Pelajaran Dari Surat al-Kautsar
Klasifikasi
Full Description
Pelajaran Dari Surat al-Kautsar
] Indonesia – Indonesian – [ إندونيسي
Syaikh Amin bin Abdullah asy-Syaqawi
Terjemah : Abu Umamah Arif Hidayatullah
Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad
2014 - 1435
وقفة مع سورة الكوثر
« باللغة الإندونيسية »
الشيخ أمين بن عبد الله الشقاوي
ترجمة: عارف هداية الله أبو أمامة
مراجعة: أبو زياد إيكو هاريانتو
2014 - 1435
Pelajaran Dari Surat al-Kautsar
Segala puji hanya untuk Allah Ta'ala, shalawat serta salam semoga tercurah kepada Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam . Aku bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak disembah dengan benar melainkan Allah Shubhanahu wa ta’alla semata yang tidak ada sekutu bagi -Nya, dan aku juga bersaksai bahwa Muhammad Shalallahu’alaihi wa sallam adalah seorang hamba dan utusan -Nya. Amma ba'du:
Satu lagi, diantara surat-surta pendek yang sering kita dengar dan baca, yang mengharuskan kita untuk lebih paham makna dan kandungannya, serta mengetahui hukum dan pelajaran yang tersirat didalamnya ialah surat al-Kautsar. Dan kajian kita kali ini ialah berkaitan dengan tafsir surat ini.
Allah tabaraka wa ta'ala memulia surat ini dengan berfirman:
﴿ إِنَّآ أَعۡطَيۡنَٰكَ ٱلۡكَوۡثَرَ ١ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَٱنۡحَرۡ ٢ إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ ٱلۡأَبۡتَرُ ٣﴾ [ الكوثر: 1-3]
"Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkorbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dia lah yang terputus". (QS al-Kautsar: 1-3).
Diriwayatkan oleh Imam Muslim dan Ahmad sebuah hadits dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu, beliau menceritakan: "Pernah suatu ketika Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam tidur ringan (seperti kantuk), kemudian beliau mengangkat kepalanya sembari tersenyum. Lalu beliau ditanya oleh para sahabat: "Kenapa anda tertawa, wahai baginda Rasul? Maka Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam menjawab:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « إِنَّهُ أُنْزِلَتْ عَلَيَّ آنِفًا سُورَةٌ, فَقَرَأَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ حَتَّى خَتَمَهَا. قَالَ: هَلْ تَدْرُونَ مَا الْكَوْثَرُ. قَالُوا: اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ.
قَالَ: هُوَ نَهْرٌ أَعْطَانِيهِ رَبِّي عَزَّ وَجَلَّ فِي الْجَنَّةِ عَلَيْهِ خَيْرٌ كَثِيرٌ يَرِدُ عَلَيْهِ أُمَّتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ آنِيَتُهُ عَدَدُ الْكَوَاكِبِ يُخْتَلَجُ الْعَبْدُ مِنْهُمْ فَأَقُولُ يَا رَبِّ إِنَّهُ مِنْ أُمَّتِي فَيُقَالُ لِي إِنَّكَ لَا تَدْرِي مَا أَحْدَثُوا بَعْدَكَ » [أخرجه مسلم و أحمد]
"Sesungguhnya barusan turun padaku wahyu yang membawa surat. Kemudian beliau membaca: "Bismillahirahmanirahim: "Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak". sampai akhir surat. Lalu beliau bertanya: "Tahukah kalian apa itu al-Kautsar? Mereka menjawab: "Allah Shubhanahu wa ta’alla dan Rasul -Nya yang lebih mengetahui.
Beliau bersabda: "Dia adalah sungai yang telah Allah Shubhanahu wa ta’alla anugerahkan kepadaku di dalam surga. Didalamnya ada kebaikan yang sangat banyak, yang akan didatangi oleh umatku kelak pada hari kiamat.
Bejana untuk minum darinya sebanyak bintang dilangit. Akan ada seseorang yang diusir dikalangan mereka. Maka aku berkata: "Wahai Rabbku, sesungguhnya dia pengikutku! Dikatakan padaku: "Sesungguhnya engkau tidak mengetahui apa yang mereka perbuat dari perkara baru (dalam agama) setelahmu". HR Muslim no: 400. Ahmad 19/54-55 no: 11996.
Tafsir ayat:
Allah ta'ala memulai surat -Nya ini dengan firman -Nya:
﴿ إِنَّآ أَعۡطَيۡنَٰكَ ٱلۡكَوۡثَرَ ١ ﴾ [ الكوثر: 1]
"Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak". (QS al-Kautsar: 1).
