Waspadai Jeratan Nafsu
Artikel ini diterjemahkan ke dalam
Klasifikasi
Sumber
Full Description
Waspadai Jeratan Nafsu
] Indonesia – Indonesian – [ إندونيسي
Azhari Ahmad Mahmud
Terjemah : Syafar Abu Difa
Editor : Tim Islamhouse.com
2014 - 1435
احذر اتباع الهوى
« باللغة الإندونيسية »
أزهري أحمد محمود
ترجمة: شفر أبو دفاع
مراجعة: فريق إندونيسي
2014 - 1435
Waspadai Jeratan Nafsu
Segala puji hanya milik Allah -ta'ala-. Begitu banyak nikmat-nikmatNya dan senantiasa terbarui pemberianNya. Salawat serta salam semoga tercurah kepada Rasulallah -shalallahu ‘alaihi wa sallam- yang senantiasa menuntun kepada berbagai kebaikan, juga kepada keluarga dan sahabat-sahabatnya bak bintang yang bersinar.
Adapun selanjutanya:
Keinginan nafsu bagai bah yang tak terbendung… menjalar tanpa ada penghujung.
Rupa-rupa permintaannya… beruntun keinginannya… kebanyakan tidak menolaknya… tidak tercegah oleh rintangan yang mencemaskan… Ia kuasa atas yang lemah dan nafsunya menaklukan dengan sengit…
Tidak ada yang dapat mengonter keburukannya selain ketakwaan dan dapat melenyapkan kegelapannya selain cahaya petunjuk…
Hawa nafsu adalah kehinaan dan kuasanya adalah keangkaramurkaan.
Sungguh orang lemahlah yang menjadi bala tentaranya dan pecundang bagi yang berada disaf para pembelanya.
Kuatlah siapa yang menghujamnya dengan cemeti adab … dan sayid bagi siapa yang menyelisihinya…
Betapa jauh selisih antara keduanya; bagi yang mentaati dan yang menyelisihinya.
Yang menurutinya berarti dalam perbudakan dan teraniaya… yang menyelisihinya berarti dalam kemuliaan dan perlindungan yang kokoh.
Wahai yang telah berbuat dosa, berhati-hatilah dari hawa nafsu!
Telah jelas bagimu siapa yang sayid dan siapa yang di perbudak… Tuan hakiki adalah yang menyelisihi hawa nafsunya… dan budak hakiki adalah yang diperbudak hawa nafsunya.
Jika engkau dapati seseorang yang cepat menuruti hawa nafsunya, tanpa melihat aib dan akibatnya, ketahuilah bahwa dia amat terbelenggu perbudakan dan terkungkung rantai besi.
﴿ أَفَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَهَهُ هَوَاهُ وَأَضَلَّهُ اللَّهُ عَلَى عِلْمٍ وَخَتَمَ عَلَى سَمْعِهِ وَقَلْبِهِ وَجَعَلَ عَلَى بَصَرِهِ غِشَاوَةً فَمَنْ يَهْدِيهِ مِنْ بَعْدِ اللَّهِ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ ﴾ [الجاثية: 23].
“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya. Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?” (QS.al-Jâtsiah:23)
Al-Ashmai berkata, “Sebagian orang arab mengatakan, ‘Kata al-hawa (nafsu) sebenarnya hawân (kehinaan), tetapi orang salah menamainya.’”
Wahai yang telah berbuat dosa. Nafsu itu eyel, jika dituruti membinasakan!
Hati-hatilah –wahai miskin- akan hawa nafsumu. Hindari jeratnya… sungguh engkau tidak akan selamat kecuali dengan menyelisihinya. Jika ingin binasa coba saja menurutinya…
Yahya Ibn Muadz berkata, “Musuh manusia ada tiga: dunia, setannya (yang menggoda) dan jiwanya. Untuk selamat dari dunia dengan zuhud (kesederhanaan), untuk selamat dari setan dengan menyelisinya dan dari keburukan jiwa dengan meninggalkan hawa nafsu.”
Hati-hatilah –wahai miskin- akan nafsumu… begitu banyak serangan-serangannya dan betapa banyak yang binasa karena jeratannya…
Wahai engkau yang berbuat dosa. Makhluk yang paling lemah adalah yang tidak mampu menolak hawa nafsunya…
Berapa banyak orang kuat yang ditundukkan oleh nafsunya… dan berapa banyak orang yang tegar dihinakan oleh hawa nafsunya…
Manakala engkau melihat seseoarang berbangga dengan kekuatan dan kegagahannya… ternyata ketika berhadapan dengan kehendak nafsunya dia lebih lemah dari seekor lalat dan rumah laba-laba.
