‘Ithrul Majâlis; Kajian Singkat Tema-tema Penting Bagi Seorang Muslim
Artikel ini diterjemahkan ke dalam
Klasifikasi
Full Description
- 'Ithru al-Majâlis Kajian
Singkat Tema-tema Penting Bagi Seorang Muslim
- Pendahuluan
- RUKUN IMAN
- RUKUN ISLAM
- Dua Kalimat Syahadat
- Dua Kalimat Syahadat
- Bid'ah Dalam Agama
- Shalat
- Thaharah (Bersuci)
- Tata Cara Wudhu'
- Kesalahan-kesalahan Dalam Berwudhu'
- Mengusap Khuff dan Kaos Kaki
- Hal-hal yang Mambatalkan Wudhu'
- Hal-hal yang Mewajibkan Mandi
- Tata Cara Mandi Janabah (Mandi Besar)
- Tayammum
- Thaharah (Bersuci) Bagi Wanita
- Syarat Sah Shalat (1)
- Syarat Sah Shalat (2)
- Rukun Shalat
- Hukum Meninggalkan atau Lupa Salah Satu Rukun Shalat
- Wajib-wajib Shalat
- Adab Berjalan Menuju Shalat
- Tata Cara Shalat
- Kesalahan-kesalahan Dalam Shalat (1)
- Kesalahan-kesalahan Dalam Shalat (2)
- Kesalahan-kesalahan Dalam Shalat (3)
- Kesalahan-kesalahan Dalam Shalat (4)
- Kesalahan-kesalahan Dalam Shalat (5)
- Hukum-hukum Sujud Sahwi (1)
- Hukum-hukum Sujud Sahwi (2)
- Hukum-hukum Sujud Sahwi (3)
- Hukum-hukum yang Berkaitan Dengan Shalatnya Orang Uzur
- Hukum-hukum dan Adab-adab Hari Jumat
- Hukum-hukum Seputar Shalat Dua Hari Raya
- Hukum-hukum Jenazah (1)
- Hukum-hukum Jenazah (2)
- Hukum-hukum Jenazah (3)
- Hukum-hukum Zakat (1)
- Hukum-hukum Zakat (2)
- Hukum-hukum Zakat fitrah
- Hukum-hukum Puasa (1)
- Hukum-hukum Puasa (2)
- Hukum-hukum Haji
- Tema-tema Penting Bagi Setiap Muslim
- Amma ba'du..
- Daftar Pustaka
'Ithru al-Majâlis Kajian Singkat Tema-tema Penting Bagi Seorang Muslim
Turki bin Ibrahim al-Khunaizan
Pendahuluan
Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi yang terpercaya, Muhammad beserta keluarga dan seluruh sahabatnya.
Allah SWT berfirman,
﴿قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَاَلَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ﴾
“Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?." (QS. az-Zumar: 9)
Nabi saw juga bersabda,
مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ
“Siapa yang Allah kehendaki baginya kebaikan, maka Dia akan mengaruniakannya kepahaman dalam agama." (Muttafaq 'alahi)
Para ulama menjelaskan maksud hadits di atas, bahwa siapa saja yang tidak dikehendaki oleh Allah mendapatkan kebaikan, maka dia tidak akan diberikan kepahaman dalam agama.
Ilmu syari'at ditinjau dari kewajiban mempelajarinya dibagi menjadi dua macam:
Pertama, ilmu yang wajib dipelajari oleh setiap muslim, yaitu ilmu yang dengannya seseorang dapat memperbaiki aqidahnya, ibadahnya dan muamalah yang dia geluti. Demikian itu sebagaimana sabda Nabi saw,
مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيهِ أَمرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Siapa yang mengerjakan suatu amalan yang tidak ada tuntunannya dari kami, maka amalan itu tertolak." (Muttafaqun 'alaih)
Maksudnya, siapa yang beribadah kepada Allah dengan ibadah yang tidak sesuai syari'at Allah dan tuntunan Rasulullah saw, maka ibadahnya itu kembali kepadanya dan tidak diterima di sisi Allah.
Kedua, sesuatu yang lebih dari ilmu yang wajib dipelajari. Ini hukumnya fardhu kifayah. Jika ada sekelompok orang yang sudah cukup dari umat ini mempelajarinya, maka gugurlah kewajiban atas yang lain.
Saya mencoba untuk berijtihad dalam menyusun buku ini dengan mengumpulkan masalah-masalah yang semestinya diketahui oleh umumnya kaum muslimin dalam aqidah, hukum, akhlak dan muamalah mereka[1]. Saya berusaha menjelaskan tema-tema ini dengan bahasa yang mudah agar dapat dipahami oleh semua kalangan. Kemudian saya membaginya menjadi beberapa pertemuan dan meteri ringkas agar mudah dipelajari dan diajarkan.
Buku ini diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai kalangan dari kaum muslimin:
Keluarga muslim dapat menjadikan buku ini dibahas dalam pertemuan rutin, seperti buku-buku bermanfaat lainnya.
Seorang imam masjid dapat menyampaikan isi buku ini kepada jamaah masjid setelah shalat.
Seorang dai juga dapat menyampaikannya dalam kultum maupun kajian kepada masyarakat.
Seorang guru di ruang kelasnya dapat memilih dari tema-tema penting dari buku ini untuk dijelaskan kepada siswa untuk menguatkan pemahaman agama mereka.
Begitu juga situs, radio maupun akun-akun media sosial dapat menjadikannya serial bermanfaat, baik visual maupun audio.
Setiap muslim dan muslimah juga dapat membacanya, baik secara pribadi maupun bersama teman-teman dan kerabat.
Dan bentuk-bentuk lain dari cara mengambil manfaat dari buku ini. Semoga Allah menjadikannya diberkahi, baik bagi pembaca, pendengar maupun penulisnya.
Saya mengumpulkan materi buku ini dari kitab-kitab karya para ulama yang mulia dan fatwa-fatwa ulama senior[2], lalu saya menyusun ulang bahasa dan susunannya. Namun demikian, ini adalah upaya manusia yang tidak luput dari kurang dan salah, yang membutuhkan bimbingan Allah, kemudian perbaikan dari siapapun yang membacanya.
Saya memohon kepada Allah agar menjadikan buku ini ikhlas karena Allah dan bermanfaat bagi semua orang. Saya juga meminta ampun kepadaNya atas kesalahan dan kekurangan di dalamnya, sebagaimana saya memohon kepadaNya agar membalas semua orang yang telah berpartisipasi dalam penyusunan buku ini dengan kebaikan tak terhingga. Wallahu a'lam
Turki bin Ibrahim al-Khunaizan
05/12/1440 H
RUKUN IMAN
Pengantar
Pada pembahasan selanjutnya, kita akan berbicara tentang masalah-masalah yang penting bagi seorang muslim dalam keimanan, ibadah dan muamalahnya. Kita memohon kepada Allah agar memberikan manfaat kepada kita dengannya.
Pembahasan kita sekarang adalah tentang sesuatu yang dijadikan oleh Allah sebagai syarat diterimanya amal dan masuk surga, yaitu iman. Demikian itu sebagaimana firman Allah SWT,
﴿وَمَنْ أَرَادَ الْآخِرَةَ وَسَعَى لَهَا سَعْيَهَا وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَأُولَئِكَ كَانَ سَعْيُهُمْ مَشْكُورًا﴾
“Dan barangsiapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh sedang ia adalah mukmin, maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalasi dengan baik." (QS. al-Isra': 19)
Iman adalah Perkataan dengan lisan, keyakinan dengan hati dan perbuatan dengan anggota badan. Iman bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan. Kita memohon kepada Allah agar senantiasa menambahkan keimanan dan memperbaharuinya di dalam hati kita.
Nabi saw telah menjelaskan rukun iman kepada kita dalam hadits Jibril 'alaihissalam saat dia berkata, “Beritahukanlah kepadaku apa itu iman?", maka Nabi saw pun menjawab, “Engkau beriman kepada Allah, malaikatNya, kitab-kitabNya, Rasul-rasulNya, hari akhirat dan takdir yang baik dan buruk dariNya." (HR. Muslim)
Jika hal ini sudah jelas, marilah kita ketahui beberapa buah dari iman itu, serta pengaruhnya yang baik. Sejauh mana kadar keimanan seseorang, sejauh itu pula dia dapat merasakan manisnya buah iman itu:
Pertama, kehidupan yang baik di dunia dan akhirat. Allah berfirman,
﴿مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ﴾
“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan." (QS. an-Nahl: 97)
Kedua, rasa aman dan petunjuk. Allah berfirman,
﴿الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُولَئِكَ لَهُمُ الْأَمْنُ وَهُمْ مُهْتَدُونَ﴾
“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk." (QS. al-An'am: 82)
Ketiga, meneguhkan hati. Allah berfirman,
﴿يُثَبِّتُ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الْآخِرَةِ﴾
“Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat." (QS. Ibrahim: 27)
Keempat, para malaikat memohonkan ampunan untuk orang beriman. Allah berfirman,
﴿الَّذِينَ يَحْمِلُونَ الْعَرْشَ وَمَنْ حَوْلَهُ يُسَبِّحُونَ بِحَمْدِ رَبِّهِمْ وَيُؤْمِنُونَ بِهِ وَيَسْتَغْفِرُونَ لِلَّذِينَ آمَنُوا﴾
“(Malaikat-malaikat) yang memikul 'Arsy dan malaikat yang berada di sekelilingnya bertasbih memuji Tuhannya dan mereka beriman kepada-Nya serta memintakan ampun bagi orang-orang yang beriman." (QS. Ghafir: 7)
Kelima, tidak mempannya setan menguasai orang beriman. Allah berfirman,
﴿إِنَّهُ لَيْسَ لَهُ سُلْطَانٌ عَلَى الَّذِينَ آمَنُوا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ﴾
“Sesungguhnya syaitan itu tidak ada kekuasaannya atas orang-orang yang beriman dan bertawakkal kepada Tuhannya." (QS. an-Nahl: 99)
Keenam, sokongan Allah bagi orang yang beriman. Allah berfirman,
﴿إِنَّ اللَّهَ يُدَافِعُ عَنِ الَّذِينَ آمَنُوا﴾
“Sesungguhnya Allah membela orang-orang yang beriman." (QS. al-Hajj: 38)
Kita cukupkan pembahasan ringkas ini. Dengan izin Allah, kita akan sambung pada pertemuan berikutnya dengan rukun pertama dari rukun iman, yaitu iman kepada Allah SWT.
Iman Kepada Allah SWT
Pembahasan kita saat ini adalah tentang rukun pertama dari rukun iman, yaitu iman kepada Allah SWT. Pembahasan ini meliputi empat perkara:
Pertama, iman terhadap adanya Allah SWT. Eksistensi Allah SWT ditunjukkan oleh akal dan fitrah, sebagaimana juga dijelaskan oleh dalil-dalil syar'i yang banyak. Setiap makhluk telah ditetapkan fitrahnya di atas keimanan kepada penciptanya, tanpa harus berfikir terlebih dahulu atau diajari orang lain. Demikian itu sebagaimana sabda Nabi saw,
مَا مِن مَولُودٍ إلَّا يُولَدُ عَلَى الفِطرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ، أَو يُنَصِّرَانِهِ، أَو يُمَجِّسَانِهِ
“Setiap anak itu terlahir di atas fitrah. Kedua ayah ibunya lah yang kemudian menjadikannya Yahudi atau Nasrani atau Majusi." (Muttafaq 'Alaih)
Adapun dalil akal yang menunjukkan adanya Allah SWT, terdapat pada firmanNya,
﴿أَمْ خُلِقُوا مِنْ غَيْرِ شَيْءٍ أَمْ هُمُ الْخَالِقُونَ﴾
“Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatupun ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)?" (QS. ath-Thur: 35)
Maksudnya, bahwa semua ciptaan itu tidaklah terjadi seketika tanpa ada yang menciptakannya, seperti halnya mereka tidak kuasa menciptakan diri mereka sendiri. Hanya ada satu pilihan, bahwa makhluk itu diciptakan oleh kekuasaan Tuhan yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui, yang menciptakan dan menyempurnakan penciptaanNya, yang menentukan kadar makhlukNya dan memberinya petunjuk.
Kedua, iman kepada Allah meliputi iman terhada rububiyyah (ketuhanan) Allah SWT. Maksudnya, bahwa kita percaya dan yakin bahwa hanya Allah saja Tuhan yang menciptakan segala sesuatu, yang menguasai segala sesuatu, yang mengatur segala urusan, seperti memberi rezeki, menghidupkan dan mematikan, menurunkan hujan dan lain sebagainya. Allah berfirman,
﴿أَلَا لَهُ الْخَلْقُ وَالْأَمْرُ تَبَارَكَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ﴾
“Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam." (QS. al-A'raf: 54)
Ketiga, iman kepada Allah juga meliputi iman terhadap uluhiyyah (penghambaan) hanya kepada Allah. Demikian itu terealisasi dengan mengesakan Allah dalam berbagai bentuk ibadah. Kita tidak mempersembahkan sesuatu apapun dari ibadah kepada selain Allah SWT. Dan kita berlepas diri dari segala sesuatu yang disembah selain Allah. Ini merupakan konsekuensi logis dari persaksian kita bahwa tiada tuhan yang berhak disembah selain Allah.
Ibadah yang tidak boleh dipersembahkan kepada selain Allah meliputi segala sesuatu yang disukai dan diridhai oleh Allah, baik berupa perkataan maupun perbuatan, baik yang tampak maupun yang tersembunyi, seperti shalat, doa, menyembelih, nazar, meminta pertolongan, memohon perlindungan, takut, berharap dan lain sebagainya.
Tauhid uluhiyyah ini juga disebut tauhid ibadah. Ia merupakan inti dari semua risalah samawi. Allah berfirman,
﴿وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ﴾
“Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu." (QS. an-Nahl: 36)
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Makna thagut adalah segala sesuatu yang diposisikan oleh seorang hamba melampaui batasnya dari sesembahan atau yang diikuti atau yang ditaati." Imam Muhammad bin Abdul Wahhhab rahimahullah berkata, “Thagut itu jumlahnya banyak. Dan otaknya ada lima, Iblis laknatullah 'alaih, sesiapa yang disembah dan dia ridha, siapa yang menyeru orang lain untuk menyembah dirinya, siapa yang mengklaim mengetahui perkara yang ghaib dan siapa yang berhukum dengan selain apa yang Allah turunkan."[3]
Keempat, iman kepada Allah juga meliputi percaya dan yakin terhadap Nama-nama Allah yang baik dan Sifat-sifatNya yang tinggi. Demikian itu dengan meyakini segala sesuatu yang Allah kabarkan tentang diriNya dan yang dikabarkan oleh NabiNya saw berupa nama-nama dan sifat-sifat yang sesuai dengan keagunganNya, tanpa tahrif (menyelewengkan maknanya), ta'thil (tidak menafikannya), takyif (tidak membayangkan bagaimana rupa dan caranya), serta tidak pula tamtsil (menyerupakannya dengan makhlukNya).[4] Allah berfirman,
﴿لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ﴾
“Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dialah yang Maha Mendengar dan Melihat." (QS. asy-Syura: 11)
Allah menafikan tamtsil dan takyif dengan firmanNya, “Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia" dan Allah menafikan tahrif dan ta'thil dengan firmanNya, “Dan Dialah yang Maha Mendengar dan Melihat."
Kita memohon kepada Allah yang Maha Mulia lagi Maha Memberi agar memenuhi hati kita dengan iman dan mengokohkannya dengan keyakinan, serta menghiasinya dengan keikhlasan. Demikian, dan insya Allah kita akan mengulas pada pertemuan berikutnya dosa yang terbesar yang dengannya Allah didurhakai, yaitu syirik.
Dosa Terbesar yang Dengannya Allah Didurhakai
Pembahasan kita pada kesempatan ini adalah tentang dosa terbesar yang dengannya Allah didurhakai. Perbuatan ini sejatinya menafikan keimanan dan tauhid kepada Allah. Ia adalah syirik, yaitu menyekutukan Allah, sebagaimana firman Allah,
﴿إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ﴾
“Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar." (QS. Luqman: 13)
Dan dari Ibnu Mas'ud radhiyallahu 'anhu berkata, aku bertanya kepada Nabi saw, “Apakah dosa yang paling besar di sisi Allah?" Beliau menjawab, “Engkau menjadikan bagi Allah tandingan, padahal Dia yang menciptakanmu." (Muttafaq 'alaih)
Yang dimaksud dengan tandingan adalah sekutu.
Syirik itu ada dua bagian, yaitu syirik besar dan syirik kecil.
Syirik besar adalah dosa yang paling besar dan tidak diampuni oleh Allah, kecuali dengan taubat. Syirik ini menjadikan segala amalan menjadi batal. Siapa yang mati, sedang dia masih berada dalam kesyirikan ini, maka dia kekal di neraka. Na'udzubillah. Allah berfirman,
﴿إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا﴾
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar." (QS. an-Nisa': 48)
Allah juga berfirman,
﴿وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ ◌ بَلِ اللَّهَ فَاعْبُدْ وَكُنْ مِنَ الشَّاكِرِينَ﴾
“Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu, "Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan terhapus amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi. Karena itu, maka hendaklah Allah saja yang kamu sembah dan hendaklah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur." (QS. az-Zumar: 65-66)
Hakikat syirik besar adalah bahwa seseorang menjadikan sekutu bagi Allah atau menyerupakanNya dengan sesuatu yang lain dalam ketuhanan, penghambaan atau nama dan sifatNya.
Syirik itu kadang kala tampak, seperti orang yang menyembah berhala dan memohon kepada orang mati dan patung. Ada kalanya pula samar, seperti kesyirikan orang yang bertawakkal kepada tuhan-tuhan selain Allah, atau seperti kesyirikan dan kekafiran orang-orang munafik.
Ada kalanya pula kesyirikan itu pada keyakinan, seperti orang yang berkeyakinan bahwa ada yang menciptakan, memberi rezeki dan mengetahui yang ghaib selain Allah, atau berkeyakinan bolehnya mempersembahkan ibadah kepada selain Allah, atau berkeyakinan bahwa ada yang patut ditaati dengan ketaatan yang mutlak selain Allah, atau mencintai makhluk dengan cinta yang mempertuhankan seperti kecintaannya kepada Allah.
Ada kalanya juga kesyirikan itu pada ucapan, seperti doa dan isti'adzah (memohon perlindungan), istighatsah (minta tolong) kepada orang mati atau orang yang tidak ada.
Ada kalanya pula kesyirikan itu pada perbuatan, seperti orang yang menyembelih atau shalat atau sujud kepada selain Allah. Allah berfirman,
﴿قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ ◌ لَا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ﴾
“Katakanlah: sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)." (QS. al-An'am: 162-163)
Semoga Allah melindungi kita dari kesyirikan, baik yang tampak maupun yang tersembunyi. Demikian, dan kita lanjutkan insya Allah pada pembahasan berikutnya dengan bagian kedua dari syirik ini, yaitu syirik kecil.
Syirik Kecil
Kita akan melanjutkan pembahasan kita seputar macam-macam kesyirikan. Kali ini, kita akan membahas tentang bagian kedua dari macam-macam kesyirikan, yaitu syirik kecil.
Yang dimaksud dengan syirik kecil adalah segala sesuatu yang dilarang oleh syari'at dari hal-hal yang dapat menjerumuskan kepada syirik besar. Di dalam al-Qur'an dan Sunnah perbuatan ini juga disebut syirik.
Rasulullah saw bersabda,
(( إِنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَيكُم الشِّركُ الأصغَرُ )) قَالُوا: وَمَا الشِّركُ الأصغَرُ يَا رَسُولَ اللهِ؟ قَالَ: الرِّيَاءُ، يَقُولُ اللهُ لَهُمْ يَوْمَ يُجَازِي الْعِبَادَ بِأَعْمَالِهِمْ: اِذهَبُوا إِلَى الَّذِينَ كُنتُم تُرَاءُونَ فِي الدُّنْيَا، فَانظُرُوا هَلْ تَجِدُونَ عِندَهُم جَزَاءً.
“Sesungguhnya hal yang paling aku takuti menimpa kalian adalah syirik kecil" mereka bertanya, “Apakah syirik kecil itu, wahai Rasulullah?" Beliau bersabda, “Riya'. Allah berkata kepada mereka pada hari Dia membalas perbuatan hambaNya, “Pergilah kalian kepada orang-orang yang membuat kalian berbuat riya' itu. Lihatlah, apakah kalian mendapatkan balasan di sisi mereka." (HR. Ahmad, dishahihkan oleh Albani)
Riya' adalah memperbaiki ibadah secara zahir, atau memperlihatkannya, atau memberitahukannya dengan maksud mendapatkan perhatian orang lain dan mendapat pujian dari mereka.
Ada beberapa hal yang juga masuk ke dalam syirik kecil, yaitu sebagai berikut:
1. Meyakini sesuatu menjadi sebab datangnya manfaat atau tercegahnya mudarat, padahal Allah tidak menjadikannya sebagai sebab hal itu terjadi. Rasulullah saw bersabda,
إِنَّ الرُّقَى وَالتَّمَائِمَ وَالتِّوَلَةَ شِرْكٌ
“Sesungguhnya jampi-jampi, jimat dan pelet adalah syirik." (HR. Abu Daud, dishahihkan oleh Albani)
Yang dimaksud ruqyah (jampi-jampi) dalam hadits di atas adalah jampi-jampi yang tidak dapat dipahami maknanya, atau jampi-jampi yang terkandung di dalamnya kesyirikan kepada Allah. Adapun tama'im (jimat) adalah segala sesuatu yang dipakai oleh seseorang atau dikalungkan di tubuh hewan atau diletakkan pada barang-barang dengan keyakinan dapat mencegah penyakit 'ain atau keburukan lainnya.[5] Sedangkan tiwalah (pelet) adalah sejenis sihir yang diklaim dapat menjadikan pasangan suami istri menjadi semakin saling mencintai.
2. Syirik dalam ucapan, seperti bersumpah dengan selain Allah. Begitu juga ungkapan, “Jika Allah menghendaki dan engkau juga menghendaki" dan “Kalau bukan karena Allah dan karena si Fulan" dan lain sebagainya. Rasulullah saw bersabda,
مَنْ حَلَفَ بِغَيرِ اللهِ فَقَدْ كَفَرَ أَوْ أَشرَكَ
“Siapa yang bersumpah dengan selain Allah, maka dia telah kufur atau syirik." (HR. Tirmidzi, dishahihkan oleh Albani)
Nabi saw juga bersabda,
لَا تَقُولُوا: مَا شَاءَ اللهُ وَشَاءَ فُلَانٌ وَلَكِنْ قُولُوا: مَا شَاءَ اللهُ ثُمَّ شَاءَ فُلَانٌ
“Janganlah kalian mengatakan, “Jika Allah menghendaki dan si Fulan juga menghendaki" tapi katakanlah, “Jika Allah menghendaki, kemudian si Fulan menghendaki." (HR. Abu Daud dan Nasa'i, dishahihkan oleh Albani)
Semoga Allah mengaruniai kita keikhlasan dan amal yang baik, serta menyelamatkan kita dari riya', sedikit maupun banyak. Demikian pembahasan kali ini, insya Allah pada pembahasan berikutnya kita akan berbicara tentang rukun kedua dari rukun iman, yaitu iman kepada malaikat.
Iman Kepada Malaikat
Kita lanjutkan pembahasan kita tentang rukun iman. Pada pembahasan ini, kita akan berbicara tentang rukun kedua, yaitu iman kepada malaikat.
Iman kepada malaikat, yaitu dengan mempercayai keberadaan mereka dan bahwasanya mereka adalah hamba Allah yang mulia. Mereka diciptakan oleh Allah dari cahaya dan diberikan tugas dengan penuh ketaatan kepadaNya, tidak mendurhakaiNya dan mengerjakan apa saja yang diperintahkan kepada mereka. Allah berfirman,
﴿آمَنَ الرَّسُولُ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْهِ مِنْ رَبِّهِ وَالْمُؤْمِنُونَ كُلٌّ آمَنَ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ﴾
“Rasul telah beriman kepada Al Quran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya." (QS. al-Baqarah: 285)
Para malaikat adalah hamba Allah yang senantiasa tunduk kepada Allah SWT. Allah berfirman mengenai mereka,
﴿لَا يَسْبِقُونَهُ بِالْقَوْلِ وَهُمْ بِأَمْرِهِ يَعْمَلُونَ﴾
“Mereka itu tidak mendahului-Nya dengan perkataan dan mereka mengerjakan perintah-perintah-Nya." (QS. al-Anbiya': 27)
Allah juga berfirman,
﴿لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ﴾
“Mereka tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan." (QS. at-Tahrim: 6)
Di antara dalil yang menyebutkan bentuk penciptaan mereka adalah firman Allah,
﴿ الْحَمْدُ لِلَّهِ فَاطِرِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ جَاعِلِ الْمَلَائِكَةِ رُسُلًا أُولِي أَجْنِحَةٍ مَثْنَى وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ يَزِيدُ فِي الْخَلْقِ مَا يَشَاءُ إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ﴾
“Segala puji bagi Allah Pencipta langit dan bumi, Yang menjadikan malaikat sebagai utusan-utusan (untuk mengurus berbagai macam urusan), yang mempunyai sayap, masing-masing (ada yang) dua, tiga dan empat. Allah menambahkan pada ciptaan-Nya apa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu." (QS. Fathir: 1)
Rasulullah saw juga bersabda,
خُلِقَتِ الْمَلَائِكَةُ مِنْ نُورٍ
“Para malaikat itu diciptakan dari api." (HR. Muslim)
Beliau juga bersabda,
أُذِنَ لِي أَن أُحَدِّثَ عَن مَلَكٍ مِن مَلَائِكَةِ اللهِ مِن حَمَلَةِ الْعَرشِ إِنَّ مَا بَينَ شَحْمَةِ أُذُنِهِ إِلَى عَاتِقِهِ مَسِيرَةُ سَبعِ مِائَةِ عَامٍ
“Aku diizinkan untuk menceritakan salah satu dari malaikat Allah yang bertugas membawa 'Arsy, sesungguhnya jarak antara daun telinga dan pundaknya sejauh tujuh ratus tahun." (HR. Abu Daud)
Beberapa dalil menyebutkan nama dan tugas mereka, di antaranya: Jibril 'alaihissalam, bertugas menyampaikan wahyu. Allah berfirman,
﴿نَزَلَ بِهِ الرُّوحُ الْأَمِينُ عَلَى قَلْبِكَ﴾
“Ia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril), ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan." (QS. asy-Syu'ara: 193-194)
Berikutnya adalah Mikail 'alaihissalam, bertugas menurunkan hujan. Israfil 'alaihissalam, bertugas meniup sangkakala. Malaikat maut 'alaihissalam, bertugas mencabut nyawa. Selain mereka ada juga malaikat pemelihara, pencatat perbuatan, penjaga surga, penjaga neraka dan lainnya yang tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah.
Iman kepada malaikat memiliki konsekuensi, yaitu mencintai dan menyayangi mereka. Allah berfirman,
﴿مَنْ كَانَ عَدُوًّا لِلَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَرُسُلِهِ وَجِبْرِيلَ وَمِيكَالَ فَإِنَّ اللَّهَ عَدُوٌّ لِلْكَافِرِينَ﴾
“Barang siapa yang menjadi musuh Allah, malaikat-malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya, Jibril dan Mikail, maka sesungguhnya Allah adalah musuh orang-orang kafir." (QS. al-Baqarah: 98)
Setiap muslim harus berusaha menghindari sesuatu yang dapat mengganggu dan menyakiti mereka, seperti apa yang disabdakan oleh Nabi saw,
مَنْ أَكَلَ الْبَصَلَ وَالثَّومَ وَالْكَرَّاثَ فَلَا يَقْرَبَنَّ مَسجِدَنَا، فَإِنَّ الْمَلَائِكَةَ تَتَأَذَّى مِمَّا يَتَأَذَّى مِنهُ بَنُو آدَمَ
“Siapa yang makan bawang merah, bawang putih dan daun bawang, maka janganlah dia mendekati masjid kami, sebab para malaikat merasa terganggu dengan sesuatu yang dapat mengganggu manusia." (HR. Muslim)
Demikian pula sabda beliau,
لَا يَدْخُلُ الْمَلَائِكَةُ بَيتًا فِيهِ كَلْبٌ وَلَا صُورَةٌ
“Malaikat tidak memasuki rumah yang di dalamnya ada anjing dan patung." (HR. Muslim)
Semoga Allah menjadikan kita orang-orang yang beriman kepada malaikat, mencintai mereka dan menghindari sesuatu yang dapat mengganggu mereka. Demikian bahasan kita, insya Allah kita sambung pada pertemuan berikutnya dengan pembahasan tentang rukun ketiga dari rukun iman , yaitu iman kepada kitab-kitab.