Al-Kautsar dalam etiomologi bahasa arab bermakna kebaikan yang sangat banyak. Artinya kalau Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam dianugerahi oleh Allah ta'ala kebaikan yang sangat melimpah baik didunia maupun diakhirat nanti. Diriwayatkan oleh Bukhari dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma, manakala menafsirkan ayat diatas beliau mengatakan: "Al-Kautsar ialah kebaikan yang banyak, yang telah diberikan oleh Allah ta'ala kepadanya".
Abu Bisyr menjelaskan: "Aku berkata kepada Sa'id: "Sesungguhnya orang-orang mengira bahwasannya Nabi memiliki sungai didalam surga? Maka Sa'id menjawab: "Sungai yang berada didalam surga adalah dari kebaikan yang dianugerahkan oleh Allah Shubhanahu wa ta’alla kepada beliau". HR Bukhari no: 6578.
Dalam haditsnya Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu, dijelaskan bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « بَيْنَمَا أَنَا أَسِيرُ فِي الْجَنَّةِ إِذَا أَنَا بِنَهَرٍ حَافَتَاهُ قِبَابُ الدُّرِّ الْمُجَوَّفِ قُلْتُ مَا هَذَا يَا جِبْرِيلُ قَالَ هَذَا الْكَوْثَرُ الَّذِي أَعْطَاكَ رَبُّكَ فَإِذَا طِينُهُ أَوْ طِيبُهُ - شَكَّ الراوي هُدْبَةُ- مِسْكٌ أَذْفَرُ » [أخرجه البخاري]
"Manakala aku berjalan-jalan ditengah surga, aku mendapati sebuah sungai yang dikelilingi oleh kubah yang berlekuk, yang mencurahkan air sangat banyak. Lantas aku bertanya pada Jibril: "Sungai apakah ini, wahai Jibril? Dia menjelaskan: "Ini adalah al-Kautsar yang telah diberikan oleh Allah kepadamu". Maka aku dapati tanahnya atau wanginya –perawi Hudbah merasa ragu- minyak kesturi". HR Bukhari no: 2300.
Sedang dalam riwayat Imam Ahmad dan Tirmidzi dijelaskan dari Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma, beliau berkata: "Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « الْكَوْثَرُ نَهَرٌ فِي الْجَنَّةِ حَافَّتَاهُ مِنْ ذَهَبٍ, وَمَجْرَاه عَلَى الدُّرِّ وَاليَاقُوتِ, تُربَتُهُ أطْيَبُ من المِسْك, وَمَاؤُهُ أَحْلَى مِنْ الْعَسَلِ, وأبْيَضُ من الثَلْجِ » [أخرجه أحمد و الترمذي]
"Al-Kautsar adalah sungai didalam surga yang terbuat dari emas, tempat mengalirnya dari batu permata dan ya'qut, sedang tanahnya lebih harum dari minyak kesturi, airnya lebih manis dari madu, dan lebih putih dari pada salju". HR Ahmad 9/257 no: 5355. at-Tirmidzi no: 3361. Beliau berkata Hadist hasan shahih.
Dan al-Kautsar ini akan mengalirkan dua pancuran ke dalam telaganya Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam, yang kelak pada hari kiamat akan didatangi orang-orang beriman dan meminum airnya. Hal itu, berdasarkan haditsnya Abu Dzar yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam shahihnya. Diriwayatkan bahwa Abu Dzar menceritakan: "Bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam tatkala disebut disisi beliau tentang telaga, beliau bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « يَشْخَبُ فِيهِ مِيزَابَانِ مِنْ الْجَنَّةِ مَنْ شَرِبَ مِنْهُ لَمْ يَظْمَأْ » [أخرجه مسلم]
"Mengalir kedalamnya dua saluran air dari surga. Yang barangsiapa meminum darinya tidak akan merasa haus selama-lamanya". HR Muslim no: 2300.
Al-Hafidh Ibnu Hajar menjelaskan: ''al-Kautsar adalah sungai didalam surga, yang airnya akan mengalir sampai bermuara pada telaga Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam". [1] Selanjutnya Allah Shalallahu ‘alaihi wa sallam menggandeng dua ibadah yang agung, setelah disebutkan sebelumnya tentang kenikmatan yang diberikan padanya, lantas Allah Shalallahu ‘alaihi wa sallam menyuruh beliau dengan firman -Nya:
﴿ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَٱنۡحَرۡ ٢ ﴾ [ الكوثر: 2]
"Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkorbanlah".(QS al-Kautsar: 2).