Ibrahim al-Qoshar berkata, “Makhluk yang paling lemah adalah yang tidak mampu menolak hawa nafsu, sedang makhluk yang paling kuat adalah yang mampu menolak hawa nafsu.”
Wahai engkau yang tengah menjadi pengikut hawa nafsu dan terbelenggu oleh perintahnya… ketahuilah bahwa engkau adalah makluk yang paling lemah dan rendah kemauan...
Wahai engkau yang dapat mengalahkan hawa nafsu dan menundukkan keinginan-keingiannya… ketahuilah bahwa engkau adalah manusia yang kuat keinginan dan hebat pengendaliannya.
Rasulullah -salallahu alaihi wasallam- bersabda,
«ليس الشديد بالصرعة، إنما الشديد الذي يملك نفسه عند الغضب» [رواه البخاري ومسلم]
“Bukanlah orang kuat yang menang bergulat, tetapi yang kuat adalah yang dapat menahan dirinya ketika marah.” (HR.al-Bukhari dan Muslim)
Wahai engkau yang berbuat dosa, mengalahkan hawa nafsu adalah kemuliaan yang besar, kedudukan yang tinggi dan kelezatan yang tak tertarakan.
Karenanya setan berupaya mengecoh mereka yang menang melawan hawa nafsunya.
Abul Hajjaj al-Mahdi berkata, “Siapa yang menjadikan hawa nafsunya ditelapak kakinya, setan menghindar dari bayangannya."
Wahai engkau yang berbuat dosa, hendaknya engkau berjihad melawan jiwamu…
Wahai engkau yang tunduk dihadapan syahwat hawa nafsu, apakah engkau sadar bahwa berperang melawan hawa nafsu adalah jihad yang paling utama?!
Ya, sungguh mujahid yang sebenarnya adalah yang berperang melawan hawa nafsu dan mengendalikannya… kemenangan dalam peperangan ini menjadi kemenangan yang tertinggi.
Amat mudah memerangi musuhmu secara zahir… namun memerangi jiwamu, merupakan jihad yang amat dahsyat lagi sengit…
Rasulullah -salallahu alaihi wasallam- bersabda,
«ألا أخبركم بالمؤمن؟ من أمنه الناس على أموالهم وأنفسهم، والمسلم من سلم الناس من لسانه ويده، والمجاهد من جاهد نفسه في طاعة الله، والمهاجر من هجر الخطايا والذنوب».[رواه أحمد وغيره/ السلسلة الصحيحة: 549]
“Tidakkah inggin aku beritahu kalian siapa mukmin itu? mukmin Ialah yang dipercaya manusia mengemban amanah harta dan jiwa mereka; muslim ialah yang orang lain dapat selamat dari lisan dan tangannya; mujahid ialah orang yang berjihad melawan jiwanya agar taat kepada Allah dan muhajir (orang yang berhijrah) adalah yang meninggalkan perbuatan dosa. [HR.Ahmad dan selainnya/ as-Silsilah as-Shahihah:549]
Wahai engkau yang berbuat dosa, janganlah memperturutkan kehendak nafsu… dihadapannya engkau jadi abdi… dikendalikan… tidak tahu entah kemana akan dibawanya …
Hendaknya engkau mendidiknya dengan ajaran agama… paksa dia dihadapanmu kepada apa yang membuatnya bahagia dan selamat…
Al-Wahb Ibn Munabbih berkata, “Iman adalah komandan dan amal adalah penyetirnya, sedang nafsu, bebal berada di antara keduanya. Jika komandan memerintah sedang supir tidak menyetir, itu tidak berguna sama sekali. Jika supir menyetir tapi komandan tidak memerintah, itupun tidak berguna. Jika komandan memerintah dan supirnya menyetir, nafsu terpaksa mengikuti senang tidak senang, dan amal akan menjadi baik.”
Wahai engkau yang berbuat dosa, nafsu adalah kehinaan. Siapa yang rela pada dirinya kehinaan?!
Namun pelaku dosa telah membawa dirinya memilih kehinaannya… dan menuntun kepada kesengsaraannya.
Huzaifah Ibn Qotadah berkata, “Seseorang ditanya, ‘Apa yang jiwamu perbuat terhadap kehendak nafsu?’ Ia menjawab, “Tidak ada di muka bumi yang lebih aku benci dari pada jiwaku. Maka bagaimana menuruti keinginan nafsunya?!”
Tatkala nafsu muncul, apakah engkau menjadi tuan atasnya atau dia yang menjadi tuan dan komandan atasmu?!
Betapa banyak mereka yang menyembah hawa nafsunya tanpa disadarinya.
