Setiap Bid’ah Adalah Sesat
Artikel ini diterjemahkan ke dalam
Klasifikasi
Full Description
Setiap Bid'ah Adalah Sesat
﴿ كل بدعة ضلالة ﴾
] Indonesia – Indonesian – [ إندونيسي
Penyusun : Dr. Abdul Aziz bin Fauzan al-Fauzan
Terjemah : Muh. Lutfi Firdaus
Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad
2009 - 1430
﴿ كل بدعة ضلالة ﴾
« باللغة الإندونيسية »
تأليف : الشيخ عبد العزيز بن فوزان الفوزان
ترجمة: محمد لطفي فردوس
مراجعة: إيكو هاريانتو أبو زياد
2009 – 1430
Setiap bid'ah adalah sesat
Diantara bukti yang terkuat yang menunjukan kesempurnaan, kelengkapan dan kelayakan syariah untuk seluruh zaman, tempat dan kondisi adalah: bahwa syariah islam menetapkan prinsip dalam segala sesuatu adalah suci dan boleh, kecuali yang dalil syar'i menunjukan atas kenajisan atau keharamanya, sebagaimana ditetapkanya kaidah bahwa adat dan seluruh bentuk muamalat adalah halal dan boleh kecuali yang dinyatakan haram oleh Yang memiliki otoritas untuk membuat syariat. Maka prinsip dasar bagi setiap akad dan muamalah, dan segala macam bentuk jual beli dan perdagangan, makanan dan minuman, kendaraan dan barang-barang konsumsi, produk-produk industri dan temuan-temuan, serta segala adat dan muamalat adalah boleh dan halal kecuali yang dinyatakan terlarang atau haram oleh syariat karena mengandung kedzoliman atau kerusakan dan madharat.
Ini adalah kaidah besar yang mencangkup seluruh cabang (furu') syariah, dan cabang-cabang syariah itu banyak, senantiasa muncul hal-hal yang baru dan selalu berubah-ubah mengikuti perubahan zaman dan kondisi.
Jika hakekat ini telah diakui, dan kaidah besar ini telah diketahui, maka kita menjadi mengerti bahwa istilah bid'ah tidak berlaku dalam masalah adat, muamalah dan temuan-temuan, barang siapa mengklaim haramnya sesuatu dari masalah-masalah itu, maka ia harus mendatangkan dalil atas keharmanya, jika ia tidak memilki dalil maka pernyataanya ditolak, dan kembali kepada kaidah bahwa segala sesuatu itu hukum dasarnya boleh.
Ini adalah prinsip dasar dalam masalah adat dan muamalah, adapun ibadah maka ia kebalikan dari itu, prinsip dasar ibadah adalah haram dan terlarang kecuali syariat menunjukan pensyariatanya, seorang muslim tidak diperbolehkan untuk membuat sendiri satu bentuk ibadah, dan tidak diperkenankan untuk melakukan taqorub kepada Allah SWT, melainkan dengan sarana yang telah diizinkan dan disyariatkan oleh-Nya, jika ia melakukanya maka sesungguhnya ia telah berbuat bid'ah yang sesat, amalnya
Tertolak dan tidak diterima, meski niatnya baik dan maksudnya ingin mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Sungguh banyak sekali nash-nash dari qur'an maupun sunnah yang menunjukan bahwa amal apapun yang seorang hamba lakukan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT tidak menjadi soleh dan diterima Allah kecuali dengan dua syarat:
Pertama: Harus sesuai dengan syariat Allah SWT dan petunjuk Rasul-Nya saw.
Kedua: harus ikhlas karena Allah, tidak menyekutukan, tidak riya' dan tidak mencari popularitas.
