×
Tujuan utama Allah menurunkan al-Qur’an tidak lain supaya di resapi maknanya lalu diamalkan kandungan isinya, seperti banyak disinggung dalam banyak ayat dan hadits. Dalam risalah ini penulis menjelaskan makna ayat kemudian diambil faidah yang memudahkan bagi kita untuk mengamalkan….

    Merenungi Firman Allah

    (Surat al-An'am Ayat: 122)

    ] Indonesia – Indonesian – [ إندونيسي

    Syaikh Amin bin Abdullah asy-Syaqawi

    Terjemah : Abu Umamah Arif Hidayatullah

    Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad

    2013 - 1434

    تأملات في الآية: 122 من سورة الأنعام

    « باللغة الإندونيسية »

    الشيخ أمين بن عبد الله الشقاوي

    ترجمة: عارف هداية الله أبو أمامة

    مراجعة: أبو زياد إيكو هاريانتو

    2013 - 1434

    Merenungi Firman Allah Ta'ala

    Surat al-An'am Ayat: 122

    Segala puji hanya untuk Allah Ta'ala, shalawat serta salam semoga tercurah kepada Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam . Aku bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak disembah dengan benar melainkan Allah Shubhanahu wa ta’alla semata yang tidak ada sekutu bagi -Nya, dan aku juga bersaksai bahwa Muhammad Shalallahu’alaihi wa sallam adalah seorang hamba dan utusan -Nya. Amma ba'du:

    Sesungguhnya Allah ta'ala menurunkan al-Qur'an yang mulia ini, tidak lain ialah supaya di tadaburi serta diamalkan, seperti yang Allah Shubhanahu wa ta’alla nyatakan secara tegas dalam salah satu firmanNya:

    قال الله تعالى: ﴿كِتَٰبٌ أَنزَلۡنَٰهُ إِلَيۡكَ مُبَٰرَكٞ لِّيَدَّبَّرُوٓاْ ءَايَٰتِهِۦ وَلِيَتَذَكَّرَ أُوْلُواْ ٱلۡأَلۡبَٰبِ ٢٩﴾[ ص : 29]

    "Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayat -Nya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran". (QS Shaad: 29).

    Dan dalam rangka memenuhi perintah ayat ini, maka pada kesempatan kali ini kajian kita akan membawakan sebuah ayat dari al-Qur'an yang kemudian kita perhatikan kandungannya yang selanjutnya kita petik pelajaran serta hukumnya. Yaitu sebuah firman Allah tabaraka wa ta'ala yang berbunyi:

    قال الله تعالى: ﴿ أَوَ مَن كَانَ مَيۡتٗا فَأَحۡيَيۡنَٰهُ وَجَعَلۡنَا لَهُۥ نُورٗا يَمۡشِي بِهِۦ فِي ٱلنَّاسِ كَمَن مَّثَلُهُۥ فِي ٱلظُّلُمَٰتِ لَيۡسَ بِخَارِجٖ مِّنۡهَاۚ كَذَٰلِكَ زُيِّنَ لِلۡكَٰفِرِينَ مَا كَانُواْ يَعۡمَلُونَ ١٢٢﴾ [ الأنعام : 122]

    "Dan apakah orang yang sudah mati kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar dari padanya? Demikianlah Kami jadikan orang yang kafir itu memandang baik apa yang telah mereka kerjakan". (QS al-An'am: 122).

    Untuk memahami ayat ini secara utuh, kita butuh untuk membawakan perkataan para pakarnya, dalam hal ini adalah para ulama tafsir. Berkata Ibnu Katsir: "Ini adalah perumpamaan yang Allah jadikan sebagai permisalan bagi seorang mukmin yang mati, maksudnya yaitu mati didalam kesesatan, yang telah binasa dalam keadaan kebingungan, lantas Allah ta'ala hidupkan kembali. Maksudnya Allah Shubhanahu wa ta’alla hidupkan hatinya dengan keimananan, diisi petunjuk serta diberi taufik untuk dimudahkan mengikuti petunjuknya para Rasul. Allah Shubhanahu wa ta’alla memberi padanya cahaya yang dengannya dia bisa berjalan ditengah-tengah masyarakat, yang artinya dirinya memperoleh petunjuk -Nya bagaimana bergerak dan berinteraksi. Dan yang dimaksud dengan cahaya disini ialah al-Qur'an ada yang mengatakan dia adalah Islam, dan keduanya bisa bermakna benar".