Wahai engkau yang menuruti hawa nafsu… wahai engkau yang lemah dihadapan keinginan-keinginannya, dengarkan nasehat Ibnul Jauzi ini untukmu!
Ibnul Jauzi berkata, “Wahai engkau yang dikarunia akal, jangan kecilkan kemampuannya dan jangan redupkan cahayanya. Degarkan apa yang ia isyaratkan dan jangan menoleh kepada tangisan balita yang tak mendapati kehendaknya. Karena jika engkau kasihan dengan tangisannya, engkau tidak akan mampu merawatnya dan tidak mungkin mendidiknya. Sampaikanlah kepada mereka yang bodoh dan fakir!.
(Syair) : Jangan remeh mengajar adab anak kecil
Walau mengeluh pedihnya penat
Biarkan orang dewasa dengan keadaannya
Orang dewasa terlanjur besar diajar adab
Wahai engkau yang berbuat dosa, Ibnul Jauzi telah menyerupakan nafsu dengan balita yang jika tidak disusui akan menangis, jika melulu diberi jadi sulit disapih dan menjadi besar sebegitu. Demikian pula nafsu jiwa. Jika engkau turuti setiap keinginannya, akan sulit menuntun dan mengaturnya.
Berhati-hatilah –wahai engkau yang berakal- akan hawa nafsumu. Selisihilah setiap keinginannya dan tolak setiap permintaannya…
Kekang dia dengan tali kekang ketaatan dan paksa pengendaliannya… dia akan patuh kepadamu dengan izin Allah –ta’ala- dan akan engkau peroleh ketaatannya menuju jalan kebahagiannya…
Wahai engkau yang berbuat dosa, ketahuilah, jika engkau dapat menundukkan hawa nafsumu, engkau benar-benar seorang sayid…
Khalid Ibn Sofwan ditanya, “Apa yang membuat al-Ahnaf menjadi seorang sayid?” Dia menjawab, “Kemampuannya menguasai hawa nafsunya.”
Seorang arab badawi ditanya, “Siapa yang kalian anggap sayid di antara kalian?” Dia menjawab, “Yang akalnya dapat mengalahkan hawa nafsunya, keridaannya lebih cepat dari kemarahannya dan dapat melindungi kaumnya dari gangguannya.”
Wahai engkau yang berbuat dosa, sesungguhnya jika engkau berjihad melawan nafsumu dan menolak kemaksiatan, engkau tengah mendekat kepada Allah dengan pengorbanan yang besar.
Muhamad Ibn Ka’ab al-Quradzi berkata, “Tidak ada tindakan yang lebih dicintai Allah dalam mengibadahiNya dari pada meninggalkan maksiat.”
Shal berkata, “Amal dapat dilakukan oleh orang baik dan buruk, namun meninggalkan maksiat hanya orang yang sungguh-sungguh.”
Ketahuilah wahai engkau yang berbuat dosa, jika engkau menuluskan niat, bersungguh-sungguh berjihad melawan hawa nafsu dan bertekat menempuh jalan ketaatan, Allah akan menunjukimu kepada tujuan dan memberimu taufik kepada jalan ketaatan.
Allah berfirman,
﴿ وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ ﴾ [العنكبوت: 69].
“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridaan) Kami, benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik." (QS.al-Ankabut:69)
Ibnu Abbas -radiallahu 'anhuma- berkata, “Dan orang-orang yang berjihad dalam mentaati Kami, akan kami beri jalan-jalan pahala Kami.”
Wahai engkau yang berbuat dosa, menyelisihi hawa nafsu adalah amal yang paling mulia.
Manakala menyelisihi hawa nafsu menuntun kepada segala kebaikan, ia menjadi amal yang paling mulia. Jiwa jika tidak dibentuk untuk taat, akan menyimpang dan menghindar melakukannya. Jika ketaatan itu terbentuk, enak menjalankannya dan menjadi mudah.
Umar Ibn Abdul Aziz mengatakan, “Amal yang paling utama adalah yang dibenci oleh hawa nafsu.”
Dan cukup menjadi kemuliaan manakala menyelisihi hawa nafsu mengarahkan pemiliknya kepada surga.
Sesungguhnya menyelisihi hawa nafsu merupakan pintu masuk ke dalam surga bagi mereka yang sabar terhadap sahwatnya…
Allah berfirman,
﴿ فَأَمَّا مَنْ طَغَى . وَآَثَرَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا . فَإِنَّ الْجَحِيمَ هِيَ الْمَأْوَى . وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَى . فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَى ﴾ [النازعات: 37-41].
