Apakah Masjidil Haram Sama Dengan Masjid-Masjid Lainnya Di Tanah Haram?
Klasifikasi
- Hukum Shalat << Shalat << Ibadah << Fikih
- Hukum Berkaitan Dengan Masjidil Haram << Haji Dan Umrah << Ibadah << Fikih
- Adab di Masjid << Adab << Amalan Utama
- Sejarah Makkah, Madinah, dan Al-Aqsa << Sejarah
- Pengenalan Islam Kepada Umat Islam << Hal-hal yang Wajib Diketahui Oleh Seorang Muslim << Dakwah Ke Agama Allah
- Fatwa << Fikih
Full Description
Apakah Masjidil Haram Sama Dengan Masjid-Masjid Lainnya Di Tanah Haram?
] Indonesia – Indonesian – [ إندونيسي
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin
Terjemah : Muhammad Iqbal A. Gazali
Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad
2011 - 1432
﴿ هل مساجد مكة فيها من الأجر كما في المسجد الحرام؟ ﴾
« باللغة الإندونيسية »
الشيخ محمد بن صالح العثيمين
ترجمة: محمد إقبال أحمد غزالي
مراجعة: أبو زياد إيكو هاريانتو
2011 - 1432
Apakah Masjidil Haram Sama Dengan Masjid-Masjid Lainnya Di Tanah Haram?
Pertanyaan: Apakah (shalat di) masjid-masjid di kota Makkah sama pahalanya seperti di Masjidil Haram?
Jawaban: Tidak, pahala di masjid-masjid kota Makkah tidak seperti di Masjidil Haram, dan pahala berlipat ganda hanya di Masjidil Haram yang lama serta tambahan perluasannya, berdasarkan sabda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: (صَلاَةٌ في مَسْجِدِي هذَا أَفْضَلُ مِنْ أَلْفِ صَلاَةٍ فِيْمَا سِوَاهُ إِلاَّ مَسْجِد اْلكَعْبَةِ) رواه مسلم
“Shalat di masjidku ini lebih utama seribu kali shalat di masjid lainnya kecuali masjid Ka’bah.”[1] HR. Muslim.
Beliau menentukan hukumnya khusus pada masjid yang ada Ka’bahnya dan masjid yang ada Ka’bah nya hanya satu. Dan sebagaimana keutamaan khusus di masjid Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (masjid nabawi), maka ia khusus dengan Masjidil Haram juga, dan hal ini ditunjukkan oleh hadits Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: (لاَ تُشَدُّ الرِّحَالُ إِلاَّ إِلَى ثَلاَثَةِ مَسَاجِدَ: اْلْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَمسْجِدِي هذَا وَالْمَسْجِدِ اْلأَقْصَى) متفق عليه
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Tidak ditambatkan tunggangan kecuali kepada tiga masjid: Masjidil Haram, masjidku ini (Masjid Nabawi), dan Masjidil Aqsha.”[2] Dan sudah diketahui bahwa jika kita menambatkan tunggangan ke salah satu masjid di kota Makkah selain Masjidil haram niscaya hal itu tidak disyari’atkan, bahkan dilarang. Yang ditambatkan tunggangan kepadanya itulah yang berlipat ganda pahalanya. Akan tetapi shalat di masjid-masjid kota Makkah, bahkan di semua tanah haram lebih utama dari pada shalat di luar tanah haram. Dalilnya adalah bahwa tatkala Rasulullah shallallahu‘alaihiwasallam singgah/menginap di Hudaibiyah –sebagian Hudaibiyah adalah masuk tanah haram dan sebagiannya di luar tanah haram-, beliau shalat di tanah haram padahal beliau singgah (menginap) di luar tanah haram. Hal ini menunjukkan bahwa shalat di tanah haram lebih utama, akan tetapi tidak berarti mendapatkan pahala khusus seperti di Masjid yang ada Ka’bah.
Jika dikatakan: bagaimana kita menjawab firman Allah Shubhanahu wa ta’alla:
قال الله تعالى: ﴿سُبۡحَٰنَ ٱلَّذِيٓ أَسۡرَىٰ بِعَبۡدِهِۦ لَيۡلٗا مِّنَ ٱلۡمَسۡجِدِ ٱلۡحَرَامِ إِلَى ٱلۡمَسۡجِدِ ٱلۡأَقۡصَا ٱلَّذِي بَٰرَكۡنَا حَوۡلَهُۥ لِنُرِيَهُۥ مِنۡ ءَايَٰتِنَآۚ إِنَّهُۥ هُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلۡبَصِيرُ ١﴾ [الإسراء: 1]
Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba -Nya pada suatu malam dari Al-Masjidil Haram ke Al-Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda kebesaran Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (QS. Al-Isra`:1)
Dan beliau dijalankan pada malam hari dari kota Makkah dari rumah Ummu Hani?
Jawabannya: sesungguhnya diriwayatkan dalam shahih al-Bukhari bahwa beliau dijalankan dari Hijir Ismail, beliau bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: (بَيْنَا أَنَا نَائِمٌ فِى الْحِجْرِ أَتَانِي آتٍ...) متفق عليه
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Manakala aku tertidur di Hijr, datanglah kepadaku seseorang yang datang…”[3] dst, dan Hijir adalah di Masjidil Haram. Atas dasar ini, maka hadits yang disebutkan padanya bahwa beliau dijalankan dari rumah Ummu Hani –jika riwayatnya shahih- maksudnya adalah permulaan isra` dan kesudahannya adalah dari Hijir Ismail. Seolah-olah beliau diingatkan saat berada di rumah Ummu Hani, kemudian beliau berdiri, lalu tidur di Hijir, maka beliau dijalankan dari Hijir Ismail.
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin- Majmu’ Fatawa wa Rasail (12/395).