    Penjabaran makna ayat:

    Kita mulai dari firman -Nya:

    ﴿ كَمَن مَّثَلُهُۥ فِي ٱلظُّلُمَٰتِ ١٢٢ ﴾ [ الأنعام : 122]

    "Serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita". (QS al-An'am: 122).

    Artinya yaitu dalam kesesatan dan mengikuti hawa nafsu, sedangkan kesesatan itu sangat beragam bentuknya. Lalu Allah Shubhanahu wa ta’alla mengatakan:

    ﴿ لَيۡسَ بِخَارِجٖ مِّنۡهَاۚ ١٢٢ ﴾ [ الأنعام : 122]

    "Yang sekali-kali tidak dapat keluar dari padanya?". (QS al-An'am: 122).

    Maksudnya dirinya tidak memperoleh petunjuk untuk bisa keluar dan mengakhiri keadaan dirinya yang sedang dalam kesesatan. Dalam sebuah hadits dijelaskan bahwa manusia diciptakan dalam keadaan tidak mengetahui apa-apa, seperti yang dicantumkan oleh Imam Ahmad dalam musnadnya dari Abdullah bin Amr radhiyallahu 'anhuma, bahwasannya Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

    قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ خَلَقَ خَلْقَهُ فِي ظُلْمَةٍ ثُمَّ أَلْقَى عَلَيْهِمْ مِنْ نُورِهِ يَوْمَئِذٍ فَمَنْ أَصَابَهُ مِنْ نُورِهِ يَوْمَئِذٍ اهْتَدَى وَمَنْ أَخْطَأَهُ ضَلَّ» [أخرجه أحمد [

    "Sesungguhnya Allah azza wa jalla menciptakan makhluknya dalam kegelapan, kemudian Allah memberi mereka penerang dari cahaya -Nya. Maka barangsiapa yang pas terkena oleh cahaya tersebut, dirinya akan mendapat petunjuk, sebaliknya kalau meleset darinya, iapun akan tersesat". HR Ahmad 11/220 no: 6644.

    Lebih jelas lagi, sebagaimana yang diterangkan oleh Allah azza wa jalla dalam firman -Nya:

    ﴿ ٱللَّهُ وَلِيُّ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ يُخۡرِجُهُم مِّنَ ٱلظُّلُمَٰتِ إِلَى ٱلنُّورِۖ وَٱلَّذِينَ كَفَرُوٓاْ أَوۡلِيَآؤُهُمُ ٱلطَّٰغُوتُ يُخۡرِجُونَهُم مِّنَ ٱلنُّورِ إِلَى ٱلظُّلُمَٰتِۗ ٢٥٧ ﴾ [ البقرة : 257]

    "Allah pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah syaitan, yang mengeluarkan mereka daripada cahaya kepada kegelapan (kekafiran)". (QS al-Baqarah: 257).

    Dan dalam firman -Nya yang lain:

    ﴿ وَمَا يَسۡتَوِي ٱلۡأَعۡمَىٰ وَٱلۡبَصِيرُ ١٩ وَلَا ٱلظُّلُمَٰتُ وَلَا ٱلنُّورُ ٢٠ وَلَا ٱلظِّلُّ وَلَا ٱلۡحَرُورُ ٢١ وَمَا يَسۡتَوِي ٱلۡأَحۡيَآءُ وَلَا ٱلۡأَمۡوَٰتُۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُسۡمِعُ مَن يَشَآءُۖ وَمَآ أَنتَ بِمُسۡمِعٖ مَّن فِي ٱلۡقُبُورِ ٢٢ ﴾ [ فاطر : 19-22]

    "Dan tidaklah sama orang yang buta dengan orang yang melihat. Dan tidak (pula) sama gelap gulita dengan cahaya. Dan tidak (pula) sama yang teduh dengan yang panas. Dan tidak (pula) sama orang-orang yang hidup dan orang-orang yang mati. Sesungguhnya Allah memberi pendengaran kepada siapa yang dikehendaki -Nya dan kamu sekali-kali tiada sanggup menjadikan orang yang didalam kubur dapat mendengar". (QS Faathir: 19-22).