Maksudnya sebagaimana telah diberikan padamu kenikmatan yang sangat banyak didunia dan akhirat, salah satunya adalah sungai yang tadi telah kita jelaskan sifatnya dimuka. Maka, sekarang ikhlaskan lah untuk Rabbmu di dalam mengerjakan sholat dan menyembelih, sembahlah Rabbmu semata yang tiada sekutu bagi -Nya. Bacalah nama Rabbmu semata yang tidak ada sekutu baginya ketika menyembelih, sebagaimana diperintahkan oleh Allah ta'ala didalam firman -Nya:
﴿ قُلۡ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحۡيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ ٱلۡعَٰلَمِينَ ١٦٢ لَا شَرِيكَ لَهُۥۖ وَبِذَٰلِكَ أُمِرۡتُ وَأَنَا۠ أَوَّلُ ٱلۡمُسۡلِمِينَ ١٦٣ ﴾ [ الأنعام: 162-163]
"Katakanlah: Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagi -Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)". (QS al-An'am: 162-164).
Setelah menyebutkan beberapa pendapat para ahli tafsir tentang makna firman Allah ta'ala: "Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkorbanlah". (QS al-Kautsar: 2).
Imam Ibnu Jarir mengemukakan: "Yang benar dalam hal ini ialah pendapat ulama yang menyatakan: "Makna ayat tersebut ialah jadikanlah sholatmu seluruhnya untuk Rabbmu dengan mengerjakan secara ikhlas untuk -Nya semata tidak dikotori dengan menujukan pada selain -Nya dari tandingan-tandingan dan sekutu-sekutu Allah Shubhanahu wa ta’alla.
Begitu pula dalam sembilahanmu, peruntukanlah hanya untuk -Nya jangan sampai ditujukan pada berhala dan patung, dalam rangka mewujudkan rasa syukur kepada -Nya atas karunia nikmat yang telah dikaruniakan padamu dari pemuliaan dan kebaikan yang tidak ada bandingannya. Terlebih dengan dikhususkan untukmu al-Kautsar dalam pemberian".[2] Dan di khususkan dalam ayat penyebutan dua ibadah agung ini, dikarenkan keduanya merupakan ibadah yang paling utama dan bentuk pendekatan diri pada Allah Shubhanahu wa ta’alla yang paling besar.
Dalam sholat terkandung ketundukan kepada Allah Shubhanahu wa ta’alla dalam hati dan anggota badan, yang kemudian merambah untuk merealisasikan ke dalam bentuk ibadah-ibadah lainnya. Dan didalam menyembelih tersimpan makna mendekatkan diri kepada Allah Shubhanahu wa ta’alla dengan persembahan terbaik yang dimilikinya dari binatang ternak. Ditambah rela untuk mengeluarkan harta yang sudah menjadi tabiat hati manusia untuk enggan dan bakhil. [3]
Kemudian Allah ta'ala menutup surat -Nya dengan menegaskan:
﴿ إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ ٱلۡأَبۡتَرُ ٣ ﴾ [ الكوثر: 3]
"Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dia lah yang terputus". (QS al-Kautsar: 3).
Maksudnya bahwa orang yang membencimu wahai Muhammad, serta membenci apa yang engkau bawa dari petunjuk, kebenaran serta bukti-bukti yang jelas dan cahaya yang terang dia lah yang akan terputus. Adapun makna al-Abtar dijelaskan oleh ahli bahasa: 'Makna al-Abtar dari manusia, dalam hal ini kalangan kaum pria adalah orang yang tidak punya anak keturunan, sedang kalau dari binatang adalah yang tidak mempunyai ekor. Dan setiap perkara yang terputus kebaikan serta jejaknya maka di termasuk dalam makna Abtar". [4]
Konon, sudah menjadi kebiasan orang Arab, mereka menamakan seseorang yang mempunyai anak laki-laki dan perempuan kemudian yang laki-laki meninggal, sehingga tinggal tersisa yang perempuan dengan istilah Abtar (terputus). Dikisahkan, pernah al-Ash sedang berbincang-bincang bersama Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam, lalu dirinya ditanya oleh para pembesar orang-orang Quraisy: "Kamu tadi berdiri bersama siapa? Dia menjawab: "Bersama orang yang Abtar (terputus)".
Hal tersebut, karena Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam telah meninggal sebelum anak beliau yang bernama Abdullah dari istrinya Khadijah. Maka ketika itu mereka memberi julukan tersebut pada beliau, lalu Allah Shubhanahu wa ta’alla menurunkan ayat padanya untuk membantah mereka dengan tegas:
﴿ إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ ٱلۡأَبۡتَرُ ٣﴾ [ الكوثر: 3]
"Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dia lah yang terputus". (QS al-Kautsar: 3).
