×
Kita barangkali pernah mendengar tentang kisah kaum Tsamud, itulah kaumnya yang dibinasakan oleh Allah gara-gara kesyirikan yang mereka lakukan, seperti apa saja kesyirikan itu, jangan-jangan ada yang mencokol dalam diri kita tanpa kita sadari. Silahkan baca makalah ringkas ini, semoga bisa memahaminya.

 Kesyirikan Kaumnya Nabi Sholeh alaihissalam

الشرك في قوم صالح عليه السلام


 Kesyirikan Kaumnya Nabi Sholeh

Segala puji hanya bagi Allah Shubhanahu wa ta’alla, kami memuji   -Nya, memohon pertolongan dan ampunan kepada -Nya, kami berlindung kepada Allah Shubhanahu wa ta’alla dari kejahatan diri-diri kami dan kejelekan amal perbuatan kami. Barangsiapa yang   -Dia beri petunjuk, maka tidak ada yang dapat menyesatkannya, dan barangsiapa yang Allah Shubhanahu wa ta’alla sesatkan, maka tidak ada yang dapat memberinya petunjuk.

Aku bersaksi bahwasanya tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allah Shubhanahu wa ta’alla semata, yang tidak ada sekutu bagi -Nya. Dan aku juga bersaksi bahwasannya Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam adalah hamba dan Rasul

  -Nya. Amma Ba'du:

Dalam susunan al-Qur'an kaumnya nabi sholeh datang setelah kisahnya kaum nabi Huud alaihi sallam, dan ini selalu berurutan pada semua tempat yang menjelaskan tentang kisahnya dua kaum ini. Seperti didalam surat al-A'raaf dijelaskan susunan kisah secara berurutan mulai dari Nuh kemudian Huud selanjutnya Sholeh. Bahkan, datang sebuah penjelasan melalui lisannya nabi Sholeh 'alaihi sallam didalam surat tersebut dimana beliau berkata mengingatkan kaumnya sebagaimana di nukil oleh Allah ta'ala

  didalam firman -Nya:

﴿ وَٱذۡكُرُوٓاْ إِذۡ جَعَلَكُمۡ خُلَفَآءَ مِنۢ بَعۡدِ عَاد وَبَوَّأَكُمۡ فِي ٱلۡأَرۡضِ تَتَّخِذُونَ مِن سُهُولِهَا قُصُورا وَتَنۡحِتُونَ ٱلۡجِبَالَ بُيُوتاۖ ٧٤ ﴾  الأعراف

"Dan ingatlah olehmu di waktu Tuhan menjadikam kamu pengganti-pengganti (yang berkuasa) sesudah kaum 'Aad dan memberikan tempat bagimu di bumi. kamu dirikan istana-istana di tanah-tanahnya yang datar dan kamu pahat gunung-gunungnya untuk dijadikan rumah". (QS al-A'raaf: 74).

Dan didalam surat at-Taubah Allah Shubhanahu wa ta'ala menjelaskan ditengah-tengah peringatan terhadap orang-orang munafik dengan apa yang telah diperoleh oleh orang-orang yang datang sebelum mereka akibat mendustakan

 -Nya. Allah ta'ala berfirman:

﴿ أَلَمۡ يَأۡتِهِمۡ نَبَأُ ٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِهِمۡ قَوۡمِ نُوح وَعَاد وَثَمُودَ وَقَوۡمِ إِبۡرَٰهِيمَ وَأَصۡحَٰبِ مَدۡيَنَ وَٱلۡمُؤۡتَفِكَٰتِۚ أَتَتۡهُمۡ رُسُلُهُم بِٱلۡبَيِّنَٰتِۖ فَمَا كَانَ ٱللَّهُ لِيَظۡلِمَهُمۡ وَلَٰكِن كَانُوٓاْ أَنفُسَهُمۡ يَظۡلِمُونَ ٧٠ ﴾ التوبة

"Belumkah datang kepada mereka berita penting tentang orang-orang yang sebelum mereka, (yaitu) kaum Nuh, 'Aad, Tsamud, kaum Ibrahim, penduduk Madyan dan negeri-negeri yang telah musnah?. telah datang kepada mereka Rasul-rasul dengan membawa keterangan yang nyata, maka Allah tidaklah sekali-kali menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri". (QS at-Taubah: 70).