    Dan ada yang mengatakan kalau yang dimaksud dalam ayat diatas ialah dua orang, yaitu Umar bin Khatab yang pada awalnya hatinya telah mati kemudian Allah Shubhanahu wa ta’alla hidupkan dengan keimanan, lalu -Dia memberikan padanya cahaya yang dia gunakan untuk berjalan ditengah-tengah manusia.

    Ada lagi yang mengatakan yang dimaksud dalam ayat adalah Amar bin Yasir, adapun orang yang dalam lubang kesesatan dan tidak bisa keluar darinya adalah Abu Jahal Amr bin Hisyam laknatullah.

    Adapun makna yang shahih, bahwa makna ayat ini adalah umum mencakup didalamnya setiap mukmin dan kafir.[1]

    Pelajaran yang bisa kita petik:

    Pertama: Sesungguhnya cahaya ini, yang diperoleh seorang mukmin adalah cahaya iman dan ketaatan. Seperti yang diterangkan Allah Shubhanahu wa ta’alla di dalam firman -Nya:

    ﴿ أَفَمَن شَرَحَ ٱللَّهُ صَدۡرَهُۥ لِلۡإِسۡلَٰمِ فَهُوَ عَلَىٰ نُورٖ مِّن رَّبِّهِۦۚ ٢٢ ﴾ [ الزمر : 22]

    "Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang membatu hatinya)?. (QS az-Zumar: 22).

    Demikian pula dalam firman yang lain:

    ﴿ يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱتَّقُواْ ٱللَّهَ وَءَامِنُواْ بِرَسُولِهِۦ يُؤۡتِكُمۡ كِفۡلَيۡنِ مِن رَّحۡمَتِهِۦ وَيَجۡعَل لَّكُمۡ نُورٗا تَمۡشُونَ بِهِۦ وَيَغۡفِرۡ لَكُمۡۚ ٢٨﴾ [ الحديد : 28]

    "Hai orang-orang yang beriman (kepada para rasul), bertakwalah kepada Allah dan berimanlah kepada Rasul -Nya, niscaya Allah memberikan rahmat -Nya kepadamu dua bagian, dan menjadikan untukmu cahaya yang dengan cahaya itu kamu dapat berjalan dan -Dia mengampuni kamu". (QS al-Hadid: 28).

    Kedua: Sedangkan orang-orang kafir dan munafik maka mereka diharamkan dari cahaya ini, disebabkan karena kekafiran serta kejahatannya. Allah Shubhanahu wa ta’alla berfirman:

    ﴿ كَمَن مَّثَلُهُۥ فِي ٱلظُّلُمَٰتِ لَيۡسَ بِخَارِجٖ مِّنۡهَاۚ ١٢٢ ﴾ [ الأنعام : 122]

    "Serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar dari padanya?". (QS al-An'am: 122).

    Dalam kesempatan lain Allah ta'ala berfirman:

    ﴿ وَمَن لَّمۡ يَجۡعَلِ ٱللَّهُ لَهُۥ نُورٗا فَمَا لَهُۥ مِن نُّورٍ ٤٠﴾ [ النور : 40]

    "(Dan) barangsiapa yang tidak diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah Tidaklah dia mempunyai cahaya sedikitpun". (QS an-Nuur: 40).

    Demikian pula dalam firman -Nya:

    ﴿ يَوۡمَ يَقُولُ ٱلۡمُنَٰفِقُونَ وَٱلۡمُنَٰفِقَٰتُ لِلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱنظُرُونَا نَقۡتَبِسۡ مِن نُّورِكُمۡ قِيلَ ٱرۡجِعُواْ وَرَآءَكُمۡ فَٱلۡتَمِسُواْ نُورٗاۖ ١٣ ﴾ [ الحديد : 13]

    "Pada hari ketika orang-orang munafik laki-laki dan perempuan berkata kepada orang-orang yang beriman: "Tunggulah kami supaya kami dapat mengambil sebagian dari cahayamu". dikatakan (kepada mereka): "Kembalilah kamu ke belakang dan carilah sendiri cahaya (untukmu)". (QS al-Hadid: 13).