Iman Kepada Kitab-kitab
Pada kajian ini, kita akan membahas rukun ketiga dari rukun iman, yaitu iman kepada kitab-kitab. Beriman kepada kitab-kitab, yaitu dengan mempercayai semua kitab yang diturunkan oleh Allah SWT kepada para rasulNya, sebagai hujjah kepada seluruh alam dan petunjuk bagi mereka yang diberi petunjuk.
Kita beriman, secara khusus kepada kitab-kitab yang disebutkan oleh Allah, seperti Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa 'alaihissalam, Injil yang diturunkan kepada Nabi Isa 'alaihissalam, Zabur yang diturunkan kepada Nabi Daud 'alaihissalam, dan al-Qur'an yang diturunkan kepada penutup para Nabi, yaitu Nabi Muhammad saw. Allah berfirman,
﴿قُولُوا آمَنَّا بِاللَّهِ وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْنَا وَمَا أُنْزِلَ إِلَى إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ وَالْأَسْبَاطِ وَمَا أُوتِيَ مُوسَى وَعِيسَى وَمَا أُوتِيَ النَّبِيُّونَ مِنْ رَبِّهِمْ﴾
“Katakanlah (hai orang-orang mukmin): "Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Isma'il, Ishaq, Ya'qub dan anak cucunya, dan apa yang diberikan kepada Musa dan Isa serta apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhan mereka." (QS. al- Baqarah: 136)
Al-Qur'an adalah penutup kitab-kitab samawiyyah. Ia menjadi kitab yang menghapus kitab-kitab yang pernah diturunkan sebelumnya. Allah berfirman,
﴿وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الْكِتَابِ وَمُهَيْمِنًا عَلَيْهِ﴾
“Dan Kami telah turunkan kepadamu al-Qur'an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu." (QS. al-Maidah: 48)
Firman Allah, “Batu ujian terhadap kitab-kitab (sebelumnya)" bermakna bahwa al-Qur'an yang mulia menjadi penentu bagi kitab-kitab terdahulu. al-Qur'an menguasai kitab-kitab sebelumnya dan menghapus kitab-kitab tersebut.
Setiap muslim wajib mengagungkan kitabullah dan menghormatinya dengan cara menghalalkan apa yang dihalalkannya, mengharamkan apa yang diharamkannya, mengambil pelajaran dari kisah dan permisalannya, beramal dengan kandungannya, membacanya dengan sebenar-benarnya dan membelanya.
Kita memohon kepada Allah agar mengaruniai kita kepahaman terhadap kitabNya, senantiasa mentadabburi dan mengamalkannya. Sekian untuk pembahasan ini, kita lanjutkan pada pertemuan berikutnya, insya Allah, dengan pembahasan rukun keempat dari rukun iman, yaitu iman kepada para Rasul (utusan Allah).
Iman Kepada Para Rasul
Kita akan membahas tentang rukun keempat dari rukun iman, yaitu iman kepada para Rasul (utusan Allah).
Iman kepada para Rasul, yaitu dengan mempercayai bahwa Allah SWT telah mengutus dalam setiap umat seorang Rasul (utusan Allah) dari golongan mereka yang menyeru mereka untuk beribadah kepada Allah semata, tanpa menyekutukanNya dan menjauhi peribadatan kepada thagut. Semua Rasul adalah orang-orang bertakwa, terpercaya, pemberi petunjuk dan yang mendapat petunjuk. Mereka menyampaikan semua yang dengannya Allah utus mereka. Mereka tidak menyembunyikan dan tidak merubah sesuatu apapun darinya. Mereka tidak menambah walaupun satu huruf dari diri mereka dan tidak pula menguranginya. Allah berfirman,
﴿رُسُلًا مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ لِئَلَّا يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَى اللَّهِ حُجَّةٌ بَعْدَ الرُّسُلِ وَكَانَ اللَّهُ عَزِيزًا حَكِيمًا﴾
“(Mereka Kami utus) selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan agar supaya tidak ada alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya rasul-rasul itu. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (QS. an-Nisa': 165)
Allah juga berfirman,
﴿ وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ﴾
“Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu." (QS. an-Nahl: 36)
Kita beriman, khususnya kepada para Rasul yang disebutkan oleh Allah SWT, seperti Muhammad, Ibrahim, Musa, Isa, Nuh dan lainnya 'alaihimushalatu wassalam.
Siapa saja yang mendustakan risalah salah satu dari mereka, maka dia kufur terhadap semua Rasul. Oleh sebab itu Allah SWT berfirman,
﴿كَذَّبَتْ قَوْمُ نُوحٍ الْمُرْسَلِينَ﴾
“Kaum Nuh telah mendustakan para rasul." (QS. asy-Syu'ara: 105)
Allah juga berfirman,
﴿كَذَّبَتْ عَادٌ الْمُرْسَلِينَ﴾
“Kaum 'Aad telah mendustakan para rasul." (QS. asy-Syu'ara: 123)
Tentunya sudah diketahui, bahwa setiap umat terdahulu mendustakan Rasul yang diutus kepada mereka. Hanya saja, pendustaan terhadap seorang Rasul sama dengan mendustakan semua Rasul, karena kesatuan agama dan kesamaan Dzat yang mengutus mereka, yaitu Allah SWT.
Allah SWT telah menutup para Rasul dengan Nabi Muhammad saw, sebagaimana firman Allah SWT,
﴿مَا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَا أَحَدٍ مِنْ رِجَالِكُمْ وَلَكِنْ رَسُولَ اللَّهِ وَخَاتَمَ النَّبِيِّينَ﴾
“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi." (QS. al- Ahzab: 40)
Dan Allah menjadikan agamanya sebagai penghapus agama-agama sebelumnya. Allah berfirman,
﴿وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ﴾
“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) darinya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi." (QS. Ali Imran: 85)
Rasulullah saw juga bersabda,
وَالَّذِيْ نَفْسُ محمدٍ بِيَدِهِ لَا يَسْمَعُ بِي أَحَدٌ مِنْ هَذِهِ الْأُمَّةِ يَهُودِيٌّ وَلَا نَصْرَانِيٌّ ثُمَّ يَمُوتُ وَلَمْ يُؤْمِنْ بِالَّذِيْ أُرْسِلْتُ بِهِ إِلَّا كَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ
“Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tanganNya, tidak ada seorangpun yang mendengarku dari umat ini, baik Yahudi maupun Nasrani, lalu dia mati sedang dia tidak beriman kepada risalahku, kecuali dia menjadi penduduk neraka." (HR. Muslim)
Dan siapa yang mengklaim bahwa Allah menerima agama selain syari'at Nabi Muhammad saw setelah beliau diutus, maka dia kafir, sebab dia mendustakan al-Qur'an dan Sunnah, serta ijma' ulama kaum muslimin.
Kita memohon kepada Allah SWT agar senantiasa menjadikan kita orang yang beriman kepada para Rasul, mengikuti jejak mereka dan meneladani mereka. Demikian, dan kita akan lanjutkan pembahasan berikutnya pada pertemuan selanjutnya, insya Allah, tentang rukun kelima dari rukun iman, yaitu iman kepada hari akhir.
Iman Kepada Hari Akhir
Kita lanjutkan pembahasan kita tentang rukun iman. Pada pertemuan ini, kita akan membahas tentang rukun kelima, yaitu iman kepada hari akhir.
Iman kepada hari akhir atau hari kiamat, yaitu dengan meyakini dengan sebenar-benarnya bahwa Allah SWT akan membangkitkan manusia dari kuburnya, kemudian akan meminta pertanggungjawaban mereka dan membalas mereka atas apa yang telah mereka kerjakan, hingga para penghuni surga menetap di tempat mereka dan penduduk neraka menetap di tempat mereka.
Allah berfirman,
﴿وَلَكِنَّ الْبِرَّ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ﴾
“Akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah dan hari kemudian." (QS. al-Baqarah: 177)
Allah juga berfirman,
﴿وَنَضَعُ الْمَوَازِينَ الْقِسْطَ لِيَوْمِ الْقِيَامَةِ فَلَا تُظْلَمُ نَفْسٌ شَيْئًا وَإِنْ كَانَ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ أَتَيْنَا بِهَا وَكَفَى بِنَا حَاسِبِينَ﴾
“Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tiadalah dirugikan seseorang barang sedikitpun. Dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawipun pasti Kami mendatangkan (pahala)nya. Dan cukuplah Kami sebagai pembuat perhitungan." (QS. al-Anbiya': 47)
Iman kepada hari akhir meliputi iman kepada hal-hal yang terjadi di alam kubur, seperti pertanyaan malaikat, kenikmatan dan siksa. Begitu pula iman kapada kebangkitan manusia dari kubur mereka, lalu mereka dihimpun di padang mahsyar, dihisab dan diberi balasan atas perbuatan mereka. Demikian pula iman kepada timbangan dan titian shirat, serta buku catatan amal yang diberikan dengan tangan kanan atau dari belakang punggung dengan tangan kiri.
Dan para saat terjadi hari kiamat ada goncangan yang dahsyat. Allah berfirman,
﴿يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمْ إِنَّ زَلْزَلَةَ السَّاعَةِ شَيْءٌ عَظِيمٌ ◌ يَوْمَ تَرَوْنَهَا تَذْهَلُ كُلُّ مُرْضِعَةٍ عَمَّا أَرْضَعَتْ وَتَضَعُ كُلُّ ذَاتِ حَمْلٍ حَمْلَهَا وَتَرَى النَّاسَ سُكَارَى وَمَا هُمْ بِسُكَارَى وَلَكِنَّ عَذَابَ اللَّهِ شَدِيدٌ﴾
“Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu; sesungguhnya kegoncangan hari kiamat itu adalah suatu kejadian yang sangat besar (dahsyat). (Ingatlah) pada hari (ketika) kamu melihat kegoncangan itu, lalailah semua wanita yang menyusui anaknya dari anak yang disusuinya dan gugurlah kandungan semua wanita yang hamil, dan kamu lihat manusia dalam keadaan mabuk, padahal sebenarnya mereka tidak mabuk, akan tetapi azab Allah itu sangat kerasnya." (QS. al-Hajj: 1-2)
Rasulullah saw juga bersabda,
مَنْ سَرَّهُ أَنْ يَنْظُرَ إِلَى يَومِ الْقِيَامَةِ كَأَنَّهُ رَأْيَ عَيْنٍ فَلْيَقْرَأْ إِذَا الشَّمْسُ كُوِّرَتْ وَإِذَا السَّمَاءُ انْفَطَرَتْ وَإِذَا السَّمَاءُ انْشَقَّتْ
“Siapa yang ingin menyaksikan hari kiamat seakan-akan dia melihatnya dengan mata sendiri, maka hendaknya dia membaca surat at-Takwir, al-Infithar dan al-Insyiqaq." (HR. Tirmidzi dan dishahihkan oleh Albani)
Siapa yang beriman kepada hari akhir, maka akan bertambah semangatnya melakukan ketaatan dan takut berbuat maksiat dan kemungkaran. Dengan itu pula akan merasa terhibur orang-orang yang diuji oleh Allah dengan kesempitan hidup atau berada dalam tekanan kezaliman, bahwa kelak akan ada suatu hari di mana mereka akan mengambil kembali hak mereka yang terzalimi. Ketika orang-orang beriman telah masuk surga, mereka melupakan semua rasa lelah dan sakit mereka. Demikian pula orang-orang yang masuk neraka, ketika mereka sudah memasukinya, mereka lupa semua kelezatan yang telah mereka lewati.
Semoga Allah menjadikan kita orang-orang yang datang pada hari kiamat dalam kondisi aman dan dikumpulkan bersama golongan Nabi Muhammad saw. Demikian bahasan kita, insya Allah, kita lanjutkan pada pertemuan berikutnya dengan pembahasan seputar tanda-tanda hari kiamat.
Tanda-tanda Hari Kiamat
Kita akan membahas pada pertemuan ini seputar tanda-tanda hari kiamat, yaitu tanda-tanda yang terjadi sebelum tibanya hari kiamat, yang menunjukkan sebentar lagi ia akan terjadi.
Tanda-tanda ini terbagi menjadi dua, yaitu tanda-tanda kecil dan tanda-tanda besar. Tanda-tanda kecil biasanya mendahului hari kiamat dalam rentang waktu yang panjang. Di antaranya ada yang telah terjadi dan yang telah berlalu, namun dapat kembali terulang. Di antara tanda-tanda itu, ada pula yang sudah tampak, masih tetap terlihat dan datang beriringan. Ada juga dari tanda-tanda itu yang belum terjadi hingga kini, namun pasti akan terjadi sebagaimana dikabarkan oleh Nabi Muhammad saw.
Tanda-tanda kiamat kecil banyak, di antaranya: tercabutnya ilmu, tersebarnya fitnah (kekacauan), menjamurnya hal-hal keji, banyaknya pembunuhan dan gempa, berdekatannya zaman, banyak dari para Dajjal yang mengklaim diri sebagai nabi, tampaknya orang-orang miskin penggembala kambing yang tak beralas kaki dan telanjang tiba-tiba saling berlomba meninggikan bangunan, berkumpulnya bangsa-bangsa memangsa kaum muslimin, lalu kemenangan kaum muslimin atas Yahudi dalam pertempuran di mana saat itu bebatuan dan pepohonan pun berbicara, memberitahu kaum muslimin tempat persembunyian Yahudi, dan lain sebagainya dari tanda-tanda kiamat kecil, sebagaimana dikabarkan oleh Nabi saw, “Sesungguhnya di antara tanda-tanda kiamat adalah tercabutnya ilmu, tersebarnya kebodohan, banyaknya perzinahan dan orang-orang meminum khamr, sedikitnya laki-laki dan banyaknya perempuan, sampai-sampai perbandingannya lima puluh perempuan berbanding satu laki-laki." (Muttafaq 'alaih)
Adapun tanda-tanda kiamat besar adalah terjadinya hal-hal besar yang menunjukkan dekatnya waktu kiamat dan tersisanya waktu yang singkat sampai terjadinya hari yang dahsyat itu.
Imam Muslim meriwayatkan di dalam Shahihnya dari Hudzaifah bin Asid al-Ghifari radhiyallahu 'anhu berkata, “Nabi saw menghampiri kami saat kami sedang berbincang-bincang. Lalu beliau bertanya, “Apa gerangan yang kalian bincangkan?" Mereka menjawab, “Tentang hari kiamat" Beliau pun bersabda, “Sesungguhnya dia tak akan tiba sebelum kalian menyaksikan sepuluh tanda" lalu Beliau menyebutkan dukhan (asap), Dajjal, hewan besar, terbitnya matahari dari arah barat, turunnya Isa putra Maryam 'alaihissalam, Ya'juj dan Ma'juj, tiga penbenaman, pembenaman terjadi di timur, pembenaman di barat dan pembenaman di Jazirah Arab, kemudian tanda yang terakhir adalah api yang keluar dari Yaman yang menggiring manusia ke tempat berhimpun."
Kita memohon kepada Allah agar memberikan kepada kita petunjuk dan melindungi kita dari segala fitnah, baik yang tampak maupun yang tersembunyi. Demikian, kita lanjutkan, insya Allah, pada pertemuan selanjutnya dengan pembahasan tentang rukun keenam, rukun terakhir dari rukun iman, yaitu iman kepada takdir Allah yang baik dan yang buruk.
Iman Kepada Takdir Baik dan Buruk
Pada kajian ini, kita akan membahas tentang rukun iman yang keenam, yaitu iman kepada takdir baik dan buruk.
Iman kepada takdir baik dan buruk, yaitu dengan mempercayai bahwa setiap kebaikan dan keburukan terjadi dengan ketetapan dan takdir dari Allah SWT. Allah mengetahui setiap yang terjadi sebelum ia terjadi dan telah menuliskannya di Lauhul Mahfuzh. Segala sesuatu tidak akan terjadi melainkan dengan kehendak Allah. Dan bahwasanya Allah Maha menciptakan segala sesuatu dan melakukan segala yang dikehendakiNya.
Allah berfirman, memberitahukan tentang pengetahuanNya yang mendahului segala sesuatu,
﴿أَلَمْ تَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِي السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ إِنَّ ذَلِكَ فِي كِتَابٍ إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ﴾
“Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang ada di langit dan di bumi?; bahwasanya yang demikian itu terdapat dalam sebuah kitab (Lauh Mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu amat mudah bagi Allah." (QS. al-Hajj: 70)
Dari Abdullah bin 'Amr bin 'Ash radhiyallahu 'anhuma berkata, aku mendengar Rasulullah saw bersabda,
كَتَبَ اللهُ مَقَادِيرَ الْخَلَائِقِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ بِخَمْسِيْنَ أَلْفَ سَنَةٍ، قَالَ: وَعَرْشُهُ عَلَى الْمَاءِ
“Allah telah menuliskan takdir semua makhluk lima puluh tahun sebelum Dia menciptakan langit dan bumi." Beliau bersabda, “Dan 'arsyNya berada di atas air." (HR. Muslim)
Allah juga menjelaskan kehendakNya yang pasti berlaku terhadap apa pun jua. Allah berfirman,
﴿وَمَا تَشَاءُونَ إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ﴾
“Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam." (QS. at-Takwir: 29)
Allah juga menerangkan bahwa Dia menciptakan segala sesuatu dan apa yang mereka lakukan. Allah berfirman,
﴿وَاللَّهُ خَلَقَكُمْ وَمَا تَعْمَلُونَ﴾
“Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu." (QS. ash-Shaffat: 96)
Di antara konsekuensi keimanan terhadap takdir adalah kita percaya bahwa:
· Seorang hamba memiliki peran dalam memilih dan menentukan. Dengan itu dia merealisasikan apa yang ingin dia perbuat. Allah berfirman,
﴿لِمَنْ شَاءَ مِنْكُمْ أَنْ يَسْتَقِيمَ﴾
“(yaitu) bagi siapa di antara kamu yang mau menempuh jalan yang lurus." (QS. at-Takwir: 28)
Allah juga berfirman,
﴿لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا﴾
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya." (QS. al-Baqarah: 286)
· Kehendak seorang hamba dan kekuasaannya tidak keluar dari kekuasaan Allah dan kehendakNya. Sebab Allah lah yang mengaruniainya kemampuan untuk memilih. Allah berfirman,
﴿وَمَا تَشَاءُونَ إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ﴾
“Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam." (QS. at-Takwir: 29)
· Kita percaya bahwa takdir adalah rahasia Allah dalam urusan hambaNya. Apa yang Dia terangkan kepada kita, kita ketahui dan kita imani. Adapun yang tersembunyi, kita serahkan kepadaNya dan kita imani. Kita tidak boleh menggugat Allah dalam perbuatan dan ketetapanNya dengan akal kita yang terbatas dan pemahaman kita yang lemah. Kita harus beriman terhadap keadilan Allah yang sempurna dan kebijaksanaannya yang pasti. Dan bahwasanya Allah tidak ditanya tentang apa yang Dia kerjakan.
Kita memohon kepada Allah agar menetapkan bagi kita takdir yang baik dan memudahkan jalan menuju ke sana. Semoga Allah mengaruniai kita keridhaan dan ketenangan terhadap takdirNya. Demikian, kita lanjutkan pada pertemuan berikutnya dengan pembahasan seputar buah keimanan terhadap takdir baik dan buruk, insya Allah.
Buah Keimanan Kepada Takdir
Pada pertemuan sebelumnya, kita telah membahas tentang iman kepada takdir yang meliputi keimanan terhadap pengetahuan Allah yang mendahului segala sesuatu, Allah menuliskannya di Lauhul Mahfuzh, segala sesuatu tidak terjadi kecuali dengan kehendak Allah dan Allah yang menciptakan segala sesuatu.
Kita akan membahas pada kajian ini tentang buah keimanan kepada takdir. Di antaranya:
- Ia merupakan motivasi terbesar yang mendorong seseorang untuk beramal dan mengerjakan sesuatu yang diridhai oleh Allah SWT dalam kehidupan ini. Seorang mukmin diperintahkan untuk mencari sebab sembari bertawakkal kepada Allah SWT, serta mengimani bahwa sebab itu tidak dapat mendatangkan hasil, melainkan dengan izin Allah. Sebab Allah yang menciptakan sebab itu dan Dia pula yang menciptakan hasilnya. Nabi saw bersabda,
اِحْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ، وَاسْتَعِنْ بِاللهِ وَلَا تَعْجَزْ، وَإِنْ أَصَابَكَ شَيءٌ فَلَا تَقُلْ: لَوْ أَنِّي فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَذَا، وَلَكِنْ قُلْ: قَدَرُ اللهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ، فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ أَبْوَابَ الشَّيطَانِ
“Bersungguh-sungguhlah dalam meraih sesuatu yang bermanfaat bagimu. Mintalah pertolongan dari Allah dan jangan lemah. Jika ada sesuatu menimpamu, jangan katakana, “Kalau saja aku lakukan ini, pasti akan begini dan begitu" akan tetapi katakanlah, “Ini adalah takdir Allah. Apa yang Dia kehendaki pasti terjadi" sebab kata-kata 'kalau' itu dapat membuka perbuatan setan." (HR. Muslim)
Beliau juga bersabda,
اِعْمَلُوا فَكُلٌّ مُيَسَّرٌ لِمَا خُلِقَ لَهُ
“Berbuatlah, sebab setiap orang dimudahkan terhadap apa yang diciptakan untuknya." (HR. Bukhari)
- Buah yang lain dari iman kepada takdir adalah menumbuhkan rasa syukur terhadap nikmat yang diraih dan mencegah dari sifat sombong dan angkuh. Selain itu juga menjadikan diri bersabar saat mendapatkan ujian dari Allah berupa musibah, serta tidak putus asa dan galau. Allah berfirman,
﴿مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ ◌ لِكَيْلَا تَأْسَوْا عَلَى مَا فَاتَكُمْ وَلَا تَفْرَحُوا بِمَا آتَاكُمْ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ﴾
“Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri." (QS. al- Hadid: 22-23)
- Di antara buah keimanan terhadap takdir adalah membunuh sifat iri dan dengki. Seorang mukmin pantang iri terhadap karunia yang Allah berikan kepada orang lain, sebab Allah lah yang memberi mereka rezeki dan mentakdirkan semua itu. Seorang pendengki sejatinya ketika dia dengki kepada orang lain, dia sedang menggugat takdir Allah dan tidak terima dengan pembagianNya.
- Di antara buah keimanan itu juga, bahwa ia membangkitkan dalam hati keberanian untuk menghadapi kesulitan dan menguatkan tekad, sebab ia meyakini bahwa ajal dan rezeki ditakdirkan oleh Allah dan bahwasanya seseorang tidak akan ditimpa oleh sesuatu yang tidak ditetapkan untuknya, sebagaimana firman Allah,
﴿قُلْ لَنْ يُصِيبَنَا إِلَّا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَنَا هُوَ مَوْلَانَا وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ﴾
“Katakanlah: "Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah untuk kami. Dialah Pelindung kami, dan hanya kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal." (QS. at-Taubah: 51)
Kita memohon kepada Allah agar menambahkan bagi kita keimanan, keyakinan dan keteguhan di atas agamaNya, serta mengaruniai kita khusnul khatimah. Kita lanjutkan pada kajian berikutnya dengan pembahasan tentang rukun Islam.
RUKUN ISLAM
Dua Kalimat Syahadat
(Syahadat: La Ilaaha Illallah)
Pada kajian ini, kita akan membahas seputar rukun Islam yang lima, yang di atasnya tegak agama Islam ini. Rasulullah saw bersabda,
بُنِيَ الْإِسْلَامُ عَلَى خَمْسٍ، شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلهَ إِلَّا الله وَأنَّ محمدًا عَبدُهُ وَرَسُولُهُ، وَإِقَامِ الصَّلَاةِ، وَإيتَاءِ الزَّكَاةِ، وَحَجِّ البَيتِ، وَصَومِ رَمَضَانَ
“Islam dibangun di atas lima pilar, yaitu syahadat bahwasanya tiada tuhan selain Allah dan bahwasanya Muhammad adalah hamba dan utusanNya, mendirikan shalat, menunaikan zakat, haji ke Baitullah dan puasa Ramadhan." (Muttafaq 'alaih)
Rukun pertama adalah dua kalimat syahadat, yaitu persaksian bahwa tiada tuhan selain Allah dan bahwasanya Muhammad adalah utusan Allah. Dua kalimat syahadat ini merupakan kunci Islam. Tidak mungkin bagi seseorang masuk kepadanya, kecuali dengan dua kalimat ini. Rasulullah saw bersabda,
أُمِرتُ أن أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشهَدُوا أن لَا إلهَ إلّا الله وَأنَّ محمدا رَسُولُ اللهِ، وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ، وَتُؤتُوا الزَّكَاةَ، فَإذَا فَعَلُوا ذلِكَ عَصَمُوا مِنِّي دِمَاءَهُم وَأموَالَهم إلا بِحَقِّ الإسلَامِ، وَحِسَابُهُم عَلَى اللهِ
“Aku diperintahkan untuk memerangi manusia, sampai mereka bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat dan menunaikan zakat. Jika mereka melakukan hal itu, maka terpeliharalah dariku darah dan harta mereka, kecuali dengan hak Islam, sedangkan perhitungan mereka diserahkan pada Allah." (HR. Bukhari)
Rasulullah saw juga bersabda,
مَن كَانَ آخِرُ كَلَامِهِ لَا إلهَ إلَّا اللهُ دَخَلَ الجَنَّةَ
“Siapa yang akhir ucapannya adalah la Ilaaha illallahu, maka dia masuk surga." (HR. Abu Daud)
Makna kalimat Laa ilaah illallah (tiada tuhan selain Allah), yaitu pengakuan dengan lisan dan keyakinan di dalam hati bahwa tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi selain Allah SWT. Adapun sesembahan-sesembahan yang ada selain Allah itu adalah sesembahan yang batil dan disembah secara batil.
Maka, kalimat Laa ilaaha illallah maksudnya adalah menafikan ketuhanan sesungguhnya dari selain Allah dan menetapkannya hanya bagi Allah semata. Allah berfirman,
﴿فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى﴾
“Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat." (QS. al-Baqarah: 256)
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Yang dimaksud thagut adalah segala sesuatu yang diperlakukan oleh seorang hamba dengan melampaui batas dari sesembahan, yang diikuti dan yang ditaati."
Imam Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah berkata, “Thagut itu banyak macamnya. Dan dedengkotnya ada lima: Iblis yang dilaknat Allah, siapa yang disembah sedang dia ridha dengan itu, siapa yang menyeru manusia agar menyembah dirinya, siapa yang mengklaim mengetahui sesuatu yang ghaib, dan siapa yang berhukum dengan selain apa yang diturunkan oleh Allah."[6]
Tujuan utama dari diutusnya Rasul adalah untuk mentauhidkan Allah SWT dan mengesakanNya dalam segala bentuk ibadah. Allah berfirman,
﴿وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ﴾
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah thaghut itu." (QS. an-Nahl: 36)
Semoga Allah menjadikan kita hambaNya yang bertauhid dengan tauhid yang murni dan mengikuti petunjuk Nabi Muhammad saw yang mulia. Demikian kajian kita, dan kita lanjutkan pada kajian berikutnya dengan pembahasan tentang makna syahadat bahwa Muhammad saw adalah utusan Allah.
Dua Kalimat Syahadat
(Syahadat bahwa Muhammad saw adalah utusan Allah)
Kita lanjutkan pembahasan kita seputar rukun pertama dari rukun Islam, di mana kita telah sampai pada pembahasan tentang syahadat bahwa Muhammad saw adalah utusan Allah.
