×
Fatwa ini menjelaskan tentang hukum orang yang berhadats bahwa ia boleh membaca al-Qur`an. Adapun menyentuh al-Qur`an, maka tidak boleh menyentuhnya kecuali suci dari hadats kecil atau besar. Itulah mazhab para Imam kaum muslimin. Wallahu A’lam.

Hukum Membaca al-Qur`an

Tanpa Wudhu

﴿ حكم قراءة القرآن للمُحدِث ﴾

] Indonesia – Indonesian – [ إندونيسي

Syaikh Shalih bin Fauzan al-Fauzan

hafizhahullah

Terjemah : Muhammad Iqbal A. Gazali

Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad

2010 - 1431

﴿ حكم قراءة القرآن للمُحدِث ﴾

« باللغة الإندونيسية »

الشيخ صالح بن فوزان الفوزان

حفظه الله تعالى

ترجمة: محمد إقبال أحمد غزالي

مراجعة: أبو زياد إيكو هاريانتو

2010 - 1431

 بسم الله الرحمن الرحيم

Hukum Membaca al-Qur`an

Tanpa Wudhu

Syaikh Shalih bin Fauzan al-Fauzan

Pertanyaan: Apakah hukum orang yang membaca al-Qur`an sementara dia dalam kondisi tidak berwudhu, baik dibaca secara hafalan maupun dibaca dari mushhaf?

Jawaban: Seseorang boleh membaca al-Qur`an tanpa berwudhu bila bacaannya secara hafalan sebab tidak ada yang menghalangi Rasulullah e membaca al-Qur`an selain kondisi junub. Beliau pernah membaca al-Qur`an dalam kondisi berwudhu dan tidak berwudhu.

Adapun terkait dengan mushhaf, maka tidak boleh bagi orang yang dalam kondisi berhadats untuk menyentuhnya, baik hadats kecil maupun hadats besar. Allah Y berfirman:

لاَّ يَمَسَّهُ إِلاَّ الْمُطَهَّرُونَ

tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan. (QS. al-Waqi'ah:79)

Yakni orang-orang yang suci dari hadats, najis dan syirik.

Di dalam hadits Nabi e yang dimuat di dalam surat beliau kepada pegawainya yang bernama Amar bin Hizam t, beliau menyebutkan:

لاَيَمَسُّ الْقُرْآنَ إِلاَّ طَاهِرٌ

"Tidak boleh menyentuh al-Qur`an kecuali orang yang dalam kondisi suci."[1]

Hal ini merupakan kesepakatan para Imam kaum muslimin bahwa orang yang dalam kondisi berhadats kecil ataupun besar tidak boleh menyentuh mushhaf kecuali ditutup dengan pelapis, seperti mushhaf tersebut berada di dalam kotak atau kantong, atau dia menyentuhnya dilapisi baju atau lengan baju.

Syaikh Shalih al-Fauzan – Tadabbur al-Qur`an, hal.44.

[1] Muwaththa' Imam Malik 1/199 (469) dan Sunan ad-Darimi 2183.