Allah SWT tidak akan menerima amal melainkan yang dilakukan dengan ikhlas dan mengharap ridho-Nya, Allah berfirman:
وَمَنْ أَحْسَنُ دِينًا مِّمَّنْ أَسْلَمَ وَجْهَهُ لله وَهُوَ مُحْسِنٌ
" Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang dengan ikhlas berserah diri kepada Allah, sedang dia mengerjakan kebaikan " ( QS: an-Nisa': 125)
Ayat di atas memuat dua syarat diterimanya amal yang pada giliranya akan mendapat ganjaranya, yaitu; ikhlas karena Allah, sebagaimana yang ditunjukan firmanya: " menundukan wajahnya untuk Allah", dan mutaba'ah/mengikuti sunnah Rosulullah saw sebagaimana yang ditunjukan kalimat: " Sedang ia berbuat baik ", maka suatu amalan tidak akan dikatakan baik dan soleh melainkan jika dilakukan sesuai dengan yang disyariatkan Allah dan Ia mengizinkan hambanya untuk melakukanya dan bertaqorub kepada-Nya, jika tidak maka amal itu adalah bid'ah yang diada-adakan sebagaimana Allah berfirman ketika mengingkari orang-orang musyrik:
أَمْ لَهُمْ شُرَكَاء شَرَعُوا لَهُم مِّنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَن بِهِ اللَّهُ
" Apakah mereka mempunyai sesembahan selain Allah yang menetapkan aturan agama bagi mereka yang tidak diizinkan (diridhoi) Allah? " (QS: as-Syura: 21)
Dan berfirman:
الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا
" Yang menciptakan mati dan hidup, untuk menguji kamu siapa yang lebih baik amalnya " (QS: al-Mulk: 2).
Allah tidak mengatakan: " Yang paling banyak amalanya ", karena bisa jadi suatu amalan itu berat dan membutukan banyak energy, atau memakan waktu yang panjang dan menghabiskan uang yang banyak, tetapi ia bukan amal soleh, ia dekembalikan kepada pelakunya dan Allah SWT menjadikanya sia-sia, karena ia tidak sesuai dengan syariah, atau karena tidak ikhlas, sebagaimana Ia berfirman terkait amalan orang-orang kafir:
وَقَدِمْنَا إِلَى مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ هَبَاء مَّنثُورًا
" Dan kami perlihatkan segala amal yang mereka kerjakan, lalu kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan " (QS: al-furqon: 23).
Rasulullah saw bersabda:
من عمل عملاً ليس عليه أمرنا فهو رد
" Barang siapa melakukan suatu amalan yang tidak ada perintah atau conto dari kami, maka amalan itu tertolak "
Dan dalam riwayat lain:
من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد. متفق عليه
" Barang siapa membuat-buat (amalan) dalam perkara kami ini yang tidak termasuk darinya (tidak ada contohnya), maka ia tertolak. (HR: bukhari Muslim).
Maka baiknya amal tergantung dengan sejauh mana ia sesuai dengan syariat dan sejauh mana keikhlasnya karena Allah SWT, Fudhail bin Iyadh dalam menafsirkan ayat " {أَحْسنُ عَمَلًا} mengatakan: maksudnya adalah: Yang paling ikhlas dan paling benar, Maka amal jika ikhlas namun tidak benar tidak diterima, dan jika benar namun tidak ikhlas juga tidak diterima sampai ia ikhlas dan benar, ikhlas yaitu karena Allah semata, dan benar yaitu sesuai dengan sunnah, bacalah ayat berikut:
فَمَن كَانَ يَرْجُو لِقَاء رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
" Barang siapa mengharap pertemuan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia melakukan amal soleh dan tidak menyekutukan Tuhanya dengan seorang pun dalam beribadah."