Maknanya adalah pengakuan bahwa Muhammad saw adalah hamba Allah SWT yang Dia utus untuk menyampaikan agamaNya dan membimbing segenap hambaNya. Allah berfirman,
﴿وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا كَافَّةً لِلنَّاسِ بَشِيرًا وَنَذِيرًا﴾
“Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan." (QS. Saba': 28)
Dan firman Allah,
﴿وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ﴾
“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam." (QS. al-Anbiya': 107)
Kandungan dari syahadat ini, yaitu membenarkan segala yang dikabarkan oleh Nabi Muhammad saw, mentaati perintah beliau, menjauhi segala yang beliau larang, dan hendaknya tidak mempersembahkan ibadah kepada Allah kecuali dengan tuntunan beliau. Allah berfirman,
﴿وَالَّذِي جَاءَ بِالصِّدْقِ وَصَدَّقَ بِهِ أُولَئِكَ هُمُ الْمُتَّقُونَ﴾
“Dan orang yang membawa kebenaran (Muhammad) dan membenarkannya, mereka itulah orang-orang yang bertakwa." (QS. az-Zumar: 33)
Allah juga berfirman,
﴿وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى ◌ إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَى﴾
“Dan tiadalah yang diucapkannya itu (al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya)." (QS. an-Najm: 3-4)
Dan firmanNya,
﴿وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ رَسُولٍ إِلَّا لِيُطَاعَ بِإِذْنِ اللَّهِ﴾
“Dan Kami tidak mengutus seseorang rasul melainkan untuk ditaati dengan seizin Allah." (QS. an-Nisa': 64)
Dan firmanNya,
﴿فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا﴾
“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya." (QS. an-Nisa': 65)
Dua kalimat syahadat ini tidah sah hanya dengan keyakinan di dalam hati, tetapi disyaratkan bagi orang yang hendak masuk Islam agar mengucapkannya dengan lisan dan melaksanakan kandungannya.
Kita memohon kepada Allah agar menjadikan kita bagian dari pengikut Nabi Muhammad saw. Demikian kajian kita, dan kita lanjutkan insyaAllah pada pertemuan berikutnya dengan pembahasan mengenai dosa yang dilakukan sebagian kaum muslimin, sedang mereka mengira hal itu adalah kebajikan.
Bid'ah Dalam Agama
Pada kajian ini, kita akan membahas tentang dosa yang dilakukan oleh sebagian kaum muslimin, yang mereka kira hal itu adalah kebajikan, yaitu bid'ah dalam agama.
Bid'ah dalam agama adalah beribadah kepada Allah SWT dengan sesuatu yang tidak ada dasarnya di dalam syari'at, atau beribadah kepada Allah SWT dengan sesuatu yang tidak ada tuntunannya dari Nabi saw dan tidak pula dari Khulafa' ar-Rasyidin radhiyallahu 'anhum.
Allah telah menjelaskan bahwa agama ini sudah sempurna dengan firmanNya,
﴿الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا﴾
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu." (QS. al-Maidah: 3)
Nabi Muhammad saw memperingatkan umatnya dari bid'ah dan mengada-adakan sesuatu yang baru dalam agama dengan sabda beliau,
مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ فِيهِ فَهُوَ رَدٌّ
“Siapa yang mengada-adakan perkara baru dalam urusan (agama) ini, sesuatu yang tidak ada sumbernya, maka ia tertolak." (Muttafaq 'alaih)
Makna “Ia tertolak" adalah tidak diterima. Rasulullah saw juga bersabda,
“Aku berwasiat kepada kalian agar senantiasa bertakwa kepada Allah, serta taat dan patuh (kepada pemimpim), walaupun seaorang hamba sahaya Habasyi. Sebab sesungguhnya siapa yang hidup di antara kalian setelahku pasti akan melihat perselisihan yang banyak. Oleh karena itu, berpegang teguhlah kepada sunnahku dan tuntunan para Khulafa' ar-Rasyidin yang diberi petunjuk. Pegang eratlah ia dan gigitlah dengan geraham kalian. Hindarilah oleh kalian hal-hal baru (dalam agama), sebab sesungguhnya setiap hal baru adalah bid'ah. Dan setiap bid'ah adalah sesat." (HR. Abu Daud dan dishahihkan oleh al-Albani)
Bid'ah itu beragam. Di antaranya adalah bid'ah i'tiqadiyyah (terkait keyakinan), seperti mengingkari nama-nama dan sifat-sifat Allah SWT, atau meyakini ada orang yang ma'shum (bebas dari dosa) selain para Nabi dan Rasul 'alaihimussalam, atau meyakini adanya manfaat dan mudarat serta keberkahan pada sesuatu yang tidak dijadikan oleh Allah demikian, dan lain sebagainya dari bentuk-bentuk keyakinan yang tidak memiliki sumber dalam syari'at.
Selain itu, ada bid'ah 'amaliyah (bid'ah perbuatan), jenisnya bermacam-macam, di antaranya:
1. Membuat ibadah baru yang tidak ada sumbernya dalam syari'at, seperti membuat shalat yang tidak disyari'atkan, atau puasa yang tidak ada syari'atnya, atau perayaan-perayaan yang tidak disyari'atkan, seperti perayaan Maulid Nabi saw dan perayaan lainnya yang dibuat-buat.
2. Menambah-nambah ibadah yang disyari'atkan, seperti menambah rakaat shalat zhuhur menjadi lima rakaat secara sengaja dan dengan keyakinan hal itu disyari'atkan.
3. Menunaikan ibadah yang disyari'atkan dengan cara yang tidak disyari'atkan, seperti zikir berjamaah dengan serempak[7], membasuh kaki sebelum membasuh tangan dalam wudhu' dengan keyakinan bahwa hal itu disyari'atkan.
4. Mengkhususkan waktu tertentu untuk suatu ibadah yang disyari'atkan tanpa ada tuntunannya dalam syari'at, seperti mengkhususkan hari dan malam Nisfu Sya'ban dengan puasa dan shalat tertentu. Memang, asal dari puasa dan shalat itu disyari'atkan, tetapi mengkhususkannya pada waktu-waktu tertentu membutuhkan dalil.
Di antara sebab tersebarnya bid'ah adalah ketidakpahaman terhadap hukum-hukum agama, mengikuti hawa nafsu, fanatik terhadap pendapat seseorang dan mendahulukannya dari al-Qur'an dan Sunnah, menyerupai orang kafir, bersandar pada hadits yang lemah dan palsu. Dan sebab utama munculnya bid'ah adalah sikap ghuluw (berlebih-lebihan).
Kita memohon kepada Allah agar menjadikan kita senantiasa mengikuti tuntunan Nabi saw dan menjauhkan kita dari bid'ah dan perkara-perkara baru dalam agama. Demikian kajian kita, insya Allah kita lanjutkan pada pertemuan berikutnya dengan pembahasan rukun kedua dari rukun Islam yang merupakan tiangnya, yaitu shalat.
Shalat
Pada kajian ini, kita akan membahas tentang rukun kedua dari rukun Islam, yaitu shalat.
Shalat adalah pemisah antara orang muslim dan kafir, sebagaimana dijelaskan oleh Nabi saw dalam sabda beliau,
إِنَّ بَينَ الرَّجُلِ وَبَينَ الشِّركِ وَالكُفرِ تَركَ الصَّلَاةِ
“Sesungguhnya yang memisahkan antara seseorang dengan kesyirikan dan kekufuran adalah meninggalkan shalat." (HR. Muslim)
Shalat adalah tiang Islam, sebagaimana sabda Nabi saw,
رَأسُ الْأَمْرِ الْإسلَامُ، وَعَمُودُهُ الصَّلَاةُ
“Inti urusan itu adalah Islam dan tiangnya adalah shalat." (HR. Tirmidzi)
Shalat adalah amalan pertama yang akan dimintai pertanggungjawabannya dari seorang hamba. Jika ia baik, maka baik pula seluruh amalannya. Jika ia buruk, maka buruk pula seluruh amalannya. Rasulullah saw bersabda,
إنَّ أوَّلَ مَا يُحَاسَبُ بِهِ الْعَبدُ يَومَ القِيامَةِ مِن عَمَلِهِ صَلَاتُهُ، فَإنْ صَلُحَتْ فَقَدْ أَفْلَحَ وَأَنْجَحَ، وَإنْ فَسَدَتْ فَقَدْ خَابَ وَخَسِرَ
“Sesungguhnya amalan pertama yang akan dimintai pertanggungjawabannya dari seorang hamba kelak di hari kiamat adalah shalatnya. Jika ia baik, maka dia beruntung dan selamat. Jika ia buruk, maka dia sengsara dan merugi." (HR. Abu Daud, Tirmidzi dan Nasa'i)
Shalat adalah aktivitas yang membuat gembira Nabi saw dari segala yang ada dunia ini. Beliau bersabda,
وَجُعِلَتْ قُرَّةُ عَينِي فِي الصَّلَاةِ
“Dan dijadikan bagiku kegembiraanku dalam shalat." (HR. Nasa'i)
Kata qurratu 'ain dalam hadits tersebut maknanya adalah sesuatu yang menyejukkan mata dan menenangkan hati.
Shalat juga merupakan penghubung antara seorang hamba dengan Tuhan semesta alam. Ia mencegah dari perbuatan keji dan mungkar bagi sesiapa yang mendirikannya dengan penuh ikhlas dan khusyu'. Allah berfirman,
﴿إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ﴾
“Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar." (QS. al-Ankabut: 45)
Shalat mesti dilakukan sesuai petunjuk Nabi saw, sebagaimana sabda beliau,
صَلُّوا كَمَا رَأَيتُمُونِي أُصَلِّي
“Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat." (Muttafaq 'alaih)
Setiap muslim harus bersungguh-sungguh dalam mempelajari hukum-hukum yang berkaitan dengan shalatnya dan tata caranya yang sesuai dengan tuntunan Nabi saw agar dapat menyempurnakannya dengan sebaik mungkin, sehingga dia memperoleh pahala yang besar.
Demikian kajian kita kali ini, insya Allah kita lanjutkan pada pertemuan berikutnya dengan pembahasan seputar hukum-hukum shalat.
Thaharah (Bersuci)
Pada kajian ini, kita akan membahas mengenai salah satu syarat sahnya shalat, yaitu thaharah (bersuci).
Thaharah secara bahasa artinya membersihkan dari kotoran. Adapun menurut istilah syara' artinya terangkatnya hadas dan hilangnya najis. Dengan demikian, thaharah (bersuci) terbagi menjadi dua bagian:
Bagian pertama, bersuci dari hadas. Di antaranya hadas besar, yang mana dapat diangkat dengan mandi. Selain itu, ada hadas kecil, yang mana dapat diangkat dengan berwudhu'. Bersuci dapat dilakukan dengan menggunakan air, atau dengan tayammum ketika tidak ada air atau tidak mampu menggunakannya.
Bagian kedua, bersuci dari najis. Demikian itu dengan menghilangkan najis dari badan, pakaian dan tempat yang digunakan untuk shalat. Dan tidak mengapa tersisanya bekas warna atau bau jika sulit dihilangkan, selama najis itu sudah hilang.
Di antara najis yang wajib dihilangkan dari badan, pakaian dan tempat adalah kencing dan kotoran manusia, darah[8] (adapun yang sedikit tidak mengapa), kencing dan kotoran hewan yang haram dimakan adalah najis (adapun hewan yang boleh dimakan, maka kencing dan kotorannya suci).
Dan termasuk najis pula bangkai[9], babi, anjing[10], madzi dan wadi[11]. Dan tidak mengapa dengan najis yang sedikit, yang sulit dihindari.
Jika seorang muslim ingin membersihkan sesuatu yang keluar dari dua jalan, baik kencing ataupun kotoran, maka dia beristinja' dengan air atau melakukan istijmar dengan batu, atau tisu dan sejenisnya[12]. Dia tidak harus bersuci setiap kali hendak berwudhu', akan tetapi cukup bersuci dengan membersihkan kemaluannya jika dia kencing dan lainnya, atau membersihkan duburnya saat dia selesai buang air besar. Adapun kentut, tidak mengharuskan istinja'.
Semoga Allah mensucikan hati dan badan kita dari segala kotoran, baik yang bersifat materi maupun non materi. Demikian kajian kita, insya Allah kita akan membahas pada kajian berikutnya tentang bersuci dari hadas kecil.
Tata Cara Wudhu'
Pada kajian ini, kita akan membahas tentang bersuci dari hadas kecil, yaitu dengan cara berwudhu'.
Disyaratkan dalam berwudhu' menggunakan air yang suci. Jika air tersebut berubah warna, rasa atau baunya karena najis, maka tidak sah wudhu' dan mandi dengannya.
Disyaratkan saat berwudhu' menghilangkan sesuatu yang mencegah sampainya air ke anggota wudhu' secara langsung, baik berupa tanah, tepung, lilin, pewarna yang tebal, cat kuku yang sering digunakan oleh wanita, dan lain sebagainya.
Di dalam ash-Shahihain, Nabi saw bersabda,
مَن تَوَضَّأَ نَحوَ وُضُوئي هذَا ثُمَّ صَلَّى رَكعَتَينِ لَا يُحَدِّثُ فِيهِمَا نَفسَهُ غَفَرَ اللهُ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنبِهِ
“Siapa yang berwudhu' seperti wudhu'ku ini, kemudian shalat dua rakaat, tanpa menyibukkan dirinya dengan urusan dunia, maka Allah mengampuni dosanya yang telah lalu."
Tata cara wudhu' yang sesuai petunjuk Nabi saw adalah sebagai berikut:
- Berniat wudhu' di dalam hati. Tidak disyari'atkan melafazkan niat dengan mulut.
- Lalu mengucapkan Bismillah, kemudian membasuh kedua telapak tangan tiga kali.
- Kemudian berkumur-kumur dan menghirup air dengan hidung lalu mengeluarkannya sebanyak tiga kali dengan tiga kali cedukan air. Kemudian membasuh wajah tiga kali. Dan batasan wajah adalah dari telinga ke telinga dan dari akhir kening ke bawah jenggot. Jika jenggot tipis, tampak dibaliknya warna kulit, maka wajib membasuh bagian luar dan dalamnya. Adapun jika jenggot tebal, menutupi kulit, maka cukup membasuh bagian luarnya, dan dianjurkan menyisirnya dengan jemari.
- Kemudian membasuh kedua tangan tiga kali dari ujung jari hingga siku. Siku masuk ke dalam bagian yang di basuh, dimulai dari tangan kanan kemudian kiri.
- Kemudian mengusap kepala dan kedua telinga dengan air yang baru. Caranya, menjalankan kedua telapak tangan dari bagian depan kepala hingga tengkuk, lalu mengembalikannya ke bagian yang darinya dia mulai, yaitu dari tengkuk ke bagian depan kepala, lalu memasukkan kedua jari telunjuk ke masing-masing telinga dan mengusap bagian luarnya dengan ibu jari satu kali[13].
- Kemudian membasuh kedua kaki sampai mata kaki tiga kali. Dimulai dari yang kanan kemudian yang kiri. Yang dimaksud mata kaki adalah tulang yang muncul di pergelangan betis dan telapak kaki.
- Di antara fardhu wudhu' adalah tertib di antara anggota wudhu'. Dan hendaknya tidak memisah antara satu anggota dengan anggota lainnya dengan durasi yang panjang.
- Disunnahkan setelah berwudhu' membaca doa berikut,
أَشهَدُ أنْ لَا إلهَ إلَّا اللهُ، وَأنَّ محمدًا عَبدُ اللهِ وَرَسُولُهُ
“Aku bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba Allah dan utusannya." (HR. Muslim)
Semoga Allah menjadikan kita termasuk orang-orang yang bertaubat dan menjadikan kita termasuk orang-orang yang mensucikan diri. Demikian kajian kita, kita lanjutkan insya Allah pada pertemuan berikutnya dengan pembahasan tentang kesalahan-kesalahan yang dilakukan sebagian orang dalam berwudhu'.
Kesalahan-kesalahan Dalam Berwudhu'
Pada kajian sebelumnya, kita telah membahas tentang wudhu' dan tata caranya. Pada kajian ini, kita akan membahas tentang kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh sebagian orang dalam berwudhu'.
- Di antaranya meninggalkan berkumur-kumur dan menghirup air dengan hidung, lalu mengeluarkannya. Hal ini membatalkan wudhu', sebab ia masuk ke dalam bagian membasuh wajah yang diperintahkan.
- Selain itu, tidak membasuh kedua telapak tangan bersama dengan kedua tangan dan hanya cukup membasuhnya di awal wudhu' saja. Yang benar adalah membasuh kedua telapak tangan bersama dengan membasuh kedua tangan, sekalipun sudah dilakukan di awal wudhu'. Sebab membasuhnya di awal wudhu' adalah sunnah, sedangkan membasuhnya bersama dengan membasuh tangan adalah wajib.
- Kesalahan lain adalah meninggalkan atau menyepelekan membasuh siku atau mata kaki atau tumit. Padahal ada ancaman terkait hal itu, sebagaimana terdapat dalam sabda Nabi saw,
وَيْلٌ لِلْأَعْقَابِ مِنَ النَّارِ أَسْبِغُوا الْوُضُوءَ
“Celakalah bagi tumit-tumit (yang tidak basah) di neraka. Sempurnakanlah wudhu' kalian." (HR. Muslim)
Yang dimaksud dengan tumit adalah bagian belakang telapak kaki.
Nabi saw juga pernah melihat seseorang yang meninggalkan seukuran kuku dari kakinya (saat wudhu'), kemudian beliau bersabda kepadanya, “Kembalilah dan perbaiki wudhu'mu." (HR. Muslim)
Dan di dalam hadits lain, bahwasanya Nabi saw melihat seseorang sedang shalat, sementara di punggung kakinya terdapat bekas seukuran uang dirham belum terkena air, maka Nabi saw pun memerintahnya untuk mengulangi wudhu' dan shalatnya. (HR. Abu Daud dan dishahihkan oleh al-Albani)
- Dan di antara kesalahan dalam berwudhu' adalah membasuh anggota wudhu' atau sebagiannya lebih dari tiga kali. Hal ini menyelisihi sunnah.
- Kesalahan lain yang sering terjadi adalah berlebih-lebihan dalam menggunakan air. Allah SWT berfirman,
﴿وَلَا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ﴾
“Dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan." (QS. al-A'raf: 31)
Semoga Allah senantiasa membimbing kita untuk mengikuti petunjuk Nabi saw dan jejak beliau. Demikian kajian kita, insya Allah kita akan lanjutkan pada kajian berikutnya dengan pembahasan seputar hukum mengusap khuff.
Mengusap Khuff dan Kaos Kaki
Kita lanjutkan pembahasan kita seputar thaharah (bersuci). Dalam kajian kali ini, kita akan mengulas tentang mengusap khuff (alas kaki), kaos kaki dan sejenisnya.[14]
Ini adalah rukhshah (keringanan) dari Allah bagi hambaNya. Ini merupakan contoh kemudahan yang ada di dalam syari'at kita yang mudah ini.
Disyaratkan bagi bolehnya mengusap khuff (alas kaki) terpenuhinya lima syarat:
1. Hendaknya alas kaki (khuff) suci. Tidak sah mengusap alas kaki yang najis.
2. Hendaknya alas kaki tersebut boleh digunakan. Tidak diperbolehkan mengusap alas kaki yang haram dipakai, seperti hasil curian, atau yang terbuat dari sutra untuk laki-laki.
3. Digunakan dalam kondisi suci.
4. Alas kaki tersebut diusap pada saat berhadas kecil saja. Adapun hadas besar, maka harus dibuka dan melakukan mandi besar.
5. Diperbolehkan mengusap alas kaki dalam batas waktu yang telah ditetapkan syari'at, yaitu satu hari satu malam (24 jam) bagi yang mukim dan tiga hari tiga malam (72 jam) bagi musafir. Perhitungan waktu mengusap ini dimulai sejak awal mengusap alas kaki setelah batalnya wudhu'.
Tata cara mengusap alas kaki:
Mengusap bagian atas dari alas kaki dengan meletakkan jari-jari tangan yang sudah dibasahi air di atas jari-jari kaki, lalu menjalankannya hingga permulaan betis (di atas mata kaki), tanpa diulangi.
Kita memohon kepada Allah agar memberikan kita kepahaman dalam agama dan mengikuti tuntunan Nabi saw. Demikian kajian kita, insya Allah akan kita lanjutkan pada pertemuan berikutnya dengan pembahasan tentang hal-hal yang membatalkan wudhu'.
Hal-hal yang Mambatalkan Wudhu'
Pada kajian ini, kita akan membahas tentang hal-hal yang membatalkan wudhu' dan apa saja yang menjadi konsekuensi bagi orang yang wudhu'nya batal.
Hal-hal yang membatalkan wudhu' adalah sebagai berikut:
1. Segala sesuatu yang keluar dari dua jalan, yaitu jalan keluarnya kencing dan kotoran, semuanya membatalkan wudhu'.
2. Hilangnya akal atau tertutup karena gila, pingsan, mabuk[15] atau tidur pulas. Sebab kondisi-kondisi itu berpotensi keluarnya hadas. Adapun tidur yang sedikit, tidak pulas, maka tidak membatalkan wudhu' (yaitu kondisi di mana seseorang sadar bahwa dia sedang berhadas, seperti buang angin).
3. Memakan daging onta.
4. Para ulama berbeda pendapat pada masalah menyentuh kemaluan secara langsung, tanpa lapis.[16] Sebaiknya jika hal itu dilakukan, hendaknya berwudhu'.
Tidak diperbolehkan bagi orang yang batal wudhu'nya dengan salah satu dari pembatal wudhu' tersebut untuk mendirikan shalat dan menyentuh mushaf, kecuali setelah berwudhu' kembali.
Jika seseorang sudah berwudhu', lalu ada keraguan dalam hatinya apakah wudhu'nya sudah batal atau belum, maka tidak perlu baginya berwudhu' lagi, sebab sesuatu yang diyakini (yaitu kondisi telah berwudhu') tidak tergeser oleh keraguan.
Demikian pula halnya, jika seseorang yang berhadas, lalu ragu-ragu apakah dirinya sudah berwudhu' atau belum, maka hendaknya dia berwudhu', sebab sesuatu yang diyakini (yaitu kondisi berhadas) tidak tergeser oleh keraguan.
Semoga Allah memberikan kepada kita taufiq untuk meraih ilmu yang bermanfaat dan amal yang shaleh. Demikian kajian kita, insya Allah kita akan lanjutkan pada kajian berikutnya dengan pembahasan tentang hal-hal yang mewajibkan mandi.
Hal-hal yang Mewajibkan Mandi
Kita telah membahas pada kajian sebelumnya tentang thaharah (bersuci) dari hadas kecil. Pada kajian ini, kita akan membahas tentang hal-hal yang mewajibkan mandi, yaitu sebagai berikut:
1. Keluarnya mani dengan memancar dan disertai rasa nikmat dalam kondisi terjaga, begitu pula pada saat mimpi yang mengeluarkan mani.
2. Memasukkan penis ke vagina, sekalipun tidak sampai mengeluarkan mani. Sebagaimana dijelaskan oleh Nabi saw, bahwasanya Beliau bersabda,
إِذَا قَعَدَ بَينَ شُعَبِهَا الْأَرْبَعِ، ثُمَّ مَسَّ الخِتَانُ الخِتَانَ فَقَدْ وَجَبَ الغُسْلُ
“Jika seorang laki-laki berada di atas paha istrinya, kemudian kedua kemaluan mereka bertemu, maka hal itu mewajibkan mandi." (HR. Muslim)
Yang dimaksud dengan bertemunya dua kemaluan adalah memasukkannya.
3. Terhentinya darah haid atau nifas.
Siapa yang berhadas besar tidak diperbolehkan melakukan sesuatu yang tidak diperbolehkan bagi orang yang berhadas kecil, yaitu shalat dan memegang mushaf. Selain itu, juga tidak diperbolehkan membaca al-Qur'an, kecuali wanita yang haid atau nifas. Bagi keduanya boleh membaca al-Qur'an, tanpa memegang mushaf. Dan tidak diperbolehkan bagi orang yang berhadas besar duduk di masjid.[17]
Sebagaimana halnya, tidak diperbolehkan menggauli wanita yang berada dalam kondisi haid atau nifas dan tidak boleh pula menceraikannya dalam kondisi tersebut. Mereka juga tidak diperbolehkan untuk melakukan shalat dan puasa. Dengan catatan, puasa yang ditinggalkan harus diqadha', sedangkan shalatnya tidak perlu diganti.
Ya Allah, jadikanlah kami orang-orang yang mendengarkan ucapan, lalu mengikuti kebaikan yang ada di dalamnya. Demikian kajian kita, insya Allah kita lanjutkan pada pertemuan berikutnya dengan pembahasan tentang tata cara mandi besar yang benar.
Tata Cara Mandi Janabah (Mandi Besar)
Pada kajian ini, kita akan membahas tentang tata cara mandi junub (mandi besar), sebagaimana tuntunan Nabi saw, yaitu sebagai berikut:
1. Berniat mandi junub dengan hati.
2. Kemudian membaca basamalah dan mencuci tangan tiga kali, lalu mencuci kemaluan.
3. Kemudian berwudhu' dengan wudhu' yang sempurna.
4. Lalu mengguyurkan air ke kepala tiga kali dan meratakannya ke semua bagian yang ditumbuhi rambut.[18]
5. Lalu mengguyurkan air ke sekujur tubuh, dimulai dari bagian yang kanan lalu kiri dengan meratakannya ke seluruh tubuh dan tempat-tempat yang ditumbuhi bulu pada tubuh. Dianjurkan untuk meratakan air dengan menjalankan tangan di seluruh bagian tubuh, agar yakin bahwa air sudah rata mengenai semua bagian.
Inilah tata cara mandi yang sempurna, yang sesuai dengan tuntunan Nabi saw, sebagaimana disebutkan di dalam ash-Shahihain dari 'Aisyah radhiyallahu 'anha berkata, “Rasulullah saw apabila mandi dari janabah (mandi besar), beliau mencuci tangannya dan berwudhu' seperti wudhu' saat akan shalat. Kemudian beliau mengguyur air dan menyisir kepala dengan tangannya sampai beliau yakin bahwa air telah rata mengenai kulit kepalanya, lalu beliau mengguyur air tiga kali dan menggosok seluruh badannya." 'Aisyah melanjutkan, “Aku mandi bersama Rasulullah saw pada satu bejana yang darinya kami sama-sama mengambil air."
Adapun tata cara mandi yang sah, cukup dengan dua perkara. Yaitu sebagai berikut:
1. Berniat mandi besar dengan hati.
2. Kemudian meratakan air ke sekujur tubuh disertai berkumur-kumur dan menghirup air dengan hidung lalu membuangnya, serta membasahi semua bagian yang ditumbuhi bulu pada tubuh.
Semoga Allah senantiasa mensucikan hati dan raga kita, serta membersihkannya dari segala kotoran. Demikian kajian kita, insya Allah kita akan lanjutkan pada kajian berikutnya dengan pembahasan tentang hukum tayammum.
Tayammum
Pada kajian ini kita akan membahas seputar tayammum.
Tayammum adalah keringanan dari Allah SWT yang diberikan kepada hambaNya. Ia adalah bentuk kemudahan yang ada dalam syari'at yang mudah ini.
Tayammum adalah pengganti dari thaharah (bersuci) dengan air, yaitu wudhu' dan mandi. Ia dilakukan ketika tidak ada air[19] atau kondisi yang dihukumi seperti tidak ada air, seperti bagi orang yang tidak dapat menggunakan air karena sakit, atau air hanya sedikit dan hanya cukup untuk minum, atau khawatir jika menggunakan air akan berdampak mudarat bagi dirinya, seperti dalam kondisi dingin, jika air dingin dia gunakan, khawatir akan membahayakan kesehatannya dan tidak ada yang dapat digunakan untuk menghangatkan tubuhnya.
Tayammum dapat dilakukan dengan apapun yang ada di permukaan bumi dari bagiannya, seperti tanah, debu, batu, pasir dan tembikar, sebagaimana firman Allah,
﴿فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا﴾
“Maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci)." (QS. an-Nisa': 43)
Yang dimaksud tanah adalah segala sesuatu yang terhampar di muka bumi. Adapun yang dimaksud dengan yang baik adalah yang suci. Seorang muslim dapat meletakkan tanah atau debu di atas wadah, lalu bertayammum dengannya.