Begitu juga diterangkan dalam surat Huud, al-Hijr, asy-Syu'araa, al-Qomar dan yang lainnya. Yang menunjukan kalau dua umat tersebut yakni Aad dan Tsamud merupakan dua umat yang memiliki hubungan dan kedekatan zaman satu sama lain. Dimana kaum Tsamud mengetahui secara pasti dengan apa yang dialami oleh kaum sebelumnya yakni Aad dari adzab dan siksa yang Allah Shubhanahu wa ta'ala turunkan kepada mereka.

Barangkali untuk lebih berurutan dalam pembahasan ini sangat tepat untuk kami jelaskan sebelumnya tentang siapa Tsamud dari segi nasab, tempat tinggal, serta keyakinan mereka sebelum di utusnya nabi Sholeh 'alaihi sallam.

NASAB DAN TEMPAT TINGGAL MEREKA.

Tasamud adalah sebuah kabilah yang menisbatkan diri kepada nenek moyangnya yang bernama Tsamud bin Aabir bin Irmi bin Saam bin Nuuh.[1] Ada ulama lain yang menjelaskan, 'Tsamud bin Aad bin A'was bin Irmi bin Saam bin Nuh'.[2] Ada pula yang mengatakan, dia adalah Tsamud bin Jaatsir bin Irmi bin Saam bin Nuh.[3] Mengacu pada ini semua, maka kaum Tsamud adalah kaum pertama yang datang setelah kaum Aad. Sebagaimana di tegaskan oleh Allah ta'ala

 didalam firman -Nya:

﴿ ثُمَّ أَنشَأۡنَا مِنۢ بَعۡدِهِمۡ قَرۡنًا ءَاخَرِينَ ٣١ ﴾ المؤمنون

"Kemudian, Kami jadikan sesudah mereka umat yang lain".(QS al-Mukminun: 31).

Imam Ibnu Katsir menegaskan bahwa mereka adalah kaum Tsamud mengacu pada firman

  Allah tabaraka wa ta'ala:

﴿ فَأَخَذَتۡهُمُ ٱلصَّيۡحَةُ بِٱلۡحَقِّ فَجَعَلۡنَٰهُمۡ غُثَآءۚ فَبُعۡدا لِّلۡقَوۡمِ ٱلظَّٰلِمِينَ٤١ ﴾ المؤمنون

"Maka dimusnahkanlah mereka oleh suara yang mengguntur dengan hak dan Kami jadikan mereka (sebagai) sampah banjir. Maka kebinasaanlah bagi orang-orang yang zalim itu". (QS al-Mukminuun: 41).[4]

 PEMUKIMAN MEREKA:

Pemukiman mereka berada di al-Hijr sebagaimana Allah ta'ala terangkan            

  didalam firman -Nya:

﴿ وَلَقَدۡ كَذَّبَ أَصۡحَٰبُ ٱلۡحِجۡرِ ٱلۡمُرۡسَلِينَ ٨٠ ﴾  الحجر

"Dan sesungguhnya penduduk-penduduk kota al-Hijr telah mendustakan rasul-rasul". (QS al-Hijr: 80).

Imam Ibnu Katsir menjelaskan, "Yang dimaksud dengan penduduk al-Hijr ialah kaum Tsamud yang mendustakan nabi Sholeh 'alaihi sallam yang diutus kepada mereka".[5]

Diterangkan dalam buku Mu'jam Ma'alim al-Hijaz[6], "al-Hijr ialah sebuah tempat yang ditinggali oleh kaum Tsamud yang berada di Wadi Qura antara Madinah dan Siria. Dan dinamakan sekarang dengan Mada'in Sholeh, yang berada di sebelah utara kota Madinah Nabawiyah, berjarak kurang lebih dari kota Madinah 347 Km. Lebih dekatnya lagi dengan sebuah kota yang bernama al-A'laa, yang kurang lebih berjarak 25 km dari sisi sebelah utara kota tersebut.

 KESYIRIKAN YANG DIKERJAKAN KAUM TSAMUD:

Kabilah Tsamud memilik agama yang mereka percayai yaitu menyembah berhala, dengan menyekutukan bersama Allah Shubhanahu wa ta'ala didalam peribadatan kepada berhala tersebut.[7] Sebagaimana kebiasaan para pelaku kekufuran dari para penyembah berhala.

Sebelumnya mereka tinggal di sebuah negeri subur yang tanahnya penuh dengan pepohonan nan hijau yang mengalir dibawahnya mata air. Tempat tinggal mereka terbuat dari rumah yang indah dan istana megah. Mereka adalah para pembesar dan pemuka manusia serta raja di muka bumi. Akan tetapi, bersamaan dengan itu mereka tidak mau bersyukur kepada Allah Shubhanahu wa ta'ala atas karunia nikmat yang mereka rasakan. Justru malah sebailknya, itu semua menambah kelaliman mereka serta semakin jauhnya dari kebenaran, hingga kondisinya sampai melewati batas dan sombong.