    Ketiga: Dan cahaya yang Allah ta'ala berikan pada orang mukmin ini bukan menjadi kekhususan mereka ketika didunia, namun hal itu terus menyertai mereka baik ketika didunia, dalam kubur dan pada hari kiamat kelak, dalilnya ialah firman Allah ta'ala:

    ﴿ أَوَ مَن كَانَ مَيۡتٗا فَأَحۡيَيۡنَٰهُ وَجَعَلۡنَا لَهُۥ نُورٗا يَمۡشِي بِهِۦ فِي ٱلنَّاسِ ١٢٢﴾

    [ الأنعام : 122]

    "Dan apakah orang yang sudah mati kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia". (QS al-An'am: 122).

    Dalam sebuah hadits dijelaskan, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, kalau Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:

    قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « إِنَّ هَذِهِ الْقُبُورَ مَمْلُوءَةٌ ظُلْمَةً عَلَى أَهْلِهَا وَإِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يُنَوِّرُهَا لَهُمْ بِصَلاَتِى عَلَيْهِمْ » [أخرجه أحمد [

    "Sesungguhnya kubur diliputi oleh kegelapan bagi penghuninya, dan Allah akan menerangi mereka dengan sebab sholawat yang dulu mereka kerjakan". HR Ahmad 15/14 no: 9027.

    Allah ta'ala menggambarkan hal tersebut dalam firman -Nya:

    ﴿ يَوۡمَ تَرَى ٱلۡمُؤۡمِنِينَ وَٱلۡمُؤۡمِنَٰتِ يَسۡعَىٰ نُورُهُم بَيۡنَ أَيۡدِيهِمۡ وَبِأَيۡمَٰنِهِمۖ بُشۡرَىٰكُمُ ٱلۡيَوۡمَ جَنَّٰتٞ تَجۡرِي مِن تَحۡتِهَا ٱلۡأَنۡهَٰرُ خَٰلِدِينَ فِيهَاۚ ذَٰلِكَ هُوَ ٱلۡفَوۡزُ ٱلۡعَظِيمُ ١٢ ﴾ [ الحديد : 12]

    "(Yaitu) pada hari ketika kamu melihat orang mukmin laki-laki dan perempuan, sedang cahaya mereka bersinar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, (Dikatakan kepada meraka): "Pada hari ini ada berita gembira untukmu, (yaitu) surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, yang kamu kekal di dalamnya. Itulah keberuntungan yang besar". (QS al-Hadid: 12).

    Dalam riwayat Thabarani, beliau membawakan sebuah hadits dari Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu 'anhu, bahwasannya Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah menceritakan keadaan orang mukmin kelak pada hari kiamat dengan sabdanya:

    قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « فيعطيهم نورهم على قدر أعمالهم فمنهم من يعطى نوره مثل الجبل العظيم يسعى بين يديه ومنهم من يعطى نوره أصغر من ذلك ومنهم من يعطى نورا مثل النخلة بيمينه ومنهم من يعطى نورا أصغر من ذلك حتى يكون رجلا يعطى نوره على إبهام قدمه يضيء مرة ويفيء مرة فإذا أضاء قدم قدمه فمشى وإذا طفئ قام قال : والرب أمامهم حتى يمر في النار فيبقى أثره كحد السيف دحض مزلة قال : ويقول : مروا فيمرون على قدر نورهم منهم من يمر كطرف العين ومنهم من يمر كالبرق ومنهم من يمر كالسحاب ومنهم من يمر كانقضاض الكوكب ومنهم من يمر كالريح ومنهم من يمر كشد الفرس ومنهم من يمر كشد الرجل حتى يمر الذي اعطى نوره على أبهم قدميه يحبو على وجههه ويديه ورجليه تخر وتعلق رجل ويصيب جوانبه النار فلا يزال كذلك حتى يخلص » [أخرجه الطبراني [