Tata cara tayammum:
Mengucapkan bismillah seraya berniat tayammum. Kemudian meletakkan kedua telapak tangan di tanah atau debu satu kali, lalu mengusap wajah dengan telapak tangan, kemudian mengusap telapak tangan tersebut. Setelah itu, membaca doa seperti doa yang dibaca setelah berwudhu'.
Hendaknya memperhatikan muwalaah (ketersambungan antara anggota yang diusap) dalam tayammum. Maksudnya, tidak membiarkan jeda yang lama antara mengusap muka dan mengusap telapak tangan.
Hukum-hukum dalam tayammum:
· Tayammum batal dengan sesuatu yang dapat membatalkan bersuci dengan air, yaitu hal-hal yang membatalkan wudhu' dan yang menyebabkan mandi besar.
· Seorang yang bertayammum, baik karena junub atau karena hadas kecil, kembali dihukumi berhadas jika sudah hilang keringanan yang membolehkannya melakukan tayammum. Dan tidak harus baginya mengulangi shalat yang telah dikerjakannya.
· Siapa yang memiliki air yang hanya cukup untuk membasuh sebagian anggota saja, hendaknya dia gunakan air tersebut untuk bersuci, lalu sebagian anggota lainnya diganti dengan tayammum.
Semoga Allah memberikan manfaat bagi kita dari apa yang kita dengarkan dan mengaruniakan bagi kita petunjuk. Demikian kajian kita, insya Allah kita akan lanjutkan pada kajian berikutnya dengan pembahasan tentang hukum-hukum yang berkaitan dengan darah yang biasa keluar dari wanita.
Thaharah (Bersuci) Bagi Wanita
Pada kajian ini, kita akan membahas tentang hukum-hukum bersuci khusus bagi wanita[20]. Sebelum kita masuk kepada pembahasan tersebut, kami ingin mengingatkan bahwa wajib bagi setiap wanita muslimah untuk mempelajari hukum-hukum yang berkaitan dengan dirinya sebagai wanita. Dan kita semua juga wajib mengajarkan keluarga dan kerabat kita, serta menuntun mereka kepada apa yang bermanfaat bagi mereka dalam urusan agama dan dunia, baik masalah aqidah, bersuci, shalat, akhlak dan lain sebagainya.
Di antara hukum-hukum yang berkaitan dengan dengan wanita adalah hukum-hukum seputar haid dan nifas.
Haid adalah darah yang biasa keluar dari rahim seorang perempuan yang baligh dalam waktu tertentu. Tidak ada batasan tertentu bagi permulaan keluarnya darah haid dan tidak pula akhirnya. Sebagaimana pula tidak ada batasan untuk sebentar dan lamanya waktu haid itu berlangsung. Kapanpun keluar darah dengan ciri-ciri tertentu, maka itu adalah haid[21].
Adapun nifas adalah darah yang keluar dari wanita ketika melahirkan atau dua hari atau tiga hari sebelumnya dengan disertai bukaan. Tidak ada batasan untuk paling sedikitnya durasi nifas. Adapun durasi paling lama adalah empat puluh hari.
Wanita yang haid atau nifas tidak diperbolehkan untuk mengerjakan shalat dan puasa. Dia harus mengqadha' puasanya dan tidak wajib mengqadha' shalatnya. Dan diharamkan menggauli dan menceraikan wanita yang berada dalam kondisi tersebut. Wanita yang haid dan nifas juga tidak diperbolehkan duduk di masjid, sebagaimana diharamkan juga melakukan apa yang diharamkan bagi orang yang berhadas kecil. Mereka wajib mandi besar jika sudah bersih dari haid dan nifas itu.
Jika seorang wanita haid atau nifas di waktu shalat, sebelum dia mengerjakan shalat, maka dia tidak wajib mengqadha'nya, kecuali jika dia mengakhirkan shalat itu sampai sudah sempit waktunya, maka dia wajib mengqadha'nya.
Jika seorang yang haid atau nifas suci sebelum keluar waktu shalat, maka wajib atasnya menunaikan shalat itu.
Sebagian wanita sering mengalami keluarnya darah istihadhah, yaitu darah yang keluar dari bawah Rahim pada bukan waktu yang biasanya[22].
Hukum-hukum istihadhah sama seperti hukum-hukum saat suci, hanya saja dalam kondisi itu wajib hal-hal sebagai berikut:
1. Hendaknya dia berwudhu' setiap kali akan mendirikan shalat, sebagaimana sabda Nabi saw, “Kemudian berwudhu'lah setiap kali engkau akan shalat, lalu shalatlah." (HR. Bukhari) maksudnya, janganlah engkau berwudhu' untuk shalat yang tertentu waktunya, kecuali setelah masuk waktunya[23]. Adapun shalat yang tidak tertentu waktunya, maka hendaknya engkau berwudhu' ketika hendak melakukan shalat tersebut.
2. Jika ingin berwudhu', maka hendaknya membersihkan bekas darah tersebut, kemudian meletakkan kapas di bagian kemaluannya agar mencegah jatuhnya darah darinya. Di zaman ini, dapat lebih mudah dengan menggunakan pembalut yang biasa dipakai oleh wanita.
Semoga Allah mengaruniakan kepada kita kebersihan luar dan dalam. Demikian kajian kita, insya Allah kita akan lanjutkan pada kajian berikutnya dengan pembahasan tentang syarat sah shalat.
Syarat Sah Shalat (1)
Pembahasan kita pada kajian kali ini adalah tentang hukum-hukum seputar shalat. Shalat memiliki syarat-syarat yang wajib dipenuhi, baik sebelum maupun saat sedang menunaikan shalat. Ia juga memiliki rukun-rukun yang harus dikerjakan. Apabila tidak dikerjakan menjadikan shalat itu batal. Sebagaimana juga terdapat wajib shalat yang mesti dilakukan.
Syarat-syarat sahnya shalat adalah sebagai berikut: Islam, berakal dan tamyiz. Shalat tidak sah dilakukan oleh orang kafir, tidak juga oleh orang yang tidak berakal atau orang yang tertutup akalnya karena mabuk dan lainnya, tidak pula dari orang yang belum berusia tamyiz, yaitu tujuh tahun.
Syarat shalat yang lain adalah masuk waktu, sebagaimana firman Allah SWT,
﴿إِنَّ الصَّلَاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا﴾
“Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman." (QS. an-Nisa': 103)
Waktu-waktu shalat itu adalah sebagai berikut:
- Waktu shalat zhuhur dimulai dari tergelincirnya matahari, yaitu pergerakannya ke arah barat setelah posisinya di tengah langit. Hal itu dapat diketahui dengan adanya bayangan di sisi timur setelah ia lenyap di sisi barat. Waktu zhuhur habis dengan ditandai bayangan suatu benda sama panjang dengan aslinya, (bukan bayangan yang terjadi saat tergelincir[24]).
- Waktu shalat asar dimulai dari habisnya waktu shalat zhuhur hingga menguningnya matahari. Adapun waktu darurat, terbentang hingga matahari tenggelam[25].
- Waktu shalat maghrib dimulai dari tenggelamnya matahari, yaitu tenggelamnya seluruh lingkarannya hingga hilangnya mega merah di ufuk.
- Waktu shalat isya' dimulai dari habisnya waktu maghrib, yaitu hilangnya mega merah di ufuk hingga pertengahan malam. Adapun waktu darurat terbentang hingga terbit fajar.
- Waktu shalat fajar/shubuh mulai dari terbitnya fajar kedua dan berakhir dengan terbitnya matahari. Fajar kedua juga disebut fajar shadiq, yaitu mega putih yang tampak di ufuq dari arah timur dan terbentang dari utara ke selatan[26].
Penjelasan tentang waktu shalat disebutkan dalam hadits Abdullah bin 'Amr radhiyallahu 'anhu, bahwasanya Rasulullah saw bersabda, “Waktu zhuhur apabila matahari telah tergelincir, di mana bayangan seseorang sama panjang dengan aslinya hingga datang waktu asar. Waktu asar terbentang hingga menguningnya matahari. Dan waktu shalat maghrib selama belum lenyap syafaq (mega merah di ufuq). Adapun waktu shalat isya' hingga pertengahan malam yang tengah. Dan waktu shalat shubuh dari terbitnya fajar sampai sebelum terbit matahari. " (HR. Muslim)
Disunnahkan mendahulukan shalat pada awal waktunya, kecuali isya' dianjurkan untuk diakhirkan jika memang tidak berat bagi manusia. Dianjurkan pula mengakhirkan zhuhur saat kondisi sangat panah sampai panasnya agak reda.
Siapa yang tertinggal dari mendirikan shalat, maka wajib diqadha' secara segera dan berurutan. Jika dia lupa melakukannya secara berurutan atau tidak tahu kewajiban melakukannya dengan berurutan, maka tidak mengapa. Begitu pula jika dia khawatir keluarnya waktu shalat yang semestinya di waktu itu, maka tidak ada kewajiban berurutan antara shalat tersebut dengan shalat yang diganti.
Semoga Allah menjadikan kita dan keturunan kita bagian orang-orang yang senantiasa menegakkan shalat pada waktunya dan dengan sebaik-baiknya. Demikian kajian kita, insya Allah kita akan lanjutkan pada pertemuan berikutnya, masih seputar syarat-syarat shalat.
Syarat Sah Shalat (2)
Pada pertemuan lalu, kita telah membahas tentang syarat-syarat shalat, di antaranya Islam, berakal, tamyiz dan masuk waktu. Di antara syarat sah shalat yang lain adalah sebagai berikut:
- Menutup aurat dengan pakaian yang tidak menampakkan kulit. Aurat laki-laki adalah dari pusar hingga lutut. Sedangkan perempuan seluruh badannya adalah aurat di dalam shalat, kecuali muka dan telapak tangan. Namun sebagai bentuk kehati-hatian sebaiknya seorang wanita menutup telapak tangannya. Adapun di hadapan laki-laki yang bukan mahramnya, maka hendaknya dia menutup seluruh badannya.
- Hal yang perlu diingatkan adalah bahwa sebagian orang menggunakan pakaian atau celana pendek yang menyingkap sebagian pahanya atau bagian bawah punggungnya yang termasuk bagian dari auratnya. Dalam kondisi tersebut shalatnya tidak sah. Demikian pula dengan seseorang yang mengenakan pakaian yang menampakkan apa yang ada di baliknya, sehingga tampak warna kulitnya dari balik pakaian tersebut. Ini juga tidak sah shalatnya.
- Dan di antara syarat sah shalat adalah suci dari hadas kecil dan hadas besar. Pembahasan tentang hadas ini telah dijelaskan secara terperinci pada kajian sebelumnya.
- Syarat lainnya adalah membersihkan najis dari badan dan pakaian, serta tempat shalat. Jika seseorang melihat ada najis padanya setelah dia melakukan shalat, yang mana dia tidak mengetahui kapan najis itu mengenainya, atau dia lupa dengan adanya najis, maka shalatnya sah. Adapun jika dia mengetahuinya saat shalat dan mungkin baginya untuk menghilangkannya tanpa harus menyingkap auratnya, maka hendaknya dia singkirkan najis tersebut, lalu dia sempurnakan shalatnya.
- Syarat sah shalat berikutnya adalah menghadap kiblat[27]. Ka'bah adalah kiblat kaum muslimin.
- Syarat yang lain adalah niat. Tempatnya di dalam hati dan tidak disyari'atkan untuk dilafazkan.
- Dan tidak sah shalat yang dikerjakan di atas kuburan, kecuali shalat jenazah, sebagaimana halnya tidak sah shalat di kandang onta[28].
Semoga Allah menjadikan kita dari orang-orang yang mendirikan shalat sebenar-benarnya dengan tata cara yang Allah ridhai. Demikian kajian kita, insya Allah kita lanjutkan pada kajian berikutnya dengan pembahasan seputar rukun shalat.
Rukun Shalat
Pada kajian sebelumnya, kita telah membahas mengenai syarat-syarat shalat. Kita akan membahas pada kajian ini seputar rukun-rukun shalat.
Rukun-rukun shalat itu tidak gugur, baik dengan sengaja ataupun karena lupa. Rukun-rukun shalat itu adalah sebagai berikut:
Pertama, berdiri jika mampu. Demikian itu, berdasarkan sabda Nabi saw,
صَلِّ قَائِمًا، فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَقَاعِدًا، فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَعَلَى جَنْبٍ
“Shalatlah dengan cara berdiri. Jika engkau tidak mampu, maka dengan cara duduk. Jika engkau tidak mampu, maka dengan cara berbaring." (HR. Bukhari)
Ketentuan ini berlaku pada shalat wajib. Adapun shalat sunnah, boleh dilakukan dengan cara duduk meskipun tanpa ada uzur. Namun pahalanya hanya setengah, sebagaimana dijelaskan dalam hadits, “Siapa yang shalat dengan cara duduk, maka baginya setengah pahala shalat dengan cara berdiri." (HR. Bukhari)
Kedua, Takbiratul ihram di awal shalat, sebagaimana sabda Nabi saw, “Kemudian menghadaplah ke kiblat, lalu bertakbirlah." (HR. Bukhari)
Ketiga, membaca al-Fatihah dalam setiap rakaat. Nabi saw bersabda, “Tidak sah shalat seseorang tanpa membaca al-Fatihah." (Muttafaq 'alaih)
Membaca al-Fatihah gugur dari seseorang yang mendapati imam yang sedang rukuk atau sebelum rukuk, sementara dia tidak sempat membacanya.
Rukun keempat, rukuk.
Kelima, bangun dari rukuk.
Keenam, I'tidal saat berdiri, sebagaimana kondisi sebelum rukuk.
Ketujuh, sujud dengan tujuh anggota sujud, yaitu kening dan hidung, kedua tangan, kedua lutut dan kedua ujung telapak kaki.
Kedelapan, bangkit dari sujud.
Kesembilan, duduk di antara dua sujud.
Rukun kesepuluh dan kesebelas, tasyahhud akhir dan duduknya, sembari membaca doa yang dituntunkan Nabi saw, yaitu:
التَّحِيَاتُ للهِ وَالصَّلَواتُ وَالطَّيِّبَاتُ
Rukun kedua belas, salam.
Ketiga belas, tuma'ninah.
Keempat belas, tertib (berurutan) dalam mengerjakan rukun-rukun tersebut.
Ya Allah pahamkanlah kami dalam urusan agama dan ajarilah kepada kami apa yang bermanfaat bagi kami di dunia dan akhirat. Demikian kajian kita, insya Allah kita akan lanjutkan pada kajian berikutnya dengan pembahasan tentang hukum bagi orang yang meninggalkan atau lupa mengerjakan salah satu rukun shalat.
Hukum Meninggalkan atau Lupa Salah Satu Rukun Shalat
Pada kajian yang lalu, kita telah membahas empat belas rukun shalat. Pada kajian ini, kita akan membahas hukum meninggalkan atau lupa salah satu rukun shalat tersebut.
Jika seseorang meninggalkan atau lupa takbiratul ihram, maka shalatnya tidak sah, sebab sejatinya dia belum masuk kepada shalatnya. Adapun jika meninggalkan selain takbiratul ihram, maka apabila meninggalkannya karena sengaja, shalatnya menjadi batal. Namun jika ditinggalkan karena lupa, maka penjelasannya sebagai berikut:
a. Jika dia ingat sebelum sampai ke posisi rukun tersebut di rakaat berikutnya, hendaknya dia kembali dan mengerjakan rukun itu, lalu menyempurnakan shalatnya dan sujud sahwi.
Contohnya: Jika dia lupa rukuk, lalu dia ingat saat sujud pada rakaat yang sama atau saat membaca al-Fatihah di rakaat berikutnya, maka hendaknya dia tinggalkan sujud atau membaca al-Fatihah tersebut, sembari langsung rukuk, lalu dia sempurnakan shalatnya dengan mengakhirinya dengan sujud sahwi.
b. Jika dia ingat setelah sampai pada posisinya di rakaat berikutnya, maka hendaknya dia membatalkan rakaat yang kurang itu, dan menjadikan rukun ini sebagai penggantinya, lalu dia sempurnakan shalatnya dan diakhiri sujud sahwi.
Contohnya: Jika dia lupa rukuk di rakaat pertama, lalu dia ingan saat posisi rukuk di rakaat kedua, maka rakaat pertama harus dia batalkan (tidak dianggap). Jadi, rakaat kedua itu menjadi rakaat pertama baginya, lalu dia sempurnakan shalatnya dan diakhiri dengan sujud sahwi.
c. Jika dia tidak ingat rukun yang terlupakan itu, kecuali setelah salam, maka penjelasannya sebagai berikut: Jika rukun yang ditinggalkan itu adalah bagian dari rakaat terakhir, maka dia ulangi rukun tersebut dan apa saja setelahnya, lalu sujud sahwi. Jika rukun yang ditinggalkan itu adalah bagian dari rakaat sebelumnya, maka hendaknya dia mengganti satu rakaat sempurna. Demikian itu jika jedanya tidak terlampau lama antara salam dan dia mengingat hal itu. Jika jedanya sudah cukup lama, atau wudhu'nya batal, maka dia harus mengulangi shalatnya.
Semoga Allah menjadikan kita senantiasa menyempurnakan shalat dengan sebaik-baiknya. Demikian kajian kita, insyaAllah kita lanjutkan pada kajian berikutnya dengan pembahasan tentang wajib-wajib shalat yang delapan.
Wajib-wajib Shalat
Pada kajian sebelumnya, kita telah membahas tentang rukun-rukun shalat dan hukum-hukum yang terkait dengannya. Pada kajian ini, kita akan membahas tentang wajib-wajib shalat, yaitu sebagai berikut:
1. Semua takbir, kecuali takbiratul ihram.
2. Ucapan, (سَمِعَ اللهُ لِمَن حَمِدَه) bagi imam dan orang yang shalat sendirian. Adapun makmum tidak mengucapkan kalimat itu.
3. Ucapan, (رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمدُ) bagi imam, makmum dan orang yang shalat sendirian.
4. Ucapan, (سُبحَانَ رَبِّيَ الْعَظِيمِ) saat rukuk. Dan disunnahkan membacanya tiga kali atau lebih.
5. Ucapan, (سُبحَانَ رَبِّيَ اْلأَعلَى) saat sujud. Dan disunnahkan membacanya tiga kali atau lebih.
6. Tasyahhud awal, yaitu membaca,
التَّحِيَّاتُ للهِ وَالصَّلَوَاتُ وَالطَّيِّبَاتُ السَّلَامُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ السَّلَامُ عَلَينَا وَعَلَى عِبَادِ اللهِ الصَّالِحِينَ، أَشهَدُ أنْ لَا إلَهَ إلَّا اللهُ وَأشهَدُ أنَّ محمدًا عَبدُهُ وَرَسُولُهُ
7. Duduk tasyahhud awal
Siapa yang meninggalkan salah satu dari wajib-wajib ini secara sengaja, maka batal shalatnya. Dan siapa yang meninggalkannya karena lupa atau tidak tahu, maka dapat diganti dengan sujud sahwi.
Kita memohon kepada Allah SWT agar mengaruniakan kita ilmu yang bermanfaat dan amal shaleh yang diterima. Sekian kajian kita, insyaAllah kita lanjutkan pada kajian berikutnya tentang adab berjalan menuju shalat.
Adab Berjalan Menuju Shalat
Kita telah membahas tentang syarat, rukun dan wajib shalat. Pada kajian ini, kita akan membahas tentang adab berjalan menuju shalat.
Wajib bagi seorang muslim laki-laki untuk menunaikan shalat secara berjamaah, sebagaimana firman Allah,
﴿وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ﴾
“Dan rukuklah beserta orang-orang yang rukuk." (QS. al-Baqarah: 43)
Dan sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahihnya, bahwa Nabi saw bersabda, “Sungguh aku ingin rasanya menyuruh (orang-orang) untuk mendirikan shalat, lalu aku memerintahkan seseorang mengimami shalat, kemudian aku berangkat bersama beberapa orang yang membawa beberapa ikat kayu bakar menuju kaum yang tidak menghadiri shalat berjamaah, lalu aku bakar rumah mereka dengan api."
Disunnahkan mendatangi shalat dalam keadaan berwudhu' dengan penuh tenang dan santai, sebagaimana sabda Nabi saw, “Jika iqamah telah dikumandangkan, maka janganlah kalian mendatangi shalat dengan tergesa-gesa, tetapi berjalanlah menuju shalat itu dengan santai. Apa yang kalian dapati (dari shalat), maka ikutilah. Sementara yang ketinggalan, sempurnakanlah." (Muttafaq 'alaih)
Apabila hendak memasuki masjid, maka hendaknya mendahukan kaki kanan, seraya mengucapkan doa,
الَّلهُمَّ افْتَحْ لِي أبْوَابَ رَحمَتِكَ
“Ya Allah, bukakan bagiku pintu-pintu rahmatMu." (HR. Muslim)
Dan jika hendak keluar dari masjid, maka hendaknya mendahulukan kaki kiri, seraya mengucapkan doa,
الَّلهُمَّ إنِّي أسْـألُكَ مِن فَضلِكَ
“Ya Allah, aku memohon kepadaMu sebagian dari karuniaMu." (HR. Muslim)
Disunnahkan datang lebih awal untuk menghadiri shalat, bersungguh-sungguh untuk mendapatkan takbiratul ihram, shaf pertama, dekat dengan imam, meluruskan shaf dan menutup celah.
Disunnahkan pula bagi seseorang yang masuk masjid agar shalat sunnah tahiyatul masjid dua rakaat terlebih dahulu sebelum duduk, sebagaimana sabda Nabi saw, “Jika salah seorang dari kalian masuk masjid, maka janganlah dia duduk kecuali setelah shalat dua rakaat." (Muttafaq 'alaih)
Ya Allah lingkupilah kami dengan rahmatMu dan ampunanMu, serta naungilah kami dengan maafMu dan kemuliaanMu. Demikian kajian kita, insyaAllah kita lanjutkan pada kajian berikutnya dengan pembahasan tata cara shalat yang benar sesuai tuntunan Sunnah.
Tata Cara Shalat
Pada kajian ini kita akan membahas tentang tata cara shalat sebagaimana dituntunkan oleh Sunnah, yaitu sebagai berikut:
Seorang yang shalat hendaknya berdiri menghadap kiblat, sambil membaca, (ألله أكبر) dan mengangkat kedua tangannya sejajar dengan pundaknya atau sampai telinganya, sembari melihat ke arah tempat sujudnya. Kemudian hendaknya dia letakkan tangan kanannya di atas tangan kirinya dengan posisi di atas dada, atau di atas pusar, atau di bawah dada, atau di bawah pusar. Adapun posisi tangan adalah sebagai berikut:
1. Boleh meletakkan telapak tangan kanan di atas punggung telapak tangan kiri, engsel dan pergelangan tangan.
2. Atau boleh pula meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri.
Selanjutnya membaca doa istiftah,
سُبحَانَكَ اللهُّمَّ وَبِحَمدِكَ وَتَبَارَكَ اسمُكَ وَتَعَالَى جَدُّكَ وَلَا إلهَ غَيرُكَ
Atau doa yang lainnya seperti yang diajarkan oleh Nabi saw. Kemudian membaca,
أعوذ بالله من الشيطان الرجيم ، بسم الله الرحمن الرحيم
Kemudian membaca surat al-Fatihah, yang diakhiri dengan membaca, (آمين) dengan suara keras di saat shalat jahriyyah (shubuh, maghri dan isya') dan dibaca samar saat shalat sirriyah (zhuhur dan asar). Lalu membaca setelah al-Fatihah pada dua rakaat pertama beberapa ayat al-Qur'an.
Selanjutnya, bertakbir untuk rukuk, sembari mengangkat kedua tangan sejajar dengan pundak atau sampai telinga, lalu meletakkan tangan di atas lutut dengan merenggangkan jemari dan menjadikan kepala sejajar dengan punggung yang dijulurkan lurus. Rukuk dilakukan dengan santai dan tenang, sembari mengucapkan, (سُبحَانَ رَبِّيَ الْعَظِيمِ) tiga kali.
Kemudian mengangkat kepala, sambil mengucapkan, (سَمِعَ اللهُ لِمَن حَمِدَه) dan mengangkat kedua tangan. Ucapan ini hanya dibaca oleh imam dan orang yang shalat sendirian. Adapun makmum, maka dia membacanya.
Apabila sudah berdiri dengan sempurna, maka hendaknya mengucapkan, (رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ) atau (رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ) atau (اللَّهُمَّ رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ) atau (اللَّهُمَّ رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ), dan jika ditambahkan dengan doa yang dituntunkan oleh Nabi saw, maka lebih baik.
Kemudian takbir, lalu sujud tanpa mengangkat kedua tangan. Sujud dilakukan dengan menempelkan tujuh anggota, yaitu dahi dan hidung, kedua tangan, kedua lutut dan kedua ujung telapak kaki. Hendaknya menghadapkan jari-jari tangan dan kakinya ke arah kiblat, sembari meletakkan tangan sejajar dengan pundak atau sejajar dengan telinga. Selain itu, dahi dan hidung hendaknya ditempelkan ke lantai, sementara kedua lengan diangkat dari lantai. Adapun kedua paha hendaknya direnggangkan dan perut diangkat dari keduanya. Demikian itu dia lakukan semampunya dan tanpa mengganggu orang yang ada di sampingnya. Dalam sujud hendaknya membaca, (سُبحَانَ رَبِّيَ الأَعْلَى) tiga kali atau lebih dan memperbanyak di dalamnya doa, sebagaimana sabda Nabi saw, “Sedekat-dekatnya posisi seorang hamba dengan Tuhannya adalah saat dia sujud. Maka perbanyaklah padanya doa." (HR. Muslim)
Kemudian bangkit dari sujud sambil bertakbir, lalu duduk iftirasy, yaitu dengan merebahkan telapak kaki kiri dan mendudukinya, sambil menegakkan telapak kaki kanan[29], lalu meletakkan tangan kanan di atas paha kanan dan tangan kiri di atas paha kiri di dekat lutut atau di atas lutut. Hendaknya duduk dengan tenang, sambil berdoa, (رَبِّ اغْفِرْ لِي) tiga kali atau lebih. Kemudian takbir, lalu sujud. Kemudian pada sujud kedua melakukan seperti apa yang dilakukan saat sujud pertama.
Kemudian mengangkat kepala sambil bertakbir dan bangkit untuk berdiri rakaat kedua. Melakukan di rakaat kedua seperti yang dilakukan pada rakaat pertama.
Kemudian duduk untuk tasyahhud awal pada shalat tiga dan empat rakaat dengan duduk iftirasy, seperti yang dilakukan pada duduk di antara dua sujud, sembari meletakkan kedua tangan di atas kedua paha, melingkarkan ibu jari dengan jari tengah, menekuk jari manis dan jari kelingking, serta menunjuk dengan jari telunjuk, atau boleh juga menekuk semua jemari dan menunjuk dengan jari telunjuk, sambil mengarahkan pandangan ke arahnya. Saat duduk tasyahhud membaca,
التَّحِيَّاتُ للهِ وَالصَّلَوَاتُ وَالطَّيِّبَاتُ السَّلَامُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ السَّلَامُ عَلَينَا وَعَلَى عِبَادِ اللهِ الصَّالِحِينَ، أَشهَدُ أنْ لَا إلَهَ إلَّا اللهُ وَأشهَدُ أنَّ محمدًا عَبدُهُ وَرَسُولُهُ
Kemudian bangkit untuk berdiri rakaat ketiga dengan mengangkat tangan. Lalu dia lanjutkan shalat rakaat ketiga dan keempat dengan membaca al-Fatihah.
Kemudian duduk tasyahhud akhir dengan tawarruk, yaitu merebahkan telapak kaki kiri dan mengeluarkannya dari bawah kaki kanan, sambil menegakkan telapak kaki kanan dan duduk dengan pantat kiri[30]. Lalu membaca tasyahhud akhir, yaitu tasyahhud awal dengan tambahan shalawat,
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى محمدٍ وَعَلَى آل محمد كمَا صَلَّيتَ عَلَى إبرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إبرَاهِيمَ وَبَارِكْ عَلَى محمدٍ وَعَلَى آلِ محمدٍ كمَا بَارَكْتَ عَلَى إبرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إبرَاهِيمَ إنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ
Kemudian memohon perlindungan kepada Allah dari empat perkara dengan doa,
أللَّهُمَّ إنِّي أعُوذُ بِكَ مِن عَذَابِ جَهَنَّمَ وَمِن عَذَابِ الْقَبرِ وَمِن فِتنَةِ الْمَحيَا وَالْمَمَاتِ وَمِن شَرِّ فِتنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ
“Ya Allah, aku berlindung kepadaMu dari siksa jahannam dan siksa kubur, dan dari fitnah kehidupan dan kematian, dan dari keburukan fitnah Dajjal." (HR. Muslim)
Kemudian berdoa dengan doa yang dikehendaki.