Mereka lebih suka menyembah berhala dari pada menyembah Allah ta'ala yang maha kuasa. Terus ditambah lagi kondisinya dengan kesyirikan lain yang dikerjakan oleh kaumnya nabi Sholeh yaitu tathayur (merasa sial dengan sebab sesuatu). Asal kata tathayur ini berasal dari kalimat as-Sawaalih[8]  dan al-Bawaarih[9] dari burung dan kijang dan selain keduanya.[10] Kemudian perkaranya semakin luas dimana mereka menggunakan pada setiap perkara yang mengandung sikap optimis dan pesimis.[11] Dan yang menunjukan bahwa perbuatan tersebut adalah kesyirikan ialah haditsnya Ibnu Mas'ud radhiyallahu 'anhu secara marfu, Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Thiyaroh (merasa sial dengan sebab sesuatu) adalah kesyirikan, beliau mengucapkan sebanyak tiga kali".[12]

Dan thiyaroh ini terhitung masuk dalam kategori kesyirikan di karenakan mereka meyakini bahwa perbuatan tersebut mampu memberi manfaat atau menolak mara bahaya, apabila mereka memenuhi ritual yang disyaratkan sebelumnya, sehingga dari situlah kesyirikan tersebut terjadi kepada Allah azza wa jalla.[13] Adapun pembicaraan yang ada dalam al-Qur'an tentang tathoyur yang dikerjakan oleh kaumnya nabi Sholeh 'alaihi sallam ada dalam firman

  Allah tabaraka wa ta'ala:

﴿ قَالُواْ ٱطَّيَّرۡنَا بِكَ وَبِمَن مَّعَكَۚ قَالَ طَٰٓئِرُكُمۡ عِندَ ٱللَّهِۖ بَلۡ أَنتُمۡ قَوۡم تُفۡتَنُونَ ٤٧ ﴾  النمل

 "Mereka menjawab:

  "Kami mendapat nasib yang malang, disebabkan kamu dan orang-orang yang besertamu".

  Shaleh berkata:

  "Nasibmu ada pada sisi Allah, (bukan kami yang menjadi sebab), tetapi kamu kaum yang diuji".(QS an-Naml: 47).

   Inilah perbuatan syirik yang mereka lakukan kepada Allah Shubhanahu wa ta'ala yaitu dengan merasa sial karena sebab sesuatu selain dari Allah azza wa jalla. Dengan kesyirikan lain yang mereka kerjakan dari peribadatan kepada selain Allah ta'ala. Oleh karena itu Allah azza wa jalla mengutus pada mereka saudaranya Sholeh, beliau adalah Sholeh bin Maasih bin Abiid bin Haajir bin Tsamud bin 'Aabir bin Irmi bin Nuh.[14] Atau Sholeh bin 'Abiid bin Aasif bin Maasyih bin 'Abiid bin Haadzir bin Tsamud.[15]

Maka nabi Allah Sholeh 'alaihi sallam langsung melarang mereka untuk tidak menyembah berhala lagi. Lalu mengajak mereka untuk beribadah  hanya kepada Allah Shubhanahu wa ta'ala semata tanpa menyekutukan -Nya. Sebagaimana kejadian tersebut diabadikan oleh Allah ta'ala

 didalam firman -Nya:

﴿ وَإِلَىٰ ثَمُودَ أَخَاهُمۡ صَٰلِحاۚ قَالَ يَٰقَوۡمِ ٱعۡبُدُواْ ٱللَّهَ مَا لَكُم مِّنۡ إِلَٰهٍ غَيۡرُهُۥۖ هُوَ أَنشَأَكُم مِّنَ ٱلۡأَرۡضِ وَٱسۡتَعۡمَرَكُمۡ فِيهَا فَٱسۡتَغۡفِرُوهُ ثُمَّ تُوبُوٓاْ إِلَيۡهِۚ إِنَّ رَبِّي قَرِيب مُّجِيب  ٦١﴾  هود

"Dan kepada Tsamud (kami utus) saudara mereka shaleh. Shaleh berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain -Dia. -Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan -Nya, kemudian bertobatlah kepada -Nya, Sesungguhnya Tuhanku Amat dekat (rahmat -Nya) lagi memperkenankan (doa hamba -Nya)". (QS Huud: 61).

