemberi jaminan) terbebas karena yang berikut ini: meninggalnya yang dijamin, atau yang dijamin menyerahkan dirinya sendiri kepada pemilik hak, atau binasa benda yang dijamin dengan perbuatan Allah SWT(tidak ada campur tangan manusia).

. Barang siapa yang ingin safar, dan ia mempunyai tanggungan yang harus diselesaikan sebelum safarnya, maka yang memiliki hak boleh menghalanginya. Maka jika ia memberikan jaminan  penuh atau menyerahkan gadaian yang menutupi hutang saat jatuh tempo, maka ia boleh safar karena hilangnya bahaya.

. Surat jaminan yang diterbitkan oleh bank-bank: Apabila baginya ada penutup yang sempurna, atau jaminan itu didahului dengan menyerahkan seluruh uang yang dijamin untuk mashraf, maka boleh mengambil upah atasnya sebagai imbalan pelayanan. Dan jika surat jaminan tidak ditutupi, maka tidak boleh bagi bank menerbitkannya dan mengambil upah atasnya.

 8. Hawalah (Pemindahan Hutang)

. Hawalah: adalah memindahkan hutang dari tanggungan muhiil (yang memindahkan) kepada tanggungan yang dijamin atasnya.

. Hukum hawalah: boleh.

 . Hikmah disyari'atkannya hawalah:

          Allah SWT mensyari'atkan hawalah sebagai jaminan harta dan menunaikan hajat manusia. Terkadang seseorang membutuhkan melepaskan tanggungannya kepada yang memberi pinjaman, atau menyempurnakan haknya dari yang telah diberinya pinjaman. Dan terkadang ia perlu memindahkan hartanya dari satu kota ke kota yang lain, dan memindahkan harta ini bukan perkara mudah. Bisa jadi karena susah membawanya, atau karena jauhnya jarak, atau karena perjalanan tidak aman, maka Allah SWT mensyari'atkan hawalah untuk merealisasikan segala kebutuhan ini.

. Apabila orang yang berhutang memindahkan hutangnya kepada orang yang kaya, ia harus memindahkan hutang. Dan jika ia memindahkannya kepada orang yang bangkrut dan ia tidak tahu, niscaya ia kembali menuntut haknya kepada yang (muhil) memindahkan hutang. Dan jika mengetahui dan ridha dengan pemindahan hutang atasnya, maka ia tidak boleh kembali baginya. Dan menunda-nunda pembayaran orang yang kaya adalah haram, karena mengandung kezaliman.

Dari Abu Hurairah ﷺ‬.a, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda:

مَطْلُ اْلغَنِيِّ ظُلْمٌ. فَاِذَا أُتْبِعَ أَحَدُكُمْ عَلَى مَلِيٍّ فَلْيَتَّبِعْ. متفق عليه.

"Menunda-nunda pembayaran hutang dari orang yang kaya adalah zalim. Dan apabila seseorang dari kalian diminta memindahkan hutang kepada orang yang kaya, maka hendaklah ia mengikuti." (Muttafaqun 'alaih).[27]

. Apabila hawalah telah sempurna, hak itu berpindah dari tanggungan muhil (yang memindahkan hutang) kepada tanggungan muhal 'alaih (yang dipindahkan hutang atasnya) dan bebaslah tanggungan muhil.

. Keutamaan memaafkan orang yang susah:

          Apabila telah sempurna hawalah, kemudian bangkrut yang dipindahkan atasnya, disunnahkan menundanya atau memaafkannya, dan ialah yang lebih utama.