Selanjutnya salam ke kanan dan ke kiri, seraya mengucapkan,
السَّلامُ عَلَيكُم وَرَحمَةُ الله.. السَّلَامُ عَلَيكُم وَرَحمَةُ الله
Setelah salam mengucapkan, (أستغفر الله) tiga kali dan mengucapkan,
(الَّلهُمَّ أنتَ السَّلَامُ وَمِنكَ السَّلَامُ تَبَارَكتَ يَا ذَا الْجَلَالِ وَالْإكْرَامِ)
Kemudian berzikir dengan zikir yang dituntunkan setelah shalat.
Demikian kajian kita, insyaAllah kita lanjutkan pada kajian berikutnya dengan pembahasan seputar kesalahan-kesalahan yang biasa dilakukan banyak orang dalam shalat.
Kesalahan-kesalahan Dalam Shalat (1)
Kita telah membahas pada kajian sebelumnya tentang tata cara shalat. Pada kajian ini kita akan membahas beberapa kesalahan yang sering dilakukan banyak orang. Kita akan jelaskan secara ringkas dan padat agar kita dapat menghindarinya dan mengingatkan orang lain. Di antara kesalahan-kesalahan itu adalah sebagai berikut:
- Menyaringkan niat saat memulai shalat. Ini adalah bid'ah yang tidak pernah dikerjakan oleh Nabi saw dan para sahabat. Niat itu letaknya di dalam hati dan tidak perlu diucapkan.
- Kesalahan lainnya adalah bahwa sebagian orang jika masuk masjid dan mendapati imam rukuk, dia melakukan takbiratul ihram dengan posisi menunduk untuk rukuk. Ini dapat membatalkan shalat, sebab takbiratul ihram harus dilakukan dengan berdiri tegak, baru kemudian takbir untuk rukuk, lalu rukuk. Jika dia buru-buru, lalu meninggalkan takbir rukuk dan hanya sempat melakukan takbiratul ihram dengan berdiri, maka demikian itu cukup dan shalatnya sah.
- Kesalahan berikutnya adalah berjalan dengan tergopoh-gopoh saat mendengar iqamah atau khawatir ketinggalan rakaat. Padahal Rasulullah saw bersabda, “Jika kalian mendengar iqamah, maka berjalanlah menuju shalat dengan tenang dan santai. Jangan tergesa-gesa. Apa yang kalian dapati (dari shalat) ikutilah. Dan apa yang tertinggal, maka sempurnakanlah." (HR. Bukhari) sunnahnya adalah berjalan dengan jalan biasa.
- Kesalahan lain adalah tidak meluruskan shaf. Nabi saw bersabda, “Luruskanlah shaf kalian, sebab meluruskan shaf adalah bagian dari kesempurnaan shalat." (HR. Bukhari dan Muslim) yang menjadi tolak ukur dalam meluruskan shaf adalah kesejajaran bahu untuk bagian atas badan dan mata kaki untuk bagian bawahnya.
- Kesalahan berikutnya adalah datang ke masjid setelah makan bawang putih atau bawang merah. Nabi saw bersabda, “Siapa yang makan bawang putih atau bawang merah, maka menjauhlah dari kami" dalam riwayat lain, “Menjauhlah dari masjid kami dan diamlah di rumahnya." (Muttafaq 'alaih)
Larangan ini meliputi apa saja yang berbau tidak sedap, yang dapat mengganggu orang lain, seperti rokok. Rokok ini zatnya buruk dan mengganggu orang lain dengan baunya adalah keburukan lainnya.
- Kesalahan selanjutnya adalah menjalin jari-jari tangan ketika shalat atau saat keluar menuju masjid. Hal ini hukumnya makruh, sebagaimana sabda Nabi saw, “Jika salah seorang dari kalian telah berwudhu' dengan wudhu' yang baik, kemudian dia keluar menuju masjid, maka janganlah dia menjalin jari-jari tangannya, sebab dia berada dalam shalat." (HR. Abu Daud dan dishahihkan oleh Albani)
Semoga Allah senantiasa melindungi kita dari kesalahan dan kekeliruan, serta memaafkan kita dari kelalaian kita. Demikian kajian kita, dan kita lanjutkan insyaAllah pada kajian berikutnya.
Kesalahan-kesalahan Dalam Shalat (2)
Kita lanjutkan pembahasan yang telah kita mulai pada kajian sebelumnya, yaitu tentang kesalahan-kesalahan dalam shalat, yaitu sebagai berikut:
- Di antara kesalahan itu adalah tidak berhias ketika hendak shalat. Sebagian orang menghadiri shalat, khususnya shalat shubuh dengan mengenakan pakaian yang dia gunakan untuk tidur atau dengan pakaian jelek yang tidak dia gunakan ke tempat kerja ataupun ke acara tertentu. Padahal Allah berfirman,
﴿يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ﴾
“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid." (QS. al-A'raf: 31)
- Kesalahan lainnya adalah bersandar di tembok atau tiang saat shalat fardhu tanpa uzur. Ini dapat membatalkan shalat. Demikian itu, karena berdiri tegak bagi yang mampu merupakan salah satu rukun shalat.
- Kesalahan berikutnya adalah mengangkat pandangan ke langit ketika shalat. Hal ini diharamkan, sebagaimana diriwayatkan oleh al-Bukhari dari Anas radhiyallahu 'anhu berkata, Rasulullah saw bersabda, “Mengapa suatu kaum mengangkat pandangan mereka ke langit dalam shalat mereka?" ucapan beliau meninggi hingga bersabda, “Mereka berhenti melakukan itu atau pandangan mereka akan tercabut."
- Kesalahan lainnya adalah perkataan sebagian makmum saat imam membaca (إياك نعبد وإياك نستعين), mereka menimpali dengan kalimat (استعنا بالله), hal ini menyelisihi sunnah dan dianggap oleh Imam Nawawi sebagai bid'ah.
- Kesalahan selanjutnya adalah makmum mengangkat suaranya dalam membaca ayat al-Qur'an atau zikir dalam shalat fardhu yang menjadikan orang yang ada di sampingnya terganggu. Nabi saw bersabda, “Sesungguhnya salah seorang dari kalian jika berada dalam shalatnya, sejatinya sedang bermunajat kepada Rabbnya, maka janganlah kalian angkat suara kalian dalam membaca ayat al-Qur'an yang menyebabkan orang mukmin yang sedang shalat terganggu." (dishahihkan oleh Albani)
- Kesalahan lainnya adalah tidak berbarengannya ucapan “Aamiin" sebagian makmum dengan imam. Nabi saw bersabda, “Jika imam mengucapkan “Aamiin", maka ikutilah dengan mengucapkan “Aamiin" pula. Sebab siapa yang ucapan “Aamiin"nya berbarengan dengan “Aamiin"nya malaikat, maka diampuni baginya dosanya yang telah lalu." Ibnu Syihab berkata, “Rasulullah saw mengatakan “Aamiin". (HR. Bukhari)
Semoga Allah senantiasa memberikan kita kepahaman dalam agama dan selalu mengikuti sunnah Nabi saw, pemimpin para Rasul. Demikian kajian kita, insyaAllah kita lanjutkan pembahasan kita pada kajian berikutnya.
Kesalahan-kesalahan Dalam Shalat (3)
Kita akan lanjutkan pembahasan tentang kesalahan-kesalahan yang biasa dilakukan saat shalat:
- Di antara kesalahan tersebut adalah makmum yang masbuq menunggu imam apabila dia sedang sujud atau duduk hingga dia berdiri. Tuntunan yang disyari'atkan adalah masuk ke dalam shalat dalam rukun apapun. Dalilnya adalah keumuman sabda Nabi saw, “Apa yang engkau dapati (dari shalat) itu, maka ikutilah. Dan apa yang tertinggal, maka sempurnakanlah." (HR. Bukhari)
- Di antara kesalahan yang dapat membatalkan shalat adalah sujud dengan tidak menyertakan anggota sujud yang tujuh, sebagaimana disabdakan oleh Nabi saw, “Aku diperintahkan untuk sujud dengan tujuh anggota tubuh, yaitu dahi (beliau juga memberikan isyarat ke hidungnya), dua tangan, dua lutut, dan ujung dua telapak kaki." (Muttafaq 'alaih)
Sebagian orang jika sujud mengangkat kakinya sedikit dari lantai, atau meletakkan salah satunya di atas yang lain. Sebagian lainnya tidak menempelkan dengan benar dahinya atau hidungnya ke lantai. Hal ini dapat membatalkan shalat.
- Kesalahan lainnya saat sujud adalah menempelkan kedua tangan di lantai. Nabi saw melarang hal itu dengan sabdanya, “Tegakkanlah (tangan kalian) saat sujud dan janganlah kalian mengujurkan lengan kalian seperti anjing mengujurkan lengannya." (Muttafaq 'alaih)
Yang dimaksud dengan menegakkan adalah pertengahan antara membentangkan dan mengujurkan tangan. Disunnahkan merenggangkan anggota badan saat sujud, yaitu dengan cara mengangkat kedua siku, menjauhkan antara lengan dengan (bagian bawah ketiak) dan mengangkat perut dari paha, juga mengangkat paha dari betis. Demikian itu dilakukan semampunya tanpa berlebih-lebihan dan tanpa mengganggu orang yang berada di samping.
- Kesalahan lainnya adalah tidak beriringan dengan imam dalam gerakan-gerakan shalat, seperti orang yang mendahului imam atau bersamaan gerakannya dengan imam atau terlambat dari gerakan imam. Nabi saw bersabda, “Sesungguhnya imam itu dijadikan untuk diikuti. Jika dia takbir, maka takbirlah. Jika dia sujud, maka sujudlah. Jika dia bangkit, maka bangkitlah." (Muttafaq 'alaih)
Nabi saw juga bersabda, “Tidakkah salah seorang dari kalian khawatir bila dia mengangkat kepalanya sebelum imam, Allah jadikan kepalanya menjadi kepala keledai atau Allah rubah rupanya seperti rupa keledai." (HR. Bukhari)
Semoga Allah menjadikan kita dari bagian orang-orang yang senantiasa berjalan di atas jalan ilmu yang bermanfaat dan mengambil terang dengan cahayaNya. Demikian kajian kita, insyaAllah kita lanjutkan pembahasan ini pada kajian berikutnya.
Kesalahan-kesalahan Dalam Shalat (4)
Kita akan lanjutkan pembahasan tentang kesalahan-kesalahan dalam shalat, sebagai pengingat bagi diri kita dan agar kita dapat memberi peringatan kepada orang lain.
- Di antara kesalahan yang dapat membatalkan shalat adalah tidak menyempurnakan tuma'ninah dalam shalat. Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, bahwasanya Rasulullah saw masuk ke masjid, lalu datang seorang laki-laki kemudian shalat. Setelah itu dia mengucapkan salam kepada Nabi saw, dan beliau pun menjawabnya, seraya bersabda, “Ulangilah shalatmu. Sungguh engkau belum menunaikan shalat." Orang itupun mengulangi shalatnya sebagaimana caranya tadi. Kemudian dia datang lagi dan mengucap salam kepada Nabi saw. Beliau pun berkata lagi, “Ulangilah shalatmu. Sungguh engkau belum menunaikan shalat." Sampai orang itu mengulanginya tiga kali. Kemudian dia berkata, “Demi Tuhan yang mengutusmu dengan kebenaran, aku tidak mampu melakukan yang lebih baik dari itu, maka ajarilah aku?" Nabi saw bersabda, “Jika engkau berdiri untuk shalat, maka takbirlah, lalu bacalah bebarapa ayat dari al-Qur'an. Kemudian rukuklah sampai engkau benar-benar rukuk sempurna. Lalu bangkitlah hingga engkau benar-benar tegak berdiri. Kemudian sujudlah sampai engkau benar-benar sujud sempurna. Lalu bangkitlah hingga engkau benar-benar duduk sempurna. Lakukan yang demikian itu dalam seluruh shalatmu." (HR. Bukhari)
Tuma'ninah dapat dicapai dengan stabil dan tenangnya anggota tubuh dalam setiap rukun yang bersifat gerakan, seperti rukuk, sujud, berdiri dan duduk.
- Kesalahan lainnya yang dapat membatalkan shalat adalah tidak melafazkan bacaan dan tidak menggerakkan lisan saat membaca zikir dalam shalat, seperti al-Fatihah, tasbih, takbir dan lainnya dibaca di dalam hati tanpa menggerakkan lisan. Ini adalah kesalahan yang dapat membatalkan shalat. Seharusnya adalah melafazkan bacaan itu dengan lisan. Adapun orang yang tidak menggerakkan lisannya, itu namanya tafakkur, bukan membaca.
- Kesalahan lainnya adalah mengangkat dan merendahkan kepala di antara dua salam. Hal ini tidak ada tuntunannya dalam Sunnah dan tidak pula dari para ulama.
- Kesalahan selanjutnya adalah selalu menyalami jamaah shalat yang ada di sebelahnya setelah salam secara langsung, seraya mengatakan “Taqabbalallahu" atau “Haraman". Hal ini tidak disyari'atkan dan merupakan bagian dari sesuatu yang diada-adakan dalam agama.
- Kesalahan lain adalah seorang yang masbuq bangkit untuk menyempurnakan rakaat yang tertinggal sebelum imam selesai salam kedua (ke kiri).
- Kesalahan berikutnya adalah mendirikan jamaah kedua di masjid sementara imam belum selesai dari shalatnya. Para ulama melarang hal ini karena dapat menyebabkan pembelahan kaum muslimin dan menjadikan sebagian mengganggu sebagian lainnya.
Semoga Allah menjadikan kita sebagai orang yang mendengarkan perkataan dan mengikuti yang terbaik darinya. Demikian kajian kita, insyaAllah kita lanjutkan pembahasan ini pada kajian berikutnya.
Kesalahan-kesalahan Dalam Shalat (5)
Kita lanjutkan pembahasan kita seputar kesalahan-kesalahan dalam shalat:
- Di antara kesalahan itu adalah shalat dengan pakaian yang pendek, yang memperlihatkan sebagian aurat, seperti paha atau bagian bawah punggung. Hal ini dapat membatalkan shalat. Aurat laki-laki adalah antara pusar sampai lutut. Adapun perempuan, seluruh tubuhnya adalah aurat di dalam shalat, kecuali wajah dan telapak tangan. Untuk kehati-hatian, sebaiknya seorang wanita menutup telapak tangannya. Adapun di hadapan laki-laki yang bukan mahramnya, maka hendaknya seorang wanita menutup semua tubuhnya.
- Kesalahan lainnya adalah yang dilakukan oleh sebagian orang yang sakit, di mana mereka menyepelekan penunaian shalat sesuai kemampuan. Sebagian mereka ada yang mampu shalat dengan berdiri, tetapi dia tak mampu berdiri hingga rukuk. Seharusnya dia shalat dengan cara berdiri sampai batas kemampuannya. Jika sudah merasa letih, maka dia boleh duduk. Begitu pula dengan orang yang mampu sujud tapi tidak mampu rukuk, dia wajib melakukan sujud dengan cara yang disyari'atkan. Adapun rukuk, dia dapat melakukannya dengan cara duduk atau dengan sebatas kemampuannya, sebagaimana sabda Nabi saw, “Shalatlah dengan cara berdiri. Jika engkau tidak mampu, maka dengan cara duduk. Jika tidak mampu, maka berbaringlah." (HR. Bukhari) dan sabda beliau, “Dan apapun yang aku perintahkan kepada kalian, maka kerjakanlah semampu kalian." (Muttafaq 'alaih)
- Kesalahan berikutnya adalah tidak mempersilahkan yang lebih baik bacaan al-Qur'annya untuk menjadi imam jika orang tersebut lebih muda usianya atau status sosialnya rendah di hadapan manusia. Nabi saw bersabda, “Orang yang berhak mengimami suatu kaum adalah yang paling baik bacaan al-Qur'annya. Jika bacaan mereka sama baiknya, maka yang lebih paham tentang Sunnah. Jika kepahaman mereka terhadap Sunnah sama, maka yang lebih dahulu hijrah. Jika mereka bersamaan dalam hijrah, maka yang lebih tua usianya." (HR. Muslim)
- Di antara kesalahan adalah keluar dari masjid tanpa uzur setelah azan dikumandangkan. Sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahihnya, dari Abu Sya'tsa' berkata, “Kami sedang duduk-duduk di masjid bersama Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, lalu muadzin mengumandangkan azan. Tiba-tiba seorang laki-laki berdiri dan pergi dari masjid. Abu Hurairah pun memandangi lelaki itu hingga dia keluar dari masjid. Lalu Abu Hurairah radhiallahu 'anhu berkata, “Adapun orang itu, sungguh dia telah mendurhakai Abul Qasim (Nabi saw)." Dikecualikan dari hal ini, orang yang keluar untuk berwudhu', atau keluar dengan niat akan kembali lagi karena waktu agak longgar, seperti orang yang keluar guna membangunkan keluarganya, lalu kembali lagi. Demikian pula orang yang keluar untuk shalat di masjid lain, jika memang dia memprediksi akan dapat mendapatkan jamaah di sana.
Semoga Allah menambahkan bagi kita ilmu dan pemahaman agama. Demikian kajian kita, insyaAllah kita lanjutkan kajian berikutnya dengan pembahasan seputar sujud sahwi dan beberapa masalah yang terkait dengan lupa dan ragu-ragu dalam shalat.
Hukum-hukum Sujud Sahwi (1)
Kita akan membahas pada kajian ini tentang sujud sahwi dan beberapa masalah yang berkaitan dengan lupa dan ragu-ragu dalam shalat.
Sujud sahwi adalah sujud dua kali yang dilakukan oleh orang yang shalat sebagai pengganti kekeliruan yang dilakukan dalam shalatnya karena lupa atau ragu-ragu. Sebab-sebab sujud sahwi dilakukan ada tiga perkara, yaitu tambahan atau kekurangan atau ragu-ragu dalam shalat.
Sebab pertama: tambahan dalam shalat
- Jika seorang ragu-ragu dalam shalatnya, lalu dia mendatangkan tambahan, baik berdiri atau rukuk atau lainnya dari gerakan shalat karena lupa atau ragu, dan dia baru ingat tambahan itu setelah dia selesai mengerjakannya, maka hal yang harus dia lakukan hanyalah sujud sahwi. Contohnya: seseorang shalat zhuhur lima rakaat. Dan dia baru ingat tambahan itu saat berada pada posisi tasyahhud, maka hendaknya dia menyempurnakan shalatnya hingga salam, lalu sujud sahwi, kemudian salam. Jika dia sujud sahwi sebelum salam, tidak masalah.
- Adapun jika dia mengingat tambahan itu saat sedang melakukannya, maka wajib baginya kembali darinya dan menyempurnakan shalatnya, lalu sujud sahwi setelah salam. Jika dia sujud sahwi sebelum salam, maka tidak masalah. Dalilnya adalah hadits Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu 'anhu, bahwasanya Nabi saw shalat zhuhur lima rakaat. Lalu ada yang bertanya kepada beliau, “Apakah shalat ditambah?" beliau pun balik bertanya, “Apa maksudmu?" orang itu berkata, “Engkau shalat lima rakaat", lalu Nabi saw pun sujud dua kali setelah beliau salam. Dan dalam riwayat yang lain, kemudian beliau duduk menghadap kiblat dan sujud dua kali, lalu salam. (Muttafaq 'alaih)
- Jika seseorang salam sebelum menyempurnakan shalatnya karena lupa dan dia baru ingat setelah jeda waktu yang lama atau setelah wudhu'nya batal, maka shalatnya itu batal. Dia wajib mengulangi shalatnya. Jika dia ingat setelah jeda waktu yang singkat, maka hendaknya dia menyempurnakan shalatnya dan sujud sahwi setelah salam. Jika dia lakukan sujud sahwi sebelum salam, maka tidak mengapa. Dalilnya adalah hadits Imran bin Hushain bahwa Rasulullah saw shalat asar dan salam setelah tiga rakaat, lalu beliau masuk ke rumahnya. Kemudian datanglah kepadanya seseorang bernama al-Khirbaq, yang mana dia memiliki tangan yang panjang. Dia berkata, “Wahai Rasulullah, dan dia pun menyebutkan apa yang beliau lakukan." Lalu beliau keluar dengan marah dan menarik selendangnya hingga sampai di hadapan orang-orang, lalu bersabda, “Apakah benar yang dia katakan?" mereka menjawab, “Benar". Maka beliau pun shalat satu rakaat, kemudian salam, lalu sujud dua kali, kemudian salam. (HR. Muslim)
Demikian kajian kita, insyaAllah kita lanjutkan pada kajian berikutnya tentang sebab kedua dari sebab-sebab sujud sahwi, yaitu keragu-raguan.
Hukum-hukum Sujud Sahwi (2)
Kita lanjutkan pembahasan seputar hukum-hukum terkait sujud sahwi. Pada pembahasan ini kita akan mengulas tentang sebab kedua dari sebab-sebab sujud sahwi, yaitu keragu-raguan antara dua kemungkinan. Jika salah satu dari kedua kemungkinan tersebut lebih dominan dalam dirinya, maka itulah yang dia pilih dan sujud sahwi setelah salam. Jika sujud sahwi dilakukan sebelum salam, maka tidak mengapa.
Demikian itu sebagaimana diriwayatkan oleh Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu 'anhu, dari Nabi saw, beliau bersabda, “Jika salah seorang dari kalian ragu di dalam shalatnya, maka hendaknya dia mengambil kemungkinan yang benar, lalu hendaknya dia menyempurnakannya, kemudian salam, lalu sujud dua kali." (Muttafaq 'alaih)
Jika tidak mampu dia memilih yang kemungkinan benar dari dua pilihan itu, maka hendaknya dia mengambil yang dia yakini, yaitu yang lebih sedikit, lalu dia sempurnakan shalatnya dan dia sujud sahwi sebelum salam. Dalilnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Sa'id al-Khudri radhiyallahu 'anhu, bahwasanya Nabi saw bersabda, “Jika salah seorang dari kalian ragu dalam shalatnya dan tidak tahu berapa rakaat yang telah dia kerjakan, tiga atau empat, maka hendaknya dia membuang keraguan itu dan mengambil sesuatu yang diyakini, kemudian hendaknya dia sujud dua kali sebelum salam. Jika ternyata dia telah shalat lima rakaat, maka sejatinya ia telah menggenapkan baginya shalatnya. Namun jika ternyata dia telah menyempurnakan empat rakaat, maka sujud itu menjadi tamparan bagi setan." (dishahihkan oleh Albani)
Keragu-raguan dalam ibadah harus diacuhkan dalam dua kondisi:
1. Jika telah selesai dari ibadah tersebut, maka keraguan harus diacuhkan, kecuali jika yakin terhadap sesuatu yang lain, maka dia harus melakukan yang dia yakini.
2. Jika seringkali ragu itu menggelayuti seseorang, di mana setiap kali dia melakukan ibadah, mesti dia ragu-ragu, maka hal ini harus diacuhkan.
Semoga Allah menambahkan bagi kita ilmu, petunjuk dan taufiq. Demikian kajian kita, insyaAllah pada kajian berikutnya kita akan membahas sebab ketiga dari sebab-sebab sujud sahwi, yaitu kekurangan dalam shalat.
Hukum-hukum Sujud Sahwi (3)
Kita lanjutkan pembahasan kita seputar hukum-hukum sujud sahwi. Kita akan menyelesaikannya dalam kajian kita ini dengan pembahasan tentang sebab ketiga dari sebab-sebab sujud sahwi, yaitu kekurangan dalam shalat. Masalah ini berbeda-beda sesuai dengan perkara yang kurang tersebut berstatus rukun atau wajib.
Pertama: jika yang kurang itu adalah rukun, seperti rukuk, sujud, membaca al-Fatihah dan lainnya, maka:
- Jika dia ingat rukun tersebut sebelum sampai ke posisinya di rakaat berikutnya, maka hendaknya kembali dan melakukan rukun tersebut, lalu sempurnakanlah shalat, kemudian sujud sahwi. Sebagai contoh: Jika seseorang lupa rukuk, lalu dia ingat saat sujud pada rakaat yang sama atau saat membaca al-Fatihah di rakaat berikutnya, maka hendaknya dia tinggalkan sujud atau membaca al-Fatihah tersebut, sembari langsung rukuk, lalu dia sempurnakan shalatnya, kemudian sujud sahwi setelah salam. Jika dia sujud sahwi sebelum salam, maka boleh-boleh saja.
- Jika dia ingat setelah sampai pada posisinya di rakaat berikutnya, maka hendaknya dia membatalkan rakaat yang kurang itu, dan menjadikan rukun ini sebagai penggantinya, lalu dia sempurnakan shalatnya, kemudian sujud sahwi setelah salam. Jika dia sujud sahwi sebelum salam, maka boleh-boleh saja. Contohnya: Jika dia lupa rukuk di rakaat pertama, lalu dia ingan saat posisi rukuk di rakaat kedua, maka rakaat pertama harus dia batalkan (tidak dianggap). Jadi, rakaat kedua itu menjadi rakaat pertama baginya.
- Jika dia tidak ingat rukun yang terlupakan itu, kecuali setelah salam, maka penjelasannya sebagai berikut: Jika rukun yang ditinggalkan itu adalah bagian dari rakaat terakhir, maka dia ulangi rukun tersebut dan apa saja setelahnya, lalu sujud sahwi. Jika rukun yang ditinggalkan itu adalah bagian dari rakaat sebelumnya, maka hendaknya dia mengganti satu rakaat sempurna. Demikian itu jika jedanya tidak terlampau lama antara salam dan dia mengingat hal itu. Jika jedanya sudah cukup lama, atau wudhu'nya batal, maka dia harus mengulangi shalatnya.
- Jika rukun yang dia lupa itu adalah takbiratul ihram, maka shalatnya tidak sah. Oleh karenanya, dia harus mengulang shalatnya.
Kedua: jika yang kurang itu adalah wajib, seperti takbiratul intiqal, atau tasyahhud awal, atau bacaan (سبحان ربي العظيم) pada rukuk dan sebagainya, maka:
- Jika dia ingat sebelum meninggalkan posisi wajib tersebut, maka dia harus melakukannya dan tidak ada apa-apa atasnya, tidak pula sujud sahwi.
- Jika dia ingat setelah meninggalkan posisi wajib tersebut dan sebelum sampai pada posisi rukun setelahnya, maka dia harus kembali dan melakukan wajib tersebut, lalu menyempurnakan shalatnya, kemudian sujud sahwi setelah salam. Jika dia sujud sebelum salam, maka tidak mengapa.
- Jika dia ingat wajib tersebut saat sudah berada pada posisi rukun setelahnya, maka wajib tersebut menjadi gugur. Dia tidak harus kembali kepadanya, tetapi hendaknya dia sempurnakan shalatnya, lalu sujud sahwi sebelum salam[31]. Dalilnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Buhainah radhiyallahu 'anhu, bahwasanya Nabi saw shalat mengimami mereka shalat zhuhur. Beliau berdiri pada dua rakaat pertama, tidak duduk. Maka para makmum pun ikut berdiri. Hingga ketika beliau sudah menyelesaikan shalatnya dan jamaah menunggu salam beliau, beliau pun takbir dalam kondisi duduk, lalu sujud dua kali sebelum salam, kemudian salam.
Semoga Allah membimbing kita meraih ridhaNya. Demikian kajian kita, insyaAllah kita lanjutkan pada kajian berikutnya dengan pembahasan seputar masalah-masalah yang berkaitan dengan shalatnya orang yang uzur.
Hukum-hukum yang Berkaitan Dengan Shalatnya Orang Uzur
Kita akan membahas dalam kajian ini seputar masalah-masalah yang berkaitan dengan shalatnya orang yang uzur, yaitu orang sakit, musafir dan orang takut.