Demikian pula Allah ta'ala jelaskan

 didalam firman -Nya:

﴿ وَلَقَدۡ أَرۡسَلۡنَآ إِلَىٰ ثَمُودَ أَخَاهُمۡ صَٰلِحًا أَنِ ٱعۡبُدُواْ ٱللَّهَ فَإِذَا هُمۡ فَرِيقَانِ يَخۡتَصِمُونَ ٤٥ ﴾النمل

"Dan sesungguhnya Kami telah mengutus kepada (kaum) Tsamud saudara mereka Shaleh (yang berseru): "Sembahlah Allah". tetapi tiba-tiba mereka (jadi) dua golongan yang bermusuhan". (QS an-Naml: 45).

Adapun para pembesar kaum Tsamud maka seperti keadaan para pemuka-pemuka kaum yang lainya pada setiap zaman dan tempat, mereka mendustakan nabinya, serta menggangap aneh atas larangan Nabi Sholeh 'alaihi sallam agar tidak menyembah tuhan-tuhan mereka yang sudah mereka warisi turun temurun dari nenek moyangnya. Seperti yang Allah ta'ala jelaskan

 didalam firman -Nya:

 ﴿ قَالُواْ يَٰصَٰلِحُ قَدۡ كُنتَ فِينَا مَرۡجُوّا قَبۡلَ هَٰذَآۖ أَتَنۡهَىٰنَآ أَن نَّعۡبُدَ مَا يَعۡبُدُ ءَابَآؤُنَا وَإِنَّنَا لَفِي شَكّ مِّمَّا تَدۡعُونَآ إِلَيۡهِ مُرِيب ٦٢ ﴾  هود

 "Kaum Tsamud berkata:

 "Hai shaleh, sesungguhnya kamu sebelum ini adalah seorang di antara Kami yang kami harapkan, apakah kamu melarang kami untuk menyembah apa yang disembah oleh bapak-bapak kami? dan sesungguhnya kami betul-betul dalam keraguan yang menggelisahkan terhadap agama yang kamu serukan kepada kami". (QS Huud: 62).

Dan juga dikabarkan oleh Allah ta'ala

 didalam ayat -Nya:

﴿ قَالُوٓاْ إِنَّمَآ أَنتَ مِنَ ٱلۡمُسَحَّرِينَ ١٥٣ مَآ أَنتَ إِلَّا بَشَر مِّثۡلُنَا فَأۡتِ بِ‍َٔايَةٍ إِن كُنتَ مِنَ ٱلصَّٰدِقِينَ ١٥٤ ﴾ [ الشعراء]

 "Mereka berkata:

 "Sesungguhnya kamu adalah salah seorang dari orang-orang yang kena sihir. kamu tidak lain melainkan seorang manusia seperti kami; maka datangkanlah sesuatu mukjizat, jika kamu memang termasuk orang-orang yang benar". (QS asy-Syu'araa: 153-154).

Kemudian Allah Shubhanahu wa ta'ala memberi kaum Tsamud seekor unta betina sebagai mukjizat yang nyata. Seperti Allah ta'ala sebutkan

 didalam firman -Nya:

﴿ وَءَاتَيۡنَا ثَمُودَ ٱلنَّاقَةَ مُبۡصِرَة فَظَلَمُواْ بِهَاۚ وَمَا نُرۡسِلُ بِٱلۡأٓيَٰتِ إِلَّا تَخۡوِيفا  ٥٩ ﴾ [الإسراء]

"Dan telah Kami berikan kepada Tsamud unta betina itu (sebagai mukjizat) yang dapat dilihat, tetapi mereka menganiaya unta betina itu. dan Kami tidak memberi tanda-tanda itu melainkan untuk menakuti". (QS al-Israa': 59).

Kemudian mereka kufur dengan mukjizat tersebut dan menyembelihnya, seperti Allah Shubhanahu wa ta'ala jelaskan

 dalam firman -Nya:

﴿ فَعَقَرُواْ ٱلنَّاقَةَ وَعَتَوۡاْ عَنۡ أَمۡرِ رَبِّهِمۡ وَقَالُواْ يَٰصَٰلِحُ ٱئۡتِنَا بِمَا تَعِدُنَآ إِن كُنتَ مِنَ ٱلۡمُرۡسَلِينَ ٧٧ ﴾ [ الأعراف]

"Kemudian mereka sembelih unta betina itu, dan mereka berlaku angkuh terhadap perintah tuhan.

 dan mereka berkata:

"Hai shaleh, datangkanlah apa yang kamu ancamkan itu kepada kami, jika (betul) kamu termasuk orang-orang yang diutus (Allah)". (QS al-A'raaf: 77).