    "Maka mereka dikasih cahaya sesuai dengan kadar amalannya, diantara mereka ada yang dikasih cahaya sebesar gunung yang berada didepannya. Dan ada yang dikasih cahaya lebih kecil dari itu, ada juga yang dikasih cahaya semisal pohon kurma disamping kanannya. Diantara mereka ada yang dikasih cahaya lebih kecil dari yang tadi, sampai sekiranya ada seseorang yang dikasih cahaya diatas jari telunjuk kaki yang terkadang menyala dan kadang padam, maka apabila cahayanya menyala dia berjalan dan bila padam dirinya berhenti". Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam melanjutkan: "Sedangkan Allah azza wa jalla berada didepan mereka, kemudian mereka diuji untuk melewati neraka diatas titian yang sangat tajam bagaikan mata pedang. Lalu Allah berfirman: 'Lewatlah'. Mereka pun melewatinya sesuai dengan cahaya yang mereka miliki. Diantara mereka ada yang berjalan secapat pandangan mata, ada yang berjalan seperti buraq, dan ada lagi yang berjalan bagaikan awan. Diantara mereka juga ada yang melewati seperti penunggang kuda, dan ada yang melewati seperti orang yang lari. Sampai tiba giliranya orang yang dikasih cahaya dijari telunjuk kakinya, dirinya berjalan merangkak menggunakan wajah, tangan dan kakinya, setapak demi setapak, dirinya terkadang disambar api dari sisi kiri kananya, sampai akhirnya dirinya mampu melewati ujian tersebut…al-Hadits". HR ath-Thabarani dalam Mu'jamul Kabir 9/3576-358 no: 9763.

    Keempat: Al-Qur'an adalah cahaya, demikian pula Sunah, juga cahaya dan sholat juga cahaya. Allah ta'ala berfirman:

    ﴿ يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ قَدۡ جَآءَكُم بُرۡهَٰنٞ مِّن رَّبِّكُمۡ وَأَنزَلۡنَآ إِلَيۡكُمۡ نُورٗا مُّبِينٗا ١٧٤﴾ [ النساء: 174]

    "Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu bukti kebenaran dari Tuhanmu. (Muhammad dengan mukjizatnya) dan telah Kami turunkan kepadamu cahaya yang terang benderang (Al Quran)". (QS an-Nisaa': 174).

    Dalam ayat yang lain Allah tabaraka wa ta'ala berfirman:

    ﴿ فَٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ بِهِۦ وَعَزَّرُوهُ وَنَصَرُوهُ وَٱتَّبَعُواْ ٱلنُّورَ ٱلَّذِيٓ أُنزِلَ مَعَهُۥٓ أُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُفۡلِحُونَ ١٥٧ ﴾ [ الأعراف : 157]

    "Maka orang-orang yang beriman kepadanya. memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Quran), mereka itulah orang-orang yang beruntung". (QS al-A'raaf: 157).

    Disebutkan oleh Imam Muslim sebuah hadits dari Abu Malik al-Asy'ari radhiyallahu 'anhu, bahwasannya Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

    قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « الطُّهُورُ شَطْرُ الإِيمَانِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ تَمْلأُ الْمِيزَانَ. وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ تَمْلآنِ - أَوْ تَمْلأُ - مَا بَيْنَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضِ وَالصَّلاَةُ نُورٌ وَالصَّدَقَةُ بُرْهَانٌ وَالصَّبْرُ ضِيَاءٌ وَالْقُرْآنُ حُجَّةٌ لَكَ أَوْ عَلَيْكَ كُلُّ النَّاسِ يَغْدُو فَبَائِعٌ نَفْسَهُ فَمُعْتِقُهَا أَوْ مُوبِقُهَا » [أخرجه مسلم[

    "Bersuci sebagian dari iman, ucapan alhamdulillah dapat memenuhi timbangan, (dan ucapan) Subhanallah dan alhamdulillah dapat memenuhi antara langit dan bumi, Sholat adalah cahaya, shadaqah adalah bukti (keimanan), al-Qur'an dapat menjadi saksi yang meringankanmu atau yang memberatkanmu. Semua manusia berangkat menjual dirinya, ada yang membebaskan dirinya (dari kehinaan dan azab) ada juga yang membinasakan dirinya". HR Muslim no: 223.