Hukum-hukum terkait shalat orang sakit:
- Jika ada bahaya atau kesulitan dengan menunaikan shalat di masjid, atau khawatir jika dia berangkat ke masjid akan tertimpa penyakit, atau sakitnya bertambah parah, atau akan lama sembuh, maka boleh baginya shalat di rumah.
- Dia dapat menunaikan shalat sesuai kemampuannya, sebagaimana firman Allah SWT,
﴿فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ﴾
“Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu." (QS. at-Taghabun: 16)
Demikian juga hadits Imran bin Hushain radhiyallahu 'anhu, dia berkata, “Aku pernah sakit ambeien/wasir, maka aku bertanya kepada Nabi saw tentang tata cara shalat?" Beliau bersabda,
صَلِّ قَائِمًا، فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَقَاعِدًا، فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَعَلَى جَنْبٍ
“Shalatlah dengan cara berdiri. Jika engkau tidak mampu, maka dengan cara duduk. Jika engkau tidak mampu, maka dengan cara berbaring." (HR. Bukhari)
- Jika seseorang mampu shalat dengan berdiri, tetapi dia tak mampu berdiri hingga rukuk. Maka hendaknya dia shalat dengan cara berdiri sampai batas kemampuannya. Jika sudah merasa letih, maka dia boleh duduk. Begitu pula dengan orang yang mampu sujud tapi tidak mampu rukuk, dia wajib melakukan sujud dengan cara yang disyari'atkan. Adapun rukuk, dia dapat melakukannya dengan cara duduk atau dengan sebatas kemampuannya, sebagaimana sabda Nabi saw di atas dan sabda beliau, “Dan apapun yang aku perintahkan kepada kalian, maka kerjakanlah semampu kalian." (Muttafaq 'alaih)
- Jika susah baginya menunaikan setiap shalat pada waktunya, maka boleh baginya menjama' antara shalat zhuhur dengan asar, juga maghrib dengan isya' pada salah satu waktunya.
Hukum shalat musafir:
- Seorang musafir boleh mengqashar shalat empat rakaat menjadi dua rakaat, yaitu zhuhur, asar dan isya', sebagaimana tersebut dalam hadits 'Aisyah radhiyallahu 'anha, dia berkata, “Shalat difardhukan dua rakaat, dua rakaat, baik dalam safar maupun mukim. Lalu hal itu tetap berlaku pada shalat safar dan ditambah pada shalat mukim." (Muttafaq 'alaih)
- Diperbolehkan pula menjama' antara zhuhur dengan asar dan antara maghrib dengan isya' pada salah satu waktunya. Dari Sa'id bin Jubair radhiyallahu 'anhu, dari Ibnu 'Abbas radhiyallahu 'anhu, bahwasanya Rasulullah saw menjama' antara shalat dalam suatu perjalanan pada perang Tabuk. Beliau menjama' antara zhuhur dengan asar dan maghrib dengan isya'. Sa'id berkata, “Aku bertanya kepada Ibnu 'Abbas, apa yang membuat Beliau melakukan itu?" Dia berkata, “Beliau ingin agar tidak menyulitkan umatnya." (HR. Muslim) maksudnya agar mereka tidak kesulitan dengan shalat itu.
Adapun hukum bagi orang yang diliputi ketakutan:
- Seperti para mujahidin di jalan Allah, jika mereka berada dalam medan tempur dan khawatir musuh menyerang mereka, maka mereka boleh melakukan shalat khauf dengan tata cara mana saja yang dituntunkan oleh Nabi saw. Jika ketakutan semakin menguat, maka mereka boleh shalat sambil berjalan atau menggunakan kendaraan, baik menghadap kiblat ataupun tidak, dengan memberikan isyarat untuk rukuk dan sujud, sebagaimana firman Allah,
﴿فَإِنْ خِفْتُمْ فَرِجَالًا أَوْ رُكْبَانًا﴾
“Jika kamu dalam keadaan takut (bahaya), maka shalatlah sambil berjalan atau berkendaraan." (QS. al-Baqarah: 239)
- Demikian halnya bagi setiap orang yang takut atas dirinya, dia boleh shalat sesuai kondisinya dengan melakukan apa saja yang dia butuhkan, baik kabur dan lain sebagainya, kecuali orang yang kabur dari hak yang dituntut darinya, seperti pencuri dan lainnya, maka tidak boleh baginya melakukan shalat khauf. Sebab ia adalah rukhshah (keringanan). Dan keringanan tidak diraih dengan maksiat.
Kita memohon kepada Allah kepahaman dalam agama. Demikian kajian kita, insyaAllah kita lanjutkan pada kajian berikutnya dengan pembahasan seputar hukum-hukum shalat jumat.
Hukum-hukum dan Adab-adab Hari Jumat
Kita akan membahas pada kajian ini seputar hukum-hukum dan adab-adab shalat jumat:
- Shalat jumat adalah salah satu dari syi'ar Islam yang agung. Allah berfirman,
﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ﴾
“Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui." (QS. al-Jumu'ah: 9)
Nabi saw juga mengancam orang yang sengaja meninggalkannya tanpa uzur syar'i dengan tutupan pada hatinya. Beliau bersabda, “Adakah suatu kaum berhenti dari meninggalkan shalat jumat, atau Allah akan menutup hati mereka, lalu mereka menjadi orang-orang yang lalai." (HR. Muslim)
- Shalat jumat wajib atas laki-laki merdeka, mukallaf, mukim dan tidak memiliki uzur.
- Disunnahkan bagi orang yang menghadiri shalat jumat untuk mandi dan berwangi-wangian, mengenakan pakaian yang bagus, bersegera mendatanginya dan shalat dua rakaat jika masuk ke masjid. Nabi saw bersabda, “Tidaklah seseorang mandi pada hari jumat dan bersuci semampunya, lalu menggunakan minyak rambut dan berwangi-wangian dengan wewangian di rumahnya, kemudian berangkat ke masjid, hingga tidak memisahkan antara dua orang (yang duduk), lalu shalat sunnah, kemudian diam saat imam membaca khutbah, melainkan diampuni dosanya di antara jumat itu dan jumat lainnya." (HR. Bukhari)
- Disunnahkan di malam jumat dan hari jumat memperbanyak shalawat bagi Nabi saw, sebagaimana sabda Beliau, “Sesungguhnya di antara hari-hari kalian yang paling utama adalah hari jumat. Padanya Allah ciptakan Adam. Padanya pula dia diwafatkan. Padanya ditiup sangkakala dan padanya pula binasa semua manusia. Maka perbanyaklah padanya shalawat untukku. Sebab shalawat kalian akan diperlihatkan kepadaku." (HR. Abu Daud dan dishahihkan oleh Albani)
- Orang yang menghadiri shalat jumat harus mendengarkan khutbah dan tidak menyibukkan diri dengan sesuatu yang lain, seperti memainkan sajadah, ponsel dan lain sebagainya. Nabi saw bersabda, “Jika engkau berkata kepada temanmu saat imam berkhutbah di hari jumat, “Dengarkanlah", maka sungguh sia-sia (ibadah jumatmu)." (Muttafaq 'alaih) dan sabda Nabi saw, “Siapa yang memainkan kerikil, maka sia-sia (ibadah jumatnya)." (HR. Muslim)
- Shalat jumat didapatkan dengan mendapatkan minimal satu rakaat bersama imam, sebagaimana sabda Nabi saw, “Siapa yang mendapatkan satu rakaat shalat, maka dia telah mendapatkan shalat." (Muttafaq 'alaih) siapa yang mendapatkan rukuk bersama imam, maka dia mendapatkan shalat jumat. Jika tidak, maka hendaknya dia shalat empat rakaat dengan niat shalat zhuhur.
Semoga Allah membimbing kita untuk senantiasa meraih keutamaan hari jumat. Demikian kajian kita, insyaAllah kita lanjutkan pada kajian berikutnya dengan pembahasan seputar shalat dua hari raya.
Hukum-hukum Seputar Shalat Dua Hari Raya
Kita akan membahas pada kajian ini seputar masalah-masalah yang berkaitan dengan shalat dua hari raya:
- Hari raya merupakan syi'ar agama yang tampak nyata. Ketika Nabi saw tiba di Madinah dan menemukan kaum Anshar bermain dan bersuka cita pada dua hari dalam satu tahun, beliau bersabda, “Sungguh Allah telah menggantikan bagi kalian dengan yang lebih baik dari keduanya, yaitu hari idul fitri dan idul adha." (HR. Abu Daud dan dishahihkan oleh Albani)
- Dinamakan ied yang berarti berulang, karena dia kembali dan berulang, serta diharapkan kedatangannya lagi, sebab ia adalah hari suka cita dan gembira ria, tanpa kemaksiatan.
- Shalat ied itu dua rakaat, tanpa azan dan iqamah. Imam membaca bacaannya dengan suara nyaring. Pada rakaat pertama, imam bertakbir sebanyak enam kali takbir sebelum membaca (al-Fatihah) selain takbiratul ihram. Adapun pada rakaat kedua, bertakbir lima kali, selain takbir bangkit dari sujud, dengan mengangkat kedua tangan pada setiap takbirnya. Setelah salam, imam membaca dua khutbah di hadapan jamaah, sebagaimana khutbah jumat.
- Disunnahkan bagi seorang muslim sebelum shalat ied untuk bersih-bersih, berwangian, mengenakan pakaian terbaik, berangkat dari satu jalan dan kembali dari tempat shalat dari jalan berbeda.
- Disunnahkan pada hari idul fitri sarapan dengan beberapa biji kurma ganjil sebelum keluar menuju shalat ied. Adapun pada idul adha, maka disunnahkan untuk tidak sarapan, kecuali setelah menunaikan shalat ied dari daging kurbannya.
- Disunnahkan bagi perempuan untuk menghadiri shalat ied tanpa perhiasan yang tampak dan tanpa wangi-wangian. Dari Ummu 'Athiyah radhiyallahu 'anha berkata, “Kami diperintahkan (oleh Nabi saw) untuk mengikutsertakan anak gadis kami saat hari raya. Beliau memerintahkan wanita yang haid agar tidak memasuki mushalla kaum muslimin." (Muttafaq 'alaih)
- Disunnahkan bertakbir, yaitu sejak tenggelamnya matahari malam idul fitri hingga selesai shalat ied[32].
- Selain itu, disyari'atkan pula dalam hari raya bersuka cita atas nikmat menyempurnakan ibadah dan bersyukur kepada Allah atas petunjuk dan taufiqNya. Disyari'atkan pula memasukkan kegembiraan di hati orang lain secara umum, menyambung tali silaturrahim dan berbuat baik kepada mereka.
- Diharamkan berpuasa pada dua hari raya, sebagaimana mengkhususkan hari raya sebagai hari menziarahi kubur adalah bid'ah yang diada-adakan.
Semoga Allah menjadikan hari raya kita sebagai hari suka cita dengan amalan yang diterima dan dosa-dosa terampuni, serta derajat yang ditinggikan. Demikian kajian kita.
Hukum-hukum Jenazah (1)
Pada kajian ini, kita akan membahas tentang masalah dan hukum-hukum jenazah:
Sebelum memasuki penjelasan tentang masalah ini, alangkah baiknya kita senantiasa menyiapkan diri untuk menghadapi hari ini, di mana ajal seseorang dari kita habis untuk hidup di dunia. Dan itulah kiamat bagi dirinya. Demikian itu dengan segera bertaubat dan mengembalikan hak kepada pemiliknya, serta senantiasa melakukan ketaatan. Allah berfirman,
﴿فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا﴾
“Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh." (QS. al-Kahfi: 110)
Seorang yang cerdas adalah yang senantiasa mengingat saat ketika dia terputus dari segala amalan dan setelah itu dimulailah segala perhitungan. Semoga Allah senantiasa menolong.
- Hendaknya bagi seseorang yang mengunjungi orang sakit agar mendoakannya mendapatkan kesembuhan dan mendorongnya untuk optimis dan berbaik sangka kepada Allah SWT. Sebagaimana tuntunan Nabi saw bila beliau mengunjungi orang sakita, beliau berkata, “Tidak apa-apa. insyaAllah ini menjadi pembersih." (Muttafaq 'alaih)
- Jika tampak tanda-tanda dekatnya ajal orang yang sakit itu, maka dianjurkan untuk dituntun dan dibimbing untuk memperbanyak mengucapkan kalimat tauhid dan pembuka pintu surga, yaitu kalimat لا إله إلا الله dengan hikmah dan cara yang baik. Nabi saw bersabda, “Bimbinglah orang yang sekarat itu untuk mengucapkan لا إله إلا الله." (HR. Muslim) jika khawatir dia akan gusar, maka tidak dituntun membacanya secara terus terang, namun diminta mengulang-ulang bacaan syahadat. Nabi saw bersabda, “Siapa yang perkataan terakhirnya di dunia adalah لا إله إلا الله maka dia masuk surga." (HR. Abu Daud dan dihasankan oleh Albani)
- Jika seorang muslim wafat, dianjurkan menutup matanya dan mendoakannya agar mendapatkan rahmat dan ampunan, serta menyegerakan pemakamannya dan membantu keluarga yang ditinggal. Rasulullah saw bersabda, “Segerakanlah (urusan) jenazah. Jika jenazah itu orang shaleh, maka itu adalah kebaikan yang kalian segerakan untuknya. Tetapi jika bukan seperti itu, maka itu adalah keburukan yang kalian tanggalkan dari leher kalian." (Muttafaq 'alaih) Nabi saw juga bersabda setelah Ja'far bin Abu Thalib mati syahid, “Buatkanlah untuk keluarga Ja'far makanan. Sungguh mereka dirundung sesuatu yang menyibukkan mereka." (HR. Abu Daud dan dihasankan oleh Albani)
Kita memohon kepada Allah agar menjadikan amal dan akhir usia kita baik, serta menjadikan kita tegar di atas jalan yang lurus. Demikian kajian kita, insyaAllah kita akan lanjutkan pada kajian berikutnya tentang tata cara memandikan, mengkafani dan menyolatkan mayit.
Hukum-hukum Jenazah (2)
Kita telah membahas pada kajian sebelumnya tentang beberapa hukum terkait dengan jenazah. Pada kajian ini, kita akan membahas prihal memandikan mayit, mengkafaninya dan menyolatkannya.
- Setelah seorang muslim wafat, maka wajib dimandikan dan ditutup auratnya. Orang yang memandikan memulai dengan membersihkan kotoran dari si mayit, lalu mewudhu'kannya dengan wudhu' yang syar'i. Kemudian dimandikan dengan air dan bidara tiga kali. Lalu diguyurkan air ke badannya tiga kali dari kanan ke kiri. Jika membutuhkan tambahan, maka ditambah dengan jumlah yang ganjil. Hendaknya dia tambahkan kapur pada guyuran terakhir. Inilah tata cara yang disunnahkan. Tetapi dapat pula dengan hanya membersihkan kotoran darinya dan mengguyurkan air ke seluruh badannya. Perempuan dimandikan oleh perempuan dengan cara yang sama, atau boleh juga oleh suaminya.
- Jenazah laki-laki dikafani dengan tiga lembar kain putih. Hendaknya diberikan wewangian di bagian-bagian lubang mayit, dahinya dan antara kafannya. Jenazah perempuan dikafankan dengan kain bagian bawah, selendang dan kerudung, serta dua lembar kain besar. Namun yang wajib dan sudah cukup menjadi sah dari itu semua adalah kain yang menutup seluruh badan mayit.
- Kemudian jenazah dibawa untuk dishalatkan. Imam berdiri di sisi kepala jenazah laki-laki dan di sisi tengah jenazah perempuan. Lalu bertakbir empat kali takbir. Setelah takbir pertama, membaca surat al-Fatihah dengan suara lirih, lalu takbir dan membaca shalawat untuk Nabi saw, kemudian bertakbir (yang ketiga) dan berdoa untuk mayit, lalu bertakbir dan salam kea rah kanan satu kali salam saja.
- Siapa yang ketinggalan bagian dari shalat jenazah, maka hendaknya dia qadha' setelah imam salam. Jika dia khawatir janazah tersebut diangkat, maka dia cukupkan dengan takbir-takbir ang ketinggalan, lalu salam. Siapa yang ketinggalan menyalatkan jenazah, maka dia dapat menyalatkannya sebelum dimakamkan. Dan boleh pula setelah dimakamkan.
- Terkait keutamaan shalat jenazah, Rasulullah saw bersabda, “Siapa yang mengiringi jenazah hingga dia dishalatkan, maka dia mendapatkan satu qirath. Dan siapa yang mengiringinya hingga dimakamkan, maka dia memperoleh dua qirath." Ada yang bertanya, “Apa maksudnya dua qirath?" Beliau menjawab, “Seperti dua gunung besar." (Muttaqaf 'alaih) Rasulullah saw juga bersabda, “Tidaklah wafat seorang muslim, lalu janazahnya dishalatkan oleh empat puluh orang yang tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun, melainkan Allah memberikan syafaat dari mereka baginya." (HR. Muslim)
Ya Allah jadikanlah sebaik-baik amal kami yang ada di akhir dan sebaik-baik usia kami adalah penutupnya, serta sebaik-baik hari kami adalah hari ketika berjumpa denganMu dalam kondisi Engkau ridha kepada kami. Demikian kajian kita, insyaAllah kita lanjutkan pada kajian berikutnya dengan pembahasan kesalahan dan kemungkaran yang dilakukan sebagian kalangan setelah kematian seorang muslim.
Hukum-hukum Jenazah (3)
Dalam kajian sebelumnya, kita telah membahas tentang hukum-hukum dan shalat jenazah. Dalam kajian ini, kita akan mengulas beberapa kesalahan dan kemungkaran yang dilakukan sebagian orang setelah seseorang muslim wafat.
- Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata, “Hal yang wajib atas kaum muslimin dalam kondisi ini bersabar dan mengharap pahala dari Allah, bukan menangis histeris, merobek-robek pakaian, menampar pipi dan lain sebagainya, sebagaimana sabda Nabi saw, “Bukan dari kami orang yang menampar pipi, menyobek kantong dan berseru dengan seruan jahiliyah", demikian pula sabda beliau, “Ada empat perkara pada umatku, yang mana ia merupakan kebiasaan jahiliyyah yang tidak mereka tinggalkan, yaitu membangga-banggakan kebesaran diri dan leluhur, merendahkan nasab orang lain, meminta hujan dengan bintang dan niyahah (menangis histeris saat kematian)." Beliau juga bersabda, “Wanita yang menangisi jenazah dengan histeris jika tidak bertaubat sebelum dia wafat, akan diberdirikan pada hari kiamat dengan mengenakan pakaian dari tembaga yang meleleh dan korengan di sekujur tubuh." (HR. Muslim) niyahah maksudnya menangisi jenazah dengan cara histeris. Dari Abu Musa Abdullah bin Qais radhiyallahu 'anhu, bahwasanya Rasulullah saw berlepas diri dari as-shaliqah, al-haliqah dan asy-syaqqah. Yang dimaksud dengan al-haliqah yaitu wanita yang menggundul atau mencabut rambutnya karena musibah. Asy-syaqqah adalah wanita yang menyobek pakaiannya karena musibah. Adapun as-shaliqah adalah yang mengangkat suaranya meratapi musibah. Semua itu adalah bagian dari bentuk tidak sabar terhadap musibah. Maka tidak boleh dilakukan oleh perempuan atau laki-laki sama sekali."[33]
- Di antara kesalahan yang dilakukan oleh sebagian orang adalah mengakhirkan membayar hutang mayit atau melaksanakan wasiatnya. Nabi saw bersabda, “Ruh seorang mukmin menggantung-gantung karena hutangnya, hingga hutang itu terlunasi." (HR. Ibnu Majah dan dishahihkan oleh Albani)
- Dan di antara bid'ah yang harus diingkari, yang dilarang oleh Nabi saw adalah menjadikan kuburan menjadi tempat shalat, atau membangun masjid di atasnya, atau menguburkan jenazah di masjid. Rasulullah saw bersabda, “Sungguh orang-orang terdahulu menjadikan kuburan Nabi-nabi dan orang shaleh dari mereka sebagai masjid. Maka janganlah kalian jadikan kuburan itu sebagai masjid. Aku melarang kalian dari hal itu." (HR. Muslim)
- Imam Muslim meriwayatkan dalam shahihnya, dari Jabir radhiyallahu 'anhu berkata, “Rasulullah saw melarang meninggikan bangunan kubur, duduk di atasnya dan membangun bangunan di atasnya." Imam Tirmidzi menambahkan, “Dan menulis di atasnya."
- Selain itu, termasuk bid'ah pula menabur bunga di atasnya.
Ya Allah jadikanlah kami senantiasa mengikuti tuntunan RasulMu, Muhammad saw, meneladani beliau dan berpegang teguh dengan sunnah beliau. Demikian kajian kita, insyaAllah kita akan lanjutkan pada kajian berikutnya dengan pembahasan tentang rukun ketiga dari rukun-rukun Islam, yaitu Zakat.
Hukum-hukum Zakat (1)
Dalam kajian ini kita akan membahas seputar rukun ketiga dari rukun-rukun Islam, yaitu Zakat.
Zakat adalah kewajiban terhadap harta yang diwajibkan oleh Allah SWT kepada orang muslim yang kaya, sebagai pembersih harta mereka dan bentuk kepedulian kepada saudara-saudara mereka yang fakir dan miskin, serta mustahiq zakat lainnya. Allah berfirman,
﴿وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ﴾
“Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat." (QS. al-Baqarah: 43)
Allah juga berfirman,
﴿خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا﴾
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka." (QS. at-Taubah: 103)
Allah menentukan pihak-pihak yang kepadanya zakat itu diberikan dalam firmanNya,
﴿إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ﴾
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana." (QS. at-Taubah: 60)
Orang fakir adalah orang yang tidak memiliki apapun atau hanya memiliki kurang dari setengah kebutuhan yang mencukupinya. Sementara miskin adalah orang yang memiliki setengah atau lebih dari kebutuhan yang mencukupinya, namun itu belum cukup baginya.
Adapun Amil zakat adalah orang yang ditugaskan oleh pemerintah untuk menghimpun zakat, menjaganya dan membagikannya. Mereka diberikan sesuai tugas yang diemban.
Sementara muallaf (orang yang diluluhkan hatinya) adalah orang yang diharapkan keislamannya atau tercegah keburukannya dari orang-orang kafir, atau orang yang diharapkan luluh hatinya dan bertambah imannya dari orang-orang yang berpengaruh dari kaum muslimin.
Adapun yang dimaksud riqab adalah memerdekakan hamba sahaya dan membebaskan tawanan dari kaum muslimin.
Gharim adalah orang yang memiliki hutang dan tidak mampu membayar, atau orang yang berhutang untuk memperbaiki hubungan, meskipun dia mampu.
Sedangkan fi sabilillah adalah para mujahid yang berjuang di jalan Allah.
Sementara Ibnu sabil adalah musafir yang kehabisan bekal di tengah perjalanan. Diberikan sesuai kebutuhannya untuk pulang ke kampung halamannya.
- Tidak boleh memberikan zakat kepada orang kafir yang tidak karena tujuan meluluhkan hatinya. Dan tidak boleh juga memberikan zakat kepada orang yang wajib dinafkahi, seperti istri, ayah (ke atas), anak (ke bawah), dan tidak juga kepada Bani Hasyim, yaitu keluarga Nabi saw.
- Zakat tidak wajib, kecuali jika sudah mencapai nishab (batas minimal). Tidak wajib pula pada harta yang dimiliki oleh seseorang untuk dimanfaatkan, seperti rumah tempat tinggalnya, atau kendaraan, atau pakaian. Para ulama berbeda pendapat pada zakat perhiasan emas dan perak yang dipakai, bukan yang dijual.
Kita memohon kepada Allah agar menjadikan kita orang yang senantiasa menunaikan zakat dengan sebaik-baiknya. Demikian kajian kita, insyaAllah kita lanjutkan pada kajian berikutnya dengan pembahasan seputar harta-harta yang wajib ditunaikan zakatnya.
Hukum-hukum Zakat (2)
Dalam kajian sebelumnya, kita telah membahas pihak-pihak yang kepadanya zakat disalurkan dan beberapa hukum terkait hal itu. Dalam kajian ini, kita akan membahas tentang harta-harta yang terkena zakat:
Bagian pertama, al-Atsman (barang berharga), yaitu emas (nishabnya 85 gram), perak (nishabnya 595 gram) dan uang, seperti rupiah, real dan lainnya (nishabnya adalah seharga nishab emas atau perak, yang mana yang lebih sedikit). Jika harta telah mencapai nishab dan sudah berlalu satu tahun, maksudnya sudah satu tahun dalam kepemilikan seorang muslim, maka wajib dikeluarkan 2,5%. Cara yang paling sederhana untuk menghitung zakat harta anda adalah dengan membagi semua harta itu dengan 40, maka hasilnya adalah zakat yang wajib anda keluarkan.
Bagian kedua, hewan ternak, yaitu onta, kambing dan sapi. Disyaratkan hewan ternak tersebut digembala pada mayoritas tahun, bukan dijinakkan. Disyaratkan pula hewan ternak tersebut untuk dikembangbiakkan, bukan untuk membajak atau irigasi. Nishabnya adalag sebagai berikut: untuk onta 5 ekor, sapi 30 ekor dan kambing 40 ekor. Perincian zakat hewan ternak disebutkan dalam kitab-kitab hadits yang shahih dan dijelaskan dalam kitab-kitab fikih.
Bagian ketiga, yang keluar dari bumi, berupa tanaman, buah-buahan dan biji-bijian. Zakat tidak wajib kecuali pada buah-buahan yang ditakar, yaitu dengan ukuran sha' dan sejenisnya, serta dapat disimpan dalam waktu lama, seperti gandum, kurma, kismis, jagung dan lainnya. Sementara buah-buahan yang tidak dapat disimpan dalam waktu lama (mudah busuk), seperti timun, delima, pisang dan lainnya, maka tidak wajib dizakatkan.
Nabi saw menjelaskan nishab hasil bumi dalam sabda beliau, “Tidak ada zakat pada kurma yang kurang dari lima wasaq." (Muttafaq 'alaih) yang dimaksud dengan wasaq adalah takaran yang diukur dengan ukuran bukan timbangan, setara dengan 300 sha' atau sama dengan timbangan gandum yang bagus sekitar 612 kg.
Zakat hasil bumi wajib dikeluarkan apabila sudah layak panen, yaitu dengan mengerasnya biji dan tampak matangnya buah. Allah berfirman,
﴿وَآتُوا حَقَّهُ يَوْمَ حَصَادِهِ﴾
“Dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin)." (QS. al-An'am: 141)
Zakat yang harus dikeluarkan adalah sepersepuluh (10%) dari hasil bumi yang dihasilkan tanpa irigasi, yaitu tanpa ada biaya irigasi, seperti jika hanya mengandalkan air hujan dan mata air yang mengalir. Adapun hasil bumi yang menggunakan irigasi, yaitu yang pengairannya berbiaya, seperti dengan menggunakan alat atau pompa dan sebagainya, maka zakat yang harus dikeluarkan adalah 5%.
Bagian keempat, barang perniagaan, yaitu semua jenis barang yang dimaksudkan untuk diperjualbelikan demi mendapat keuntungan. Setelah dihitung nilai dari seluruh barang tersebut, lalu dizakatkan 2,5%.[34]
Ya Allah karuniakanlah ketakwaan bagi jiwa kami. Dan sucikanlah ia, sungguh Engkau adalah sebaik-baik yang mensucikannya. Engkau adalah Penguasanya dan Pelindungnya. Demikian kajian kita, insyaAllah kita lanjutkan pada kajian berikutnya dengan pembahasan seputar zakat fitrah.
Hukum-hukum Zakat fitrah
Kita akan membahas pada kajian ini seputar hukum-hukum zakat fitrah.
Zakat fitrah bertujuan menjadi pembersih bagi orang yang telah berpuasa dan makanan bagi orang-orang miskin, serta bentuk rasa syukur kepada Allah atas telah sempurnanya bulan puasa.