          Dari Abu Hurairah ﷺ‬.a, dari Nabi SAW, beliau bersabda:

كَانَ تَاجِرٌ يُدَاِينُ النَّاسَ, فَاِذَا رَأَى مُعْسِرًا قَالَ لِفِتْيَانِهِ تَجَاوَزُوْا عَنْهُ لَعَلَّ اللهُ يَتَجَاوَزُ عَنَّا, فَتَجَاوَزَ اللهُ عَنْهُ. متفق عليه

"Ada seorang pedagang yang selalu memberi pinjaman kepada manusia. Maka apabila ia melihat (peminjam) yang susah, ia berkata kepada para karyawannya, lewatilah (maafkanlah) ia, semoga Allah SWT memberi maaf kepada kita. Maka Allah SWT memberi maaf kepadanya." (Muttafaqun 'alaih).[28]

 9. Shulh (berdamai)

. Shulh: adalah kesepakatan yang diperoleh dengannya menghilangkan persengketaan di antara dua orang yang bermusuhan.

. Hikmah disyari'atkan berdamai:

          Allah SWT mensyari'atkan berdamai untuk menyatukan di antara dua orang yang bermusuhan dan menghilangkan perpecahan di antara keduanya. Dengan demikian, bersihlah jiwa dan hilanglah rasa dendam. Mendamaikan di antara manusia termasuk ibadah yang terbesar dan taat yang paling agung, apabila ia melaksanakannya karena mengharapkan ridha Allah SWT.

 . Keutamaan mendamaikan di antara manusia:

1. Firman Allah SWT:

﴿ ۞لَّا خَيۡرَ فِي كَثِيرٖ مِّن نَّجۡوَىٰهُمۡ إِلَّا مَنۡ أَمَرَ بِصَدَقَةٍ أَوۡ مَعۡرُوفٍ أَوۡ إِصۡلَٰحِۢ بَيۡنَ ٱلنَّاسِۚ وَمَن يَفۡعَلۡ ذَٰلِكَ ٱبۡتِغَآءَ مَرۡضَاتِ ٱللَّهِ فَسَوۡفَ نُؤۡتِيهِ أَجۡرًا عَظِيمٗا ١١٤ ﴾ [النساء : ١١٤] 

Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma'ruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keredhaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar. (QS. An-Nisaa: 114).

2. Dari Abu Hurairah ﷺ‬.a, ia berkata, 'Rasulullah SAW bersabda:

كُلُّ سُلاَمَى مِنَ النَّاسِ عَلَيْهِ صَدَقَةٌ, كُلُّ يَوْمٍ تَطْلُعُ فِيْهِ الشَّمْسُ يَعْدِلُ بَيْنَ النَّاسِ صَدَقَةٌ.

"Setiap sendi dari manusia atasnya sedekah, setiap hari yang terbit matahari padanya melakukan keadilan di antara manusia adalah sedekah." (Muttafaqun 'alaih).[29]

. Berdamai disyari'atkan di antara kaum muslimin dan orang-orang kafir, di antara orang-orang adil dan zalim, di antara suami istri saat berselisih pendapat, di antara tetangga, karib kerabat, dan teman-teman, di antara dua orang yang bermusuhan dalam persoalan selain harta, dan di antara dua orang yang bermusuhan dalam masalah harta.

 . Berdamai dalam masalah harta terbagi dua:

1. Berdamai atas iqrar (pengakuan):

          Seperti seseorang mempunyai tagihan benda atau hutang atas orang lain, keduanya tidak mengetahui jumlahnya dan ia mengakuinya, lalu ia berdamai kepadanya atas sesuatu, hukumnya sah. Dan jika ia mempunyai tagihan hutang  atasnya yang jatuh tempo dan ia mengakui atasnya, lalu ia merelakan sebagiannya dan menundanya sisanya, niscaya sah merelakan dan menunda. Dan jika ia berdamai dari yang ditunda dengan sebagiannya  pada saat itu, hukumnya sah. Perdamaian ini hanya sah apabila tidak disyaratkan dalam iqrar (pengakuan), seperti ia berkata, 'Aku mengakui untuknya dengan syarat engkau memberikan saya ini,' dan tidak menghalanginya haknya tanpa hal itu.

2. Berdamai atas pengingkaran:

          Yaitu bahwa  mudda'i (yang mengaku) mempunyai hak yang tidak diketahui oleh mudda'a 'alaih (yang dituduh), lalu ia mengingkarinya. Apabila keduanya berdamai atas sesuai, perdamaian itu sah. Akan tetapi jika salah satu dari keduanya berdusta, tidak sah perdamaian itu pada haknya secara batin, dan apa yang diambilnya adalah haram.