    Kelima: Sesungguhnya Allah Shubhanahu wa ta’alla adalah cahaya langit dan bumi serta apa yang ada pada keduanya. Dirinya memberi cahaya tersebut bagi siapa saja yang dikehendaki. Lebih tegasnya, seperti yang dinyatakan Allah Shubhanahu wa ta’alla dalam firman -Nya:

    ﴿ ٱللَّهُ نُورُ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِۚ ٣٥ ﴾ [ النور : 35]

    "Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi". (QS an-Nuur: 35).

    Dan Allah Shubhanahu wa ta’alla menjelaskan sendiri seperti apa cahaya -Nya tersebut:

    ﴿ نُّورٌ عَلَىٰ نُورٖۚ يَهۡدِي ٱللَّهُ لِنُورِهِۦ مَن يَشَآءُۚ ٣٥ ﴾ [ النور : 35]

    "Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya -Nya siapa yang Dia kehendaki". (QS an-Nuur: 35).

    Dalam ayat yang lain, Allah ta'ala juga menjelaskan bentuk cahaya -Nya tersebut:

    ﴿ وَأَشۡرَقَتِ ٱلۡأَرۡضُ بِنُورِ رَبِّهَا ٦٩ ﴾ [ الزمر : 69]

    "Dan terang benderanglah bumi (padang Mahsyar) dengan cahaya (keadilan) Tuhannya". (QS az-Zumar: 69).

    Kelak, ketika Allah tabaraka wa ta'ala datang pada hari kiamat untuk menghukumi para hamba -Nya, maka terang benderanglah bumi padang mahsyar pada saat itu, karena cahaya yang menerangi pada hari itu bukan lagi menggunakan sinar matahari dan bulan. Dikarenakan matahari saat itu akan hancur sedangkan bulan juga akan hilang, sehingga cahaya keduanya akan lenyap. [2]

    Imam Ibnu Qoyim menjelaskan: "Dan kegelapan yang banyak ini adalah lawan dari cahaya yang berubah-berubah pada seorang mukmin. Maka tatkala hatinya telah dimasuki cahaya iman, ketika masuk ada cahaya, keluar juga ada cahaya, ilmunya sebagai cahaya, berjalan ditengah-tengah manusia juga dengan cahaya tersebut, ucapannya penuh dengan cahaya, perjalanan hidupnya penuh dengan cahaya.

    Adapun orang kafir maka kebalikan dari itu. Dan manakala an-Nuur termasuk dari nama-nama Allah Shubhanahu wa ta’alla mulia dan sifat -Nya, maka pantaslah kalau agama -Nya juga berisi dari cahaya -Nya, Rasu -lNya juga cahaya, firman -Nya cahaya, dan singgasana -Nya juga cahaya yang terang benderang.

    Cahaya tersebut menyinari didalam hati para hamba -Nya yang mukmin lalu mengalir dalam lisan mereka, dan nampak jelas dalam wajahnya. Demikian pula tatkala keimanan dan penamaan mukmin adalah cahaya -Nya, maka Allah Shubhanahu wa ta’alla tidak memberikan kecuali pada makhluk yang dicintai -Nya.

    Begitu pula ihsan yang menjadi sifat -Nya, maka Allah Shubhanahu wa ta’alla juga mencintai orang-orang yang berbuat ihsan, sedangkan Allah Shubhanahu wa ta’alla yang menjadikan orang yang dicintai dari kalangan hamba -Nya untuk melakukan perbuatan terpuji itu. Dan Allah Shubhanahu wa ta’alla memberi sifat-sifat ini bagi siapa yang dikehendaki dan menahannya dari kalangan ahli maksiat, sehingga menjadikan lawan dari itu semua. Maka ini merupakan bentuk keadilan -Nya, dan itu termasuk karunia yang Allah Shubhanahu wa ta’alla berikan, sesungguhnya Allah Maha Mulia lagi Agung". [3]

    Dalam shahih Bukhari dan Muslim disebutkan sebuah hadits dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma, bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam berdo'a tatkala bangun malam dalam sholatnya:

    قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « اللهُم لَك الحَمدُ أَنت نُور السَماواتِ والأرضِ » [أخرجه البخاري و مسلم[

    "Ya Allah, bagi -Mu segala pujian, Engkau adalah cahaya (yang) menerangi langit dan bumi". HR Bukhari no: 6317. Muslim no: 769.