Semua ibadah qouliyah maupun fi'liyah harus dibangun di atas dasar syariat dan ittiba'( mengikuti), bukan atas dasar persepsi dan mengada-ada, maka jika ada seorang manusia beribadah dengan sesuatu yang tidak ada petunjuknya dari kitab maupun sunnah atau ijma', maka itu adalah amal yang tidak soleh, syariat yang tidak diperbolehkan oleh Allah SWT, ia adalah bid'ah yang diada-adakan yang hanya menambah jauh pelakunya dari Allah SWT, niat yang benar maupun maksud yang baik tidak bermanfaat dan tidak dapat menolong, karena niat yang benar tidak dapat merubah yang batil menjadi benar, yang bid'ah menjadi sunnah, dan yang maksiat menjadi ketaatan, Allah SWT berfirman:
وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلاَ تَتَّبِعُواْ السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَن سَبِيلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُم بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
" Dan sungguh, inilah jalan-Ku yang lurus. Maka ikutilah! Jangan kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain) yang akan mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Demikianlah Dia memerintahkan kepadamu agar kamu bertaqwa " (QS: al-An'am: 153).
Syariat Allah SWT yang ditunjukan kitab dan sunnah adalah jalan yang lurus yang wajib diikuti dan dan tidak boleh menyimpang darinya, adapun bid'ah dan segala perkara yang diada-adakan sesungguhnya adalah jalan-jalan yang kita dilarang untuk mengikuti dan bergantung padanya, dalam hadits yang sohih yang diriwayatkan Ahmad, Nasa'I, dan al-hakim dari Abdillah bin Mas'ud ﷺ.a. ia berkata: Rasulullah saw membuat garis dengan tanganya, kemudian bersabda: " Ini adalah jalan Allah yang lurus, sedang jalan-jalan ini setiap darinya ada setan yang senantiasa mengajak kepadanya ", kemudian Beliau membaca ayat ini:
وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلاَ تَتَّبِعُواْ السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَن سَبِيلِهِ
Dan Nabi saw pernah mengatakan dalam khutbah-khutbahnya: Amma ba'du, sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah kitabullah, dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhamad, dan seburuk-buruk perkara adalah yang diada-adakan, dan setiap yang diada-adakan adalah kesesatan " (HR: Muslim, Ahmad, Ibnu Majah). Dan Imam Nasa'I meriwayatkan dengan lafadz yang artinya: " Dan seburuk-buruk perkara adalah yang diada-adakan dan setiap yang diada-adakan adalah bid'ah, dan setiap bid'ah adalah kesesatan, dan setiap kesesatan adalah di neraka). Barang siapa yang ingin selamat, maka ia harus mengikuti sunnah dan menghindari setiap bid'ah. Rasulullah saw bersabda:
عليكم بسنتي وسنة الخلفاء الراشدين المهديين من بعدي، تمسكوا بها وعضوا عليها بالنواجذ، وإياكم ومحدثات الأمور، فإن كل محدثة بدعة وكل بدعة ضلالة
" Hendaklah kalian mengikuti sunnahku dan sunnah para khulafa'urisyidin yang diberi petunjuk setelahku, pegang teguhlah ia, gigitlah dengan gigi geraham, hindarilah oleh kalian segala perkara yang diada-adakan, karena setiap yang diada-adakan adalah bid'ah dan setiap bid'ah adalah kesesatan " (HR: Ahmad dan ashabussunan, dan disohihkan oleh Tirmizi, Hakim dan Dzahabi). Ibnu Mas'ud ﷺ.a. berkata: Ikutilah dan jangan mengada-ada, karena kalian telah dicukupi ", dan benar orang mengatakan: Sebaik-baik urusan adalah yang telah lalu di atas petunjuk, dan seburuk-buruk urusan adalah yang baru-baru yang diada-adakan.
Bid'ah adalah; Toriqoh/ cara/jalan yang diadakan dalam masalah agama yang tidak ada dalilnya baik dari kitab maupun sunnah, pelakunya bermaksud mendekatkan diri dengan itu kepada Allah SWT.