“Adapun orang yang melampaui batas dan lebih mengutamakan kehidupan dunia, maka sesungguhnya nerakalah tempat tinggalnya. Adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhan-nya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggalnya.” (QS.an-Naziat:37-41)
Shal Ibn Abdullah berkata, “Meninggalkan hawa nafsu adalah pintu surga, sebagaimana firman Allah:
﴿ وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَى . فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَى ﴾ [النازعات: 40-41].
“Adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya suurgalah tempat tinggalnya.” (QS.an-Nâziat:40-41)
Abu Sulaiman ad-Dârany mengomentari firman Allah –ta’ala-:
﴿ وَجَزَاهُمْ بِمَا صَبَرُوا جَنَّةً وَحَرِيرًا ﴾ [الإنسان: 12]
“Dan Dia memberi balasan kepada mereka karena kesabaran dengan surga dan pakaian sutera.” (QS.al-Insan:12) Mereka sabar menahan nafsu syahwat.”
Dalam hadis tujuh katagori yang dinaungi Allah dengan naungan-Nya pada hari tidak ada naungan kecuali naungan-Nya, Nabi -salallahu alaihi wasallam- memberitahu bahwa di antara mereka adalah:
«وشاب نشأ في عبادة ربه». [رواه البخاري ومسلم]
“Dan pemuda yang tumbuh dalam peribadatan kepada Allah.” [HR.Ahmad dan selainnya/ as-Silsilah as-Sahihah:549]
Al-Hâfiz Ibn Hajar berkata, “Mengkhususkan pemuda karena ia biasanya dikuasai nafsu, dengan energi yang menariknya menuruti hawa nafsu. Sehingga manakala dia melazimi ibadah akan lebih kuat dan menunjukkan akan ketakwaannya.”
Wahai engkau yang berbuat dosa, demikian itulah keuntungan yang didapat siapa yang menundukkan hawa nafsunya…
Ialah surga! Barang dagangan Allah yang mahal… dan tempat yang paling mulia!
Pilihlah untuk dirimu –wahai miskin-: antara melawan hawa nafsu kemudian surga… atau mengikuti hawa nafsu kemudian neraka…!
Wahai engkau yang berbuat dosa, jangan sampai terkecoh dengan instannya nikmat syahwat dibanding surga Allah –ta’ala-… betapa menipu dan merugikan…
Wahai engkau yang berbuat dosa… hawa nafsu adalah seburuk-buruk barang dagangan…
Jika ahli ketaatan beruntung dengan keuntungan yang banyak dan kebaikan yang berlimpah… maka ahli maksiat dan hawa nafsu amat tidak beruntung dan merugi perdagangannya…
Dia untung keburukan dan merugi kebaikan…
Hari-harinya dilalui dalam menanam dosa… betapa buruk yang mereka tanam…
Mereka memanen kepahitan dan merugi surga…
Ibnu Mas’ud -radiallahu 'anhu- berkata, “Sesungguhnya engkau berada diperlintasan siang dan malam, pada ajal yang terus berkurang, tindakkan yang dicatat dan kematian yang datang tiba-tiba. Siapa yang menanam kebaikan, niscaya akan memetik harapan, siapa yang menanam keburukan, niscaya akan memetik penyesalan. Setiap orang akan memetik apa yang ditamam.”
Wahai engkau yang berbuat dosa… berhati-hatilah dari bekal yang buruk (nafsu), seperti khawatirnya engkau dari kerugian yang mendadak… bersedihlah dari luputnya untung kebaikan, seperti kesedihanmu akan kehilangan uangmu… jangan sampai engkau merasa merugi di akhirat… hari dimana datang ahli ketaatan dengan kebaikannya dan ahli dosa dengan keburukannya…
Wahai engkau yang berbuat dosa... jangan kau habiskan umurmu untuk mengikuti hawa nafsu….!