- Zakat fitrah wajib atas setiap orang yang mendapati hari raya dan malamnya sebesar satu sha' dari kelebihan makanan untuk dirinya dan keluarganya, serta kebutuhan pokok mereka. Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu 'anhuma berkata, “Rasulullah saw mewajibkan zakat fitrah sebesar satu sha' dari kurma, atau gandum atas setiap muslim, baik hamba sahaya maupun merdeka, laki-laki maupun perempuan, anak-anak maupun dewasa." (Muttafaq 'alaih)
- Ukurannya adalah satu sha' dari bahan makanan pokok seuatu negeri, seperti gandum, kurma, kismis, beras, jagung dan lain sebagainya. Sha' adalah ukuran takaran bukan timbangan. Maka beratnya berbeda-beda sesuai dengan jenis makanan yang ditakar. Dewan Fatwa Kerajaan Saudi Arabia menetapkan bahwa ukuran timbangan satu sha' beras adalah setara dengan 3 kg. Zakat fitrah tidak dapat digantikan dengan uang sesuai pendapat mayoritas ulama.
- Waktu pengeluaran zakat fitrah adalah sejak terbenamnya matahari di malam hari raya hingga masuknya imam untuk shalat 'ied. Zakat fitrah dapat dikeluarkan sehari atau dua hari sebelum itu, yaitu setelah terbenamnya matahari hari 28 Ramadhan. Siapa yang tidak mengeluarkannya pada waktunya, maka wajib mengqadha' dengan mengeluarkannya di waktu lain. Jika keterlambatan itu tanpa ada uzur syar'i, maka wajib dikeluarkan dengan diiringi taubat dan istighfar.
- Zakat fitrah pada mulanya harus dikeluarkan atau didistribusikan di negeri tempat tinggal orang yang berzakat. Namun, jika dipandang ada maslahat syar'i yang mengharuskan zakat itu didistribusikan keluar negeri tempat tinggalnya, seperti karena tidak adanya orang miskin di tempat itu, atau karena penduduk di luar tempat mukimnya lebih membutuhkan, atau bagi keluarganya yang fakir. Akan tetapi jika dia distribusikan keluar tanpa ada pertimbangan maslahat, hukumnya sah dengan status makruh.
Ya Allah, cukupkanlah kami dengan yang halal dari yang Engkau haramkan. Dan cukupkanlah kami dengan karuniaMu dari selain Engkau. Demikian kajian kita, insyaAllah kita lanjutkan pada kajian berikutnya dengan pembahasan seputar rukun keempat dari rukun-rukun Islam, yaitu puasa.
Hukum-hukum Puasa (1)
Pada kajian ini, kita akan mengulas tentang rukun keempat dari rukun-rukun Islam, yaitu puasa di bulan Ramashan.
Puasa adalah ibadah kepada Allah SWT dengan menahan diri dari makan dan minum, serta segala yang membatalkannya dari terbit fajar[35], yaitu waktu azan shubuh hingga terbenam matahari, yaitu waktu azan maghrib. Allah berfirman,
﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ﴾
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa." (QS. al-Baqarah: 183)
Bulan Ramadhan memiliki beberapa keutamaan, di antaranya adalah sebagai berikut:
- Rasulullah saw bersabda, “Jika Ramadhan tiba, pintu-pintu surga terbuka, pintu-pintu neraka tertutup dan para setan terbelenggu." (Muttafaq 'alaih)
- Nabi saw juga bersabda, “Siapa yang berpuasa bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala, maka diampuni baginya dosa-dosanya yang telah lampau. Dan siapa yang melakukan qiyamullail karena iman dan mengharap pahala, maka diampuni baginya dosa-dosanya yang telah lampau." (Muttafaq 'alaih)
- Rasulullah saw juga bersabda tentang keutamaan puasa, “Setiap amalan anak adam dilipatgandakan pahalanya, satu kebaikan dibalas sepuluh kebaikan hingga tujuh ratus kali lipat. Allah berfirman, “Kecuali puasa. Sesungguhnya puasa itu milikKu dan Aku yang akan membalasnya. Orang yang berpuasa meninggalkan syahwatnya dan makanannya karena Aku." Bagi orang yang puasa ada dua kegembiraan: kegembiraan saat dia berbuka dan kegembiraan saat dia berjumpa dengan Tuhannya. Dan sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada aroma misk." (HR. Bukhari)
- Puasa Ramadhan wajib atas setiap muslim yang baligh, berakal dan mampu. Siapa yang berada dalam kondisi sakit yang membuatnya berat untuk melakukan puasa, atau khawatir sakitnya bertambah parah karena puasa, atau dalam perjalanan safar, maka boleh baginya tidak berpuasa dan mengqadha'nya di waktu lain jika uzurnya telah hilang. Siapa yang sakitnya kronis dan sulit ada harapan sembuh, maka dia boleh tidak berpuasa dan memberikan makan fakir miskin untuk setiap harinya. Begitu juga halnya dengan orang yang tidak mampu berpuasa karena sudah tua renta.
- Perempuan yang haid atau nifas tidak diperbolehkan berpuasa. Mereka wajib mengqadha'nya di hari lain jika sudah suci dari haid atau nifas tersebut.
- Disunnahkan bagi orang yang berpuasa untuk makan sahur dan mengakhirkan sahur itu, sebagaimana disunnahkan pula menegerakan berbuka puasa. Diwajibkan atasnya untuk meninggalkan maksiat, baik berupa perkataan maupun perbuatan dengan berbagai jenisnya. Jika dia dicaci atau diajak berkelahi, maka hendaknya dia katakan, “Saya sedang puasa".
Ya Allah sampaikanlah kami kepada bulan Ramadhan dan jadikan kami orang yang berpuasa di dalamnya dan mendirikan qiyamullail karena iman dan berharap pahala dariMu. Demikian kajian kita, insyaAllah kita lanjutkan pada kajian berikutnya dengan pembahasan tentang hal-hal yang dapat membatalkan puasa.
Hukum-hukum Puasa (2)
Pada kajian sebelumnya, kita telah membahas seputar keutamaan bulan Ramadhan dan beberapa hukum terkait puasa. Pada kajian ini, kita akan membahas tentang hal-hal yang dapat membatalkan puasa. Di antara hal-hal yang dapat membatalkan puasa adalah sebagai berikut:
- Berjima' dan melakukan onani.
- Makan dan minum secara sengaja. Dan segala sesuatu yang dapat dikategorikan sebagai makan dan minum, seperti suntikan yang mengenyangkan dan transfusi darah.
- Mengeluarkan darah dengan hijamah (berbekam).
- Muntah secara sengaja.
- Keluarnya darah haid dan nifas dari perempuan.
- Hal-hal tersebut tidak membatalkan puasa, melainkan dengan tiga syarat: mengetahui hukumnya, ingat dan tidak terpaksa, kecuali pada kondisi haid dan nifas.
Di antara hal-hal yang sering ditanyakan dan bukan merupakan pembatal puasa adalah sebagai berikut:
- Cek darah, cabut gigi, suntik yang bukan menjadi nutrisi, inhaler dan pemberian oksigen, obat yang dimasukkan dari dubur[36], tetes hidung jika tidak masuk sampai kerongkongan, tetes mata dan telinga.
- Siwak, odol dengan memastikan tidak masuk tertelan dan asap dengan tidak sengaja dihirup.
- Mimpi basah, keluar darah dari hidung dan menelan dahak.
- Istihadhah bagi perempuan, cairan kekuning-kuningan dan keruh di waktu yang bukan jadwal haid.
Ya Allah ajarkan kepada kami apa yang bermanfaat bagi kami dan berikanlah manfaat bagi kami dengan apa yang Engkau ajarkan kepada kami, serta tambahkan bagi kami ilmu. Demikian kajian kita, insyaAllah kita lanjutkan pada kajian berikutnya dengan pembahasan seputar rukun kelima dari rukun-rukun Islam, yaitu haji.
Hukum-hukum Haji
Pada kajian ini, kita akan membahas seputar rukun kelima dari rukun-rukun Islam, yaitu haji.
- Haji merupakan syi'ar agama Islam yang paling utama. Padanya terkumpul semua jenis ibadah, baik fisik, hati dan harta. Dalam ibadah ini terdapat manfaat yang besar bagi segenap hamba, berupa deklarasi tauhid untuk Allah SWT, ampunan yang diraih oleh jamaah haji, kesatuan dan persatuan yang terjalin antara kaum muslimin dan lain sebagainya.
- Keutamaan haji sangat besar dan balasannya begitu agung. Rasulullah saw bersabda, “Siapa yang menunaikan haji, sedang dia tidak berkata-kata kotor dan tidak berbuat fasiq, maka dia kembali seperti dalam kondisi saat dia dilahirkan oleh ibunya." (Muttafaq 'alaih) maksudnya, tanpa ada dosa seakan-akan dia dilahirkan bersih.
- Wajib menunaikan haji sekali seumur hidup[37] atas setiap muslim yang baligh dan berakal, serta mampu[38] secara fisik dan finansial. Allah berfirman,
﴿وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا﴾
“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah." (QS. Ali Imran: 97)
- Siapa yang tidak memiliki harta lebih dari kebutuhan pokok untuk dirinya dan keluarganya, maka tidak wajib berhaji. Dan tidak wajib pula baginya berhutang untuk menunaikan haji.
- Siapa yang mampu berhaji dengan hartanya, namun terhalang oleh fisiknya, seperti orang tua renta atau orang sakit penyakit kronis, maka dia boleh mewakilkan kepada orang lain untuk menunaikan haji untuknya. Dan dia membiayai semua kebutuhan finansial ibadah haji tersebut.
- Ibadah haji memiliki syarat, rukun, wajib dan hal-hal yang tidak boleh dilanggar. Semua itu dapat dikaji melalui kitab-kitab fikih dan fatwa para ulama.
- Ibadah umrah wajib ditunaikan satu kali seumur hidup, seperti haji. Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma berkata, “Sesungguhnya umrah adalah temannya haji di dalam al-Qur'an, “Dan sempurnakanlah haji dan umrah untuk Allah." (HR. Bukhari)
Sampai di sini, Alhamdulillah kita telah menyelesaikan pembahasan seputar rukun iman dan rukun Islam. insyaAllah kita akan lanjutkan pada kajian berikutnya dengan pembahasan seputar tema-tema yang penting bagi setiap muslim, seperti akhlak islami dan transaksi harta, serta hukum-hukum terkait makanan dan pakaian.
Tema-tema Penting Bagi Setiap Muslim
Nasihat
Pada kajian ini, kita akan membahas satu hadits Nabi saw yang agung. Sebagian ulama mengkategorikannya sebagai inti agama Islam, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh Abu Ruqayyah Tamim bin Aus ad-Dariy radhiyallahu 'anhu, bahwasanya Nabi saw bersabda,
الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ قُلْنَا : لِمَنْ؟ قَالَ للهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُوْلِهِ وَلِأَئِمَّةِ المُسْلِمِيْنَ وَعَامَّتِهِمْ
“Agama adalah nasihat." Kami bertanya, “Untuk siapa?" Beliau menjawab, “Bagi Allah, bagi kitab-Nya, bagi rasul-Nya, bagi pemimpin-pemimpin kaum muslimin, serta bagi umat Islam umumnya." (HR. Muslim)
Pelajaran yang dapat diambil dari hadits di atas adalah sebagai berikut:
- Sesungguhnya agama Islam ini seluruhnya tegak di atas nasihat, yaitu jujur dan ikhlas, serta menginginkan kebaikan bagi yang dinasihati. Nasihat adalah ungkapan yang mengandung kebaikan dunia dan akhirat. Ia adalah risalah seluruh Nabi 'alaihimussalam kepada umat mereka. Tidak ada seorang Nabi pun, melainkan dia memberi nasihat kepada umatnya.
- Nasihat bagi Allah SWT maksudnya dengan mentauhidkan Allah dan mensifatiNya dengan sifat kesempurnaan dan kemuliaan, mensucikanNya dari sifat yang berkebalikan dan bertentangan dengannya, menghindari maksiat kepadaNya, melaksanakan ketaatan kepadaNya, mencintai dan membenci karenaNya, berjihad melawan orang-orang yang mengingkariNya, menyeru kepada hal itu dan mendorong untuk melakukannya.
- Nasihat bagi kitabNya, maksudnya adalah dengan mengimaninya, mengagungkannya dan mensucikannya, membacanya dengan sebenar-benarnya, mentadabburi ayat-ayatnya, melaksanakan kandungannya, mendakwahkannya dan memelihara serta membelanya.
- Nasihat bagi RasulNya saw maksudnya adalah dengan mengimaninya dan mengimani apa saja yang dibawanya, mentaati perintahnya dan menjauhi larangannya, menghormati dan memuliakannya, menghidupkan sunnahnya dan meneladani akhlaknya, mencintai keluarga dan sahabatnya, membela dirinya, sunnahnya, keluarga dan sahabatnya serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan kebaikan. Semoga shalawat dan salam tercurah bagi mereka semua.
- Nasihat bagi imam kaum muslimin, atau khalifah dan pemimpinnya adalah dengan membantu mereka dalam kebenaran dan mentaati mereka padanya, mengingatkan dan menasihati mereka dengan baik dan lembut, mendoakan mereka dan tidak memberontak terhadap mereka.
- Nasihat kepada kaum muslimin adalah dengan menyukai untuk mereka apa yang disukai untuk diri sendiri, membenci bagi mereka apa yang dibenci bagi diri sendiri, menuntun mereka meraih maslahat dunia dan akhirat, menutup aib mereka, menolong mereka atas musuh mereka, membela mereka dan meninggalkan tipu daya dan dengki terhadap mereka.
Kita memohon kepada Allah agar menjadikan kita orang-orang yang mendengarkan perkataan dan mengikuti yang baik darinya. Demikian kajian kita, insyaAllah kita lanjutkan pada kajian berikutnya dengan pembahasan seputar amar ma'ruf dan nahi munkar.
Amar ma'ruf dan Nahi Munkar
Pada kajian ini, kita akan membahas salah satu syi'ar yang agung di dalam Islam, yaitu amar ma'ruf dan nahi munkar.
Mengajak kepada kebaikan dan mencegah kepada kemunkaran adalah sifat orang yang beriman yang tampak. Allah berfirman,
﴿وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَيُطِيعُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ أُولَئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ﴾
“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (QS. at-Taubah: 71)
Jika amar ma'ruf dan nahi munkar tersebar, maka akan mudah dibedakan antara sunnah dengan bid'ah, akan diketahui mana yang halal dan mana yang haram, orang akan tahu mana yang wajib dan mana yang sunnah, mana yang boleh dan mana yang makruh, dan generasi pun akan tumbuh di atas yang ma'ruf dan mencintainya, jauh dari yang munkar dan membencinya.
Amar ma'ruf dan nahi munkar yang ditegakkan dengan ketentuannya menjadi jaminan keamanan bagi pribadi dan masyarakat dari azab Allah. Allah berfirman,
﴿وَمَا كَانَ رَبُّكَ لِيُهْلِكَ الْقُرَى بِظُلْمٍ وَأَهْلُهَا مُصْلِحُونَ﴾
“Dan Tuhanmu sekali-kali tidak akan membinasakan negeri-negeri secara zalim, sedang penduduknya orang-orang yang berbuat kebaikan." (QS. Huud: 117)
Masyarakat yang di dalamnya ada kemunkaran yang dilakukan secara terang-terangan dan tidak ada seorangpun yang mengingkarinya, maka ia berpotensi mendapatkan hukuman yang merata. Di dalam ash-Shahihain dari Zainab radhiyallahu 'anha berkata, “Wahai Rasulullah, apakah kita akan dibinasakan, sedang di tengah-tengah kita banyak orang shaleh?" Beliau menjawab, “Ya. Jika tersebar banyak keburukan." Allah berfirman,
﴿فَلَمَّا نَسُوا مَا ذُكِّرُوا بِهِ أَنْجَيْنَا الَّذِينَ يَنْهَوْنَ عَنِ السُّوءِ وَأَخَذْنَا الَّذِينَ ظَلَمُوا بِعَذَابٍ بَئِيسٍ بِمَا كَانُوا يَفْسُقُونَ﴾
“Maka tatkala mereka melupakan apa yang diperingatkan kepada mereka, Kami selamatkan orang-orang yang melarang dari perbuatan jahat dan Kami timpakan kepada orang-orang yang zalim siksaan yang keras, disebabkan mereka selalu berbuat fasik." (QS. al-A'raf: 165)
Sebagian orang menganggap bahwa hal itu merupakan bentuk tindakan mencampuri urusan orang lain. Ini adalah bagian dari minimnya pemahaman dan tipisnya keimanan. Dari Abu Bakar radhiyallahu 'anhu berkata, “Wahai sekalian manusia, sungguh kalian membaca ayat ini ,
﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا عَلَيْكُمْ أَنْفُسَكُمْ لَا يَضُرُّكُمْ مَنْ ضَلَّ إِذَا اهْتَدَيْتُمْ﴾
“Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu; tiadalah orang yang sesat itu akan memberi mudharat kepadamu apabila kamu telah mendapat petunjuk." (QS. al-Maidah: 105)
Sungguh aku pernah mendengar Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya manusia jika melihat orang zalim, lalu dia membiarkannya begitu saja, dikhawatirkan Allah melingkupi mereka dengan hukumanNya." (HR. Abu Daud dan lainnya)
Dan dari Abu Said al-Khudri radhiyallahu 'anhu, bahwasanya Nabi saw bersabda,
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ، وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ
“Siapa dari kalian yang melihat kemungkaran, maka hendaknya dia ubah dengan tangannya. Jika dia tidak mampu, maka dengan lisannya. Jika dia tidak mampu, maka dengan hatinya[39]. Dan itulah selemah-lemah iman." (HR. Muslim)
Kita memohon kepada Allah agar menjadikan kita orang-orang yang senantiasa menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah kepada yang munkar. Demikian kajian kita, insyaAllah kita lanjutkan pada kajian berikutnya dengan pembahasan tentang akhlak di dalam Islam.
Akhlak di Dalam Islam (1)
Pada kajian ini, kita akan membahas tentang akhlak di dalam Islam.
Rasulullah saw mendorong kita untuk berperangai dengan akhlak yang baik dan adab terpuji. Beliau bersabda,
إِنَّ مِن أَحَبِّكُم إلَيَّ وَأَقرَبِكُم مِنِّي مَجلِسًا يَومَ القِيَامَةِ أَحَاسِنَكُم أَخلَاقًا
“Sesungguhnya orang yang paling aku cintai dan paling dekat tempatnya denganku di hari kiamat adalah orang yang paling baik akhlaknya." (HR. Tirmidzi dan dishahihkan oleh Albani)
Di antara akhlak yang mulia yang diajarkan oleh Islam adalah sebagai berikut:
- Berbakti kepada kedua ibu bapak, berlaku baik kepada istri dan anak-anak, dan menjaga silaturrahim dengan kerabat. Allah berfirman,
﴿وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا﴾
“Dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya." (QS. al-Isra': 23)
Nabi saw juga bersabda,
خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ، وَأَنَا خَيْرُكُمْ لِأَهْلِي
“Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik kepada keluarganya. Dan aku adalah orang yang paling baik kepada keluargaku." (HR. Ibnu Majah dan dishahihkan oleh Albani)
Nabi saw juga bersabda,
مَنْ سَرَّهُ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ، أَوْ يُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ، فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
“Siapa yang ingin Allah lapangkan baginya rezekinya dan Allah panjangkan baginya usianya, maka hendaknya dia menyambung tali silaturrahimnya[40]." (Muttafaq 'alaih)
- Akhlak lainnya yang dianjurkan oleh Islam adalah berkata yang bagus, ucapan yang baik, jujur, ceria dan murah senyum, serta rendah diri di hadapan orang beriman, sebagaimana firman Allah,
﴿وَقُولُوا لِلنَّاسِ حُسْنًا﴾
“Serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia." (QS. al-Baqarah: 83)
Allah juga berfirman,
﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ﴾
“Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar." (QS. at-Taubah: 119)
Nabi saw bersabda,
الْكَلِمَةُ الطَّيِّبَةُ صَدَقَةٌ
“Kata-kata yang baik itu adalah sedekah." (Muttafaq 'alaih)
Beliau juga bersabda,
تَبَسُّمُكَ فِي وَجْهِ أَخِيكَ لَكَ صَدَقَةٌ
“Senyummu di hadapan saudaramu adalah menjadi sedekah bagimu." (HR. Tirmidzi dan dishahihkan oleh Albani)
Beliau juga bersabda,
وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلَّهِ إِلَّا رَفَعَهُ اللهُ
“Tidaklah seseorang bersikap tawadhu' karena Allah, kecuali Allah mengangkat dirinya." (HR. Muslim)
- Ada banyak dalil yang memerintahkan dan mendorong untuk menjaga lisan. Allah berfirman,
﴿مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ﴾
“Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir." (QS. Qaf: 18)
Rasulullah saw bersabda,
وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ
“Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaknya dia berkata-kata baik atau diam." (Muttafaq 'alaih)
Menjaga lisan adalah dengan cara tidak melontarkan kata-kata kotor, tidak melaknat dan mencaci, menghindari ghibah, yaitu menceritakan keburukan seorang muslim di belakangnya. Allah berfirman,
﴿وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا﴾
“Dan janganlah menggunjingkan satu sama lain." (QS. al-Hujurat: 12)
Rasulullah saw bersabda, “Seorang mukmin itu bukan seorang pencaci, pelaknat, berbuat keji dan berkata kotor." (HR. Tirmidzi dan dishahihkan oleh Albani) Beliau juga memperingatkan dari sifat sombong dengan sabdanya, “Tidak masuk surga siapa yang di dalam hatinya ada rasa sombong walau sedikit." (HR. Muslim)
- Islam juga mendorong untuk berbuat baik kepada pembantu dan tidak membebani mereka dengan sesuatu di atas kemampuan mereka, memberi mereka hak mereka segera setelah tuntas tugas mereka. Nabi saw bersabda, “Saudara-saudara kalian itu adalah pembantu-pembantu kalian. Allah jadikan mereka di bawah tangan kalian. Maka siapa yang saudaranya berada di bawah tangannya, hendaknya dia memberinya makan seperti apa yang dia makan dan memberinya pakaian seperti apa yang dia pakai. Janganlah kalian membebani mereka dengan sesuatu yang tidak mereka mampu. Dan jika kalian membebani mereka dengan suatu tugas, maka bantulah mereka." (Muttafaq 'alaih) Nabi saw juga bersabda, “Berikanlah pekerja itu upahnya sebelum kering keringatnya[41]." (HR. Ibnu Majah dan dishahihkan oleh Albani)
Kaidah akhlak itu terkumpul pada sabda Nabi saw,
لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ
“Tidak beriman seseorang di antara kalian, hingga dia menyukai bagi saudaranya apa yang dia sukai bagi dirinya sendiri." (Muttafaq 'alaih)
Ya Allah, tuntunlah kami agar memiliki akhlak yang baik. Tidak ada yang menuntun kami mencapainya, kecuali Engkau. Dan jauhkanlah kami dari akhlak yang buruk. Tidak ada yang mampu menjauhkan kami darinya, kecuali Engkau. Demikian kajian kita, insyaAllahi kita lanjutkan pembahasan ini pada kejian berikutnya.
Akhlak di Dalam Islam (2)
Pada kajian sebelumnya, kita telah membahas beberapa hal tentang akhlak yang baik, yang diajarkan oleh Islam. Kita akan lanjutkan pembahasan ini sebagai berikut:
- Di antara akhlak yang diajarkan dan dituntunkan oleh Islam adalah memperbaiki hubungan antara manusia. Allah berfirman,
﴿وَأَصْلِحُوا ذَاتَ بَيْنِكُمْ﴾
“Dan perbaikilah perhubungan di antara sesamamu." (QS. al-Anfal: 1)
Nabi saw memperingatkan dari tindakan namimah (adu domba), yaitu menyebarkan ucapan di antara orang-orang dengan tujuan merusak hubungan mereka. Nabi saw bersabda,
لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ نَمَّامٌ
“Tidak masuk surga pengadu domba." (Muttafaq 'alaih)
- Akhlak lainnya yang dituntunkan Islam adalah memperhatikan hak persaudaraan dalam agama. Rasulullah saw bersabda,
«حَقُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ سِتٌّ» قِيلَ: مَا هُنَّ يَا رَسُولَ اللهِ؟، قَالَ: إِذَا لَقِيتَهُ فَسَلِّمْ عَلَيْهِ، وَإِذَا دَعَاكَ فَأَجِبْهُ، وَإِذَا اسْتَنْصَحَكَ فَانْصَحْ لَهُ، وَإِذَا عَطَسَ فَحَمِدَ اللهَ فَسَمِّتْهُ، وَإِذَا مَرِضَ فَعُدْهُ وَإِذَا مَاتَ فَاتَّبِعْهُ
“Hak muslim terhadap muslim lainnya ada enam" Ada yang bertanya, “Apa saja itu wahai Rasulullah?" Beliau menjawab, “Jika engkau menjumpainya, maka ucapkanlah salam. Jika dia mengundangmu, maka penuhilah undangannya. Jika dia meminta nasihat kepadamu, maka nasihatilah dia. Jika dia bersin, lalu mengucapkan alhamdulillah, maka doakanlah dia. Jika dia sakit, maka jenguklah dia. Dan jika dia wafat, maka iringilah jenazahnya." (HR. Muslim)
- Islam juga menuntun kita agar berbuat baik kepada tetangga dan tamu. Nabi saw bersabda, “Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka janganlah dia menyakiti tetangganya. Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaknya dia muliakan tamunya. Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaknya dia berkata-kata baik atau diam." (HR. Muslim)
- Islam juga menganjurkan untuk memuliakan orang tua (sesepuh) muslim, ulama, pemangku al-Qur'an dan pemimpin yang adil. Rasulullah saw bersabda, “Di antara cara memuliakan Allah adalah dengan menghormati orang tua (sesepuh) muslim, pemangku al-Qur'an yang tidak berlebih-lebihan dan tidak menyepelekannya, dan dengan memuliakan pemimpin yang adil." (HR. Abu daud) Islam juga menyuruh kita untuk menghormati orang tua dan menyayangi anak kecil. Nabi saw bersabda,
لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يَرْحَمْ صَغِيرَنَا، وَيَعْرِفْ حَقَّ كَبِيرِنَا
“Tidak termasuk dari kami orang yang tidak menyayangi anak kecil dan tidak mengetahui hak orang tua dari kami." (HR. Abu Daud, Tirmidzi dan Ahmad, dishahihkan oleh Albani)
- Islam juga menuntun kita untuk membantu kesulitan kaum muslimin, memudahkan urusan mereka dan menutup aib mereka. Rasulullah saw bersabda, “Siapa yang menghilangkan dari seorang mukmin salah satu kesusahan hidupnya di dunia, maka Allah akan menghilangkan darinya salah satu kesusahan hari kiamat. Siapa yang memudahkan orang yang kesulitan, maka Allah akan memudahkannya di dunia dan akhirat. Siapa yang menutup aib seorang muslim, maka Allah akan menutup aibnya di dunia dan akhirat. Allah senantiasa menolong seorang hamba, selagi hamba itu menolong saudaranya." (HR. Muslim)
Demikian kajian kita, insyaAllah kita akan lanjutkan pada kajian berikutnya dengan pembahasan seputar hukum transaksi keuangan di antara kaum muslimin.
Beberapa Hukum Transaksi Keuangan
Pada kajian ini, kita akan membahas beberapa hukum terkait transaksi keuangan di antara kaum muslimin. Allah telah memerintahkan kita untuk berjalan di muka bumi dan mencari nafkah yang halal. Seorang muslim wajib mempelajari hukum-hukum terkait transaksi keuangan sesuai kebutuhannya agar dia dapat berjalan di atas ilmu dan kebenaran, serta tidak terjatuh pada hal-hal yang diharamkan oleh Allah yang Maha Bijaksana.
- Asal hukum transaksi keuangan adalah boleh, kecuali yang ada dalil pengharamannya.