Dan bid'ah ini terkadang berupa menciptakan satu ibadah yang tidak memiliki dasar dalam syariah, seperti bid'ah peringatan isra' dan mi'roj, hijrahnya Nabi saw, maulud Nabi saw, atau peringatan-peringatan keagamaan yang lain yang tidak mendapat legitimasi dari Allah SWT, dan tidak pula pernah dilakukan oleh makhluk yang paling bertaqwa pun kepada Allah SWT, paling takut serta paling banyak memberi nasehat untuk hamba-hamba-Nya, dan yang dibebani untuk menyampaikan risalah-risalah-Nya, ia adalah Rasulullah saw, dan tidak pula pernah dilakukan para sahabatnya dan khalifah setelahnya, dan mereka adalah manusia-manusia yang paling cintah kepadanya, paling getol dalam mencontoh dan mengikuti sunnahnya, bahkan tidak pula dilakukan oleh generasi-generasi pertama yang terbaik, dan tidak pula oleh orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik hingga hari ini.
Bid'ah terkadang berupa mengadakan satu cara tertentu dalam beribadah dan terus-menerus melakukan satu model tertentu yang tidak ada dalilnya dalam syariat, seperti mengulang-ulang kata: Allah, Allah, Allah, atau kata: Dia, Dia, Dia dan yang sejenisnya, dan bisa berupa meninggalkan dzikir yang disyariatkan dalam kitab dan sunnah, seperti mengucapkan: لا إله إلا الله, atau سبحان الله والحمد لله
ولا إله إلا الله والله أ كبر, dan banyak dzikir-dzikir yang lain yang terkenal, dan termasuk bid'ah dalam cara beribadah adalah: Berdoa berjamaah dengan suara yang dilagukan setelah solat-solat wajib, dan dzikir-dzikir berjamaah yang diucapkan dengan satu suara tanpa untuk tujan mengajarkan dan menghafalkan, dan lain sebagainya.
Dan termasuk bid'ah juga menetapkan jumlah tertentu dalam beribadah tanpa ada dalil yang menujukanya, seperti menganjurkan orang agar bertahlil, atau bertasbih atau beristighfar sebanyak lima ribu kali dalam sehari, atau seribu kali, atau lima ratus kali, atau tiga ratus kali, atau lima puluh kali, atau enam puluh kali, atau yang serupa dengan itu, itu adalah jumlah yang dibuat-buat sendiri dan tidak bersandar kepada satu dalil pun dari kitab maupun sunnah, bid'ah semacam ini telah merebak bersamaan dengan menyebarnya makalah-makalah melalui hand phone-hand phone dan stasiun-stasiaun siaran, banyak orang yang mengirimnya menyangka bahwa ia berbuat baik dan menolong kepada kebaikan.
Allah SWT telah mengharamkan bid'ah dan memperingatkan darinya, mempertegas pengingkaran-Nya terhadap para pelakunya, karena ia membawa kerusakan yang besar dan memicu munculnya kebathilan-kebathilan yang banyak, di antaranya adalah: Bahwa bid'ah adalah cacat dalam syariah, tuduhan adanya kekurangan di dalamnya, dan tidak adanya komitmen dalam memenuhi kemaslahatan bagi hamba di dunia maupun akhirat, pelaku bid'ah ketika mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan satu ibadah yang tidak disyariatkan Allah SWT sama saja ia menuduh bahwa Rasulullah saw tidak menyampaikan risalah dengan jelas, dan tidak sempurna dalam menunaikan amanah yang dibebankan kepadanya, dan bahwasanya agama ini kurang, sehingga ia ingin menyempurnakanya dengan bid'ah itu, kalau sekiranya ia mengimani kesempurnaan syariah dan kelengkapanya, niscaya ia tidak akan melakukan penambahan di dalamnya dengan sesuatu yang sebenarnya bukan bagian darinya, dan tidak pula akan mengada-ngadakan sesuatu yang tidak ada legitimasi baginya dari Allah SWT. Imam Malik mengatakan: " Barang siapa melakukan satu bid'ah dalam islam yang ia menyangkanya sebagai kebaikan, maka sesungguhnya ia telah menuduh bahwa Muhamad saw telah berkhianat tidak menyampaikan amanat risalah, karena Allah SWT menyatakan:
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي
" Hari ini telah aku sempurnakan untuk kalian agama kalian, dan aku sempurnakan nikmatku atasmu " , maka apa yang ketika itu bukan bagian dari agama, maka hari ini ia juga bukan bagian dari agama, Ibnul Qoyim mengatakan: " Pelaku bid'ah itu sama dengan menuduh Tuhanya belum menyempurnakan agama sebelum wafatnya Nabi saw, berarti Dia berbohong dalam firmanya: " Hari ini telah aku sempurnakan untuk kalian agama kalian ", atau menuduh bahwa Rasulullah saw tidak menyampaikan."