    Keenam: Bahwa seorang mukmin tiap kali menambah amal sholeh, ketaatan serta mendekatkan diri kepada -Nya, maka dirinya akan memperoleh cahaya yang lebih besar. Hal itu seperti yang dijelaskan dalam sebuah hadits, Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam berdo'a ketika berdiri pada sholat malamnya:

    قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « اللَّهُمَّ اجْعَلْ فِي قَلْبِي نُورًا وَفِي بَصَرِي نُورًا وَفِي سَمْعِي نُورًا وَعَنْ يَمِينِي نُورًا وَعَنْ يَسَارِي نُورًا وَفَوْقِي نُورًا وَتَحْتِي نُورًا وَأَمَامِي نُورًا وَخَلْفِي نُورًا وَاجْعَلْ لِي نُورًا » [أخرجه البخاري و مسلم[

    "Ya Allah, ciptakanlah cahaya dalam hatiku, cahaya pada penglihatanku, cahaya pada pendengaranku, cahaya dari sebelah kananku, cahaya dari sebelah kiriku, cahaya dari atasku, cahaya dari bawahku, cahaya dari sebelah belakangku. Ciptakan cahaya pada diriku (Dalam riwayat muslim) "Dan jadikan diriku sebagai cahaya". HR Bukhari no: 6316. Muslim no: 763.

    Ketujuh: Kalau an-Nuur adalah sifat dari sifat-sifatnya Allah ta'ala. Disebutkan dalam sebuah hadits dari Abu Musa al-Asy'ari bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: "Tabir yang menutupi -Nya adalah cahaya". HR Muslim no: 179.

    Dan cahaya ini tidak boleh diungkapkan dari Allah Shubhanahu wa ta’alla kecuali seperti ungkapan Nabawi seperti ini yang mengandung makna pengagungan pada -Nya. Bahwasannya para makhluk yang ada tidak mungkin sanggup untuk menerangkan cahaya wajah -Nya kalau sekiranya Allah membuka tabir -Nya. Kalaulah seandainya penduduk surga tidak diberi oleh Allah Shubhanahu wa ta’alla kehidupan sempurna serta menolong mereka untuk mendapatkan seperti itu, tentulah mereka tidak akan mungkin bisa untuk melihat Rabb yang Maha Agung.

    Dan seluruh cahaya yang ada di langit tertinggi semuanya bagian dari cahaya -Nya, bahkan cahaya yang ada disurga yang penuh dengan kenikmatan –yang panjangnya seluas langit dan bumi serta lebarnya hanya Allah yang mengetahuinya- itu didapat dari cahaya -Nya, maka cahaya arsy, kursi, dan surga itu termasuk dari cahaya -Nya, yang lebih terang dari cahaya matahari, bulan apalagi bintang. [4]

    Akhirkan kita tutup kajian kita dengan mengucapkan segala puji bagi Allah Shubhanahu wa ta’alla, Rabb semesta alam. Shalawat serta salam semoga Allah Shubhanahu wa ta’alla senantiasa curahkan kepada Nabi kita Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam, pada keluarga beliau dan para sahabatnya.

    [1] . Lihat lebih jelas dalam Tafsir Ibnu Katsir 6/159-160.

    [2] . al-Waabilus Shayib karya Ibnu Qoyim hal: 117.

    [3] . Syifa'ul 'Aliil karya Ibnu Qoyim 1/105.

    [4] . Fathu Rahin al-Malikul 'Alam karya Syaikh Abdurahman as-Sa'di hal: 66-67.