- Di antara transaksi yang diharamkan oleh Islam adalah riba, judi, menipu, ketidakjelasan dalam jual beli, dan segala sesuatu yang di dalamnya ada kezaliman dan tindakan memakan harta orang lain dengan batil. Allah berfirman,
﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ﴾
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman." (QS. al-Baqarah: 278)
- Rasulullah saw bersabda, “Janganlah kalian saling dengki. Janganlah kalian bertransaksi dengan cara najasy[42]. Jangan saling membenci. Jangan saling memunggungi. Jangan menjual sebagian kalian di atas jual beli sebagian lainnya. Jadilah kalian hamba Allah yang bersaudara. Seorang muslim adalah saudara muslim lainnya. Dia tidak menzaliminya, tidak menghinakannya, tidak membohonginya dan tidak mengolok-oloknya. Takwa itu ada di sini, sambil beliau menunjuk dadanya tiga kali. Cukuplah seorang dikatakan bertindak buruk ketika dia mengolok-olok saudaranya sesama muslim. Setiap muslim atas muslim lainnya haram darahnya, hartanya dan kehormatannya." (HR. Muslim)
- Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu berkata, “Rasulullah saw melarang jual beli dengan lemparan batu dan jual beli yang tidak jelas.[43]" (HR. Muslim)
- Di antara akhlak yang harus dipraktekkan oleh seorang muslim secara umum, dan khususnya dalam berniaga adalah sifat jujur dan bersih. Rasulullah saw bersabda, “Siapa yang menipu kami, maka bukan dari kami." (HR. Muslim) Beliau juga bersabda, “Dua orang yang bertransaksi memiliki hak khiyaar, selama mereka belum berpisah. Jika keduanya jujur dan menjelaskan transaksinya, maka diberkahi bagi mereka jual belinya. Namun jika mereka berbohong dan menyembunyikan sesuatu, maka terhapus keberkahan jual belinya." (Muttafaq 'alaih)
Ya Allah, kami memohon kepadaMu ilmu yang bermanfaat, rezeki yang baik dan amal yang shaleh. Demikian kajian kita, insyaAllah kita lanjutkan pada kajian berikutnya dengan pembahasan seputar hukum-hukum makanan dalam Islam.
Hukum-hukum Makanan Seorang Muslim
Pada kajian ini, kita akan membahas tentang hukum-hukum yang terkait dengan makanan seorang muslim. Asal hukum suatu makanan adalah halal, kecuali ada dalil yang mengharamkannya.
- Di antara makanan yang diharamkan oleh Islam adalah bangkai, yaitu hewan yang tidak disembelih secara syar'i, kecuali ikan dan apa saja yang hanya hidup di air, tidak disyaratkan untuk disembelih. Demikian juga belalang, karena ada dalil yang mengecualikannya dalam sunnah.
- Makanan yang diharamkan lainnya adalah babi, darah yang terpancar, segala sesuatu yang disembelih untuk selain Allah, seperti yang disembelih untuk berhala, wali dan jin sebagai bentuk pengagungan bagi mereka atau karena takut kepada mereka. Allah berfirman,
﴿حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ﴾
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah." (QS. al-Maidah: 3)
- Selain itu, diharamkan pula memakan hewan yang bertaring, yang dengannya ia memangsa, seperti singa, macan, serigala, anjing, kucing dan lainnya.
- Begitu juga burung yang memiliki cakar untuk memangsa, seperti elang, rajawali, camar dan lainnya. Dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu berkata, “Rasulullah saw melarang memakan binatang buas yang bertaring dan burung yang memiliki cakar." (HR. Muslim)
- Di antara makanan yang diharamkan adalah segala sesuatu yang memabukkan dengan segala jenis dan namanya, seperti rerumputan yang memabukkan, minuman keras, meskipun diberikan nama lain, narkoba dan lain sebagainya dari apa-apa yang dapat memabukkan dan menghilangkan akal. Nabi saw bersabda, “Apa saja yang dalam jumlah banyak memabukkan, maka sedikitnyapun juga haram." (HR. Nasa'i, Ibnu Majah dan Ahmad, dishahihkan oleh Albani)
- Diharamkan juga memakan yang menjijikkan dan membahayakan bagi manusia, baik makanan maupun minuman dan obat-obatan, seperti rokok, syisya, qat dan lain sebagainya. Allah berfirman,
﴿وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا﴾
“Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu." (QS. an-Nisa': 29)
Allah juga berfirman,
﴿وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ﴾
“Dan dia mengharamkan bagi mereka segala yang buruk." (QS. al-A'raf: 157)
Nabi saw bersabda,
لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ
“Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan membahayakan orang lain." (HR. Ibnu Majah, dishahihkan oleh Albani)
- Di antara sesuatu yang ada dalil keharamannya adalah baghal (peranakan kuda dan keledai) dan keledai, yaitu yang digunakan sebagai kendaraan dan membawa barang. Dari Jabir radhiyallahu 'anhu berkata, “Kami menyembelih kuda, baghal dan keledai di waktu perang Khaibar. Lalu Rasulullah saw melarang kami makan baghal dan keledai, dan tidak melarang kami memakan kuda." (HR. Abu Daud, dishahihkan oleh Albani)
Demikian kajian kita, insyaAllah kita lanjutkan pada kajian berikutnya dengan pembahasan tentang adab makan.
Adab Makan
Pada kajian ini, kita akan membahas seputar adab makan, sebagai berikut:
- Membaca bismillah sebelum makan, makan dengan tangan kanan dan makan hidangan yang terdekat. Dari Umar bin Abu Salamah radhiyallahu 'anhu berkata, “Saat itu aku masih kecil dan berada dalam pengasuhan Rasulullah saw, suatu ketika tanganku berseliweran di sekeliling nampan. Maka Nabi saw bersabda, “Nak, bacalah bismillah. Makanlah dengan tangan kananmu. Makanlah yang dekat denganmu." (Muttafaq 'alaih) dan dari 'Aisyah radhiyallahu 'anha, bahwasanya Rasulullah saw bersabda, “Jika salah seorang dari kalian makan makanan, hendaknya dia membaca bismillah. Jika dia lupa di awalnya, maka katakanlah, “Bismillahi fi awwalihi wa aakhirihi." (HR. Tirmidzi dan dishahihkan oleh Albani) Nabi saw juga bersabda, “Janganlah sekali-kali seseorang dari kalian makan dengan tangan kirinya dan minum dengannya. Sebab setan itu makan dan minum dengan tangan kiri." (HR. Muslim)
- Di antara adab makan adalah tidak mencela makanan. Sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu berkata, “Nabi saw tidak pernah mencela makanan sama sekali. Jika Beliau suka, Beliau makan. Jika tidak suka, beliau tinggalkan." (Muttafaq 'alaih) di antara bentuk mencela makanan adalah perkataan, kecut, keasinan, kurang garam, tidak matang dan lain sebagainya.
- Di antara adab makan adalah membersihkan makanan yang jatuh, lalu memakannya. Demikian itu sebagaimana diriwayatkan oleh Anas bin Malik, bahwasanya Rasulullah saw bersabda, Jika terjatuh sebagian makanan salah seorang dari kalian, maka hendaknya dia bersihkan, lalu dia makan dan janganlah dia biarkan untuk setan." (HR. Muslim)
- Di antara adab Makan adalah tidak bersandar ketika makan. Demikian itu sebagaimana sabda Nabi saw, “Aku tidak makan dalam keadaan bersandar." (HR. Bukhari)
- Disunnahkan minum dengan cara duduk dan meneguknya dalam tiga kali tegukan, sebagaimana diriwayatkan oleh Anas radhiyallahu 'anhu, dia berkata, “Rasulullah saw bernafas saat minum tiga kali tarikan. Dan beliau mengatakan bahwa hal itu lebih menghilangkan dahaga, lebih menyehatkan dan lebih nikmat." (HR. Muslim) selain itu, tidak bernafas di gelas, sebagaimana sabda Nabi saw, “Jika salah seorang dari kalian minum, maka janganlah dia bernafas di wadah. Jika dia ingin kembali, maka hendaknya dia jauhkan wadah saat bernafas, kemudian kembali lagi jika ingin." (HR. Ibnu Majah)
- Allah SWT melarang berlebih-lebihan. Allah berfirman,
﴿وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ﴾
“Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan." (QS. al-A'raf: 31)
- Disunnahkan bagi seseorang yang sudah selesai makan untuk berdoa dengan doa kesyukuran dan pujian yang dituntunkan dalam sunnah. Nabi saw jika telah mengangkat wadah makannya mengatakan,
الحَمدُ للهِ حَمْدًا كَثِيرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيهِ غَيرَ مَكْفِيٍّ وَلَا مُوَدَّعٍ وَلَا مُستَغْنًى عَنهُ رَبَّنَا
“Segala puji bagi Allah dengan pujian yang banyak dan berkah, yang tiada membutuhkan siapapun, tidak ditinggalkan dan tidak dapat cukup dariNya." (HR. Bukhari)
Demikian kajian kita, insyaAllah kita lanjutkan pada kajian berikutnya dengan pembahasan seputar hukum-hukum terkait pakaian muslim dan muslimah.
Hukum-hukum Pakaian Muslim dan Muslimah (1)
Pada kajian ini, kita akan membahas seputar hukum-hukum yang terkait dengan pakaian muslim dan muslimah.
Di antara nikmat Allah kepada kita adalah bahwa Dia menurunkan kepada kita pakaian yang kita gunakan untuk menutup aurat kita, berhias dengannya dan melindungi diri dari panas dan dingin, sebagaimana firman Allah SWT,
﴿يَا بَنِي آدَمَ قَدْ أَنْزَلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاسًا يُوَارِي سَوْآتِكُمْ وَرِيشًا وَلِبَاسُ التَّقْوَى ذَلِكَ خَيْرٌ﴾
“Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik." (QS. al-A'raf: 26)
Allah juga berfirman,
﴿وَجَعَلَ لَكُمْ سَرَابِيلَ تَقِيكُمُ الْحَرَّ وَسَرَابِيلَ تَقِيكُمْ بَأْسَكُمْ﴾
“Dan Dia jadikan bagimu pakaian yang memeliharamu dari panas dan pakaian (baju besi) yang memelihara kamu dalam peperangan." (QS. an-Nahl: 81)
Makna sarabiil dalam ayat di atas adalah pakaian.
Asal hukum pakaian seorang muslim adalah boleh, kecuali ada dalil yang melarang. Di antara ketentuan pakaian muslim adalah sebagai berikut:
- Tidak tasyabbuh (menyerupai) laki-laki bagi perempuan atau sebaliknya, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu berkata, “Rasulullah saw melaknat laki-laki yang menyerupai perempuan dan perempuan yang menyerupai laki-laki."
- Ketentuan lain adalah tidak tasyabbuh (menyerupai) pakaian orang kafir, ahli bid'ah dan pelaku maksiat, sebagaimana sabda Nabi saw, “Siapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia adalah bagian dari mereka." (HR. Abu Daud, dishahihkan oleh Albani)
- Ketentuan berikutnya adalah tidak merupakan pakaian kebesaran (popularitas), yaitu pakaian yang tidak sesuai dengan adat dan kebiasaan masyarakat setempat dan menyelisihi rupa dan warna yang biasa dipakai, sebagaimana sabda Nabi saw, “Siapa yang mengenakan pakaian popularitas di dunia, Allah akan pakaikan dia pakaian kehinaan di hari kiamat." (HR. Ahmad, Abu Daud, Ibnu Majah dan Nasa'i)
- Ketentuan lainnya adalah tidak merupakan pakaian yang diharamkan, seperti pakaian sutra dan emas bagi laki-laki, sebagaimana diriwayatkan oleh Ali bin Abi thalib radhiyallahu 'anhu berkata, “Sesungguhnya Nabiyullah saw mengambil sutra, lalu meletakkannya di tangan kanannya dan mengambil emas, lalu meletakkannya di tangan kirinya. Kemudian Beliau berkata, “Sesungguhnya keduanya haram bagi laki-laki dari umatku." (HR. Abu Daud, dishahihkan oleh Albani)
- Ketentuan lainnya adalah bahwa pakaian tersebut harus menutup aurat. Aurat laki-laki adalah antara pusar hingga lutut. Adapun perempuan, semua badannya adalah aurat di hadapan laki-laki yang bukan mahram. Adapun di hadapan sesama perempuan, atau di hadapan mahramnya, maka hendaknya dia menutup badannya, kecuali yang biasa terbuka, seperti leher, rambut, telapak kaki dan sejenisnya.
- Disyaratkan bagi hijab perempuan menutup seluruh badannya, tidak tipis sehingga memperlihatkan kulitnya, tidak sempit sehingga memperlihatkan lekuk tubuhnya, tidak merupakan perhiasan dan tidak diberikan wewangian.
Ya Allah, pakaikanlah bagi kami pakaian takwa dan afiyat, serta tutuplah aib kaim dengan penutupMu yang indah. Demikian kajian kita, kita lanjutkan pada kajian berikutnya insyaAllah.
Hukum-hukum Pakaian Muslim dan Muslimah (2)
Kita telah membahas pada kajian sebelumnya tentang beberapa hukum terkait pakaian muslim dan muslimah. Pada kajian ini kita akan sempurnakan pembahasan tema ini, yaitu sebagai berikut:
- Dianjurkan berhias dalam batasan yang syar'i dan tanpa berlebih-lebihan dan sombong, sebagaimana sabda Nabi saw, “Sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan." (HR. Muslim) dan dikecualikan dari hal itu perempuan jika di hadapan laki-laki bukan mahramnya, maka tidak boleh dia tampakkan perhiasannya, tetapi dia tutup seluruh badannya.
- Disunnahkan pula mendahulukan bagian kanan saat mengenakan pakaian, sebagaimana sabda Nabi saw, “Jika kalian mengenakan pakaian dan jika kalian berwudhu', maka mulailah dari yang bagian kanan." (HR. Abu Daud dan dishahihkan oleh Albani)
- Diharamkan bagi laki-laki isbal dalam segala bentuk pakaiannya, sebagaimana sabda Nabi saw, “Sesuatu yang menjulur di bawah mata kaki dari kain di neraka." (HR. Bukhari)
- Dilarang menggunakan pakaian yang mengandung ayat al-Qur'an atau nama Allah SWT. Sebab hal itu dapat merendahkannya.
- Dilarang menggunakan pakaian yang mengandung gambar makhluk bernyawa, kecuali jika kepalanya dihilangkan, sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, dia berkata, “Jibril 'alaihissalam memohon izin kepada Nabi saw, maka beliau berkata, “Masuklah" lalu dia pun berkata, “Bagaimana aku akan masuk, sebab di rumahmu ada tirai yang ada gambarnya? Engkau hilangkan kepalanya atau engkau jadikan alas yang diinjak. Sebab kami, para malaikat tidak memasuki rumah yang di dalamnya ada gambar." (HR. Nasa'I, dishahihkan oleh Albani)
- Dilarang pula mengenakan pakaian yang mengandung simbol agama orang kafir, seperti salib, bintang David yahudi dan lain sebagainya, sebagaimana diriwayatkan oleh Imran bin Hiththan, bahwa 'Aisyah radhiyallahu 'anha berkata kepadanya, “Bahwasanya Nabi saw tidak meninggalkan sesuatu apapun di rumahnya berupa salib, kecuali Beliau hilangkan." (HR. Bukhari)
Amma ba'du..
Segala puji bagi Allah yang telah mengajarkan kepada kita serangkaian hukum syari'ah terkait aqidah, ibadah, muamalah dan akhlak.
Kewajiban kita adalah melaksanakan ilmu ini dan beramal dengannya agar ia menjadi ilmu yang bermanfaat, yang kita petik hasilnya di dunia dan akhirat. Sesungguhnya siapa yang tidak berbuat dengan ilmu yang dia pelajari, maka ilmu itu akan menjadi bencana baginya. Na'udzubillah. Dan di antara doa Nabi saw,
اللهُمَّ إني أعُوذُ بِكَ من عِلمٍ لا يَنفَع
“Ya Allah, aku berlindung kepadaMu dari ilmu yang tidak bermanfaat." (HR. Muslim)
Para ulama berkata ketika menafsirkan ayat berikut,
﴿اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ ◌ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ﴾
“Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat." (QS. al-Fatihah: 6-7)
Orang-orang yang diberi nikmat kepada mereka adalah mereka yang menggabungkan antara ilmu yang bermanfaat dan amal shaleh. Sementara orang-orang yang dimurkai adalah mereka yang mengambil ilmu dan meninggalkan amal. Sedangkan orang-orang yang sesat adalah orang-orang yang beramal tanpa ilmu.
Begitu pula kita harus menyebarkan ilmu ini dan menyampaikannya kepada orang lain, sebagaimana sabda Nabi saw,
بَلِّغُوا عَنِّي وَلَوْ آيَةً
“Sampaikanlah apa yang datang dariku, walau satu ayat." (HR. Bukhari)
Kita memohon kepada Allah agar menjadikan ilmu ini menjadi hujjah bagi kita, bukan menjadi bencana atas kita. Semoga shalawat dan salam senantiasa tercurah atas Nabi Muhammad beserta keluarga dan segenap sahabatnya. Dan segala puji hanya milik Allah Tuhan semesta alam.
Daftar Pustaka
- Risalah Tsalatsati al-Ushul wa Adillatiha, Imam Muhammad bin Abdul Wahhab.
- Fatawa wa Rasail, Syaikh Abdul Aziz bin Baz.
- Fatawa wa Rasail, Syaikh Muhammad bin Utsaimin.
- Mu'jam at-Tauhid, Syaikh Ibrahim Aba Husain.
- Al-Bid'ah Ta'rifuha wa Bayanu Anwa'iha wa Ahkamiha, Syaikh Shaleh al-Fauzan.
- Nur as-Sunnah wa Zhulumat al-Bid'ah, Syaikh Said bin Ali bin Wahf al-Qahthani.
- Manhaj as-Salikin, Syaikh Abdurrahman as-Sa'di.
- Al-Mulakhkhas al-Fiqhi, Syaikh Shaleh al-Fauzan.
- Mulakhkhas Fiqh al-Ibadah, Bidang Ilmiah Yayasan ad-Durar as-Saniyyah.
- Mukhtashar Mukhalafaat at-Thaharah wa ash-Shalat, Syaikh Abdul Aziz as-Sadhan. Ikhtishar, Abdul Aziz al-'Ajlaan.
- Dalil al-Muslim al-Muyassar, Syaikh Fahd Bahammam
- Ma la Yasa'u al-Muslim Jahluhu, Syaikh Abdullah al-Muslih dan Syaikh Shalah ash-Shawi.
- Subul as-Salam, Syaikh Abdullah al-Bakri.
- Situs-situs di internet:
www.alifta.gov.sa
www.binbaz.org.sa
www.dorar.net
www.islamqa.info
www.alukah.net
[1] Di antara sebagian kalangan ada orang-orang yang wajib mempelajari ilmu-ilmu dan hukum-hukum tertentu, sesuai sektor kehidupan yang dia geluti. Contohnya, orang yang bergelut dalam jual-beli saham dan bursa wajib mengetahui hukum yang terkait hal tersebut, seperti halnya seorang dokter wajib mempelajari hukum-hukum yang terkait dunia kedokteran. Kesimpulannya, seorang muslim wajib mempelajari hukum-hukum yang berkaitan dengan dunia profesinya dalam kehidupan ini, sehingga dia dapat beribadah kepada Allah dengan benar dan tidak terjerumus dalam hal-hal yang terlarang, karena tidak tahu ilmunya.
[2] Saya menyebutkan referensi di akhir buku ini.
[3] Buku Tsalatsatu al-Ushul wa Adillatuha, karya Imam Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah.
[4] Tahrif artinya menyelewengkan makna kepada makna lain tanpa dalil. Ta'thil artinya menafikan nama atau sifat Allah SWT. Takyif artinya meyakini bahwa sifat Allah dapat dibayangkan dengan akal. Tamtsil artinya meyakini bahwa sifat Allah sama seperti sifat makhluk.
[5] Disebut tamimah karena mereka meyakini barang tersebut dapat menyempurnakan urusan dan membuat mereka terpelihara.
[6] Tsalatsatu al-ushul wa adillatuha, Imam Muhammad bin Abdul Wahhab.
[7] Kecuali yang dilakukan dengan niat pengajaran, dengan catatan hanya sebatas untuk pengajaran saja, tidak dilakukan berterusan.
[8] Darah yang najis adalah darah yang terkucur, seperti yang keluar dari sembelihan saat ia disembelih. Adapun darah yang tinggal pada sembelihan setelah disembelih, seperti yang ada pada kulit, jantung, limpa dan hati adalah suci.
[9] Yang dimaksud dengan bangkai adalah hewan yang mati, yang tidak disembelih dengan cara yang syar'i. dan dikecualikan dari pengertian bangkai ini ikan dan segala sesuatu yang hanya hidup di air. Begitu juga bangkai belalang, keduanya suci dan dapat dimakan tanpa disembelih. Sebagaimana dikecualikan pula dari pengertian bangkai yang najis bangkai hewan yang tidak memiliki darah yang mengalir, seperti semut, lalat, serangga dan sejenisnya. Hewan-hewan tersebut suci, tetapi tidak boleh dimakan.
[10] Rasulullah saw bersabda, “Sucinya bejana kalian, jika ia dijilat oleh anjing, yaitu dengan membasuhnya sebanyak tujuh kali, yang pertamanya dengan tanah." (HR. Muslim) Imam Nawawi berkata, “Jika kencing, atau kotoran, atau darah, atau kulit, atau bulu, atau liur, atau bagian badannya mengenai sesuatu yang suci, dengan catatan salah satu dari keduanya basah, maka wajib dibasuh tujuh kali, salah satunya dengan tanah."
[11] Madzi adalah cairan kental yang keluar dengan nafsu syahwat, tanpa memancar atau muncrat, dan tidak menyebabkan lemas. Mensucikannya dengan membasuh kemaluan. Adapun pakaian yang terkena dengannya disucikan dengan menyiraminya dengan air. Sedangkan wadi adalah cairan putih dan kasar yang keluar setelah kencing. Mensucikannya seperti mensucikan kencing.
[12] Dalam istijmar (bersuci) dengan batu atau tisu dan sejenisnya, tidak boleh kurang dari tiga kali usapan dengan memastikan kotoran sudah hilang.
[13] Tidak wajib mengusap rambut yang melebihi batas kepala.
[14] Khuff adalah sesuatu yang dipakai oleh seseorang di kakinya (alas kaki/sepatu) yang terbuat dari kulit. Adapun kaos kaki adalah sesuatu yang dipakai di kaki yang terbuat dari kain dan sejenisnya.
[15] Diketahui bahwa meminum khamr/sesuatu yang memabukkan adalah bagian dari dosa besar. Allah berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala dan mengundi nasib dengan panah adalah termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan." (QS. al-Maidah: 90)
[16] Menyentuh kemaluan atau lubang dubur, demikian pula perempuan jika menyentuh kemaluannya, begitu juga menyentuh kemaluan orang lain, baik orang dewasa atau anak kecil.
[17] Jika orang yang berada dalam kondisi junub berwudhu', maka boleh baginya duduk di masjid. Adapun bagi wanita yang haid atau nifas, tidak diperkenankan bagi mereka hal tersebut. Dan diperbolehkan bagi semuanya untuk melintasi masjid.
[18] Tidak harus bagi wanita untuk mengurai kuncirannya saat hendak mandi.
[19] Diwajibkan atasnya mencari air terlebih dahulu di sekitarnya, jika memang tidak ada atau dia yakin air tidak ada, maka dia boleh bertayammum.
[20] Untuk menambah pengetahuan tentang hal ini dapat merujuk kepada buku, “Risalah fi addima' at-thabiiyyah linnisa'' karya Syaikh Muhammad bin Shaleh Utsaimin rahimahullah.
[21] Ciri-ciri darah haid itu adalah kasar dan tidak lembut, serta bau dan tidak beku.
[22] Ciri-ciri darah istihadhah adalah halus dan tidak kasar, tidak bau, beku jika tampak.
[23] Diperbolehkan bagi wanita yang mengalami istihadhah untuk menggabungkan shalat zhuhur dan asar, serta maghrib dan isya', jika sulit baginya untuk berwudhu' setiap kali shalat.
[24] Demikian itu karena matahari jika terbit, maka akan tampak bayangan setiap benda dari arah barat. Apabila ia semakin meninggi, bayangan itu semakin pendek. Jika ia sampai di tengah langit, yaitu posisi sejajar dengan setiap benda, maka berkurangnya sempurna, dan hanya tersisa sedikit saja, yaitu bayangan waktu tergelincir, ini berbeda-beda sesuai bulan.
[25] Tidak boleh mengakhirkan shalat asar hingga setelah menguningnya matahari, kecuali ada alasan darurat untuk mengakhirkannya, maka tidak mengapa dengan ketentuan dikerjakan sebelum tenggelam matahari. Demikian halnya dengan shalat isya', tidak boleh diakhirkan hingga melewati pertengahan malam, kecuali dengan alasan darurat, namun harus dikerjakan sebelum terbit fajar.
[26] Adapun fajar pertama (al-kadzib), ia terbentang dari timur ke barat. Durasinya sangat pendek, lalu lenyap. Berbeda dengan fajar kedua, ia bertambah terang.
[27] Dikecualikan dari syarat ini shalat sunnah di atas kendaraan (mobil, pesawat dan lainnya) saat bermusafir. Dalam kondisi tersebut, boleh menghadap ke mana arah kendaraan.
[28] Yaitu tempat tinggal onta atau tempat dia menderum setelah dia bangkit dari air, atau saat menunggu air.
[29] Atau dengan menegakkan kedua telapak kaki dan duduk di atas kedua tumit.
[30] Atau merebahkan kaki kanan dan memasukkan kaki kiri di antara paha dan betis kaki kanan.
[31] Perkara sujud sahwi ini sesungguhnya lapang. Seseorang boleh memilih sujud setelah atau sebelum salam dalam seluruh kondisi yang mewajibkan sujud sahwi.
[32] Adapun pada idul adha, maka disunnahkan takbir mutlaq di semua kesempatan, sejak masuk bulan Dzul Hijjah hingga terbenam matahari pada hari terakhir dari hari-hari tasyriq, yaitu tanggal tiga belas. Adapun takbir muqayyad (takbir setelah shalat lima waktu), dimulai sejak fajar hari Arafah hingga tenggelamnya matahari hari terakhir dari hari-hari tasyriq, sebagai tambahan takbir mutlaq di setiap kesempatan.
[33] Majmu' al-Fatawa, 13/414, disertai penelitian hadits-haditsnya.
[34] Ada jenis lain dari harta yang wajib dizakatkan, yaitu rikaz. Rikaz adalah jenis harta yang tertimbun dari masa lalu dan barang tambang. Masalah ini perlu konsultasi kepada para ulama.
[35] Siapa yang mendapati sudah terbit fajar, sementara masih ada makanan di mulutnya, maka hendaknya dia keluarkan. Apabila dia telan, maka batal puasanya.
[36] Demikian pula tetesan yang diteteskan melalui vagina atau jenis obat lainnya.
[37] Menunaikan ibadah haji itu wajib disegerakan apabila syaratnya telah terpenuhi. Jika ditunda-tunda, maka berdosa.
[38] Disaratkan bagi perempuan untuk menunaikan haji didampingi mahram dan tidak berada pada masa iddah wafat.
[39] Mengingkari dengan hati maksudnya adalah dengan membenci kemunkaran dan menjauhi tempat di mana kemunkaran itu dilakukan semampunya.
[40] Hadits ini maksudnya adalah bahwa Allah SWT menjanjikan bagi orang yang menyambung tali silaturrahimnya dengan balasan dipanjangkan usia dan diluaskan usianya sebagai balasan atas kebaikan yang dilakukannya.
[41] Sebelum kering keringatnya adalah bentuk kiasan wajibnya menyegerakan memberi upah setelah selesai melaksanakan tugas jika dia minta, sekalipun dia tidak berkeringat atau berkeringat dan keringatnya sudah kering. Maksudnya adalah menyegerakan memberikan upah dan tidak menunda-nunda.
[42] Jual beli najasy adalah menaikkan harga barang dari seseorang yang sebenarnya tidak ingin membeli barang tersebut (provokasi harga dengan rekayasa permintaan).
[43] Jual beli gharar adalah jual beli yang tidak jelas juntrungannya atau yang samar konsekuensinya. Contohnya: jual beli ikan di dalam air yang banyak, burung di udara, barang di dalam kotak yang tidak diketahui apa isinya, pakaian di antara tumpukan pakaian yang tidak ditentukan barangnya dan jual beli buah sebelum tampak matang (di atas pohonnya).