Dan diantara dampak kerusakan bid'ah adalah: Ia dapat mengalahkan syariat yang benar dan menghapus sunnah, Imam Ahmad meriwayatkan dari Nabi saw bahwasanya ia bersabda: " Tidaklah suatu kaum melakukan satu bid'ah melainkan Allah SWT mencabut dari mereka sesuatu dari sunnah yang sepadan denganya", maka setiap kali bid'ah diadakan setiap itu pula sunnah ditinggalkan, dan begitu seterusnya hingga bid'ah menjadi banyak, sunnah semakin sedikit, agama menjadi sirna sedikit demi sedikit.
Dan ternasuk kerusakanya adalah: bahwa para pelaku bid'ah zuhud dalam menjalankan sunnah, merasa berat dalam mengamalkanya, di sisi lain mereka semangat dalam melakukan bid'ah, antusias dalam menjalankanya, mereka menginfakan harta mereka, memporsir tubuh mereka, menyia-nyiakan waktu mereka dalam rangka menghidupkan bid'ah dan merayakanya, dan terkadang sebagian dari mereka justru lalai dalam menjalankan kewajiban, seperti solat, zakat, berbakti kepada kedua orang tua, silaturahim, amar ma'ruf nahi munkar, dsb, itu semua adalah tipu daya setan yang menghiasi kebathilan sebagai kebaikan di mata mereka.
Dan diantara kerusakanya adalah: Bahwa bid'ah dapat menimbulkan perpecahan dan perselisihan, menjadikan umat terkotak-kotak, hal itu karena setiap kelompok dari para pelaku bid'ah memandang kelompoknya paling baik dibanding yang lain, dan bahwasanya bid'ah yang mereka praktekkan dan mereka seru-serukan adalah sebagai ketaatan dan kebenaran, dan orang yang mengingkarinya atau yang tidak melakukan seperti yang mereka lakukan adalah sama dengan mengingkari kebenaran dan lalai dalam menjalankanya, maka terjadilah perselisihan dikalangan umat, kebenaran menjadi samar di mata awam, orang-orang cenderung tidak serius, lalu mereka menjadi kelompok-kelompok yang saling membanggakan diri:
كُلُّ حِزْبٍ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُونَ
" Setiap kelompok bangga dengan apa yang ada pada mereka ", lalu hati-hati mereka berselisih, kalimat mereka terpecah, dan mereka jatuh ke dalam larangan Allah SWT dalam firman-Nya:
وَلاَ تَتَّبِعُواْ السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَن سَبِيلِهِ
" Dan janganlah kalian mengikuti jalan-jalan (sesat) itu, maka kalian akan terpecah dari jalan-Nya", dan firman-Nya:
وَلاَ تَكُونُواْ كَالَّذِينَ تَفَرَّقُواْ وَاخْتَلَفُواْ مِن بَعْدِ مَا جَاءهُمُ الْبَيِّنَاتُ وَأُوْلَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ
" Dan janganlah kalian seperti orang-orang yang berpecah belah dan berselisih setelah dating keterangan kepada mereka, dan bagi mereka itu azab yang berat".