Selanjutnya Allah ta'ala menghadang kaum Tsamud dengan adzab suara guntur yang sangat keras menghancurkan mereka semua tanpa tersisa, seperti yang Allah Shubhanahu wa ta'ala jelaskan

 dalam firman -Nya:

﴿ فَلَمَّا جَآءَ أَمۡرُنَا نَجَّيۡنَا صَٰلِحا وَٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ مَعَهُۥ بِرَحۡمَة مِّنَّا وَمِنۡ خِزۡيِ يَوۡمِئِذٍۚ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ ٱلۡقَوِيُّ ٱلۡعَزِيزُ ٦٦ وَأَخَذَ ٱلَّذِينَ ظَلَمُواْ ٱلصَّيۡحَةُ فَأَصۡبَحُواْ فِي دِيَٰرِهِمۡ جَٰثِمِينَ ٦٧ كَأَن لَّمۡ يَغۡنَوۡاْ فِيهَآۗ أَلَآ إِنَّ ثَمُودَاْ كَفَرُواْ رَبَّهُمۡۗ أَلَا بُعۡدا لِّثَمُودَ ٦٨ ﴾ [هود]

"Maka tatkala datang azab Kami, Kami selamatkan Shaleh beserta orang-orang yang beriman bersama Dia dengan rahmat dari Kami dan dari kehinaan di hari itu. Sesungguhnya Tuhanmu lah yang Maha kuat lagi Maha Perkasa. dan satu suara keras yang mengguntur menimpa orang-orang yang zalim itu, lalu mereka mati bergelimpangan di rumahnya. seolah-olah mereka belum pernah berdiam di tempat itu. ingatlah, sesungguhnya kaum Tsamud mengingkari Tuhan mereka. ingatlah, kebinasaanlah bagi kaum Tsamud". (QS Huud: 66-68).

Begitulah akhir dari perjalanan kisah kaum Tsamud yang semakin menambah deretan kesyirikan yang dilakukan oleh anak keturunan Adam yang tercatat dalam lembaran kelam dengan kelaliman, menyembah berhala, kesombongan dan melewati batas.



[1] . Bidayah wa Nihayah 1/130 oleh Ibnu Katsir. Tafsir Thabari 8/157.

[2] . Qashashul Anbiyaa' hal: 59 oleh Abdul Wahab an-Najjar.

[3] . Seperti disebutkan oleh Imam Thabari dalam tarikhnya 1/216.

[4] . Tafsir Ibnu Katsir 3/255.

[5] . Ibid.

[6] . 8/57 oleh Atiq Ghaits al-Baladi.

[7] . Lihat Bidayah wa Nihayah 1/130 oleh Ibnu Katsir. Tarikh Thabari 1/226. Qashashul Anbiyaa' hal: 59 oleh Abdul Wahab an-Najjar.

[8] . as-Sawalih bentuk plural dari Saanih artinya ialah tatkala ada burung atau kijang atau binatang lainya yang lewat disamping kananmu. Kemudian kamu berharap binatang tersebut lewat dari sebelah kananmu. Dengan anggapan membawa hoki. Lihat penjelasannya dalam Fathul Bari 10/212-213 oleh Ibnu Hajar. Lisanul Arab 1/246 oleh Ibnu Mandhur. 

[9] . al-Bawaarih bentuk plural dari kata Baarih artinya lawan dari as-Saanih. Mereka menganggap sial dengan binatang tersebut diatas. Lihat penjelasannya dalam maraji yang sama diatas.

[10] . Lihat Nihayatu fii Gharibil Hadits 3/152 oleh Ibnu Atsir.

[11] . al-Mufradaat hal: 310 oleh ar-Raghib.

[12] . HR Abu Dawud 4/230 no: 3910. Tirmidzi 4/160 no: 1614. Dinyatakan shahih oleh al-Albani dalam Shahihul Jami 1/733 no: 3960.

[13] . Lihat Nihayatu fii Gharibil Hadits 3/152 oleh Ibnu Atsir. Fathul Bari 10/213 oleh Ibnu Hajar.

[14] . Bidayah wa Nihayah 1/130-131 oleh Ibnu Katsir.

[15] . Tarikh Thabari 1/226.