. Kaum muslimin berada di atas syarat mereka, dan berdamai hukumnya boleh di antara kaum muslimin kecuali perdamaian yang menghalalkan yang haram atau mengharamkan yang halal.

 Dan berdamai yang boleh adalah yang adil yang diperintahkan Allah SWT dan rasul-Nya dengannya. Yaitu yang niatkan karena ridha Allah SWT darinya, kemudian ridha dua orang yang bermusuhan. Dan Allah SWT memujinya dengan firman-Nya:

﴿ ...... وَٱلصُّلۡحُ خَيۡرٞۗ ........ ﴾ [النساء : ١٢٨] 

"dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka)(QS. An-Nisaa: 128).

. Perdamaian adil mempunyai beberapa syarat, yang terpenting: Kelayakan dua orang yang berdamai, yaitu sah dari keduanya transaksi secara syara', dan perdamaian itu tidak mengandung pengharaman yang halal, atau penghalalan yang haram, dan salah seorang dari yang berdamai tidak berbohong dalam dakwaannya, dan yang mendamaikan seorang yang taqwa lagi alim terhadap realita, mengetahui yang wajib, bertujuan mencari keadilan.

. Haram atas pemilik menimbulkan sesuatu yang membahayakan tetangganya dengan apa yang dimilikinya, berupa mesin yang kuat atau oven (tungku) dan semisal keduanya. Jika tidak membahayakan, maka tidak mengapa. Dan bagi tetangga atas tetangganya ada hak-hak yang banyak, yang terpenting: menghubunginya, berbuat baik kepadanya, tidak menggangunya, sabar atas gangguannya, dan semisal yang demikian itu yang wajib kepada seorang muslim.

Dari Ibnu Umar ﷺ‬.a, ia berkata, 'Rasulullah SAW bersabda:

مَازَالَ جِبْرِيْلُ يُوْصِيْنِي بِالْجَارِ حَتَّى ظَنَنْتُ أَنَّهُ سَيُوَرِّثُهُ. متفق عليه.

"Jibril a.s senantiasa berpesan kepadaku dengan (selalu berbuat baik) kepada tetangga, sehingga aku mengira bahwa ia akan mewarisnya." (Muttafaqun 'alaih).[30]

 10. Hajr

. Hajr adalah menghalangi manusia dari mendayagunakan hartanya karena sebab syar'i.

 . Hikmah disyari'atkan hajar:

          Allah SWT memerintahkan menjaga harta dan menjadikan di antara sarana-sarana hal itu adalah hajr kepada orang yang tidak bisa mendayagunakan hartanya, seperti orang gila, atau dalam pendayagunaannya mengandung penyia-nyiaan harta seperti anak kecil, atau dalam pendayagunaannya mengandung pemborosan seperti orang bodoh, atau ia mendayagunakan sesuatu yang ada di tangannya yang membahayakan hak orang lain seperti orang bangkrut yang diberatkan oleh hutang-hutang. Maka Allah SWT mensyari'atkan hajr untuk memelihara harta mereka.

. Hajr terbagi dua:

1.       Hajr untuk orang lain: seperti hajr kepada orang yang bangkrut  untuk orang-orang yang memberi pinjaman kepadanya.

2.       Hajr untuk dirinya: seperti hajr kepada anak kecil, orang bodoh, dan orang gila       untuk memelihara hartanya.

. Orang yang bangkrut adalah orang yang hutangnya melebihi hartanya, dan hakim menghajarnya (menghalanginya melakukan transaksi) dengan tuntutan orang-orang yang memberi pinjaman kepadanya atau sebagian mereka. Haram atasnya melakukan transaksi yang membahayakan orang-orang yang memberi pinjaman kepadanya, dan transaksinya tidak sah, sekalipun belum dihalangi (oleh hakim) atasnya.