Dan di antara kerusakan bid'ah yang paling besar adalah: Bahwasanya ia dapat mengotori tampilan agama yang benar, mencemari kebeningan dan kejernihanya, dan memalingkan manusia dari ittiba' dan dari masuk ke dalam agama islam, terutama bid'ah-bid'ah yang banyak dipraktekan orang-orang syi'ah dalam banyak moment, begitu juga yang di praktekan kaum sufi yang berlebihan, orang yang menyaksikan bid'ah-bid'ah yang mereka lakukan - seperti; menyiksa badan, berteriak, melaknat dan memaki, musik dan nyanyian-nyanyian, mengumbar aurat dan ikhtilat - sedang ia belum mengerti hakekat sebenarnya islam, ia akan meyakini bahwa hal itu adalah kumpulan khurofat, mainan dan syiar-syiar kosong, pekerjaan-pekerjaan yang susah yang diingkari oleh akal yang sehat dan fitrah yang lurus, ini adalah pencemaran terbesar terhadap citra agama islam dan usaha untuk menjauhkan manusia dari jalanya, dan ini merupakan upaya musuh-musuh islam dari kalangan kufar dan orang-orang munafik, karena itu kita menyaksikan mereka ikut andil dalam bid'ah-bid'ah ini, mengkampanyekanya dengan berbagai macam sarana, ada kisah dari seorang raja non muslim bahwa ia pernah melewati seorang syekh sufi, di sisinya ada para wanita dan laki-laki tampan, mereka bernyanyi, menari dan minum khamr – dan ini adalah yang dilakukan oleh kebanyakan kaum sufi khususnya saat peringatan kelahiran salah seorang dari tokoh mereka yang telah menjadi ahli kubur yang mereka minta-minta dan mendekatkan diri kepadanya dengan berbagai macam sarana dengan mengabaikan Allah – maka raja ini bertanya-tanya: Apa yang diinginkan orang-orang ini dengan perbuatan mereka?, mereka menjawab: mereka menginginkan surga, maka ia berkata dengan kejernihan fitrah: Jika ini jalan untuk menuju surga, lalu mana jalan untuk menuju neraka?
Dan diantara bentuk-bentuk bid'ah yang diada-adakan, sedang agama berlepas darinya adalah: Meyakini adanya keutamaan umroh pada bulan rajab, menkhususkan hari-hari dan malam-malamnya dengan doa, solat dan puasa, terutama malam jum'at pertama dari bulan rajab dan siangnya, juga malam ketujuh dan kedua puluh dari bulan itu, di mana mereka beranggapan bahwa malam itu adalah malam isro' dan mi'roj.
Meskipun peristiwa isro' dan miroj adalah sesuatu yang pasti adanya dalam kitab maupun sunnah, akan tetapi penetapan hari atau bulan terjadinya diperselisihkan oleh kalangan ulama dan para ahli sejarah, perselisihan tentang waktu terjadinya isro' dan mi'roj meskipun sangat masyhur adanya, tidak lain karena para salafus soleh – semoga Allah meridhoi mereka – memandang bahwa mengetahui waktu terjadinya kejadian ini tidak memiliki urgensi keagamaan dan manfaat syar'i, karena tujuanya hanyalah untuk mengambil pelajaran dan tauladan, dan hal itu tidak terkait dan masalah waktu.
Adapun yang dilakukan oleh sebagian kaum muslimin yang memperingati isro' dan mi'roj pada malam kedua puluh tujuh dari bulan rajab dengan berbagai acara pesta, dzikir dan ibadah, maka semua itu adalah bid'ah yang diada-adakan, dan kalau sekiranya memperingati malam tersebut dan mengkhususkanya dengan dzikir dan ibadah tertentu adalah perkara yang disyariatkan dan bentuk ibadah yang dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT, niscaya akan dilakukan Rasulullah saw dan para sahabatnya yang mulia, karena mereka adalah manusia yang paling getol kepada kebaikan dan paling depan dalam meraihnya.