Sesungguhnya seburuk-buruk menyia-nyiakan umur ialah saat melakukan maksiat dan mengikuti hawa nafsu…
Engkau saksikan jam dan hari berlalu, sibuk dengan kenikmatan hawa nafsu dan kepuasan-kepuasannya…
Bahkan yang lebih buruk lagi, engkau habiskan masa muda dan kekuatanmu dalam menuruti hawa nafsu hingga kering ranting dan layu bunga masa muda …
Benarlah Nabi -salallahu alaihi wasallam- ketika mengabarkan kepada kita dengan ungkapan yang amat jelas, sabdanya,
«نعمتان مغبون فيهما كثير من الناس؛ الصحة والفراغ». [رواه البخاري]
“Dua nikmat yang kebanyakan manusia merugi; sehat dan waktu senggang.” (HR.al-Bukhari)
Ibnul Jauzi berkata, “Dan di antara kelengkapannya dijadikan dunia ladang akhirat. Di dalamnya terdapat perniagaan yang keuntungannya terlihat di akhirat. Siapa yang menggunakan waktu senggang dan sehatnya dalam ketaatan kepada Allah, dia diberkati. Siapa yang menggunakan untuk bermaksiat kepada Allah, dia merugi, karena setelah senggang kesibukan dan setelah sehat sakit. Itu pun jika tidak sampai pikun, seperti yang dikatakan syair:
Pemuda senang senantiasa sehat dan panjang umur
Tahukah apa yang panjang umur perbuat padanya
Dia dikembalikan setelah dewasa dan sehatnya
Renta untuk berdiri dan mesti dipikul
Wahai engkau yang berbuat dosa, renungi dirimu…! Sudah berapa jam dan hari bahkan bulan atau tahun sia-sia dalam ketaatan kepada selain Allah –ta’ala-…
Adakah engkau menyadari umurmu lenyap menyambut seruan hawa nafsumu…apakah engkau menyangka hal itu tidak akan di hisab…?!
Sadarlah wahai engkau yang lalai..! Ketahuilah bahwa engkau menyia-nyiakan detik waktu berharga umurmu…!
Muhamad Ibn Hâtim at-Turmudzi berkata, “Modalmu adalah hati dan waktumu. Hatimu telah tersibukkan dengan prasangka-prasangka dan waktumu habis mengerjakan yang bukan urusanmu. Maka bilakah akan beruntung orang yang kehabisan modalnya?!”
Wahai engkau yang menyia-nyiakan umur dalam nikmat hawa nafsu… telah engkau fanakan hari-harimu membuntuti syahwat… Tidakkah pernah engkau dengar kisah kaum yang tidak melalui hari-harinya tanpa bertasbih, berzikir dan berbuat saleh…?!
Benar… mereka adalah kaum penikmat ketaatan… Amat berbeda antara dua kenikmatan: kelezatan ahli ketaatan dan kelezatan ahli dosa dan syahwat…
Kelompok pertama adalah kelezatan hakiki… pelakunya mendapat nikmat kelezatan di dunia dan akhirat… sedang kelompok kedua adalah kelezatan fana… yang membutakan mata pelakunya dari kelezatan hakiki…
Di antara berita orang-orang saleh dalam hal ini:
Datang seorang lelaki kepada Amir Ibn Abdu Qois dan berkata kepadanya, “Berbincanglah denganku!” Amir menjawab, “Peganglah matahari!” [1]
Yang lebih menakjubkan, orang-orang mengunjungi sebagian ulama salaf menjelang kematiannya dan dia sedang salat. Ketika diajak bicara, dia berkata, “Sekarang tengah terbentang catatan amalku.”
Wahai engkau yang disibukkan dengan permainan… dan terjerumus dalam hawa nafsu… renungkan kisah orang-orang saleh… itu membuat hati menjadi bersih dan memotivasi untuk melakukan ketaatan…
Isilah hari-harimu –wahai engkau yang berbuat dosa- dengan ketaatan… segera manfaatkan jam-jam dari umurmu… begitu cepat ajal datang mengejutkan dan kecelakaan yang menyinggahimu… meratapi saat-saat lalai dan menyesali hari-hari yang tersia-siakan!
(Syair) :
Manusia dalam kelalaian dan kematian membangunkan mereka
Mereka tidak terjaga hingga usia tak lagi tersisa
Sanak saudara berkumpul mengantar kepembaringannya
Menyaksikan prosesi penguburannya
Lalu kembali pulang kepada mimpi kelalaian mereka
Seolah tak pernah melihat dan menyaksikan kematiannya
Wahai engkau yang berbuat dosa, obati dirimu dengan obat yang manjur dan penawar yang mujarab…!
Jika ingin keselamatan dekat denganmu… selisihi hawa nafsumu… jika nafsu memerintahmu, lakukan kebalikannya… engkau akan selamat dari keburukan dan dari jebakan nafsu.
Jangan sekali-kali menyerah kepada hawa nafsumu… sudah begitu banyak makhluk yang dibinasakannya… ia senantiasa mengajak kepada berbagai kehendaknya sampai tereksekusi dan kaki tergelincir …
Segala puji bagi Allah –ta’ala-. Salawat dan salam senantiasa tercurah kepada Nabi Muhamad, keluarga dan para sahabatnya…
[1] Maksudnya agar waktu tidak berjalan dan terbuang sia-sia dalam perbincangan.-pent.