. Siapa yang hartanya sejumlah hutangnya atau lebih banyak, tidak dihalangi atasnya dan ia disuruh melunasinya. Maka jika ia menolak, ia ditahan dengan permintaan pemiliknya. Dan jika ia bersikeras dan menolak menjual hartanya, hakim menjualnya dan membayarkannya.

. Barang siapa yang hartanya lebih sedikit dari kewajiban hutangnya yang jatuh tempo, maka dia seorang yang bangkrut yang wajib dihalangi atasnya dan menginformasikan kepada manusia dengannya agar mereka tidak terperdaya dengannya, dan dihalangi atasnya dengan permintaan orang-orang yang memberi pinjaman kepadanya, atau sebagian mereka.

. Apabila telah sempurna hajr kepada orang yang bangkrut, terputuslah tuntutan darinya, dan ia tidak boleh melakukan transaksi dengan hartanya. Maka hakim menjual hartanya dan membagi harganya sejumlah hutang-hutang kepada orang-orang yang memberi pinjaman yang jatuh tempo. Jika tidak tersisa sesuatu atasnya, terlepaslah hajr darinya karena hilangnya sesuatu yang mewajibkannya.

. Apabila hakim telah membagi harta orang yang bangkrut di antara para kreditornya, terlepaslah tuntutan darinya dan tidak boleh menekan dan menahannya karena hutang ini, tetapi dia dilepas dan diberikan tempo sampai Allah SWT memberi rizqi kepadanya dan menutupi hutang yang tersisa untuk para kreditornya.

. Dan barang siapa yang tidak mampu membayar hutangnya, ia tidak boleh dituntut dengannya dan haram menahannya, dan wajib menunggunya dan melepaskannya adalah sunnah, karena firman Allah:

﴿ وَإِن كَانَ ذُو عُسۡرَةٖ فَنَظِرَةٌ إِلَىٰ مَيۡسَرَةٖۚ وَأَن تَصَدَّقُواْ خَيۡرٞ لَّكُمۡ إِن كُنتُمۡ تَعۡلَمُونَ ٢٨٠ ﴾ [البقرة: ٢٨٠] 

"Dan jika (orang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui"  (QS. Al-Baqarah: 280)

. Keutamaan menunggu orang yang susah:

          Menunggu orang yang susah, apabila sudah jatuh tempo padanya merupakan suatu pahala besar, karena sabda Nabi SAW:

... مَنْ أَنْظَرَ مُعْسِرًا فَلَهُ بِكُلِّ يَوْمٍ مِثْلَهُ صَدَقَةٌ. أخرجه أحمد

"… Barang siapa yang menunggu orang yang susah, maka untuknya setiap hari dua seumpamanya sebagai sedekah." (HR. Ahmad).[31]

. Barang siapa yang menemukan barangnya di sisi orang yang bangkrut, maka ia paling berhak dengannya, apabila ia belum mengambil sedikitpun dari harganya, dan orang yang bangkrut masih hidup, dan benda tersebut dengan sifatnya pada miliknya, belum berubah.

. Menghalangi orang yang bodoh, anak kecil, dan orang gila, tidak memerlukan hakim. Ayah yang mengurus mereka, jika ia seorang yang adil lagi cerdas, kemudian yang menerima wasiat, kemudian hakim, dan wali harus menggunakan dengan yang paling berguna untuk mereka.

 . Hajr hilang dari anak kecil karena dua perkara:

1.     Baligh, seperti yang telah terdahulu.

2.     Cerdas, yaitu baik dalam menggunakan harta, dengan diberikan harta dan dicoba dengan melakukan jual beli, sehingga diketahui baiknya dalam melakukan transaksi.

Firman Allah SWT:

﴿ وَٱبۡتَلُواْ ٱلۡيَتَٰمَىٰ حَتَّىٰٓ إِذَا بَلَغُواْ ٱلنِّكَاحَ فَإِنۡ ءَانَسۡتُم مِّنۡهُمۡ رُشۡدٗا فَٱدۡفَعُوٓاْ إِلَيۡهِمۡ أَمۡوَٰلَهُمۡۖ ...... ﴾ [النساء : ٦] 

"Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya"     (QS. An-Nisaa: 6).