Dan yang aneh adalah: bahwa kebanyakan dari mereka yang gemar menghidupkan bid'ah ini dan memperingati isro' dan mi'roj, tidak memperdulikan solat lima waktu yang diwajibkan pada saat itu, mereka tidak menunaikanya dengan berjamaah, mereka sibuk dengan bid'ah dan meninggalkan kewajiban dan sunnah-sunnah.
Kemudian peristiwa-peristiwa besar dalam sejarah islam itu sangat banyak, dan semuanya adalah peristiwa agung, setiap mukmin gembira menyambutnya, mulai dari maulud Nabi saw hingga diangkatnya sebagai Rasul dan hijrah ke Madinah, perang badar, fathu makah hingga seluruh perang dalam sejarah islam di zaman Rasulullah saw dan zaman imam-imam setelahnya, dan bukan dikategorikan sunnah menjadikanya sebagai hari raya yang diistimewakan oleh orang-orang dan mereka melakukan di dalamnya apa-apa yang dilakukan oleh kebanyakan kaum muslimin dewasa ini, kalau sekiranya hal itu adalah kebaikan niscaya mereka para salafus soleh telah lebih dulu melakukanya, mereka adalah manusia yang paling mengerti syariat Allah dan selalu terdepan kepada kebaikan.
Generasi terbaik dan lekat dengan kebaikan itu telah berhenti pada batas ini, mereka tidak menghidupkan peringatan peristiwa-peristiwa bersejarah dalam islam, tidak menjadikan hari-hari besar itu sebagai hari raya yang mereka khususkan dengan berkumpul atau dengan satu bentuk ibadah yang tidak memilki dalil dan sandaran syar'i. kebaikan seluruh kebaikan adalah ada pada apa yang mereka lakukan, dan kebenaran adalah ada pada apa yang mereka berhenti pada batasnya, meneladani mereka adalah kewajiban dalam agama, denganya digapai ridho Tuhan semesta alam.
Bulan rajab tidak memilki keutamaan apapun selain bahwa ia adalah termasuk diantara bulan-bulan haram yang Allah SWT berfirman tentangnya:
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِندَ اللّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلاَ تَظْلِمُواْ فِيهِنَّ أَنفُسَكُم
" Sesungguhnya jumlah bulan menurut Allah adalah dua belas bulan, (sebagaimana) dalam ketetapan Allah pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi, diantaranya ada empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menzolimi dirimu dalam (bulan yang empat) itu."
Dalam kitab sohih Bukhari dan Muslim diriwayatkan dari Abi Bakarah ﷺ.a. dari Nabi saw, ia bersabda: " Sesungguhnya zaman itu berputar sebagaimana bentuknya pada hari Allah menciptakan langit dan bumi, Satu tahun itu ada dua belas bulan: diantaranya ada empat yang haram: tiga saling berurutan; dzulqo'dah, dzulhijjah dan muharom, dan rajab yang ada di antara jumada dan sya'ban ". Al-hadits.
Dan yang selain itu tidak ada satu nash pun yang dapat dijadikan sandaran menunjukan keutamaanya, semua yang ada tentang itu adalah hadits-hadits dho'if atau maudhu' tidak boleh dijadikan hujjah dan tidak boleh diamalkan.
