×
Soal: Apa hukum ridha dengan takdir? Semoga Allah memberi manfaat dengan Anda dan dengan ilmu Anda.

    Fatwa

    Ridha Terhadap Takdir

    ( باللغة الإندونيسية )

    Disususn oleh:

    Muhammad bin Shalih Al Utsaimin

    Tarjamah:

    Team Indonesia

    Murajaah :

    Abu Ziyad

    فتوى عن " الرضا بالقدر "

    إعداد:

    محمد بن صالح العثيمين

    ترجمة:

    الفريق الإندونيسي

    مراجعة:

    إيكو أبو زياد

    Maktab Dakwah Dan Bimbingan Jaliyat Rabwah

    المكتب التعاوني للدعوة وتوعية الجاليات بالربوة بمدينة الرياض

    1428 – 2007

    Ridha Terhadap Takdir

    Soal:
    Apa hukum ridha dengan takdir? Semoga Allah memberi manfaat dengan Anda dan dengan ilmu Anda.

    Jawab:
    Ridha terhadap takdir hukumnya wajib, karena ia merupakan kesempurnaan akan ridha terhadap Rububiyah Allah, maka wajib bagi setiap muslim ridah terhadap takdir Allah. Akan tetapi (Al maqdhiy) sesuatu yang ditakdirkan Allah ada penjelasan lebih lanjut; Al maqdhiy berbeda dengan takdir, karena takdir adalah perbuatan Allah, sedangkan Al maqdhiy adalah objek dari perbuatan Allah, maka takdir kita harus rela, dan selamanya kita tidak boleh murka dalam keadaan apapun juga.
    Adapun Al maqdhiy ada beberapa bagian:
    Bagian pertama: wajib kita meridhainya.
    Bagian kedua: haram kita meridhainya.
    Bagian keempat: disunnahkan meridhainya.
    Umpamanya; perbuatan dosa termasuk dari sesuatu yang ditakdirkan Allah, dan haram meridhainya sekalipun terjadi dengan takdir Allah, maka siapa yang melihat maksiat dari sisi perbuatan dan takdir Allah dan wajib meridhainya seraya mengatakan," sesungguhnya Allah Maha bijaksana (Al Hakim), kalaulah bukan karena hikmah Allah menuntut ini terjadi, tentu tidak akan terjadi," adapun dari sisi Al maqdhiy yaitu: berbuat durhaka kepada Allah maka wajib kita untuk tidak meridhainya, dan maksiat itu wajib dihilangkan, baik berasal dari diri anda ataupun dari diri orang lain. Dan Al maqdhiy ada yang kita wajib meridhainya, seperti: kewajiban melakukan perintah Syara', karena perintah Allah ada yang bersifat kauniy (pasti terjadi) dan ada yang bersifat syar'I (yang wajib dilakukan dan terkadang tidak terjadi), maka yang wajib bersifat syar'I haruslah kita meridhainya dari sisi takdir dan Al maqdhiy.
    Bagian ketiga, disunnahkan meridhainya serta wajib bersabar menerimanya, seperti; musibah yang menimpa, maka setiap musibah yang terjadi disunnahkan untuk meridhainya menurut mayoritas para ulama dan tidak wajib, yang wajib adalah bersabar menerimanya. Dan perbedaan antara sabar dan ridha adalah: sabar; orang yang ditimpa musibah tersebut membenci kenyataan yang terjadi, akan tetapi tidak menyebabkannya melakukan hal-hal yang bertentangan dengan syara' (agama) yang menafikan kesabaran. Sedangkan ridha; orangnya tidak membenci kenyataan yang terjadi, sama saja baginya terjadi maupun tidak terjadi. Inilah perbedaan antara ridha dan sabar, oleh karena itu mayoritas para ulama mengatakan," sabar wajib sedangkan ridha hanya disunnahkan.
    Fatawa Syaikh Ibnu Utsaimin, disusun oleh:Asyraf Abdul Maqsud, juz.I, hal.60-61.