. Apabila orang yang gila telah berakal dan cerdas, atau orang yang bodoh sudah cerdas, yaitu ia baik menggunakan harta, maka ia tidak lalai dan tidak menggunakannya pada yang haram, atau pada yang tidak berfaedah, hilanglah hajr dari keduanya dan dikembalikan harta itu kepada mereka.

. Kecurangan (tidak mau membayar hutang) orang yang kaya menghalalkan kehormatan dan menghukumnya, maka disyari'atkan menahan orang yang terhutang yang mampu tapi curang sebagai pelajaran baginya. Adapun orang yang susah, maka baginya adalah hak ditunggu, dan memaafkan lebih baik dan lebih terpuji.

 11. Wakalah (perwakilan)

. Wakalah adalah menggantikan yang boleh melakukan transaksi seumpamanya, pada sesuatu yang bisa digantikan.

 . Hikmah disyari'atkannya perwakilan:

          Perwakilan adalah termasuk keindahan Islam. Setiap orang, dengan hukum pertaliannya dengan orang lain, terkadang mempunyai hak untuk atau mempunyai tanggungan hak kepada orang lain. Maka bisa jadi ia melakukannya secara langsung dengan dirinya sendiri dalam mengambil dan memberikan, atau menyerahkannya kepada orang lain. Tidak semua orang mampu melaksanakan semua urusannya dengan dirinya sendiri. Dan karena alasan inilah, Islam membolehkan memberikan perwakilan kepada orang lain untuk melaksanakannya, sebagai pengganti darinya.

. Wakalah: adalah transaksi yang dibolehkan, boleh bagi setiap wakil dan yang memberikan hak kuasa membatalkannya di waktu kapanpun.

. Wakalah terlaksana dengan ucapan dan perbuatan yang menunjukkan atas hal itu.

. Hak-hak terbagi tiga:

1.      Bagian yang sah perwakilan padanya secara mutlak, yaitu sesuatu yang bisa digantikan, seperti transaksi, pembatalan, batas-batas dan semisalnya.

2.      Bagian yang tidak sah perwakilan secara mutlak padanya, yaitu ibadah badaniyah yang murni, seperti bersuci, shalat, dan semisalnya.

3.      Bagian yang sah perwakilan padanya disertai lemah, seperti haji yang wajib dan umrahnya.

. Sah perwakilan dari orang yang boleh melakukan transaksi untuk dirinya sendiri, dan sah pemberian wakalah pada segala transaksi yang boleh digantikan padanya, seperti jual beli, sewa menyewa, dan semisalnya. Dan pembatalan, seperti talak, memerdekakan, aqalah, dan semisalnya. Dan pada had-had dalam menetapkan dan menyempurnakannya, dan semisal yang demikian itu.

. Keadaan-keadaan wakalah:

          Wakalah: sah dalam waktu tertentu, seperti seseorang berkata: ‘Engkau menjadi wakil saya selama satu bulan.’ Sah pula bergantung dengan syarat, seperti ia berkata: ‘Apabila telah sempurna penyewaan rumah saya, maka juallah.’ Dan sah pula secara langsung, seperti ia berkata: ‘Engkau sebagai wakil saya pada saat ini.’ Dan sah menerimanya secara langsung dan ditunda.

. Wakil tidak boleh memberikan wakalah pada sesuatu yang dia diberikan wakalah padanya kecuali apabila yang memberikan wakalah mengijinkannya dengan hal itu. Maka jika ia tidak mampu, ia boleh memberikan wakalah kecuali pada persoalan harta, maka harus mendapatkan ijin yang memberikan wakalah.