Yakni terputus dirinya dari kebajikan dan penyebutan yang dilakukan didunia dan akhirat. Ada sebagian ulama lagi yang mengatakan: "Bahwa orang Quraisy, mereka biasa mengatakan bagi siapa saja yang ditinggal mati oleh anak laki-lakinya dengan menyebut: 'Si fulan telah abtar (terputus)'.
Maka, tatkala Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam ditinggal mati anaknya al-Qosim di Makkah, dan Ibrahim ketika di Madinah, mereka mengatakan: "Bahwa Muhammad terputus, tidak ada lagi yang akan meneruskan perkaranya setelah kematiannya". Maka turunlah ayat ini".[5] Diriwayatkan oleh Bazzar dalam musnad beliau, sebuah hadits dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma, beliau mengkisahkan: "Ka'ab bin Asyraf pernah datang berkunjung ke kota Makkah. Lantas orang-orang Quraisy bertanya padanya: "Engkau adalah pemimpin mereka, tidak kah engkau mengetahui orang ini yang terputus dan bersikeras bersama kaumnya? Dirinya mengira lebih baik dari pada kami. Sedang kami adalah para pengurus jama'ah haji, pemberi minum mereka dan pengabdi Ka'bah". Maka Ka'ab bin Asyraf menjawab: "Kalian lebih baik dari pada dia". Selanjutnya turunlah ayat:
﴿ إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ ٱلۡأَبۡتَرُ ٣ ﴾ [ الكوثر: 3]
"Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dia lah yang terputus". (QS al-Kautsar: 3).[6]
Al-Hafidh Ibnu Katsir menjelaskan: "Sanad hadits ini adalah shahih. Dan ini menegaskan apa yang dulu kami katakan bahwa yang dimaksud dengan al-Abtar adalah orang yang terputus penyebutan namanya. Mereka mengira, dan ini disebabkan kebodohannya bahwa orang yang ditinggal mati anak laki-lakinya akan terputus penyebutannya. Sekali lagi maka ini tidak benar, karena sungguh Allah Shubhanahu wa ta’alla telah melanggengkan penyebutan nama beliau. Serta mewajibkan syari'atnya untuk dipegangi oleh setiap hamba, dan terus berlangsung sampai tegaknya hari kiamat kelak. Semoga shalawat serta keselamatan Allah Shubhanahu wa ta’alla curahkan padanya selalu sampai hari pembalasan". [7] Dan senada dengan makna ayat ini adalah firman Allah Shubhanahu wa ta’alla dalam surat asy-Syarh, Allah ta'ala berfirman:
﴿ وَرَفَعۡنَا لَكَ ذِكۡرَكَ ٤﴾ [ الشرح: 4]
"Dan Kami tinggikan bagimu sebutan (nama)mu". (QS alam Nasyrah: 4).
Imam Mujahid mengatakan: "Tidaklah nama -Ku disebut melainkan namamu menyertainya. Yaitu dalam dua kalimat syahadat:
أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهُ
"Aku bersaksi tidak ada ilah yang berhak untuk disembah melainkan Allah. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah".
Sedang Qatadah menjelaskan: "Allah Shubhanahu wa ta’alla telah mengangkat penyebutannya didunia dan diakhirat, tidaklah ada seorang khatib tidak pula orang yang mengucapkan syahadat, orang yang sedang sholat melainkan mereka menyeru:
أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهُ
"Aku bersaksi tidak ada ilah yang berhak untuk disembah melainkan Allah. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah".[8]
Akhirnya kita ucapkan segala puji bagi Allah Shubhanahu wa ta’alla Rabb semesta alam. Shalawat serta salam semoga Allah Shubhanahu wa ta’alla curahkan kepada Nabi kita Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam, kepada keluarga beliau serta para sahabatnya.
[1] . Fathul Bari 11/466.
[2] . Tafsir ath-Thabari 10/8809.
[3] . Tafsir Ibnu Sa'di hal: 1168.
[4] . Muhktar Shihah hal 40.
[5] . Tafsir al-Qurthubi 22/529.
[6] . Mukhtashar Zawaaid al-Bazzar 2/121 no: 1438. Sebagian peneliti menyatakan ini adalah riwayat mursal dari Ibnu Abbas.
[7] . Tafsir Ibnu Katsir 14/483.
[8] . Tafsir Ibnu Katsir 14/389.