Seperti itu pula yang dikatakan seputar keutamaan malam pertengahan bulan sya'ban dan sunnahnya qiyamulail dan puasa pada harinya, dan bahwasanya bilangan-bilangan sunnah ditetapkan pada malam itu, ada beberapa hadits yang menunjukan itu, tetapi seluruhnya dho'if dan tidak bisa dijadikan hujjah sebagaimana yang dinyatakan oleh para ahli tahqiq, kecuali satu hadits yang diperselisihkan para ulama, sebagian besar mendho'ifkanya, sebagian yang lain mensohihkanya, seperti Ibnu Hibban dan al-Albani, karena hadits itu diriwayatkan melalui sekelompok sahabat dari jalan yang berbeda-beda, sebagian darinya menguatkan sebagian yang lain, yaitu sabda Nabi saw: " Allah SWT mendatangi makhluknya pada malam pertengahan bulan sya'ban, lalu Dia mengampuni semua makhluknya kecuali seorang musyrik atau musyahin (yang meninggalkan jamaahnya)" ( HR: Ahmad, Tabrani, Ibnu Hibban, Baihaqi, Bazzar, Ibnu Abi Ashim, Ibnu Asakir dll.)
Dan diantara bid'ah-bid'ah yang tidak memilki dalil adalah: Apa yang disebut dengan solat rogho'ib dan solat seratus rakaat pada malam pertengahan bulan sya'ban, imam Nawawi mengatakan: " Solat yang dikenal dengan solat ar-rogho'ib, yaitu dua belas rakaat antara maghrib dan isya' pada malam jum'at pertama dari bulan rajab, dan solat malam pertengahan dari bulan sya'ban sebanyak seratus rakaat adalah dua bid'ah yang mungkar, jangan sampai kita tertipu oleh penyebutan dua hal itu dalam kitab " Quut al-quluub ", dan kitab " Ihya' ulumudin ", juga dalam hadits yang tersebut di atas, karena semua itu bathil ".
Imam al-Maqdisi mengarang satu kitab penuh tentang kebathilan adanya keutamaan amal dalam dua malam itu, dan bahwasanya tidak ada satu hadits pun yang dapat dijadikan sandaran dalam masalah itu.
Imam al-Hafidz Ibnu Hajar mengarang satu kitab yang bernama: " Tabyinul ajab bi maa waroda fi fadhli rajab ", ia menghadirkan dalam kitab itu seluruh hadits yang terkait dengan bulan ini dan menerangkan keutamaanya, dan ibadah-ibadah yang disyariatkan di dalamnya, kemudian menjelaskan kebathilanya, dan bahwasanya tidak ada satu pun hujjah yang terdapat dalam salah satu darinya, seraya ia – semoga Allah merahmatinya - berkata: " Tidak ada satu pun hadits sohih yang bisa dijadikan hujjah yang menunjukan adanya keutamaan bulan rajab, tidak pula keutamaan puasa di harinya, tidak pula puasa pada hari tertentu dalam bulan itu, tidak pula qiyamulail pada malam tertentu di dalamya, Imam Abu Ismail al-Harawi al-Hafidz telah mendahuluiku dalam memberikan penegasan tentang hal itu, kami meriwayatkan hal itu darinya dengan sanad yang sohih, begitu juga kami meriwayatkan hal itu dari selainya ".
Kemudian al-Hafidz Ibnu Hajar menjelaskan madzhabnya tentang hadits dho'if, yaitu: Tidak mengamalkanya secara mutlak, tidak dalam fadho'ilul a'mal dan tidak pula dalam yang lainya, seraya berkata: " Tidak ada perbedaan dalam mengamalkan hadits baik dalam masalah ahkaam ataupun fadho'ilul a'mal, karena semuanya adalah syariat"
Imam Ibnul Qoyim berkata dalam kitab " Al-manar al-muniif ": " Dan semua hadits yang berbicara tentang puasa rajab dan solat pada sebagian malam dalam bulan itu adalah kebohongan yang dibuat-buat ".
Demikian, aku memohon kepada Allah SWT agar menjadikan amal kita ikhlas karena-Nya, benar sesuai sunnah Rosul-Nya saw, dan menjadikan kita termasuk orang-orang yang bersegera kepada kebaikan dan terdepan di dalamnya.
Alhamdulillahi robbil 'alamin.