. Wakalah menjadi batal dengan beberapa hal berikut ini:

1.     Pembatalan salah seorang dari keduanya bagi wakalah itu.

2.     Muwakkil (yang memberikan wakalah) mencabut wakalahnya dari wakil.

3.     Meninggal salah seorang dari keduanya atau hilang ingatan.

4.     Ditahan karena bodoh kepada salah seorang dari keduanya.

. Boleh wakalah dengan memberikan upah atau tanpa upah. Wakil adalah orang yang diberi kepercayaan pada sesuatu yang diwakilkan kepadanya, ia tidak menjamin sesuatu yang rusak di tangannya bukan karena kelalaian. Jika ia melewati batas atau lalai, ia mengganti, dan diterima ucapannya dalam menolak kelalaian disertai sumpahnya.

. Barang siapa yang mempunyai kemampuan dan bisa menjaga amanah dan ia tidak khawatir akan berbuat khianat, dan wakalah tidak akan merepotkannya, maka wakalah itu disunnahkan pada dirinya, karena mengandung pahala, sekalipun dengan upah, disertai niat ikhlas dalam  menyempurnakan pekerjaan.

****



[1]                 HR. Bukhari No. 52 dan Muslim No. 1599, ini adalah lafazhnya.

[2]                 HR. Bukhari No. 2072.

[3]                 HR. Bukhari No. 1470, ini adalah lafazhnya, dan Muslim No. 1042

[4]                 HR. Bukhari No. 2076.

[5]                 HR. Muslim No. 1607.

[6]                 Shahih/ HR. Abu Daud No. 2606, Shahih Sunan Abu Daud No. 2270, dan At-Timridzi No. 1212, Shahih Sunan At-Tirmidzi No. 968.

[7]               Shahih/ HR. At-Tirmidzi No. 2344, Shahih Sunan At-Tirmidzi No. 1911, dan Ibnu Majah No. 4164, ini adalah lafazhnya, dan Shahih Sunan Ibnu Majah No. 3359.

[8]                 Shahih/ HR. Al-Hakim No. 7926, lihat as-Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah No. 1359.

[9]                 Hasan/ HR. At-Tirmidzi No. 810, ini adalah lafazhnya, Shahih Sunan at-Tirmidzi No. 650, dan An-Nasa`i No. 2631, Shahih Sunan An-Nasa`i No. 2468.

[10]               HR. Muslim No. 993.

[11]               Shahih/HR. At-Tirmidzi No. 2345, Shahih Sunan At-Tirmidzi No. 1912.

[12]               HR. Bukhari No. 2067, ini adalah lafazhnya, dan Muslim No. 2557.

[13]               HR. Bukhari No 2896.

[14]               Shahih/ HR. An-Nasa`i  No.3178, Shahih Sunan An-Nasa`i (2978)

[15]               HR. Bukhari No. 2079, ini adalah lafazhnya, dan Muslim No. 1532.

[16]               HR. Muslim No. 102.

[17]               HR. Abu Daud No. 3460, Shahih Sunan Abu Daud No. 2954, dan Ibnu Majah No. 2199, ini adalah lafazhnya, Shahih Sunan Ibnu Majah No. 1786

[18]               HR. Bukhari No. 2240, ini adalah lafazhnya, dan Muslim No. 1604

[19]             HR. Muslim no.1598

[20]               HR. Bukhari No. 2766, ini adalah lafazhnya, dan Muslim No. 89.

[21]             HR. Muslim No. 1587.

[22]               HR. Muslim No. 2699.

[23]               HR. Muslim No.1600.

[24]               HR. Muslim No. 3006.

[25]               HR. Bukhari No. 2387.

[26]             HR. Bukhari No. 2068, dan Muslim No.1603.

[27]               HR. Bukhari No. 2287, ini adalah lafazhnya, dan Muslim No. 1564.

[28]               HR. Bukhari No. 2078, ini adalah lafahznya, dan Muslim No. 1562.

[29]               HR. Bukhari No. 2707, ini adalah lafazhnya, dan Muslim No. 1009.

[30]               HR. Bukhari No. 6015, dan Muslim No. 2625.

[31]             Shahih/ HR. Ahmad No. 23434, Lihat Irwa' al-Ghalil No. 1438.